• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembahasan Hasil Penelitian

Dalam dokumen STUDI KASUS MAHASISWI PELAKU SEKS BEBAS. (Halaman 143-150)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Perilaku Sek Bebas pada Mahasiswi

Ketiga subjek adalah mahasiswi yang terjebak pada perilaku sek bebas (free sex), ketiga subjek seharusnya baru pada tataran berpacaran.

130

Proses pacaran yang tidak terkontrol pada ketiga subjek akhirnya menjurus pada aktivitas seksual pranikah. Aktivitas tersebut mulai dari sekedar pegangan tangan, berciuman, berangkulan, petting (saling menggesekkan kelamin), sampai melakukan hubungan kelamin (sex

intercourse). Seks pranikah (pre-marital sex) menurut Sidik Hasan dan

Abu Nasma (2008: 29) merupakan aktivitas seksual yang dilakukan tanpa adanya ikatan perkawinan yang sah. Perilaku seks bebas merupakan sebuah pelanggaran norma di masyarakat. Perilaku ini, pertama melanggar norma agama, seseorang yang melakukan seks bebas biasanya melakukan zina, sehingga akan mengakibatkan rasa berdosa pada diri seseorang tersebut

Sejalan dengan pendapat di atas, Janu Murdiyatmoko (2007: 130) menyebutkan bahwa perilaku seksual di luar nikah merupakan tindakan penyimpangan perilakuya individu yang menyangkut moral dan melanggar norma-norma kesusilaan. Perilaku yang menyimpang tersebut terjadi pada ketiga subjek yang diawali dengan melanggar aturan-aturan yang ada dalam satu tempat kos. Aturan-aturan tersebut bearwal dari hal yang sepele misalkan bertamu untuk lawan jenis seharusnya ada di ruang tamu tidak masuk kamar, apalagi masuk kamar dengan posisi pintu dikunci. Perilaku ini melanggar norma kesopanan dan kebiasaan, karena perilaku ini tidaklah wajar terjadi di masyarakat. Perilaku ini juga melanggar norma kesusilaan, karena seseorang yang melakukan perilaku ini bisa dikatakan tidak memiliki akhlak yang baik, mungkin saja hati

131

nuraninya sudah tertutup atau tidak bisa membedakan perilaku yang baik dan yang buruk, serta bisa disebut tidak memiliki etika bermasyarakat. Kemudian perilaku ini juga melanggar hukum, walaupun di negara barat perilaku ini merupakan budaya, namun perilaku ini tidak dapat diterima oleh budaya. Hal ini juga terjadi pada ketiga subjek yaitu Rd, Ta, dan Sa yang sering berpacaran dengan masuk ke kamar pacarnya dan menutup pintu. Menurut penuturan ketiga subjek, perilaku sex bebas lebih dominan dilakukan di kamar kosnya masing-masing. Hal ini juga diperkuat oleh informan ( Ya, Ra, dan Rr Ag) yang mengatakan bahwa subjek biasa masuk kamar dengan waktu yang cukup lama dan dalam keadaan pintu dikunci. Aturan ini dilanggar karena lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh pemilik kos (asrama) yang mereka cenderung hanya semata mementingkan uang kos tanpa memperhatikan bahwa penghuni kos sudah menyimpang dari norma-norma yang berlaku dan tidak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia.

Ketiga subjek dilihat dari sisi usia mereka ada pada usia remaja akhir yang sesungguhnya perilaku sek yang dilakukannya akan memberikan dampak pada aspek social dan psikologisnya. Menurut Irwansyah (2006: 187) penyimpangan perilaku seks atau seks bebas akan berpengaruh pada aspek sosial-psikologis. Biasanya pelaku seks bebas memiliki perasaan dan kecemasan tertentu. Kecemasan-kecemasan yang ada pada subjek adalah adanya perubahan pada tubuh subjek dan adanya kecemasan seandainya perbuatan mereka diketahui oleh orang tuanya.

132

Ketiga subjek dilihat dari factor penyebab perilaku menyimpang termasuk ke dalam faktor eksternal yakni tidak ada sanksi hukum yang tegas terhadap pelaku seks bebas , kondisi lingkungan keluarga termasuk juga modellingdari dalam keluarga maupun dari lingkungan luar, sisi religius dan kondisi lingkungan sosial yang berkaitan dengan pengaruh-pengaruh yang menjadikan seseorang tergelincir dalam seks bebas 2. Dinamika Psikologis Pelaku Sex Bebas

Menurut Eliza Herijulianti (2001: 35) bahwa perilaku manusia

(human behavior) merupakan sesuatu yang penting dan perlu dipahami

secara baik. Hal ini disebabkan perilaku manusia terdapat dalam setiap aspek kehidupan manusia. Selain itu menurutSoekidjo dalam Sunaryo (2004: 3), perilaku adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri. Sehingga dalam penelitian ini peneliti mengkaji mengenai aspek kehidupan subjek pelaku sex bebas yang meliputi yaitu, aspek psikologis pelaku sex bebas. Melihat aspek psikologis yang terjadi pada pelaku sex bebas ini secara garis besar, ketiga subjek mengaku mendapatkan kepuasan dari hubungan yang mereka lakukan meskipun mereka menyadari bahwa hubungan tersebut merupakan hubungan yang tidak syah. Mereka merasakan menikmati walapun tidak semua awalnya mau melakukan tapi kemudian pasrah dengan sikap pacarnya. Mereka juga menyadari kedepan belum adanya kepastian bahwa mereka akan menjadi suami maupun isteri nantinya.

133

Peneliti juga menemukan adanya kecemasan dari dalam diri setiap subjek jika terjadi kehamilan, kenyamanan ketika melakukan sex , dan kecemasan jika perilaku mereka diketahui oleh orang lain. Kecemasan ini dicegah dengan memakai alat kontrasepsi dan dilakukanya tidak hanya di kos tetapi juga di hotel-hotel yang ada di Yogyakarta.

Mereka juga memiliki perasaan bersalah, menyesal, dan berdosa jika melihat perilakunya sendiri, serta menginginkan adanya perubahan perilaku yang lebih baik yaitu berhenti dari perilaku yang mereka lakukan seperti saat tetapi mereka juga mengatakan menikmati perilakunya. Ada pengakuan untuk melakukan perubahan, namun mereka mengakui belum bisa berhenti untuk saat ini, karena mereka masih bergantung dengan pacarnya masing-masing.

Dari hasil penelitian ketiga subyek memiliki dinamika psikologis yang berbeda, yakni :

a. Subjek Rd

Rd merasakan bahwa dirinya melakukan hubungan sex karena kehidupan keluarganya yang memberikan kebebasan dalam berpacaran. Rd mempunyai keyakinan berpacaran adalah pengorbanan sehingga wajar kalau sex pun juga dilakukan. Rd lebih banyak melihat kehidupan papah dan mamahnya yang biasa menikmati kehidupan malam di kotanya. Kehidupan malam yang dilakukan kedua orang tuanya menjadi modeling bagi dirinya bahwa

134

pacaran juga dilakukan dengan cara yang semacam itu. Bahkan Rd yakin bahwa papanya suka dengan cara-cara pergaulan bebas semacam itu. Keyakinanannya didasari bahwa kehidupan hura-hura orang tuanya adalah kehidupan ala barat.

Kehidupan yang semacam ini dianggap Rd bahwa sex juga boleh dilakukan dalam masa berpacaran.

b. Subjek Ta

Subjek ini pada awalnya sangat menyesal karena merasa terlalu jauh dalam berpacaran. Ia merasa dipaksa oleh pacar yang menuntut lebih dalam pacaranya. Pada awalnya merasa dipaksa namun kemudian ia pasrah dalam pelukan pacarnya. Melakukan hubungan sex lama-kelamaan ia juga menikamatinya dengan alasan terlanjur. Kecemasan muncul bila hubungan semacam ini kemudian diketahui oleh kedua orang tuanya yang sudah susah payah menyekolahkan di kota Yogya. Kecemasan muncul makala ia ingat kakaknya yang juga mendukung dengan member kiriman tiap bulannya. Bahkan kakaknya sering sms menanyakan progress kuliahnya.

Ta juga mulai merasakan perubahan dalam dirinya, sehingga ia juga merasakan sudah “layu”. Ta berusaha keras kondisi dirinya itu dengan banyak berhias dan datang ke salon untuk melakukan perawatan wajah dan tubuh. Ta selalu dandan dan berhias dengan harapan tampak cantik dan terhindar dari kesan bahwa dirinya sudah

135

“layu”. Kecemasan juga sering muncul bila ia tidak mampu menyelesaikan kuliahnya, terlebih bahwa orang tuanya adalah figur orang tua yang baik. Kedua orang tuanya juga menuntut dirinya agar kuliah sampai tingkat pascasarjan. Dengan kondisi yang semacam ini sering Ta merasakan konfliks psikologis dirinya muncul tetapi ketika pacar datang ia juga tak mampu menolak kemauannya. Ia kadang berfikir yang macam-macam dengan kondisi ini dan sering positif untuk melakukan perubahan tetapi merasa dirinya juga sudah terlanjur, ada kekawatiran bila menolak hubungan sex dari pacarnya jangan-jangan ia akan ditinggalkan begitu saja. Kondisi yang semacam ini akhirnya Ta lebih pasrah menjalaninya.

c. Subjek Sa

Subjek Sa baru pertama kali mengenal pacar, sebelumnya ia lebih senang ketika dekat dengan teman laki-laki sebatas teman akrab atau sering menyebutnya kakak adik. Kini hubungannya dengan Ss hubungan pacaran yang langsung berpacaran sangat jauh. Kondisi ini dijalaninya walaupun awalnya ia seakan tidak sadar atau tidak menyangka kejadian ini. Perilakunya yang kemudian sampai ke perilaku sex bebas dijalaninya dengan perasaan antara ya dan tidak. Ia kemudian banyak menyalahkan orang tuanya yang tidak mengijinkannya kos sendiri untuk menjalani kuliah. Ta banyak menyalahkan kondisi orang tuanya yang secara ekonomi tidak mampu yang akhirnya ia tergantung pada pacarnya. Perasan berdosa

136

dan menyesal selalu ada bahkan konflik selalu muncul pada diri Sa tetapi ia kemudian menutupi perasaan tersebut dengan tetap rajin beribadah. Ta juga semakin rajin membantu orang tuanya denga harapan tidak ada kecurigaan orang tuanya terhadap dirinya.

Ta tetap rajin mendampingi adiknya belajar di rumah dan membantu ibunya mengurusi setrikaan yang tiap malam cukup banyak. Bahkan ia semakin banyak ngobrol dengan ibunya. Ta tidak lagi banyak menuntut untuk beli motor dan minta kos sendiri. Hal ini dilakukan semata untuk menutup bila kecurigaan orang tuanya muncul. Ta juga merasa malam harinya tidak capek sebab siang harinya ia sudah biasan tidur di kos pacarnya. Dari kondisi semacam inilah dilakukan Sa ia tetap dipandang anak yang baik dihadapan orang tuanya. Ta juga berpikir bagaimana jika kelak orang tuanya tahu kondisinya, tetapi juga ditepisnya sendiri dengan alasan sudah terlanjur toh semua karena orang tuanya.

Dalam dokumen STUDI KASUS MAHASISWI PELAKU SEKS BEBAS. (Halaman 143-150)

Dokumen terkait