• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV: HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN PROGRAM

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Setelah melakukan penelitian dan melakukan analisis terhadap data penelitian, diperoleh gambaran mengenai tingkat kreativitas siswa kelas V dan VI SD Negeri Bajing Kulon 04 Kroya tahun pelajaran 2014/2015. Mayoritas, tingkat kreativitas siswa berada pada kategori sedang yaitu sebanyak 57%. Sebanyak 22 % siswa berada pada kategori tinggi, dan sebanyak 21% siswa berada pada katogori rendah.

Utami Munandar (1985:88-90) mengungkapkan bahwa kreativitas dapat dilihat dari ciri-ciri aptitude dan ciri-ciri non aptitude. Ciri-ciri

aptitude yaitu ciri yang berhubungan dengan proses kognisi/pikiran sedangkan ciri-ciri non aptitude yaitu ciri yang lebih berkaitan dengan sikap atau perasaan. Kedua hal ini sangat penting bagi terwujudnya perilaku kreatif.

Ciri-ciri aptitude dari kreativitas terdiri atas ketrampilan berpikir lancar, ketrampilan berpikir luwes (fleksibel), ketrampilan berpikir orisinal, ketrampilan memperinci (mengelaborasi), dan ketrampilan menilai. Ciri-ciri non aptitude dari kreativitas terdiri atas rasa ingin tahu, bersifat imajinatif, merasa tertantang oleh kemajemukan, berani mengambil resiko, dan sifat menghargai. Semakin individu menunjukkan ciri-ciri aptitude dan non aptitude dalam kehidupanya artinya individu tersebut semakin memiliki tingkat kreativitas yang tinggi dalam kehidupan kesehariannya.

Siswa yang memiliki tingkat kreativitas dalam kategori tinggi mengandung pengertian bahwa siswa sudah mencapai tingkat kreativitas yang ideal. Artinya siswa telah menunjukkan ciri-ciri individu yang memiliki kreativitas yang tinggi misalnya bisa mengemukakan pendapatnya dengan lancar dan tepat, bisa mengemukakan pendapat yang berasal dari pemikirannya sendiri, memiliki daya imajinatif yang tinggi, dan lain-lain. Tingkat kreativitas siswa yang tinggi ini dilihat berdasarkan butir-butir item kreativitas yang hasil skornya masuk dalam kategori tinggi.

Siswa yang memiliki tingkat kreativitas dalam kategori sedang dapat dikatakan bahwa siswa sebenarnya sudah memiliki kreativitas pada dirinya, namun kreativitas yang dimiliki siswa belum berkembang/kurang berkembang secara optimal. Artinya siswa masih kurang menunjukkan ciri-ciri individu yang memiliki kreativitas yang sedang misalnya siswa kadangkala masih takut saat akan menyampaikan pendapatnya atau menjawab pertanyaan dari guru, siswa kadang masih meniru ide yang disampaikan oleh teman, siswa kadang bingung saat diminta menyampaikan pendapat yang bervariasi, dan lain-lain. Tingkat kreativitas siswa yang sedang ini dilihat berdasarkan butir-butir item kreativitas yang hasil skornya masuk dalam kategori sedang.

Sedangkan siswa yang memiliki tingkat kreativitas dalam kategori rendah mengandung pengertian bahwa siswa belum mencapai tingkat kreativitas yang ideal. Artinya siswa belum menunjukkan ciri-ciri individu

yang memiliki kreativitas yang tinggi misalnya dalam perumusan masalah penelitian di awal ditemukan bahwa siswa cenderung pasif saat proses belajar di kelas, siswa sering kesulitan bila diminta memberikan gagasan/ide yang bervariatif, siswa cenderung hanya menerima informasi yang disampaikan guru, siswa kurang berani mengambil resiko, siswa merasa bingung saat berhadapan pada situasi yang sulit, dan lain-lain. Tingkat kreativitas siswa yang rendah ini dilihat berdasarkan pengamatan pada keseharian siswa di sekolah serta pada hasil butir-butir item kreativitas yang hasil skornya masuk dalam kategori rendah.

Ada beberapa hal yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat kreativitas yang dimiliki oleh seseorang. Hurlock (1988:8) mengungkapkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi variasi pada kreativitas yang dimiliki oleh setiap orang. Faktor-faktor yang dimaksud yaitu jenis kelamin, status sosioekonomi, urutan kelahiran, lokasi tempat tinggal, dan intelegensi. Faktor-faktor tersebut akan dipaparkan pada paragraf selanjutnya.

Faktor pertama yaitu jenis kelamin. Anak laki-laki biasanya menunjukkan kreativitas yang lebih tinggi daripada anak perempuan. Hal yang menyebabkan hal itu yakni adanya perbedaan perlakuan. Anak laki-laki biasanya lebih diberi kebebasan untuk bermain atau untuk melakukan berbagai hal yang diinginkannya dibandingkan dengan anak perempuan. Anak laki-laki juga lebih diberi kesempatan untuk mandiri, didesak oleh

teman sebayanya untuk lebih berani mengambil resiko, dan didorong oleh para orangtua dan guru untuk lebih menunjukkan inisiatif dan orisinalitas.

Peneliti melakukan pengamatan di lingkungan daerah tempat tinggal siswa-siswi SD Negeri Bajing Kulon 04 Kroya. Berdasarkan pengamatan, peneliti melihat bahwa ada pandangan bahwa anak perempuan lebih dituntut menjadi anak yang penurut, tidak boleh melawan, lebih dibatasi, dan lain-lain. Berbeda dengan anak laki-laki yang cenderung lebih dibebaskan, mandiri, berani mengambil resiko, dan lain-lain. Hal itu kemungkinan bisa menimbulkan variasi dalam kreativitas. Pada penelitian ini, ada 12 anak yang masuk ke dalam tingkat kreativitas pada kategori rendah. Setelah melakukan pengecekan, ternyata 12 siswa tersebut terdiri dari 8 perempuan dan 4 laki-laki. Jadi dapat disimpulkan bahwa yang masuk dalam tingkat kreativitas pada kategori rendah adalah kebanyakan perempuan (sebanyak 66,66 %).

Faktor kedua yaitu status sosioekonomi. Anak dari kelompok sosioekonomi yang lebih tinggi cenderung lebih kreatif dari anak kelompok yang lebih rendah. Biasanya, anak yang berasal dari sosioekonomi yang tinggi dididik dengan cara yang demokratis, lebih diberi banyak sarana dan prasarana yang lengkap untuk mengembangkan diri (karena finansial cukup), dan lebih diberi kebebasan untuk melakukan hal yang mereka inginkan. Hal ini akan mendorong kreativitas berkembang karena adanya ruang yang banyak dan fasilitas yang memadai untuk mengembangkan diri. Berbeda dengan anak yang berasal dari

kelompok sosioekonomi yang lebih rendah. Biasanya, anak yang berasal dari sosioekonomi yang lebih rendah cenderung dituntut untuk mengikuti kehendak keluarga agar sesuai dengan harapan yang diinginkan dan kurang memiliki fasilitas yang lengkap sebagai media pengembangan diri (hal ini dikarenakan keterbatasan finansial).

Berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan wali kelas di SD Negeri Bajing Kulon 04 Kroya, terdapat sekitar 40 siswa yang termasuk dalam kategori kurang mampu secara ekonomi (menengah ke bawah). Sebanyak 16 siswa masuk ke dalam tingkat perekonomian yang lebih baik (menengah ke atas). Indikator untuk mengukur ini yaitu tingkat pendapatan orangtua. Siswa yang masuk ke dalam kategori ekonomi menengah ke bawah, orangtuanya memiliki pendapatan di bawah Rp 1.500.000,- per bulan. Sedangkan siswa yang masuk ke dalam kategori menengah ke atas, orangtuanya memiliki pendapatan lebih dari Rp 1.500.000,- per bulan.

Setelah melakukan pengecekan terhadap data subyek, sebagian besar siswa yang masuk dalam kategori kreativitas yang rendah kondisi sosioekonomi orangtuanya termasuk dalam sosioekonomi menengah ke bawah (pendapatan kurang). Hal ini kemungkinan akan berimbas pada terbatasnya fasilitas yang bisa dipakai sebagai media pengembangan diri serta terbatasnya juga pengetahuan mengenai pentingnya pengembangan potensi diri. Kemungkinan lain yang terjadi yakni anak lebih dituntut agar bisa memenuhi harapan keluarga. Hal yang demikian dapat menjadi salah

satu faktor yang menghambat perkembangan kreativitas. Sedangkan siswa yang masuk dalam kategori kreativitas yang tinggi sebagian besar kondisi perekonomiannya lebih baik (menengah keatas). Hal ini dapat menjadi salah satu faktor yang membuat kreativitas siswa bisa berkembang lebih baik misalnya orangtua lebih memberikan kebebasan untuk melakukan hal yang siswa inginkan dan tersedianya fasilitas yang lebih bervariatif untuk mengembangkan diri.

Faktor ketiga yaitu urutan kelahiran. Studi-studi mengenai urutan kelahiran dan pengaruhnya terhadap perkembangan anak melaporkan bahwa anak dari berbagai urutan kelahiran menunjukkan tingkat kreativitas yang berbeda. Perbedaan ini lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungan daripada bawaan. Anak yang lahir di tengah, lahir belakangan, dan anak tunggal mungkin lebih kreatif dari yang lahir pertama dikarenakan biasanya mereka lebih dibebaskan dari tuntutan orangtua. Sedangkan anak yang lahir pertama umumnya lebih ditekan untuk menyesuaikan diri dengan harapan orangtua. Tekanan yang diterima anak dapat membuat anak menjadi pribadi yang penurut daripada pencipta.

Siswa kelas V dan VI SD Negeri Bajing Kulon 04 Kroya mungkin saja mengalami perlakuan yang bervariasi di dalam keluarga. Siswa yang memiliki kreativitas tinggi kemungkinan memperoleh perlakuan yang lebih bebas, memberikan ruang bagi anak untuk mencoba berbagai hal yang baru, dan tidak terlalu memaksakan kehendak orangtua kepada anak. Kondisi ini akan membuat kreativitas anak bisa berkembang dengan baik.

Sedangkan untuk individu yang memiliki kreativitas yang rendah mungkin saja lebih mendapat perlakuan yang otoriter, lebih dituntut untuk menuruti kemauan orangtua, lebih dibatasi dalam melakukan suatu hal, dan lain-lain. Kondisi ini akan menghambat kreativitas seseorang bisa berkembang dengan optimal.

Setelah melakukan pengecekan terhadap data subjek dan melakukan wawancara dengan siswa, siswa yang masuk ke dalam tingkat kreativitas yang tinggi (12 siswa) memperoleh perlakuan yang lebih bebas dari orangtuanya. Mereka diberi kebebasan untuk mengeksplorasi kemampuan yang ada pada diri mereka. Sedangkan 8 dari 12 siswa yang masuk dalam tingkat kreativitas yang rendah mendapatkan perlakuan yang lebih otoriter dari orangtuanya. Mereka lebih dibatasi bila ingin melakukan suatu hal. Mereka lebih dituntut untuk menuruti kemauan orangtua mereka.

Faktor keempat yaitu lokasi tempat tinggal. Anak dari lingkungan kota cenderung lebih kreatif dari anak lingkungan pedesaan. Hurlock (1991) menjelaskan anak yang tinggal di lingkungan kota lebih kreatif dikarenakan adaptasi alamiah anak-anak yang bertempat tinggal di kota terhadap lingkungan masyarakat yang heterogen, individualistis, kompetesi tinggi dan tuntutan hidup yang tinggi. Sedangkan anak-anak yang tinggal di daerah pedesaan umumnya lebih natural dalam arti hidup dengan cara sederhana dan kegiatan sehari-hari membantu orangtuanya mencari nafkah (Tedjasaputra, 2001). Di samping itu, alam lingkungan

pedesaan tidak menuntut banyak dari masyarakatnya. Hal lainnya yang membuat kreativitas anak yang berada di lingkungan kota lebih tinggi yaitu dikarenakan di lingkungan kota lebih banyak menyediakan fasilitas dan sarana sebagai tempat untuk mengembangkan kreativitas. Sedangkan sarana dan prasarana yang ada di lingkungan pedesaan terbatas jumlahnya.

Lokasi tempat tinggal dari siswa kelas V dan VI SD Negeri Bajing Kulon 04 Kroya berada di lingkungan pedesaan. Kondisi nyata yang peneliti temukan di lingkungan siswa SD Bajing Kulon 04 yaitu persaingan antar individu kurang (tidak setinggi di kota), perubahan pada masyarakat yang tidak terlalu signifikan, tidak adanya tuntutan tinggi pada masyarakat serta kondisi masyarakat yang cenderung homogen. Semua kondisi tersebut membuat sebagian besar anak-anak yang tinggal di sana tidak terbiasa untuk mengembangkan adaptasi pada perubahan lingkungan yang kompleks, persaingan individu yang ketat, permasalahan yang kompleks, dan hal lainnya.

Selain itu, sarana dan fasilitas sebagai wadah pengembangan bakat serta kreativitas masih kurang. Memang telah ada beberapa fasilitas misalnya jaringan internet, wi-fi, warnet, dan lain-lain. Namun, kebanyakan anak serta individu lainnya kurang bisa memanfaatkan fasilitas tersebut. Misalnya saja siswa kelas V dan VI SD Negeri Bajing Kulon 04 Kroya lebih sering memanfaatkan jaringan internet untuk bermain facebook, games, dan hal lain yang bersifat menghibur. Hal itu mungkin menjadi salah satu faktor penyebab kreativitas pada siswa kelas

V dan VI SD Negeri Bajing Kulon 04 Kroya belum berkembang secara optimal bahkan masih ada beberapa siswa yang masih masuk dalam kategori tingkat kreativitas yang rendah.

Faktor kelima yaitu intelegensi. Individu yang memiliki intelegensi yang tinggi berpotensi memiliki kemampuan kreativitas yang tinggi pula. Pada setiap umur, anak yang pandai menunjukkan kreativitas yang lebih besar dari anak yang kurang pandai. Mereka mempunyai lebih banyak gagasan baru untuk menangani suatu konflik sosial dan mampu merumuskan lebih banyak penyelesaian bagi konflik tersebut. Mereka lebih mudah saat diminta mengungkapkan pendapat yang dimilikinya.

Setelah melakukan pengecekan pada data subjek penelitian dan melakukan wawancara dengan wali kelas V dan VI SD Bajing Kulon 04, diperoleh data bahwa sebanyak 41 dari 15 siswa yang masuk ke dalam tingkat kreativitas kategori sedang dan rendah memiliki intelegensi yang kurang. Sedangkan 15 siswa lainnya memiliki prestasi akademik yang lebih baik dibandingkan dengan 41 siswa lainnya. Penilaian ini didasarkan pada hasil prestasi yang diperoleh oleh siswa selama berada pada tingkat kelas sebelumnya. Perbedaan kemampuan pada aspek intelegensi ini kemungkinan dapat menjadi salah satu hal yang menyebabkan tingkat kreativitas siswa bervariasi dimana siswa yang memiliki intelegensi yang tinggi memiliki tingkat kreativitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang intelegensinya kurang.

Dari semua penjelasan di atas serta berdasarkan kenyataan yang peneliti temukan di lapangan, disimpulkan sebagai berikut. Siswa yang memiliki tingkat kreativitas dalam kategori rendah disebabkan oleh beberapa faktor yaitu adanya perbedaan perlakuan pada jenis kelamin tertentu (ada stereotip pada jenis kelamin tertentu), siswa cenderung mendapatkan perlakuan yang otoriter dari lingkungan, siswa kurang mendapatkan sarana dan fasilitas untuk mengembangkan kreativitas, siswa kurang diberi kebebasan untuk mengeksplorasi kemampuan dirinya, serta kemampuan intelegensi yang kurang. Keadaan itu membuat kreativitas siswa kurang berkembang secara optimal.

Siswa yang memiliki tingkat kreativitas dalam kategori tinggi disebabkan oleh beberapa faktor yaitu siswa lebih diberi kebebasan untuk berinisiatif dan melakukan hal yang ingin dilakukan olehnya, siswa memperoleh banyak kesempatan untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan bagi perkembangan kreativitas, siswa memperoleh fasilitas dan sarana yang memadai untuk perkembangan kreativitas mereka, serta didukung juga dengan tingkat intelegensi yang tinggi. Keadaan itu dapat mendukung perkembangan kreativitas secara optimal.

Dokumen terkait