• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

C. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Pemahaman siswa terhadap pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tingkat pemahaman siswa terhadap pemikiran Ki Hajar Dewantara di SMA Taman Madya se-Kota Yogyakarta. Pengertian pemahaman siswa adalah kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari (Winkel,

81

1996). Menurut Bloom dalam Winkel (1996) pemahaman termasuk dalam klasifikasi ranah kognitif level 2 setelah pengetahuan.

Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan telah menjadi ciri bagi sejarah pendidikan di Indonesia. Konsep pendidikannya lebih menonjolkan kebudayaan Indonesia dan menekankan pentingnya pengolahan potensi-potensi peserta didik secara terintegratif. Kini gagasan dan konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara yang begitu berharga dan humanis pada masa dulu, menjadi terasa begitu klasik dan nyaris di lupakan. Itu lantaran pendidikan di Indonesia pada masa kini lebih mengutamakan sifat kognitif dan jauh dari nuansa terintegratif sehingga reduktif terhadap hakekat pendidikan dan kemanusiaan.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, diketahui bahwa dari 101 Siswa, sebesar 69,31% Siswa memiliki pemahaman yang tinggi terhadap pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara. Siswa yang memiliki pemahaman tinggi ini menunjukkan bahwa mereka memahami pemahaman pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara dengan baik. Selain itu, terdapat 30 siswa (29,70%) yang memiliki pemahaman tingkat sedang. Hal tersebut berarti bahwa siswa tersebut memiliki pemahaman yang cukup terhadap pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara. Selain itu, siswa yang mempunyai pemahaman tingkat rendah sebanyak 0,99%. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pemahaman siswa di SMA

82 0 20 40 60 80 100 Profil Ki Hajar & Tamsis Tripusat Pendidika n Teori Trikon Sistem Among Trilogi Kepemim pinan Series1 68.32 83.17 59.41 88.12 78.22 P er se n ta se

Persentase tingkat Pemahaman Siswa terhadap Pemikiran Pendidikan Ki Hajar Dewantara

Taman Madya se-Kota Yogyakarta berada pada kategori tinggi. Hal ini berarti bahwa sebagian besar siswa kelas X dan XI di SMA Taman Madya se-Kota Yogyakarta sudah baik dalam memahami pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara.

Pada penelitian ini, terdapat lima pokok bahasan yang digunakan untuk mengukur pemahaman siswa, yaitu: pemahaman siswa pada biografi Ki Hajar Dewantara dan Taman Siswa, pemahaman siswa pada tri pusat pendidikan, pemahaman siswa pada teori trikon, pemahaman siswa pada teori sistem among, dan pemahaman siswa pada trilogi kepemimpinan. Berdasarkan data hasil penelitian yang telah dipaparkan di atas, maka dapat diperoleh gambaran tingkat pemahaman siswa pada setiap pokok bahasan sebagai berikut:

83

Dari gambar 9 di atas, dapat disimpulkan bahwa tingkat pemahaman siswa kelas X dan XI di SMA Taman Madya se-Kota Yogyakarta terhadap profil Ki Hajar Dewantara dan Taman Siswa sebesar 68,32%. Selanjutnya pada pokok bahasan pemahaman tri pusat pendidikan sebesar 83,17%. Pemahaman siswa terhadap teori trikon sebesar 59,41%. Pada pokok bahasan sistem among, tingkat pemahaman siswa terhadap konsep sistem among sebesar 88,12% dan pokok bahasan yang terakhir yaitu pemahaman siswa terhadap trilogi kepemimpinan sebesar 78,22%. Berikut ini pemaparan analisis setiap pokok bahasan di atas:

2. Pemahaman siswa pada biografi Ki Hajar Dewantara dan Taman Siswa Ki Hajar Dewantara terlahir dengan nama Raden Mas (R. M.) Suwardi Suryaningrat dan lahir pada tanggal 2 Mei 1989. R.M. Suwardi Suryaningrat adalah cucu dari Paku Alam III. Ki Hajar Dewantara pernah sekolah di dokter Jawa atau STOVIA (School Tot Opleiding Van Indische Arsten) atas tawaran dari dokter Wahidin Sudiro Husodo.

Ki Hajar Dewantara juga pernah aktif di bidang politik dengan bergabung ke dalam Budi Utomo dan Sarikat Islam. Pada tanggal 25 Desember 1912, Ki Hajar Dewantara mendirikan Indische Partij. Selain itu, beliau juga merupakan pendiri dari Taman Siswa. Taman Siswa didirikan pada tanggal 3 Juli 1922 dengan nama asli “Nationall Onderwejis Instituut Tamansiswa.”

84

Dari hasil wawancara yang telah dilakukan pemahaman siswa terhadap profil Ki Hajar Dewantara dan Taman Siswa berbeda-beda. Rata-rata siswa tidak mengingat dengan baik tanggal lahir dari Ki Hajar maupun tanggal didirikannya Taman Siswa.

Sementara itu pada deskripsi hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, disimpulkan bahwa pemahaman siswa kelas X dan XI di SMA Taman Madya se-Kota Yogyakarta terhadap profil Ki Hajar Dewantara dan Taman Siswa berada pada kategori sedang. Terdapat 69 siswa (68,32%) siswa yang memiliki pemahaman tingkat sedang. Siswa yang memiliki pemahaman tingkat sedang tersebut berarti bahwa mereka memiliki pemahaman yang cukup terhadap profil Ki Hajar Dewantara dan Taman Siswa. Sementara itu, terdapat 8,91% Siswa atau sebanyak 9 siswa memiliki pemahaman tingkat rendah. siswa yang memiliki pemahaman tingkat rendah tersebut berarti bahwa mereka memiliki pemahaman yang kurang baik terhadap profil Ki Hajar dan Taman Siswa. Dalam penelitian ini, siswa yang memiliki tingkat pemahaman tinggi terhadap profil Ki Hajar Dewantara hanya terdapat 23 siswa (22,77%). Artinya, sebanyak 23 siswa tersebut telah berhasil dalam penguasaan materi atau konsep yang telah diberikan.

Dari hasil penelitian yang telah diperoleh, rata-rata Siswa belum memahami secara baik mengenai tanggal lahir Ki Hajar Dewantara. Hanya terdapat 32 Siswa (31,68%) yang benar-benar memahaminya. Selain itu, banyak Siswa yang belum mengetahui bahwa Ki Hajar

85

Dewantara merupakan cucu dari Paku Alam III. Terdapat 20 Siswa (19,80%) yang memahami hal tersebut, sisanya sebanyak 80,20% Siswa atau 81 siswa tidak mengetahui hal tersebut. Sebagian besar siswa kelas X dan XI di SMA Taman Madya se-Kota Yogyakarta memiliki pemahaman yang baik pada riwayat sekolah dan kegiatan di bidang politik dari Ki Hajar serta profil dari Taman Siswa.

Lebih dari 50% Siswa kelas X dan XI dari SMA Taman Madya se-Kota Yogyakarta masih belum menguasai materi atau konsep yang telah diberikan oleh gurunya khususnya pada biografi Ki Hajar Dewantara. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat pemahaman siswa kelas X dan XI di SMA Taman Madya se-Kota Yogyakarta sebagian besar pada kategori sedang. Hal ini berarti sebagian besar siswa kelas memiliki pemahaman yang cukup dalam memahami profil Ki Hajar Dewantara dan Taman Siswa.

3. Pemahaman siswa pada Tri Pusat Pendidikan

Pemahaman siswa pada tri pusat pendidikan ini meliputi unsur hakikat tri pusat pendidikan, definisi alam keluarga, definisi alam perguruan, dan definisi alam pemuda atau masyarakat. Menurut Ki Hajar Dewantara (1961), dalam hidupnya anak-anak terdapat tiga tempat pergaulan yang menjadi pusat pendidikan yang sangat penting baginya, yaitu alam keluarga, alam perguruan dan alam pergerakan pemuda. Pendidikan akan lebih sempurna apabila ketiga alam tersebut dimasukkan ke dalam sistem pendidikan.

86

Tiap-tiap pusat pendidikan harus memahami kewajibannya sendiri-sendiri dan mengakui haknya, yaitu alam keluarga untuk mendidik budi pekerti dan laku sosial, alam perguruan sebagai balai wiyata untuk usaha mencari dan memberikan ilmu pengetahuan disamping pendidikan intelek, alam pergerakan pemuda sebagai daerah merdekanya kaum muda untuk melakukan penguasa diri yang sangat perlu untuk pembentukan watak.

Pada deskripsi hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman siswa kelas X dan XI di SMA Taman Madya se-Kota Yogyakarta terhadap tri pusat pendidikan berada pada kategori tinggi. Sebanyak 84 siswa (83,17%) memiliki tingkat pemahaman yang tinggi dalam penguasaan materi tentang tri pusat pendidikan. Artinya mereka telah berhasil dalam memahami materi pelajaran telah mereka pelajari dengan baik.

Dalam pokok bahasan ini, masih terdapat 17 siswa yang gagal. Terdapat 16 siswa (15,84%) diantaranya memiliki tingkat pemahaman sedang, sedangkan sisanya 0,99% Siswa atau hanya 1 siswa yang memiliki tingkat pemahaman rendah terhadap tri pusat pendidikan. Keenambelas siswa yang memiliki pemahaman tingkat sedang mereka memiliki pemahaman yang kurang pada konsep tri pusat pendidikan.

Berdasarkan tabel 11 pada halaman 60 soal kedua, sebagian besar siswa belum memahami bahwa alam keluarga adalah pusat pendidikan yang sangat penting. Sebanyak 87 Siswa (86,14%) menjawab salah.

87

Menurut Ki Hajar Dewantara, alam keluarga adalah pusat pendidikan yang pertama dan yang terpenting, sehingga hidup keluarga selalu mempengaruhi bertumbuhnya budi pekerti dari tiap-tiap manusia.

Butir soal kelima pada tabel 11, sebagian besar siswa juga belum memahami dengan baik bahwa kehidupan di keluarga sangat mempengaruhi bertumbuhnya budi pekerti dari tiap-tiap manusia. Hanya terdapat 24 siswa (23,76%) yang memahami hal tersebut dengan baik. Selain itu, pada butir soal ketujuh dalam tabel 11, sebanyak 74 siswa (73,27%) belum memahami bahwa setiap individu dapat membentuk watak atau karakter dan kepribadiannya di dalam masyarakat serta dapat membantu proses pendidikan, baik untuk kecerdasan jiwa, budi pekerti serta sikap laku sosial (kegiatan sosial) anak untuk membentuk budi kesosialan.

4. Pemahaman siswa pada Teori Trikon

Pemahaman siswa terhadap Teori Trikon ini meliputi unsur arti teori trikon, arti kontinuitas, arti konvergensi, dan arti konsentris. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan merupakan proses pembudayaan, yakni suatu usaha memberikan nilai-nilai luhur kepada generasi baru dalam masyarakat yang tidak hanya bersifat pemeliharaan tetapi juga untuk memajukan serta mengembangkan kebudayaan menuju ke arah keluhuran manusia. Upaya kebudayaan (pendidikan) dapat ditempuh dengan sikap (laku) yang dikenal dengan nama teori Trikon.

88

Teori Trikon tersebut mengandung tiga unsur, yaitu dasar kontinuitas, dasar konsentris dan dasar konvergensi. Dasar kontinuitas maksudnya adalah budaya, kebudayaan bangsa itu bersifat continue atau dilaksanakan secara terus-menerus. Dasar konsentris memiliki arti bahwa dalam mengembangkan kebudayaan harus mempunyai sikap terbuka, namun tetap kritis dan selektif terhadap pengaruh dari kebudayaan luar. Dasar konvergensi memiliki arti bahwa dalam upaya mengembangkan kebudayaan asli, kita harus memadukan dengan kebudayaan asing yang dipandang dapat memajukan kebudayaan asli dengan prinsip selektif dan adaptatif

.Berdasarkan deskripsi data hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya diperoleh gambaran mengenai tingkat pemahaman siswa tentang teori Trikon. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemahaman siswa kelas X dan XI SMA Taman Madya se-Kota Yogyakarta terhadap teori trikon berada pada kategori tinggi. Ada 60 siswa (59,41%) yang memiliki tingkat pemahaman tinggi khususnya pada teori trikon. Artinya pemahaman siswa tersebut sudah baik. Namun, masih banyak siswa yang belum paham tentang teori trikon. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat 38 siswa (37,62%) memiliki tingkat pemahaman sedang. Siswa yang memiliki pemahaman sedang ini berarti bahwa memiliki pemahaman konsep teori Trikon yang cukup. Siswa masih kurang dalam pemahaman terhadap arti teori Trikon, arti konvergensi, arti konsentrism dan arti

89

kontinuitas. Sisanya terdapat 3 siswa (2,97%) yang memiliki pemahaman rendah terhadap teori trikon. Ketiga siswa yang memiliki pemahaman rendah tersebut berarti mereka memiliki pemahaman yang kurang atau rendah. Mereka masih kurang dalam pemahaman terhadap arti teori Trikon, arti konvergensi, arti konsentrism dan arti kontinuitas.

Butir soal kedua dalam tabel 13 pada halaman 63, rata-rata Siswa tidak mengetahui bahwa dasar konvergen merupakan salah satu unsur dari teori Trikon. Terdapat 41,58% Siswa atau 42 siswa yang mampu menjawab dengan benar, sedangkan sisanya sebesar 58,42% Siswa atau 59 siswa menjawab salah.

Pada butir soal kelima dalam tabel 13, hanya terdapat 36 siswa (35,64%) yang mengetahui atau memahami tentang upaya mengembangkan kebudayaan nasional harus memadukan dengan kebudayaan asing dan tanpa harus dilakukan dengan paksaan. Hal tersebut sesuai dengan pengertian dari dasar konvergensi yaitu bahwa dalam upaya mengembangkan kebudayaan asli, kita harus memadukan dengan kebudayaan asing yang dipandang dapat memajukan kebudayaan asli dengan prinsip selektif dan adaptatif.

Teori Trikon dapat diterapkan dalam segala unsur kebudayaan, baik yang berupa IPTEK, IMTAQ, etika susila, estetika dan seni, maupun keterampilan hidup. Berdasarkan data pada tabel 13 butir soal keenam, rata-rata siswa tidak mengetahui hal tersebut. Hanya terdapat 49

90

siswa (48,51%) yang memahami hal tersebut dengan baik. Sedangkan sisanya sebesar 51,49% Siswa tidak memahami hal tersebut.

5. Pemahaman siswa pada Sistem Among

Pemahaman siswa pada sistem among ini meliputi unsur hakikat sistem among, arti kodrat alam dan arti kemerdekaan dalam sistem among. Sistem among merupakan suatu cara mendidik yang diterapkan dengan maksud mewajibkan kodrat alam anak didiknya. Cara mendidik yang harus diterapkan adalah menyokong atau memberi tuntunan dan menyokong anak-anak tumbuh dan berkembang atas kodratnya sendiri. Sistem among adalah sistem yang berjiwa kekeluargaan dan bersendikan dua dasar yaitu kodrat alam dan kemerdekaan. Kodrat alam sebagai syarat untuk mencapai kemajuan secepat-cepatnya dan sebaik-baiknya dan kemerdekaan sebagai syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan batin anak, agar dapat memiliki pribadi yang kuat dan dapat berpikir serta bertindak merdeka.

Berdasarkan deskripsi hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka diperoleh gambaran tingkat pemahaman siswa kelas X dan XI pada konsep sistem among di SMA Taman Madya se-Kota Yogyakarta. Sebanyak 89 siswa (88,12%) memiliki tingkat pemahaman tinggi. Hal ini berarti siswa memiliki pemahaman konsep sistem among yang sudah baik. Pemahaman konsep sistem among yang tinggi ini berarti siswa mampu memahami hakikat sistem among dan unsur-unsurnya dengan baik. Ternyata masih terdapat 7 siswa (6,93%) yang

91

tingkat pemahamannya sedang. Kategori sedang ini berarti siswa memiliki pemahaman konsep sistem among yang cukup. Serta terdapat 5 siswa (4,95%) yang tingkat pemahamannya rendah. Kategori rendah ini berarti bahwa siswa masih memiliki pemahaman konsep sistem among yang kurang baik.

Berdasarkan pada tabel 15 pada halaman 66, sebagian besar siswa mampu menjawab tiap butir soal dengan benar. Namun pada butir soal kelima, sebagian besar siswa (61,39%) menjawab salah atau tidak memahami bahwa hukuman disiplin dengan paksaan atau kekerasan di dalam sistem among itu sangat dilarang. Sedangkan 38,61% Siswa lainnya menjawab butir soal tersebut dengan benar.

Berdasarkan kenyataan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat pemahaman siswa kelas X dan XI untuk materi sistem among di SMA Taman Madya se-Kota Yogyakarta sebagian besar pada kategori tinggi. Hal ini berarti sebagian besar siswa kelas X dan XI di SMA Taman Madya se-Kota Yogyakarta sudah baik dalam memahami konsep sistem among.

6. Pemahaman siswa pada Trilogi Kepemimpinan

Dalam sistem among, setiap pamong sebagai pemimpin diwajibkan bersikap: ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa dan tutwuri handayani. (MLPTS, 1992: 19-20). Asas tersebut telah banyak dikenal oleh masyarakat daripada Sistem Among sendiri karena banyak dari anggota masyarakat yang belum memahaminya. Jika dimasukkan dalam

92

konteks kepemimpinan maka semboyan tersebut akan menciptakan seorang pemimpin yang disegani dan berwibawa karena menggambarkan seorang pemimpin yang mampu menempatkan diri dimanapun dia berada namun tetap berwibawa.

Berdasarkan deskripsi hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, diperoleh gambaran mengenai tingkat pemahaman siswa tentang konsep trilogi kepemimpinan. Sebanyak 79 siswa (78,22%) memiliki pemahaman yang tinggi. Kategori tinggi ini berarti bahwa siswa mengetahui dan memahami dengan baik tentang trilogi kepemimpinan yaitu ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa dan tutwuri handayani. Pada tingkat pemahaman kategori sedang, hanya terdapat 17 siswa (16,83%). Kategori sedang ini berarti siswa memiliki pemahaman yang cukup tentang konsep trilogi kepemimpinan. Namun ternyata masih terdapat siswa yang memiliki tingkat pemahaman rendah. Sebanyak 5 siswa (4,95%) memiliki pemahaman yang rendah. siswa yang memiliki pemahaman tingkat rendah ini berarti bahwa siswa memiliki pemahaman konsep trilogi kepemimpinan yang meliputi ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa dan tutwuri handayani yang kurang.

Berdasarkan tabel 17 pada halaman 69, butir soal nomor 2, 3 dan 4 mampu dijawab dengan benar oleh sebagian Siswa, sedangkan pada butir soal pertama, perbedaan skor siswa yang menjawab benar dengan siswa yang menjawab salah sangat sedikit. Sebanyak 57 siswa (56,44%)

93

menjawab salah atau tidak memahami bahwa untuk menjadi seorang pemimpin harus memiliki sikap dan pola pikir yang baik serta dapat dijadikan contoh yang baik. Pernyataan tersebut sesuai dengan arti dari Ing ngarsa sung tuladha dalam sikap yang wajib dimiliki oleh seorang pemimpin pada sistem among, sedangkan sebesar 43,56% Siswa mampu menjawab butir soal tersebut dengan benar.

Berdasarkan kenyataan ini, maka dapat disimpulkan bahwa pemahaman siswa kelas X dan XI di SMA Taman Madya se-Kota Yogyakarta berada pada kategori tinggi. Hal ini berarti bahwa sebagian besar siswa kelas X dan XI di SMA Taman Madya se-Kota Yogyakarta sudah baik dalam memahami konsep trilogi kepemimpinan yang meliputi ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa dan tutwuri handayani.

Dokumen terkait