• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH METODE EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP LAJU REAKSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH METODE EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP LAJU REAKSI"

Copied!
269
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH METODE EKSPERIMEN TERHADAP HASIL

BELAJAR SISWA PADA KONSEP LAJU REAKSI

( Penelitian Eksperimen Pada SMA Darunnajah Ulujami Jakarta-Selatan )

Diajukan oleh :

SITI FATIMAH AZZAHRA

105016200556

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

ABSTRAK

Siti Fatimah Azzahra, “Pengaruh Metode Eksperimen terhadap Hasil Belajar Siswa pada Konsep Laju Reaksi”. Skripsi, Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode eksperimen terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep laju reaksi. Penelitian ini dilakukan di SMA Darunnajah Ulujami Jakarta Selatan tahun ajaran 2008-2009. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen dan pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Sampel penelitian berjumlah 25 orang siswa kelas XI IPA C sebagai kelas eksperimen dan 25 orang siswa kelas XI IPA D sebagai kelas kontrol. Instrumen penelitian yang digunakan adalah instrumen hasil belajar dan hasilnya diuji dengan menggunakan uji “t”. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai thitung sebesar 7,83 ternyata lebih besar dari ttabel

sebesar 2,021. Ini berarti Ho ditolak pada taraf signifikansi α=0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa Ha yang menyatakan terdapat pengaruh metode eksperimen terhadap hasil belajar kimia siswa diterima. Hal ini menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar kimia siswa.

(3)

ABSTRACS

Siti Fatimah Azzahra, The Influence of Experimental method to Learn Out Comes

of Students to the Concept of Reaction Rate. “skripsi”, Chemistry Programe,

Natural Science Departement, Faculty of ‘Tarbiyah’ Teaching syarif Hidaytullah

Islamic State University Jakarta.

This research is aimed to know the influence of experimental method to learn the out comes of strudents for the concept of reaction rate. The research is done in SMA Darunnajah Ulujami Jakarta Selatan, on 2008-2009. The mothod of research that is used is quasi eksperimental, and take sampling technical is purposive sampling. The total number of sampling is 25 people grade XI IPA C as eksperimental group and 25 people grade XI IPA D as control group. The instrument of research is instrument of learning achievement test, and result tested using t-test. From the calculation of test is 7,83, it’s bigger then t-table is

2,021. It’s means that Ho rejected in significant level α = 0,05. It can be

concluded that is only stating the effect of the experimental method of chemistry students learning outcomes acceptable. This shows there is significant influence student learning outcomes chemical.

(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan

kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Metode Eksperimen terhadap Hasil Belajar Siswa pada Konsep Laju Reaksi (Penelitian Eksperimen Pada SMA Darunnajah Ulujami Jakarta-Selatan).”

Allahumma shalli ‘ala Muhammad, semoga shalawat ini selalu tercurah

untuk nabi Muhammad SAW, sebaik-baik makhluk ciptaan Allah SWT.

Selanjutnya, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dihadapi selama penulisan skripsi ini. Namun, atas bimbingannya dan motivasi dari berbagai pihak penulis menyadari bahwa keberhasilan dan kesempurnaan merupakan sebuah proses yang harus dijalani. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini tak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini, diantaranya: 1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dedi Irwandi, M.Si, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia. 4. Bapak Ahmad Sofyan, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak

Burhanudin Milama, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu membantu penulis dalam membimbing, memberikan saran dan nasehat yang berguna bagi penulis.

(5)

6. Kepala sekolah, dewan guru dan staf karyawan di SMA Darunnajah Ulujami Jakarta-Selatan khususnya untuk Ibu Ari Yusnida Pradani, S.Pd.Si selaku guru Kimia terima kasih atas bantuannya selama ini.

7. Ayahanda H. Achmad Yasin dan Ibunda Hj. Siti Fatimah Emi tersayang, yang selalu memberi kasih sayang, bimbingan, doa dan dukungan baik secara moril maupun materil, terima kasih untuk semuanya.

8. Kakakku tersayang Muzdalifah, Mirzan dan adikku Hasbi yang selalu memberikan dukungan dan menemaniku di saat senang maupun susah.

9. Teman-temanku Mae, Mamay, vivi, Nia, Icha, Misrah, Mahmudah, Obay, Acep, serta semua teman angkatan 2005 yang tidak dapat ditulis satu persatu oleh penulis, kalian adalah sahabatku.

10.Semua pihak yang tidak dapat dituliskan satu persatu, terimakasih telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata semoga tulisan karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan keilmuan, serta dapat berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam rangka mengkaji dan memahami lebih lanjut permasalahan yang diteliti pada masa yang akan datang.

Jakarta, Februari 2010

(6)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah... 5

C. Pembatasan Masalah... 6

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL A. Deskripsi Teoretik ... 7

1. Pembelajaran Konstruktivisme ... 7

2. Metode Eksperimen ... 15

3. Hasil Belajar Kimia ... 18

4. Laju Reaksi ... 28

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 30

C. Kerangka Berfikir ... 33

D. Pengajuan Hipotesis Penelitian ... 36

BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian... 37

B. Metode dan Desain Penelitian ... 37

C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 38

D. Teknik Pengumpulan Data... 38

E. Analisis Data... 45

F. Hipotesis Statistik ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 49

(7)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 62

B. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 64

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 RPP Kelas Eksperimen... 67

Lampiran 2 RPP Kelas Kontrol ... 83

Lampiran 3 LKS ... 104

Lampiran 4 Kisi-kisi dan Soal Uji Coba Instrumen Tes ... 118

Lampiran 5 Uji Reliabilitas ... 142

Lampiran 6 Uji Tingkat Kesukaran ... 146

Lampiran 7 Uji Daya Beda ... 148

Lampiran 8 Uji Korelasi ... 150

Lampiran 9 Instrumen Tes (Pretest dan Posttest) Konsep Laju Reaksi ... 152

Lampiran 10 Catatan Lapangan (field note) ... 157

Lampiran 11 Nilai Pretest dan Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol 161 Lampiran 12 Analisis Skor Pretest dan Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol162 Lampiran 13 Distribusi Data Pretes Siswa Kelas Eksperimen ... 166

Lampiran 14 Distribusi Data Pretes Siswa Kelas Kontrol ... 167

Lampiran 15 Perhitungan Uji Normalitas Pretes Kelas Eksperimen ... 168

Lampiran 16 Perhitungan Uji Normalitas Pretes Kelas Kontrol ... 169

Lampiran 17 Uji Homogenitas Data Pretes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 170

Lampiran 18 Uji Hipotesis Skor Pretes ... 171

Lampiran 19 Distribusi Data Postes Siswa Kelas Eksperimen ... 172

Lampiran 20 Distribusi Data Postes Siswa Kelas Kontrol ... 173

Lampiran 21 Perhitungan Uji Normalitas Postes Kelas Eksperimen ... 174

Lampiran 22 Perhitungan Uji Normalitas Postes Kelas Kontrol ... 175

Lampiran 23 Uji Homogenitas Data Postes Kelas Eksperimen dan Kelas ... 176

Kontrol ... 176

Lampiran 24 Uji Hipotesis Skor Postes ... 177

Lampiran 25 Surat Keterangan Izin Penelitian ... 178

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 37 Tabel 4.1 Deskripsi Data Rata-rata Pretest Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol... 50 Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Pretest Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol... 51 Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas Pretest Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol... 52 Tabel 4.4 Hasil Pretest Uji “t” Hasil Belajar Kimia Siswa Kelompok

Eksperimen dan Kelompok Kontrol... 53 Tabel 4.5 Deskripsi Data Rata-rata Posttest Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol... 54 Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Posttest Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol... 55 Tabel 4.7 Hasil Uji Homogenitas Posttest Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol... 56 Tabel 4.8 Hasil Posttest Uji “t” Hasil Belajar Kimia Siswa Kelompok

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Perbandingan Pretest Rata-rata Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol... 50 Gambar 4.2 Perbandingan Posttest Rata-rata Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol... 54

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu pengatahuan dalam era globalisasi saat ini terus mengalami kemajuan yang pesat. Kemajuan saat ini tidak terlepas dari munculnya sumber daya manusia yang kompeten dalam bidangnya. Manusia yang kompeten dalam bidangnya merupakan hasil dari sebuah bentuk pendidikan yang terprogram dan terencana. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional No. 20 tahun 2003, tentang Pendidikan Nasional ( Undang-Undang Sisdiknas), bahwa pendidikan Nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.1

Pendidikan merupakan kunci masa depan setiap individu. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, keterampilan dan keahlian tertentu kepada individu guna mengembangkan bakat serta kepribadian mereka. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi akibat adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, masalah pendidikan perlu mendapat perhatian dan penanganan yang lebih baik yang menyangkut berbagai masalah, baik yang berkaitan dengan kualitas maupun kuantitas.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan merupakan proses perubahan sikap dan tata laku seorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran dan pelatihan.2 Dengan arti

               1

Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional

(Sisdiknas), Jakarta: Sinar Grafika

2

(12)

lain, pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan pemahaman dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan. Pendidikan yang memiliki peranan penting dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan sehingga dapat melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas yang mampu menguasai IPTEK yaitu pendidikan dalam bidang sains (IPA). Salah satu cabang dari pendidikan IPA adalah pendidikan kimia.

Pendidikan kimia diharapkan mampu memberikan pengalaman secara langsung dan harus mampu mengembangkan daya nalar siswa untuk dapat membentuk (mengkonstruksi) sendiri pengetahuannya. Proses belajar dan mengajar merupakan suatu hal yang penting bagi siswa dan guru. Masalahnya adalah, sebagian besar pendidik kurang inovatif dan kreatif dalam mencari dan menemukan metode maupun pendekatan pembelajaran yang dapat merangsang motivasi belajar siswa.

Pembelajaran yang terlalu teoretis menyebabkan siswa sulit memahami bahan ajar kimia secara komprehensif. Oleh karena, siswa cenderung menghafal dan mengerjakan tugas kimia secara mekanistik, tanpa memahami materi dasarnya. Akibatnya, skema pemikiran siswa terpotong-potong dan tidak terjadi pemahaman secara utuh.

Cara mengajar guru sangat dipengaruhi oleh pemahamannya tentang pembelajaran. “Selama ini prinsip-prinsip teori belajar behaviorisme amat mendominasi pemahaman guru dan cara mengajar guru telah lama terpola dalam pemikiran behaviorisme”.3 Guru mendominasi di dalam kelas dan berfungsi sebagai sumber utama pengetahuan. Guru menyajikan pengetahuan kimia kepada siswa, siswa memperhatikan penjelasan dan contoh yang diberikan oleh guru. Kebanyakan guru beranggapan bahwa siswa tidak memiliki pengetahuan awal. Pembelajaran semacam ini kurang memperhatikan aktivitas siswa, interaksi siswa, dan konstruksi pengetahuan. Sehingga siswa menjadi lekas bosan terhadap pelajaran kimia dan kurangnya

               3

(13)

motivasi terhadap pembelajaran kimia. Hal tersebut dapat menyebabkan rendahnya hasil belajar kimia siswa.

Mempelajari kimia tidak hanya dengan aktivitas menyelesaikan soal-soal rutin sesuai dengan contoh yang diberikan oleh guru, tetapi perlu pula melibatkan aktivitas aktif yang dapat merangsang kemampuan berpikir dan kemampuan pemecahan masalah. Oleh sebab itu, siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide, yaitu siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.4

Pada dasarnya pendekatan atau pembelajaran konstruktivis menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar lebih diwarnai student centered daripada teacher centered. Sebagian besar waktu proses belajar mengajar berlangsung dengan berbasis pada aktivitas siswa.5 Apabila proses belajar mengajar masih mengunakan metode hafalan yang membosankan dan tidak menumbuhkan motivasis siswa ini terus menerus berlangsung dari tahun ketahun, maka kemungkinan besar banyak siswa yang tidak menyukai mata pelajaran kimia.

Guru harus mengembangkan potensi-potensi peserta didik, karena pengetahuan bukanlah hal yang statis dan deterministik tetapi suatu proses menjadi tahu.6 Pengetahuan yang siswa peroleh adalah hasil konstruksi siswa itu sendiri, siswa itu sendirilah yang mengolah informasi-informasi yang ia peroleh untuk selanjutnya menjadi pengetahuan yang ia bangun sendiri.

Konstruktivis merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk

               4

Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta,2008) cetakan keenam, hal. 88

5

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007) hal. 106 

6

(14)

diambil dan diingat. Siswa harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memcahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivis adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan sesuatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri.7

Dengan dasar itu, pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangaun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru. Tugas guru adalah memfasilitasi proses pembelajaran.

Dalam pandangan konstruktivis, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan.8 Konstruktivis memandang kegiatan belajar merupakan kegiatan aktif dalam upaya menemukan pengetahuan, konsep, kesimpulan, bukan merupakan kegiatan mekanistik untuk mengumpulkan informasi atau fakta.9 Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa mempelajari kimia tidak cukup sekedar menghafal suatu konsep melalui buku pelajaran namun lebih dari itu belajar kimia pada hakikatnya merupakan suatu produk dan proses yang satu sama lain saling mendukung. Hal tersebut dapat dilakukan dengan berbagai kesatuan cara, misalnya pengamatan suatu objek atau gejala, menguji data, dan melakukan eksperimen. Dengan melibatkan peserta didik dalam melakukan eksperimen, maka mereka akan lebih mudah mengkonstruk pengetahuannya sendiri.

Laju reaksi merupakan salah satu topik yang diberikan pada siswa SMA/MA kelas XI semester ganjil. Laju reaksi mempelajari tentang

(15)

mempercepat suatu reaksi kimia maupun memperlambat reaksi kimia. Sebagai contoh ketika siswa melarutkan gula pasir dengan air panas dan dingin kemudian membandingkan kecepatan melarutnya. Kemampuan membandingkan mempunyai arti penting dalam mendukung kemampuan mengkonstruksi pengetahuan. Melalui kemampuan tersebut dapat menarik sifat-sifat yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan perbedaannya untuk membuat klasifikasi dan membangun suatu pengetahuan. Karena konstruktivis mengakui bahwa pengetahuan seseorang terbentuk karena adanya interaksi dengan pengalaman-pengalamnya.10

Materi laju reaksi sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari maupun industri sehingga sangat relevan jika materi ini diterapkan dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivis dimana siswa dibiasakan aktif dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya.

Berdasarkan uraian di atas penulis menyusun skripsi dengan judul : “Pengaruh Metode Eksperimen terhadap Hasil Belajar Siswa pada Konsep Laju Reaksi”.

B. Identifikasi Masalah

1. Stategi pembelajaran guru yang masih monoton.

2. Materi belajar yang tidak dikaitkan dengan pengetahuan awal siswa sehingga siswa membutuhkan informasi yang tuntas dari guru.

3. Pembelajaran masih bersifat menerima pengetahuan bukan mengkonstruksi pengetahuan.

4. Proses belajar mengajar lebih diwarnai teacher centered daripada student

centered.

5. Materi pelajaran kimia yang bersifat abstrak, sehingga sulit dipahami oleh siswa.

               10

(16)

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini tidak menyimpang dari judul penelitian, maka masalah yang akan diteliti hanya dibatasi pada metode eksperimen pada konsep laju reaksi di kelas XI IPA semester 1 tahun pelajaran 2008/2009 dan hasil yang diukur adalah hasil belajar yang meliputi kognitif.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang diuraikan di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: “Apakah terdapat pengaruh metode eksperimen terhadap hasil belajar siswa pada konsep laju reaksi?”.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah metode eksperimen berpengaruh terhadap hasil belajar kimia siswa.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

1. Bagi siswa, dapat memberikan motivasi belajar siswa, melatih keterampilan siswa, mengembangkan kemampuan berfikir siswa, dan dapat meningkatkan hasil belajar kimia.

2. Bagi guru, dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pembelajaran dalam proses belajar mengajar.

3. Bagi peneliti, menambah wawasan dan pengalaman serta membantu menyumbangkan dalam memecahkan masalah pembelajaran kimia. 4. Bagi pembaca, memberikan informasi tentang pengaruh penerapan model

(17)

BAB II

KAJIAN TEORETIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL

A. Deskripsi Teoretik

1. Pembelajan Konstruktivisme

Pembelajaran konstruktivis dalam pengajaran lebih menekankan pada pengajaran top-down, yaitu siswa mulai dengan masalah-masalah yang kompleks untuk dipercayakan dan selajutnya memecahkan atau menemukan (dengan bantuan guru) keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan.11 Dalam kelas konstruktivis, guru memotivasi peserta didik untuk menyampaikan pendapat mereka tentang fenomena sains. Peserta didik bisa menyanggah pendapat guru jika mereka berbeda pendapat dengan guru, karena apa yang disampaikan dan dipercaya “benar” oleh guru bisa saja “salah”.12 Arah dari pembelajaran konstruktivisme adalah sejauh mana pengajar dapat menjadikan pembelajar belajar, dan berada pada situasi belajar.13

Konstruktivisme dalam kajian ilmu pendidikan merupakan aliran yang berkembang dalam psikologi kognitif, secara teoritis menekankan siswa untuk dapat berperan aktif dalam menentukan ilmu baru. Konstruktivisme menganggap bahwa semua peserta didik mulai dari usia kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi memiliki gagasan atau pengetahuan.14 Oleh karena itu, proses belajar mengajar tidak hanya menekankan pada cara peserta didik membentuk pengetahuan, tetapi juga

               1

Gusni Satriawati, Implementasi Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Konstruktivisme terhadap KTSP di Sekolah Dasar,(UIN Jakarta, 2007), jurnal Matematika vol.2 hal. 135

2

Munasprianto Ramli, Pembelajaran Sains Menyenangkan dengan Metode Konstruktivisme, UIN Jakarta, 2006, (jurnal Pendidikan IPA Vol.1 no.2) hal. 51

13

Retno Widyaningrum, Model Pembelajaran Konstruktivistik Pada Matematika, (Cendekia, 2008), Jurnal Kependidikan dan Kemasyarakatan vol.6 no.2, hal.207

4

(18)

menekankan pada peranan lingkungan sosial dalam menjembatani tercapainya pemahaman.15

Ide-ide konstruktivis modern banyak berlandaskan pada teori Vygotsky yang telah digunakan untuk menunjang metode pengajaran yang menekankan pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis kegiatan dan penemuan. Salah satu prinsip kunci yang diturunkan dari teorinya adalah penekanan pada hakikat sosial dari pembelajaran. Mengemukakan bahwa siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.16

Teori konstruktivis menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi komplek, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Menurut teori konstruktivis, bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.17

Esensi dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentrasformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikendaki informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Dengan dasar ini pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan. Dalam pandangan konstruktivisme, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan.18 Tatang

               15

Tatang Suratno, Peranan Konstruktivisme dalam Pembelajaran dan Pengajarans, (prosiding seminar Internasional Pendidikan IPA, 2007), Hal.1

16

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007) hal. 107

17

Ibid,. hal. 13

18

 Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta,2008) cetakan

(19)

mendefinisikan konstruktivisme sebagai suatu pandangan dan keyakinan terhadap suatu pengetahuan dengan asumsi keberadaan realita tidak dapat diketahui sebagai suatu keberadaan dikarenakan keterbatasan pengalaman manusia.19

Konstruktivisme menekankan pada tiga proses kunci membangun pengetahuan, yaitu akomodasi, asimilasi dan ekuilibrium. Asimilasi terjadi karena pengetahuan awal siswa sejalan atau berhubungan dengan fenomena dan belum terjadi perubahan konseptual. Akomodasi merupakan proses konflik kognitif karena skema dengan fenomenanya berbeda. Ekuilibrium merupakan fase kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi.20

Pembelajaran konstruktivisme menyatakan bahwa, siswa secara aktif membangun pengetahuan mereka sendiri, otak siswa sebagai mediator, yaitu memproses masukan dari dunia luar dan menentukan apa yang mereka pelajari. Karena pembalajaran konstruktivisme merupakan kerja mental aktif, bukan menerima pengajaran dari guru secara pasif.21 Dengan demikian, pembelajaran dalam perspektif konstruktivisme harus relevan dengan fenomena sehari-hari yang familiar di mata siswa.22

Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas. Landasan berpikir konstruktivisme agak berbeda dengan pandangan kaum objektivis, yang lebih menekankan pada hasil pembelajaran. Dalam pandangan konstruktivis, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan:23

              

 Etty Sofyaningrum, Terapan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Kimia di SMA/MA

(Prosiding Seminar Internasional Pendidikan IPA 2007), hal. 41

22

 Tatang Suratno, Op, cit,. hal. 7

23

(20)

a. Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa.

b. Memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri.

c. Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.

Aunurrahman menyatakan terdapat prinsip dasar pembelajaran konstruktivisme, yaitu: (1) pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif, (2) tekanan proses belajar terletak pada siswa, (3) mengajar adalah membantu siswa belajar, (4) penekanan lebih kepada proses bukan pada hasil akhir, (5) kurikulum menekankan partisipasi siswa, (6) guru adalah fasilitator.24 Dalam konteks pembelajaran di kelas, terdapat dua prinsip utama yaitu: (1) siswa dipandang sebagai individu yang aktif membangun pengetahuan dan pemahannya berdasarkan kayakinan sendiri, (2) guru memiliki peran dan pengaruh yang sangat penting.25

Prinsip belajar menurut paradigma konstruktivisme, yaitu: (1) menghadapkan peserta didik kepada problem yang saling berkaitan, (2) membuat struktur pembelajaran lewat konsep pokok dan sekitar pikiran dasarnya, (3) mendorong dan menghargai munculnya pandangan dari dalam diri peserta didik, (4) kurikulum disesuaikan dengan kebutuhan, (5) selalu menilai kemajuan peserta didik melalui konteks pembelajaran.26 Empat prinsip yang menjadi ciri ‘strong constructivism’, yaitu: hubungan antara pengetahuan awal dengan informasi yang tersedia, rekonstruksi maupun dekonstruksi struktur pengetahuan, aktivitas membandingkan dan membedakan, kemampuan berargumen, pencapaian metakognisi, dan konteks sosial pembelajaran.27

Beberapa strategi dalam pembelajaran konstruktivisme adalah (1) mencari ide-ide baru buku teks atau sumber-sumber lain, (2)

               24

 Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2009) cetakan kedua,

hal. 25

25

Tatang Suratno, Op, cit,. hal.5

26

Syukur Ghazali, Menerapkan Paradigma Konstruktivisme melalui Strategi Belajar Kooperatif dalam Pembelajaran Bahasa, (jurnal Pendidikan & Pembelajaran, vol.9, 2002), hal.116

27

(21)

menggalakkan siswa untuk saling membandingkan dan mendebat ide atau konsep, (3) pemberian waktu yang cukup untuk refleksi dan analisis, (4) menghargai semua ide yang dikemukakan siswa, (5) analisis pribadi, pengumpulan bukti-bukti nyata, perumusan kembali ide setelah pengalaman.28

Tahap-tahap pembelajaran konstruktivisme terdiri dari 5 tahap, yaitu:29

1. pendahuluan : tahap penyiapan pembelajaran untuk mengikuti kegiatan pembelajaran.

2. Eksplorasi : tahap pengidentifikasi dan pengaktifan pengetahuan awal pembelajaran.

3. Restrukturisasi : tahap restrukturasi pengetahuan awal pembelajaran agar terbentuk konsep yang diharapkan.

4. Aplikasi : tahap penerapan konsep yang telah dibangun pada konteks/kondisi yang berbeda ataupun dalam kehidupan sehari-hari. 5. Review dan Evaluasi : tahap peninjauan kembali apa yang telah

terjadi pada diri pembelajar berkaitan dengan suatu konsep/ pembelajaran.

Ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme adalah sebagai berikut:30 1. Memperhatikan dan mengapresasikan hasil kajian siswa terhadap

suatu masalah.

2. Memberikan peluang kapada siswa untuk menemukan pengetahuan baru melalui proses pelibatan dalam dunia riil.

3. Mendorong terbentuknya pembelajaran secara koperatif. 4. Memberikan kecendrungan sikap dan pembawaan siswa.

5. Menganggap proses pembelajaran sebagai sesuatu yang sama pentingnya dengan hasil pembelajaran.

               28

Retno Widyaningrum, Op, cit,. hal. 209

29

 Ari Widodo, Konstruktivisme dan Pembelajaran Sains, jurnal pendidikan kebudayaan,

(Jakarta: Jurnal Pendidikan Kebudayaan, 2007), hal. 101 

30

(22)

6. Merangsang siswa untuk bertanya dan berdialog dengan sesama siswa.

7. Menciptakan proses inquiri siswa melalui kajian dan eksperimen. 8. Menghargai dan menerima eksplorasi pengetahuan.

9. Memperhatikan ide dan problem yang dimunculkan oleh siswa dan menggunakannya sebagai bagian dalam merancang pembelajaran.

Dari ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran konstruktivisme terdapat empat unsur pokok yaitu: (1) siswa harus aktif selama proses pembelajaran dengan interpretasi, (2) Interpretasi dikaitkan dengan pengetahuan sebelumnya, (3) orientasi pembelajaran adalah pemecahan masalah, (4) guru berperan sebagai fasilitator.31

Dalam artikel pembelajaran matematika, Yager mengajukan tahapan pembelajaran dengan teori belajar konstruktivisme, yaitu: tahap pertama, siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang akan dibahas. Tahap kedua adalah siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan data dalam suatu kegiatan yang dirancang oleh guru. Tahap ketiga, siswa memikirkan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil observasi siswa. Tahap terakhir adalah guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat mengaplikasi pemahaman konseptualnya.32

Dalam mengaplikasikan pembelajaran konstruktivisme di dalam kelas, guru diharapkan mampu memahami dan melaksanakan tahapan-tahapan dalam pembelajaran konstruktivisme. Alters (2004) dalam Munasprianto memberikan ilustrasi tentang tahapan-tahapan tersebut, yaitu:33

               31

 Retno Widyaningrum, Op, cit,. hal. 209

32

  Pembelajaran Matematika dengan Teori Belajar Konstruktivisme, dalam

http://www.mathematic.transdigit.com/mathematic-article/pembelajaran-matematika-dengan-teori-belajar-konstruktivisme.html, diakses 11 februari 2009

33

(23)

1. Menarik perhatian, tahapan awal ini guru memberikan gambaran singkat tentang sebuah fenomena lalu menanyakan pengalaman siswa tentang fenomena tersebut.

2. Prediksi pribadi, pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk membuat prediksi tentang percobaan yang akan dilakukan.

3. Prediksi kelompok, guru mengajak siswa untuk membuat kelompok kecil dan berdiskusi di dalam kelompok untuk membuat prediksi kelompok. Kemudian masing-masing kelompok diharapkan menyampaikan prediksi mereka.

4. Percobaan, bagian terpenting dalam tahapan ini karena pada bagian ini siswa akan melakukan sendiri percobaan mereka untuk menguji hipotesis dan mengobservasi apakah prediksi mereka akurat atau tidak.

5. Diskusi kelompok, setelah melakukan percobaan, siswa diajak untuk berdiskusi dalam kelompok mengenai hasil percobaan mereka. Mereka berdiskusi apakah prediksi mereka akurat atau tidak dan mengapa itu bisa terjadi.

6. Laporan kelompok, masing-masing kelompok menyampaikan hasil diskusi kompok mereka dengan bermacam alasan yang mendukung hipotesa dan konsep mereka.

7. Penjelasan, pada tahap ini guru menyampaikan penjelasan singkat tentang teori dan konsep yang mendasari percobaan serta mengoreksi sekiranya terdapat kesalahpahaman siswa.

8. Aplikasi, guru mengajak siswa untuk berfikir tentang apa yang bisa mereka lakukan untuk mengembangkan percobaan yang tadi dikerjakan atau menjelaskan fakta lain mengenai percobaan yang mereka lakukan.

(24)

sebagai fokus dalam pembelajaran sementara guru membantu siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya. Dalam pendekatan konstruktivis, disamping membantu memperoleh informasi, ide, dan cara mengekspresikan diri, juga maksud mengajari siswa bagaimana belajar yang menyenangkan.

Proses pembelajaran dengan konstruktivisme, siswa harus menjadi pusat perhatian sehingga siswa aktif mengembangkan pengetahuan mereka dengan bantuan guru. Proses pembelajaran dengan penekanan siswa belajar aktif ini sangat penting dan perlu dikembangkan karena kreatif siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitifnya. Siswa juga akan terbantu menjadi orang yang kritis dalam menganalisa suatu hal karena mereka berfikir dan bukan meniru saja.

Pembelajaran konstruktivisme, tujuan mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru kesiswa, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi guru dengan siswa falam bentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan dan bersikap kritis.

Pembelajaran konstruktivisme, guru selalu berusaha agar seorang siswa mempunyai cara berfikir yang baik, dalam arti bahwa cara berfikirnya dapat digunakan untuk menghadapi suatu fenomena baru dan dapat memecahkan persoalan yang lain. Sementara itu seorang siswa menemukan jawaban benar belum tentu dapat menyelesaikan persoalan baru karena mungkin ia tidak mengerti bagaimana menemukan jawaban itu. Mengajar dalam konteks ini adalah membantu seseorang berfikir secara benar dengan membimbingnya.

(25)

2. Metode Eksperimen

a. Pengertian Metode Eksperimen

Metode eksperimen adalah cara penyajian pelajaran, dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari.34 Penggunaan metode eksperimen bertujuan agar siswa mampu mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban atas persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri. Dengan menggunakan metode eksperimen siswa menemukan bukti kebenaran dari suatu teori yang sedang dipelajarinya.

Menurut Roestiyah metode eksperimen adalah salah satu cara mengajar, dimana siswa melakukan suatu percobaan tentang sesuatu hal, mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil pengamatan itu disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh guru.35 Hal ini berarti siswa melakukan sendiri suatu percobaan tentang materi yang di ajarkan, mengamati dan akhirnya hasil pengamatan disampaikan di kelas dan dievaluasi oleh guru.

Metode eksperimen adalah suatu cara memperoleh pengetahuan dan keterampilan dengan melakukan kegiatan mengamati, menyimpulkan data, menganalisis dan menyimpulkan. Metode eksperimen menekankan pada kegiatan yang harus dialami sendiri oleh siswa, mencari sendiri dan menemukan sendiri.36

Menurut Armai Arif metode eksperimen adalah suatu metode dimana siswa melakukan pekerjaan akademis dalam mata pelajaran tertentu dengan menggunakan media laboratorium.37 Menurut Fat Hurrahman, metode eksperimen adalah metode atau cara di mana guru

               34

Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hal.84

35

Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hal.80

36

 Suparni, Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Siswa Dalam Mata Pelajaran Fisika

Melalui Metode Eksperimen Pada Siswa Kelas 9C Semester 2 SMP Negeri 1 Sragen Tahun Pelajaran 2006/2007, (Jurnal Widyatama, vol.4, no.3, September: 2007), hal.88

37

(26)

dan murid bersama-sama mengerjakan sesuatu latihan atau percobaan untuk mengetahui pengaruh atau akibat dari sesuatu aksi.38

Keuntungan penggunaan metode praktikum adalah: dapat memberikan gambaran yang kongkrit tentang suatu peristiwa, siswa dapat mengamati proses, siswa dapat mengembangkan keterampilan inkuiri, siswa dapat mengembangkan sikap ilmiah dan membantu guru untuk mencapai tujuan pembelajaran lebih efektif dan efisien.39 Agar penggunaan teknik eksperimen itu efesien dan efektif, perlu pelaksana memperhatikan hal-hal sebagi berikut: dalam eksperimen setiap siswa harus mengadakan percobaan, kondisi alat dan mutu bahan percobaan yang digunakan harus baik dan bersih, dalam melakukan eksperimen siswa perlu teliti dan konsentrasi dalam mengamati proses percobaan, siswa perlu diberikan petunjuk yang jelas dalam melakukan percobaan, dan tidak semua masalah bisa dieksperimenkan.40

Persiapan dan kegiatan yang perlu dan harus dilakukan siswa ketika menggunakan metode eksperimen:41

1. Mempelajari tujuan dan prosedur percobaan 2. Menggunakan alat/bahan dalam percobaan

3. Mencari persamaan reaksi dari percobaan yang dilakukan 4. Mengamati percobaan

5. Mengambil, menyajikan dan menganalisis data, mengambil kesimpulan

6. Menyimpulkan hasil percobaan 7. Mengkomunikasikan hasil percobaan

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa metode eksperimen adalah kegiatan pembelajaran berupa praktik atau

               38

Fat Hurrahman, Metode Demonstrasi dan Eksperimen, pada

(27)

melakukan suatu percobaan yang menggunakan alat-alat tertentu. Metode eksperimen dapat melatih kemampuan keterampilan, pengetahuan, dan sikap secara bersama-sama. Dengan melakukan eksperimen, siswa akan lebih yakin atas suatu hal, dapat mengembangkan sikap ilmiah, dan hasil belajar akan lebih lama dalam ingatan siswa.

b. Kelebihan dan Kelemahan Metode Eksperimen

Metode eksperimen kerap kali digunakan dalam proses pembelajaran karena memiliki keunggulan ialah:42

1. Dengan eksperimen siswa terlatih menggunakan metode ilmiah dalam menghadapi segala masalah.

2. Siswa lebih aktif berfikir dan bermuat.

3. Siswa menemukan pengalaman praktis serta keterampilan dalam menggunakan alat-alat percobaan.

4. Dengan melakukan eksperimen siswa membuktikan sendiri kebenaran sesuatu teori.

Menurut Mulyati Arifin keuntungan penggunaan metode eksperimen adalah:43

1. Dapat memberikan gambaran yang kongkrit tentang suatu peristiwa

2. Siswa dapat mengamati proses

3. Siswa dapat mengembangkan keterampilan inkuiri 4. Siswa dapat mengembangkan sikap ilmiah

5. Membantu guru mencapai tujuan pembelajaran lebih efektif dan efisien.

Menurut Dedy Kurniawan dalam Suparni beberapa keuntungan metode eksperimen dalam proses pembelajaran di sekolah adalah: (1) siswa terlibat aktif dalam melakukan percobaan, (2) semua

               42

 Roestiyah, Op, cit,. hal.82 

43

(28)

siswa mendapat kesempatan untuk melakukan pembuktian terhadap suatu teori maupun konsep, (3) siswa menjadi trampil menggunakan alat, (4) siswa terlatih untuk berfikir ilmiah, (5) hasil belajar siswa sifatnya tahan lama, (6) siswa semakin mempercai konsep yang telah dicobanya sendiri.44 Sedangkan kelibihan metode eksperimen menurut Armai Arief adalah (1) menambah keaktifan untuk berbuat dan memecahkan metode ilmiah dengan baik dan, (2) dapat melaksanakan metode ilmiah dengan baik.45

Selain memiliki keuntungan, metode eksperimen tentu saja memiliki kelemahan. Beberapa kelemahan metode ekaperimen antara lain: (1) memerlukan waktu secara khusus karena eksperimen membutuhkan waktu cukup lama, (2) biaya sangat mahal, (3) kegagalan dalam eksperimen.46

Sedangkan kelemahan metode eksperimen menurut Armai Arief adalah:47

1. tidak semua mata pelajaran menggunakan metode eksperimen 2. Siswa yang kurang mempunyai daya intelektual yang kuat kurang

baik hasilnya.

3. Hasil Belajar Kimia a. Pengertian Belajar

(29)

bersifat eksplisit maupun implisit (tersembunyi).49 Pengertian belajar secara kuantitatif (ditinjau dari sudut jumlah), belajar berarti kegiatan pengisisan atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya. Jadi, belajar dalam hal ini dipandang dari sudut berapa banyak materi yang dikuasai siswa. Adapun pengertian belajar secara kualitatif (ditinjau mutu) ialah proses memperoleh arti-arti dan pengalaman-pengalaman serta cara-cara menafsirkan dunia disekeliling siswa.50

Belajar dapat didefinisikan sebagai setiap perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman. Definisi ini mencangkup tiga unsur, yaitu: belajar adalah perubahan tingkah laku, perubahan tingkah laku tersebut terjadi karena latihan atau pengalaman, perubahan tingkah laku tersebut relatif permanen atau tetap ada untuk waktu yang cukup lama.51

Beberapa pakar pendidikan mendefinsikan belajar yang dikutip oleh agus suprijono, menurut Gagne belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alami. Belajar menurut Travel yang dikutip agus Suprijono adalah proses menghasilkan penyesuaian tingkah laku.52

Menurut Syaiful Bahri, belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.53 Oemar Hamalik menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan merupakan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya

Agus Suprijono, Cooperative Learning, (Surabaya: Pustaka Pelajar, 2009), hal.2

53

(30)

mengingat, akan tetapi memahami.54 Menurut Muhibbin Syah, belajar adalah tahapan perubahan tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.55

Belajar dan berpikir merupakan 2 (dua) proses yang tidak dapat dipisahkan. Meskipun demikian, keduanya merupakan proses-prose yang berbeda. Belajar adalah suatu proses-proses terjadinya perubahan tingkah laku, tetapi berpikir tidak selalu menghasilkan perubahan perilaku.56 Belajar adalah sebuah proses yang melibatkan dua elemen penting. Pertama, belajar merupakan proses secara biologis sebagai proses yang dasar. Kedua, proses secara psikososial sebagai proses yang lebih tinggi dan esensinya berkaitan dengan lingkungan sosial budaya.57

Komponen-komponen pembelajaran meliputi empat unsur, yaitu:

1. Tujuan pembelajaran, adalah suatu yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran, yaitu gambaran perubahan perilaku siswa ke arah yang positif, baik dari segi pengetahuan keterampilan dan sikap.

2. Isi pembelajaran, merupakan isi atau bahan yang akan dipelajari siswa.

3. Kegiatan pembelajaran. 4. Evaluasi.58

Ciri-ciri belajar adalah: (1) Perubahan yang terjadi secara sadar, (2) Perubahan dalam belajar bersifat fungsional, (3) Perubahan

               54

Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, Cetakan ke-7, 2008), hal.27

55

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), hal. 93

56

Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan, (Jakarta: Kizi Brother’s, 2006), hal. 77

57

Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hal.124

58

(31)

dalam belajar bersifat positif dan aktif, (4) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara, (5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah, (6) Perubahan mencangkup seluruh aspek tingkah laku.59

Dari beberapa pendapat para ahli tentang pengertian belajar yang dikemukakan di atas dapat dipahami bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku dari berbagai aspek seperti kecakapan, sikap, kebiasaan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan sehingga dengan interaksi itu dapat terjadi perubahan-perubahan yang tertanam dalam sikap perilakunya.

Definisi belajar ditinjau dari beberapa sudut pandang, diantaranya:

1. Secara kualitatif atau tinjauan dari sudut jumlah belajar, berarti kegiatan pengembangan pengetahuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya.

2. Secara instutisional, belajar dipandang sebagai validasi atau pembahasan terhadap penguasaan siswa atas konsep yang telah dipelajari.

3. Secara kualitatif, adalah proses memperoleh arti-arti dan mengalaman-pengalaman serta cara-cara menafsirkan dunia disekeliling.60

William Burton dalam buku The Guidance of Learning

Activities, memaparkan tentang prinsip-prinsip belajar, yaitu:

1.Proses belajar ialah pengalaman, berbuat, mereaksi, dan melampaui (under going).

2.Proses itu melalui bermacam-macam ragam pengalaman dan mata pelajaran-mata pelajaran yang berpusat pada suatu tujuan tertentu. 3.Pengalaman belajar secara maksimum bermakna bagi kehidupan

siswa.

               59

Syaiful Bahri Djamarah, Op, cit,. hal.15-16

60

(32)

4.Pengalaman belajar bersumber dari kebutuhan dan tujuan siswa sendiri yang mendorong motivasi yang kontinu.

5.Proses belajar disyaratkan oleh hereditas dan lingkungan.61

Selain prinsip-prinsip belajar di atas, belajar juga sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Baik berupa faktor dari dalam maupun faktor dari luar. Faktor-faktor itu adalah sebagai berikut: 1.Faktor kesiapan belajar. Siswa yang telah siap belajar akan dapat

melakukan kegiatan belajar lebih mudah dan lebih berhasil. 2.Faktor minat dan usaha. Belajar dengan minat akan mendorong

siswa belajar lebih baik daripada belajar tanpa minat.

3.Faktor-faktor fisiologis. Kondisi badan siswa yang belajar sangat berpengaruh dalam proses belajar.

4.Faktor yang tidak kalah penting adalah faktor intelegensi. Siswa yang cerdas akan lebih berhasil dalam kegiatan belajar, karena ia lebih mudah menangkap dan memahami pelajaran.62

b. Pengertian Hasil Belajar

Keberhasilan pengajaran dapat dilihat dari segi hasil proses belajar yang baik memungkinkan hasil belajar yang baik pula. Hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar terjadi berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak tersebut bermanfaat bagi guru dan siswa.63 Perubahan yang terjadi sebagai akibat dari kegiatan belajar yang telah dilakukan individu. Perubahan itu adalah hasil belajar yang dicapai dari proses belajar.64 Hasil belajar juga dapat ditandai dengan perubahan kemampuan berpikir.65

              

Dimiyati, Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009) cetakan keempat, hal.20

64

Syaiful Bahri Djamarah, Op, cit,. hal. 175

65

(33)

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar.66 Hordward Kingsley membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita.67

Gagne dalam Dahar mengemukakan lima macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan intelektual, yang merupakan penampilan yang ditunjukan oleh siswa tentang operasi-operasi intelektual yang dilakukan seperti memecahkan masalah, menyusun eksperimen, dan memberikan nilai-nilai sains, (b) strategi kognitif, penampilan siswa yang ditunjukan secara kompleks dalam situasi baru, dimana diberikan sedikit bimbingan dalam memilih dan menerapkan aturan-aturan dan konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya, (c) sikap, sekumpulan sikap yang dapat ditunjukan oleh perilaku yang mencerminkan pilihan tindakan terhadap kegiatan-kegiatan sains, (d) informasi verbal, (e) keterampilan motorik, tidak hanya kegiatan fisik melaikan kegiatan motorik yang digabungkan dengan keterampilan intelektual, misalnya membaca, menulis, memainkan sebuah instrument musik atau instrumen dalam sains.68

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne yang dikutip oleh Agus Suprijono, hasil belajart berupa:

1. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis.

2. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang.

               66

Nana Sujana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Rosdakarya, 2005), cetakan kesepuluh, hal.22

67

Ibid,.

68

 Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar, (Jakarta: Erlangga, 1996), cetakan kedua, hal.

(34)

3. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri.

4. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut.69

Menurut Bloom yang dikutip oleh Agus, hasil belajar mencangkup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik.70 Ketiga ranah kejiwaan tersebut saling terkait dan bahkan tidak boleh diabaikan dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini disebabkan karena muara ketiga kompetensi tersebut mengarah kepada kecakapan hidup siswa (life skill).71Tiga ranah tersebut harus dinilai untuk mengetahui seberapa besar pencapaian kompetensi secara operasional dari kompetensi dasar dan standar kopentensi.

1. Hasil Belajar Penguasaan Materi (Kognitif)

Hasil belajar pada ranah kognitif meliputi kemampuan menyatakan kembali konsep atau prinsip yang telah dipelajari, dan kemampuan-kemampuan intelektual lainnya. Kemampuan-kemampuan intelektual tersebut dikategorikan oleh Bloom dkk, menjadi enam jenjang kemampuan. Enam jenjang tersebut adalah:72

a. Hafalan (C1)

Jenjang hafalan (ingatan) meliputi kemampuan menyatakan kembali fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang telah

 Ahmad Sofyan, dkk., Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN

Press, 2006), hal. 13 

72

(35)

b. Pemahaman (C2)

Jenjang pemahaman meliputi kemampuan menangkap arti dari informasi yang diterima, seperti menafsirkan bagan, atau grafik, menerjemahkan suatu pernyataan verbal ke dalam rumusan matematis atau sebaliknya, serta mengungkapkan suatu konsep atau prinsip dengan kata-kata sendiri.

c. Penerapan (C3)

Jenjang penerapan meliputi kemampuan menggunakan prinsip, aturan, metode yang dipelajari pada situasi baru atau pada situasi konkrit.

d. Analisis (C4)

Jenjang analisis meliputi kemampuan menguraikan suatu informasi yang dihadapi menjadi komponen-komponen sehingga struktur informasi serta hubungan antar komponen informasi tersebut menjadi jelas.

e. Sintesis (C5)

Jenjang sintesis meliputi kemampuan untuk mengintegrasikan bagian-bagian yang terpisah-pisah menjadi suatu keseluruhan yang terpadu. Termasuk ke dalamnya kemampuan merencanakan eksperimen, menyusun karangan (laporan praktikum, artikel, rangkuman), menyusun cara baru untuk mengklasifikasikan objek-objek, peristiwa, dan informasi lainnya.

f. Evaluasi (C6)

(36)

2. Hasil Belajar Proses (Afektif)

Hasil belajar proses berkaitan dengan sikap dan nilai, berorientasi pada penguasaan dan pemilikan kecakapan proses atau metode. Ciri-ciri hasil belajar ini akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku, seperti: perhatian terhadap pelajaran, kedisiplinan, motivasi belajar, rasa hormat kepada guru, dan sebagainya. Hasil belajar afektif juga termasuk watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap emosi, atau nilai.

Ranah afektif ini dirinci oleh Krathwohl dkk, menjadi lima jenjang, yakni:

a. Perhatian/penerimaan (receiveing) b. Tanggapan (responding)

c. Penilaian/penghargaan (valuing) d. Pengorganisasian (organizing)

e. Karakterisasi terhadap suatu atau beberapa nilai

(characterization by a value or vale compex).73

3. Hasil Belajar Aplikatif (Psikomotor)

Hasil belajar ini merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar psikomotor merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan afektif, hasil belajar ini akan tampak setelah siswa menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung pada kedua ranah tersebut dalam kehidupan sehari-hari, klasifikasi hasil belajar psikomotor yang erat kaitannya dengan ilmu sains (kimia) dalam kegiatan laboratorium ialah klasifikasi menurut Trowbidge, diantaranya yaitu:

               73

(37)

a. Moving (bergerak), kategori ini merujuk pada sejumlah gerakan tubuh yang melibatkan koordinasi gerakan-gerakan fisik. Kata kerja operasional yang dapat digunakan adalah membawa, membersihkan, menempatkan atau menyimpan.

b. Manipulating (memanipulasi), kategori ini merujuk pada

aktivitas yang mencangkup pola-pola yang terkoordinasi dari gerakan-gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh, misalnya tangan-jari, tangan-mata. Kata kerja operasional yang dapat digunakan adalah merangkai, menimbang, mengaduk, mencampurkan.

c. Communicating (berkomunikasi), kategori ini merujuk pada

pengertian aktivitas yang menyajikan gagasan dan perasaan untuk diketahui oleh orang lain.

d. Creating (menciptakan), kategori ini merujuk pada proses dan

kinerja yang dihasilkan dari gagasan-gagasan baru.74

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa di sekolah. Menurut Ngalim Purwanto berhasil atau tidaknya belajar tergantung pada beberapa faktor. Adapun faktor-faktor itu dapat kita bedakan menjadi dua golongan yaitu:

1) Faktor yang berada pada organisme itu sendiri atau faktor individual.

2) Faktor yang ada di luar individu yang kita sebut faktor sosial yang termasuk kedalam faktor keluarga atau keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang dipergunakan dalam proses belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia serta sosial.75

Prinsip belajar yang dapat dijadikan pegangan di dalam pelaksanaan proses pembelajaran dan diyakini memberikan pengaruh bagi pencapaian hasil belajar diantaranya adalah: prinsip perhatian dan

               74

Ibid., hal.25

75

(38)

motivasi, prinsip transfer dan retensi, prinsip keaktifan, prinsip keterlibatan langsung, prinsip pengulangan, prinsip tantangan, prinsip balikan dan penguatan, prinsip perbedaan individual.76 Pada tingkat yang amat umum sekali, hasil pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu: keefektifan (effectiveneess), efisiensi (efficiency), dan daya tarik pembelajaran.77

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar adalah perubahan prilaku secara keseluruhan yang dikelompokkan menjadi tiga ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor yang diperoleh peserta didik setelah melalui kegiatan. Hasil belajar tersebut dapat diketahui dari proses penilaian baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Dalam penelitian ini, hasil belajar diambil dari aspek kognitif siswa.

4. Laju Reaksi

1. Pengertian Laju Reaksi

(39)

[A] dan [B] dinyatakan dalam molaritas, tetapi untuk fase gas dapat dinyatakan dalam satuan tekanan, waktu (t) dinyatakan dalam detik.

2. Konsep Laju Reaksi

Reaksi-reaksi kimia berlangsung dengan laju reaksi yang berbeda-beda. Ada reaksi yang cepat, misalnya pembakaran kertas. Adapula yang lambat, misalnya perkaratan logam. Dalam bidang industri kimia pengetahuan tentang laju reaksi sangat penting dalam penentuan kondisi yang diperlukan untuk membuat suatu produk secara cepat dan ekonomis.

Agar suatu reaksi kimia berlangsung, partikel-partikel (atom atau molekul) dari zat yang bereaksi harus bertumbukan satu dengan yang lainnya. Akan tetapi, tidak semua tumbukan antar partikel itu

efektif (membuahkan reaksi). Reaksi terjadi ditentukan oleh jumlah atau

frekuensi tumbukan dan ketepatan arah atau orientasi tumbukan. Faktor peningkatan suhu dan konsentrasi akan mempengaruhi frekuensi atau jumlah tumbukan, sedangkan faktor luas permukaan bidang sentuh akan mempengaruhi orientasi atau kecepatan arah tumbukan. Untuk menghasilkan suatu reaksi diperlukan tumbukan efektif. Tumbukan efektif yaitu tumbukan antarpartikel pereaksi yang mampu mencapai energi minimum tertentu.

Energi kinetik minimum yang harus dimiliki atau yang harus diberikan kepada partikel agar tumbukan mereka menghasilkan reaksi disebut energi pengaktifan (energi aktivasi), dengan lambang Ea. Makin kecil (rendah) harga Ea makin mudah suatu reaksi terjadi, sehingga makin cepat suatu reaksi itu berlangsung.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi

(40)

direaksikan. Jika jenis dan sifat zat-zat yang direaksikan berbeda maka laju reaksinya akan berbeda.

a. Luas Permukaan

Semakin halus partikel dari suatu zat padat, maka total luas permukaannya akan semakin besar. Pengaruh luas permukaan bidang sentuh terhadap laju reaksi adalah jika pereaksi bercampur atau bersentuhan, akan terjadi suatu reaksi. Pada pereaksi yang heterogen, luas permukaan bidang batas yang saling bersentuhan akan mempengaruhi laju reaksi, yaitu semakin luas permukaan yang bersentuhan maka semakin besar laju reaksi.

b. Konsentrasi Pereaksi

Bahwa laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi pereaksi dan eksponen atau pengkat tertentu. Eksponen (pangkat) pada konsentrasi reaktan disebut orde reaksi atau tingkat reaksi. c. Tekanan

Banyak reaksi yang melibatkan pereaksi dalam wujud gas. Kelanjutan dari reaksi seperti itu juga dipengaruhi tekanan. Penambahan tekanan dengan memperkecil volum akan memperbesar konsentrasi, dengan demikian dapat memperbesar laju reaksi.

d. Suhu

Laju reaksi dapat juga dipercepat atau diperlambat dengan mengubah suhunya. Dari pengalaman sehari-hari, kita ketahui bahwa reaksi akan berlangsung lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi.78

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Arita Marini dengan judul pengaruh pendekatan konstruktivisme terhadap hasil belajar dalam

               78

(41)

pembelajaran matematika mahasiswa PGSD FIP UNJ bahwa pendekatan konstruktivisme lebih baik daripada pendekatan konvensional79.

Ranty Aditya Anggriamurti dengan judul pembelajaran transformasi geometri dengan pendekatan konstruktivis untuk meningkatkan penalaran logis kelas XII SMA BPI 2 bandung menunjukkan bahwa pendekatan konstruktivisme berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar.80

Gusni Satriawati dengan judul implementasi pembelajaran matematika dengan pendekatan konstruktivisme terhadap KTSP di sekolah dasar, di peroleh hasil yang menunjukkan bahwa pendekatan konstruktivis berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar.81

Desak Made Citrawathi dengan judul penerapan suplemen bahan ajar berwawasan sains teknologi masyarakat dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran biologi untuk meningkatkan literasi sains dan teknologi siswa SMUN 1 Singaraja, di peroleh hasil yang menunjukkan bahwa penerapan suplemen bahan ajar (SBA) berwawasan sains teknologi masyarakat dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran biologi dapat meningkatkan literasi sains dan teknologi.82

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Setyarini dengan judul pembelajaran konstruktivisme melalui model cooperative learning tipe STAD untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar kimia bahwa dengan menerapkan pembelajaran konstruktivisme dapat meningkatkan hasil belajar

               79

Arita Marini, Pengaruh Pendekatan Konstruktivisme Terhadap Hasil Belajar dalam Pembelajarn Matematika Mahasiswa UNJ (Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 2008)

80

Ranty Aditya Anggriamurti, Pembelajaran Transformasi Geometri dengan Pendekatan Konstruktivisme untuk meningkatkan Penalaran Logis, (Jurnal Mathematics UPI, 2008)

81

Gusni Satriawati, Implementasi Pembeljaran Matematika dengan Pendekatan Konstruktivisme terhadap KTSP di Sekolah Dasar, jurnal UIN Vol.2 no.2(Jakarta: 2007)

82

(42)

kimia siswa pada konsep asam basa, dilihat dari meningkatnya rata-rata hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II, dan dari siklus II ke siklus III.83

Ketut Darma dengan judul pengaruh model pembelajaran konstruktivisme terhadap prestasi belajar matematika terapan pada mahasiswa politeknik negeri bali, di peroleh hasil terdapat perbedaan rata-rata prestasi belajar matematika mahasiswa diajar menggunakan model pembelajaran konstruktivisme dengan diajar menggunakan model pembelajaran konvensional. Ada pengaruh interaksi antara model pembelajaran konstruktivisme dengan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar mahasiswa.84

Sedangkan menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Munir Tanrere dengan judul model pembelajaran konstruktivistik realistik dengan setting kooperatif serta dampaknya terhadap pemahaman konsep kimia, menyatakan bahwa model pembelajaran konstruktivistik realistik setting kooperatif mampu untuk meningkatkan aktivitas guru dan siswa dimana guru lebih banyak berperan sebagai pembimbing dan pengarah dalam proses belajar siswa, sedangkan siswa lebih aktif untuk menentukan dan memecahkan permasalahan sendiri atau bersama anggota kelompoknya. Hal ini berarti penerapan model pembelajaran mengubah orientasi pembelajaran yang berpusat pada guru ke pembelajaran berpusat pada siswa.85

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Suparni dengan judul meningkatkan kemampuan pemahaman siswa dalam mata pelajaran fisika melalui metode eksperimen pada siswa kelas 9c semester 2 SMP Negeri 1 Sragen tahun pelajaran 2006/2007, menyatakan bahwa menggunakan metode eksperimen dapat meningkatkan hasil belajar siswa, meningkatkan aktivitas

               83

Setyarini, Pembelajaran Konstruktivisme melalui Model Cooperative Learning Tipe STAD untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Kimia Siswa, http://www.scribd.com/doc/, diakses pada tanggal 24 januari 2009

84

Ketut Darma, Pengaruh Model Pembelajaran Konstruktivisme Terhadap Prestasi Belajar Matematika Terapan Pada Mahasiswa Politeknik Negeri Bali, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, no.070, Tahun ke-14: 2008

85

(43)

siswa dan meningkatkan kemampuan pemahaman siswa. Menjadikan guru lebih kreatif dan memanfaatkan alat-alat laboratorium serta meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran.86

C. Kerangka Berpikir

Belajar adalah suatu proses yang dilakukan manusia untuk menghasilkan perubahan tingkah laku, perubahan emosional, keterampilan, sosial dan interaksi sosial. Di dalam proses pembelajar, interaksi yang aktif yang terjadi di kelas melibatkan siswa yang beragam latar belakang dan sifat pembawaan individu masing-masing.

Belajar dan pembelajaran adalah aktivitas guru dan siswa dapat saling berinteraksi. Di dalam proses interaksi yang terjadi di kelas melibatkan siswa yang beragam, dengan latar belakang dan sifat pembawaan individu yang berbeda-beda. Perbedaan keanekaragaman tersebut yang mengakibatkan adanya perbedaan kecepatan dari setiap siswa dalam menerima dan memahami suatu materi pelajaran.

Dengan kondisi yang ada pada siswa yang telah diuraikan di atas dapat dijadikan pertimbangan dalam proses belajar mengajar. Dengan segala perbedaan gaya belajar yang ada pada siswa, maka mereka dapat saling membantu melengkapi pemahaman konsep mereka, dengan cara berdiskusi dengan kelompoknya, saling bertukar informasi atau ilmu pengetahuan, dan bekerja sama untuk dapat menyelesaikan tugas.

Adanya kenyataan perbedaan gaya belajar yang dimiliki siswa, menjadikan guru sebagai dasar dalam menentukan pendekatan, model, atau metode pembelajaran seperti apakah yang dapat diterapkan di dalam proses belajar mengajar di sekolah, sehingga dapat mengembangkan kemampuan siswa dalam memahami konsep laju reaksi.

Pada model pembelajaran konstruktivisme melalui metode eksperimen, siswa didorong untuk mengemukakan pengetahuan awalnya

               86

(44)

tentang konsep yang akan dibahas (apersepsi), guru memberikan motivasi kepada siswa sebelum pembelajaran, kemudian siswa diberikan kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian, dan penginterpretasian data dalam suatu kegiatan (eksplorasi), siswa membangun pemahaman baru tentang konsep yang sedang dipelajari (diskusi dan penjelasan konsep), setelah itu siswa dapat mengaplikasikan pemahaman konseptuanya, baik melalui kegiatan atau pemunculan dan pemecahan masalah yang bekaitan dengan isu-isu di lingkungannya.

(45)

Bagan Kerangka Berfikir:

Gambar 1: Bagan Kerangka Berpikir PBM

Siswa Guru

Pembelajaran Konstruktivisme

• Guru menarik perhatian siswa dengan cara memberikan motivasi sebelum pembelajaran.

• Siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang akan dibahas

• Siswa melakukan percobaan.

• Siswa membagun pemahaman baru tentang konsep yang sedang dipelajari (diskusi kelompok dan penjelasan konsep)

• Guru memberikan penjelasan singkat tentang konsep yang telah dipelajari.

 

Meningkatkan pemahaman Konsep

(46)

D. Pengajuan Hipotesis Penelitian

(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat pelaksanaan penelitian adalah SMA Darunnajah Ulujami Jakarta Selatan. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 25 November sampai 5 Desember 2009.

B. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode quasi experimen (eksperimen semu) yaitu metode yang tidak dapat memberikan kontrol penuh. Penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok penelitian, yaitu kelompok pertama adalah kelompok eksperimen dengan penerapan metode eksperimen dan kelompok kedua adalah kelompok kontrol yaitu yang diberikan tanpa menggunakan metode eksperimen. Sebagai variabel terikatnya adalah hasil belajar kimia siswa setelah mendapat perlakuan.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah: two gruop, pretest

posttest design. Rancangan tersebut berbentuk sebagai berikut:

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelas Pretest Perlakuan Posttest

E T1 X T2

C T1 - T2

Keterangan :

Gambar

Tabel 3.1 Desain Penelitian .............................................................................
Gambar 4.2 Perbandingan Posttest Rata-rata Kelompok Eksperimen dan
grafik, menerjemahkan suatu pernyataan verbal ke dalam
Tabel 3.1 Desain Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Teori Brunner menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif dalam belajar di kelas. Maksud dari Discovery Learning yaitu siswa mengorganisasikan metode

Adapun Skripsi ini penulis beri judul : ”Pengaruh Model CORE ( Connecting, Organizing, reflecting, Extending) Terhadap Motivasi Belajar IPA Materi Gaya Siswa

[r]

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpul- kan bahwa perilaku pencarian informasi merupakan tindakan yang dilakukan untuk mencari, mengumpulkan dan memakai informasi

[r]

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa menaiknya konsentrasi kolkisin memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter persentase perkecambahan, tinggi

Mahasiswa menyerahkan 2 (dua) copy Revisi Naskah Kualifikasi berikut bukti persetujuan perbaikan yang telah ditandatangani oleh seluruh penguji kepada KPS, dengan disertai

Vol. 2, Desember 2017 109 Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan mencoba menggali lebih dalam tentang upaya-upaya yang dilakukan oleh