• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Pola Asuh yang Teridentifikasi Menjadi Kecenderungan Remaja Dugem pada beberapa SMA di Kota Yogyakarta Tahun 2018.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah di lakukan menunjukan bahwa pola asuh otoriter menjadi kecenderungan pola asuh paling dominan yang diterima oleh remaja dugem sebanyak 86%. Pola asuh otoriter menurut Baumrind (1971) orangtua menuntut kepatuhan yang tinggi. Ciri-ciri dari pola asuh ini yaitu orangtua lebih suka menghukum, diktator, dan kaku dalam menerapkan disiplin anak-anak. Mereka cenderung tidak mendukung perilaku bebas dan melarang otonomi anak.

Pola asuh otoriter jika di terapkan terus menerus akan berdampak anak menjadi tertekan dan tidak bisa mengungkapkan pendapat dan keinginannya, akibatnya remaja cenderung merasa tidak diterima keberadaannya di dalam rumah dan lebih memilih melakukan aktivitas yang membuatnya senang di dunia luar tanpa mengetahui terlebih dahulu dampak-dampak yang akan mereka terima tanpa sepengetahuan orangtua.

Orangtua dengan pola asuh otoriter ini tidak pernah berunding kepada remaja mengenai peraturan-peraturan yang dibuatnya, dan memaksakan remaja harus mengikuti aturan yang telah mereka buat.

Kebanyakan orangtua remaja dugem ini menentukan peraturan kepada remaja tanpa melihat apakah remaja bersedia dan mengikuti apa yang telah orangtua buat, sehingga membuat remaja terpaksa untuk mematuhinya. Hal ini mengakibatkan remaja mematuhi peraturan orangtuanya saat di rumah saja. Namun ketika di luar rumah remaja akan melupakan peraturan-peraturan yang sudah di buat oleh orangtuanya, karena saat di luar rumah remaja beranggapan mereka bebas. Dampaknya remaja akan melakukan suatu perilaku yang menyimpang, salah satunya memasuki dugem.

Seperti yang di kemukakan oleh Papalia Olds (2001) salah satu karateristik remaja yaitu perkembangan kepribadian dan sosial, pada perkembangan kepribadian ini remaja sedang berada di masa pencarian jati dari, pada masa ini mereka cenderung mengungkapakan emosinya secara unik yang di mana menurut mereka hal yang mereka lakukan lah yang paling benar di hidup mereka. Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibandingkan orang tua. Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk tindakannya sendiri, namun penentuan remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi dari tekanan teman sebaya.

Remaja yang mendapatkan pola asuh otoriter akan berbeda dengan remaja yang mendapatkan pola asuh yang lain. Remaja yang mendapatkan pola asuh otoriter cenderung tidak terbuka dengan

orangtua, dan ketika remaja berada di dunia luar mereka tidak bisa mengendalikan diri demi sesuatu yang menyenangkan bagi mereka.

Hasil selanjutnya terdapat 75% remaja dugem yang mendapatkan pola asuh Permissive-Indulgent. Remaja yang mendapatkan pola asuh ini cenderung tidak memikirkan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan luar, karena orangtua mereka cenderung mengikuti segala sesuatu yang mereka inginkan. Menurut Baumrind (1971) pola asuh ini memandang bahwa pengawasan sebagai pengekang atau pelanggaran terhadap kebebasan anak. Orangtua melayani atau membantu anak sepenuhnya hampir dalam setiap kegiatan dan cenderung memanjakan anak. Orangtua juga sering melindungi atau menyayangi anak secara berlebihan dengan standar yang rendah.

Pola Asuh Permissive-Indulgent memiliki ciri-ciri orangtua tidak memonitor apa yang di lakukan anak mereka di dunia luar, masa bodoh, hanya mementingkan kebutuhan material saja, dan membiarkan anak mereka mengatur diri sendiri tanpa adanya batasan norma-norma yang orangtua berikan kepada mereka.

Jika diterapkan terus menerus pola asuh Permissive-Indulgent akan menghambat perkembangan remaja. Contohnya yaitu ketika remaja ingin melakukan sesuatu yang mereka inginkan orangtua harus mengikuti keinginannya. Akibatnya remaja tidak pernah mengendalikan perilakunya sendiri dan selalu menuntut orangtua mengikuti segala

keinginannya jika tidak dituruti anak akan memberontak dan melakukan hal yang menurut mereka benar tanpa menghiraukan perkataan orangtua. Hasil penelitian selanjutnya terdapat 75% pada pola asuh

Permissive-Indifferent. Remaja yang mendapatkan pola asuh ini

cenderung kurang mendapatkan kasih sayang dari orangtua, sehingga mereka mencari kesenangan pada dunia luar tanpa memikirkan aturan-aturan yang ada, karena di kehidupan keluarganya pun tidak pernah memberikan aturan yang harus mereka turuti. Menurut Baumrind (1971) pola asuh ini orangtua sangat tidak terlibat dalam kehidupan remaja. Orangtua dengan gaya pengasuhan ini menolak dan tidak mengontrol kehidupan remaja. Artinya orangtua memiliki keperdulian sangat rendah terhadap proses perkembangan remaja.

Jika diterapkan terus menerus pola asuh ini akan mengakibatkan remaja melakukan yang mereka inginkan tanpa memikirkan dampak-dampak yang akan mereka dapatkan, remaja pun cenderung tidak memperdulikan aturan-aturan yang berlaku di dunia luar karena remaja ini tidak di biasakan menerima aturan-aturan oleh orangtua mereka. Seperti yang dikemukakan oleh Yudrik Jahja (2011) salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku menyimpang pada remaja yaitu sikap perlakuan orang tua yang buruk terhadap anak.

Hasil penelitian selanjutnya yang telah di lakukan menunjukan bahwa pola asuh demokratis menjadi kecenderungan pola asuh paling terendah yang diterima oleh remaja dugem sebanyak 50%. Yang artinya

pola asuh ini baik diterapkan pada remaja. Remaja dengan pola asuh ini cenderung bertanggung jawab dengan apa yang mereka lakukan. Hal itu karena orangtua memberikan kesempatan remaja untuk melakukan aktivitas yang mereka inginkan namun masih dalam pantauan orangtua.

Menurut Baumrind (1971) pola asuh ini mendorong remaja agar mandiri namun masih menetapkan batas-batas dan pengendalian atas tindakan-tindakan mereka. Gaya pengasuhan ini memiliki ciri-ciri orangtua menjadikan dirinya sebagai model panutan bagi anak-anaknya dalam membuat keputusan akhir pada keluarga, orangtua menghargai disiplin anak-anaknya.

Remaja yang menerima pola asuh ini cenderung lebih mampu mengelola emosi serta memiliki kontrol diri yang cukup kuat. Contohnya yaitu, remaja meminta ijin terlebih dahulu ketika hendak melakukan sesuatu kepada orangtua, memikirikan terlebih dahulu ketika hendak melakukan sesuatu apakah akan melanggar aturan/kepercayaan orangtua atau tidak, serta meminta pendapat kepada orangtua terlebih dahulu jika ingin melakukan sesuatu yang mereka inginkan.

Adanya pola asuh demokratis ini, remaja merasa diterima oleh orangtuanya. Hal ini disebabkan oleh orangtua bersikap hangat dan menjalin kerjasama dengan remaja. Ketika orangtua memberikan larangan kepada remaja, orangtua menjelaskan alasan-alasannya. Orangtua memberi arahan kepada remaja dalam mengambil tindakan. Hal ini menimbulkan kelekatan antara orangtua dan anak. Kelekatan

inilah yang akan dibawa remaja ketika berada di dunia sosialnya sehingga remaja mampu memiliki tanggung jawab atas apa yang mereka lakukan.

Pernyataan di atas dapat diketahui bahwa ke empat pola asuh orangtua (Pola Asuh Demokratis, Pola Asuh otoriter, Pola Asuh

Permissive-Indulgent, Pola Asuh Permissive-Indiferent) menjadi

kecenderungan remaja dugem pada beberapa SMA di Kota Yogyakarta, yang membedakan adalah intensitas kecenderungan pola asuh yang diberikan orangtua. Pada dasarnya ke empat pola asuh orang tua baik untuk diterapkan kepada remaja apabila di diberikan pada situasi yang tepat. Jika tidak diterapkan dengan situasi yang tidak sesuai akan berdampak pada sifat atau perilaku yang ditunjukan remaja tidak sesuai dengan harapan yang diinginkan oleh orangtua.

Menurut Surya (dalam Muniriyanto, 2014) sifat dan perilaku seorang anak sangat dipengaruhi dengan pola asuh orangtuanya. Terlalu memanjakan atau memandang sebelah mata keberadaan mereka, bisa berakibat buruk terhadap kepribadia mereka kelak. Remaja yang menerima pola asuh di mana orangtua menerima, percaya, dan kecocokan pada mereka, menimbulkan sikap penyesuaian diri yang baik di dunia luar, serta lebih mandiri dan mempunyai pandangan postif tentang diri mereka sendiri. Sedangkan orangtua yang menuntut remaja untuk mematuhi peraturannya akan berdampak pada rasa tidak nyaman

pada remaja, sehingga remaja akan melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan harapan orangtua.

Dokumen terkait