• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian

4.3.1 Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa variabel PAD berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja daerah. Hal ini dapat dilihat hasil uji hipotesis (tabel 4.11) dimana variabel PAD memiliki nilai koefisien sebesar 0,116 dengan tingkat signifikansi pada 0,000 yang lebih kecil dibandingkan dengan tingkat signifikansi 5% (0,05).

Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar PAD yang diterima oleh pemerintah daerah, maka semakin besar belanja daerah yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Pemerintah menerima PAD baik itu dalam bentuk pajak, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah dan lain-lain PAD yang sah dimana pendapatan tersebut akan digunakan pemerintah daerah sebagai sumber pendanaan untuk membiayai belanja daerahnya. Masyarakat memberikan pendapatan kepada pemerintah daerah berupa pembayaran pajak dan retribusi daerah dan pemerintah daerah melakukan kewajibannya dalam pelaksanaan pelayanan publik seperti kegiatan pembangunan daerah baik itu dalam bentuk

64 peningkatan sarana dan prasarana publik seperti peningkatan infrastruktur daerah. Semakin banyak pendapatan yang diperoleh maka semakin mampu dan mandiri pemerintah daerah dalam membiayai belanja daerahnya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Devita, dkk. (2014), Sembiring (2017), serta Hasibuan (2019) yang menyatakan bahwa variabel PAD berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja daerah, tetapi penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sasana (2011) yang menyatakan bahwa PAD tidak berpengaruh terhadap belanja daerah.

4.3.2 Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Belanja Daerah Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa variabel DAU berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja daerah. hal ini dapat dilihat hasil uji hipotesis (tabel 4.11) dimana variabel DAU memiliki nilai koefisien sebesar 0,245 dengan tingkat signifikansi pada 0,004 yang lebih kecil dibandingkan dengan tingkat signifikansi 5% (0,05).

Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar DAU yang di terima pemerintah daerah dari pemerintah pusat, maka semakin tinggi belanja daerah yang dilakukan pemerintah daerah untuk kegiatan pembangunan daerahnya.

Keterbatasan kemampuan keuangan antar daerah menyebabkan DAU menjadi salah satu sumber pendapatan daerah yang digunakan pemerintah daerah dalam membiayai belanjanya. Peningkatan pendapatan daerah menuntut adanya peningkatan pelayanan publik yang lebih baik lagi. Dalam pemenuhan pelayanan publik tersebut pemerintah daerah membutuhkan dana yang tidak hanya berasal dari PAD saja tetapi juga membutuhkan dana yang ditransfer oleh

65 pemerintah pusat yaitu DAU. DAU tersebut dapat membantu pemerintah daerah dalam menyediakan ketersediaan dana untuk memenuhi kebutuhan belanja daerahnya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Devita, dkk.

(2014), Harjiyanti (2015), Sembiring (2017), serta Sinaga (2018) yang menyatakan bahwa DAU berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja daerah, tetapi penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hasibuan (2019) yang menyatakan bahwa DAU tidak berpengaruh terhadap belanja daerah.

4.3.3 Pengaruh Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Belanja Daerah Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa variabel DAK berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja daerah. hal ini dapat dilihat pada hasil uji hipotesis (tabel 4.11) dimana variabel DAK memiliki nilai koefisien sebesar 0,293 dengan tingkat signifikansi pada 0,000 yang lebih kecil dibandingkan dengan tingkat signifikansi 5% (0,05).

Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar DAK yang diterima pemerintah daerah, maka semakin tinggi belanja daerah yang dilakukan pemerintah daerah untuk membiayai kebutuhan khusus daerahnya. DAK merupakan dana transfer dari pemeritah pusat yang akan digunakan pemerintah daerah dalam membantu membiayai kebutuhan pengeluaran belanja daerah, namun untuk kegiatan yang lebih spesifik atau kegiatan khusus seperti kegiatan investasi pembangunan, peningkatan sarana dan prasarana pelayanan publik dengan umur jangka panjang. Masih terdapat banyaknya sarana dan prasarana yang belum mencapai standar tertentu sehingga mendorong pemerintah daerah

66 untuk menggunakan DAK sebagai salah satu komponen penerimaan daerah untuk membiayai kebutuhan khusus dari belanja daerahnya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hasibuan (2019) yang menyatakan bahwa DAK berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja daerah, tetapi penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sinaga (2018) yang menyatakan bahwa DAK tidak berpengaruh terhadap belanja daerah.

4.3.4 Pengaruh Jumlah penduduk terhadap Belanja Daerah

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa variabel jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja daerah.

hal ini dapat dilihat hasil uji hipotesis (tabel 4.11) dimana variabel jumlah penduduk memiliki nilai koefisien sebesar 0,175 dengan tingkat signifikansi pada 0,000 yang lebih kecil dibandingkan tingkat signifikansi 5% (0,05).

Hal ini menunjukkan bahwa ketika jumlah penduduk mengalami peningkatan, maka belanja daerah yang akan dilakukan oleh pemerintah daerah juga akan mengalami peningkatan. Pertumbuhan penduduk yang semakin besar akan memerlukan anggaran yang semakin besar, dimana anggaran tersebut akan digunakan untuk membiayai pengeluaran dalam peningkatan pelayanan publik.

Peningkatan jumlah penduduk yang terjadi menandakan kebutuhan penduduk juga akan meningkat. Pemerintah akan memenuhi kebutuhan tersebut dalam bentuk belanja daerah. Belanja daerah yang dilakukan oleh pemerintah daerah adalah dalam bentuk peningkatan kualitas publik baik dalam bentuk sarana maupun prasarana publik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sasana (2011) serta Nst (2019)

67 yang menyatakan bahwa variabel jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja daerah, tetapi penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Devita, dkk. (2014) yang menyatakan bahwa jumlah penduduk tidak berpengaruh terhadap belanja daerah.

4.3.5 Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap Belanja Daerah

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa variabel PDRB tidak berpengaruh terhadap belanja daerah. hal ini dapat dilihat hasil uji hipotesis (tabel 4.11) dimana variabel PDRB memiliki nilai koefisien sebesar 0,011 dengan tingkat signifikansi pada 0,467 yang lebih besar dibandingkan tingkat signifikansi 5% (0.05).

Hal ini menunjukkan bahwa ketika PDRB mengalami peningkatan, maka belanja daerah tidak mengalami peningkatan yang signifikan. PDRB merupakan nilai tambah dari barang dan jasa yang dihasilkan dari kegiatan ekonomi suatu daerah pada periode tertentu, PDRB berperan sebagai peningkatan penerimaan pendapatan daerah yang digunakan untuk pembangunan daerah, namun tidak semua kabupaten/kota memiliki faktor produksi yang sama besar.

Kabupaten/kota yang memiliki faktor produksi yang besar akan mendapatkan potensi pendapatan lebih mudah dimana hal tersebut akan menambah pendapatan yang akan digunakan pemerintah daerah untuk pembangunan daerahnya seperti peningkatan pelayanan publik kepada masyarakat, sedangkan kabupaten/kota yang memiliki faktor produksi yang kecil akan memiliki potensi pendapatan yang kecil dimana hal tersebut kurang untuk membiayai belanja

68 daerah atau kurang terpenuhinya peningkatan pelayanan publik. Hal ini menunjukkan ketidakmaksimalan pemerintah daerah dalam mengelola potensi ekonomi daerahnya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Harjiyanti (2015), Sembiring (2017) serta Sinaga (2018) yang menyatakan bahwa variabel PDRB tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah, tetapi penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sasana (2011) yang menyatakan bahwa PDRB berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah.

4.3.6 Pengaruh Sisa Lebih Pembiayaan Anggarann (SILPA) terhadap Belanja Daerah

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa variabel SILPA tidak berpengaruh terhadap belanja daerah. hal ini dapat dilihat hasil uji hipoteis (tabel 4.11) dimana variabel SILPA memiliki nilai koefisien sebesar 0,029 dengan tingkat signifikansi pada 0,060 yang lebih besar dibandingkan tingkat signifikansi 5% (0,05).

Hal ini menunjukkan bahwa ketika SILPA mengalami peningkatan maka belanja daerah tidak akan mengalami peningkatan yang signifikan. SILPA adalah sisa anggaran yang dimiliki pemerintah daerah yang belum terpakai atau masih tersisa pada akhir tahun anggaran. Besaran SILPA pada periode sebelumnya akan digunakan untuk menutupi belanja langsung yaitu belanja modal yang digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur daerah, namun besaran SILPA tersebut tidak mempengaruhi peningkatan dari belanja daerah secara signifikan. Besaran SILPA suatu daerah dapat digunakan untuk

69 melihat sejauh mana pemerintah daerah dalam mengalokasikan anggaran daerah secara efisien dan ekonomis dalam setiap anggaran belanja daerah. Pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan infrastruktur daerahnya menggunakan pendapatan daerah yang merupakan potensi daerah yang harus dapat dikelola oleh pemerintah daerah sebaik mungkin dalam membiayai segala urusan dalam pembiayaan belanja daerahnya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nst (2019) yang menyatakan bahwa variabel SILPA tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah, tetapi penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Simamora (2014) yang menyatakan bahwa SILPA berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah.

4.3.7 Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Jumlah penduduk, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) terhadap belanja daerah

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa PAD, DAU, DAK, Jumlah penduduk, PDRB dan SILPA berpengaruh secara simultan terhadap belanja daerah. hal ini dapat dilihat dari hasil uji hipotesis (tabel 4.10) dimana keenam variabel independen tersebut memiliki nilai signifikansi 0,000 yang lebih kecil jika dibandingkan dengan tingkat signifikansi 5% (0,05).

70 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait