• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

F. Pembahasan Hasil Penelitian

Mahasiswi merupakan kaum terpelajar yang secara dominan belum bekerja dan masih dalam kegiatan konsumsinya mengandalkan dari pemberian orang tua seperti uang saku, pembayaran uang kuliah, konsumsi kebutuhan pribadi dan lain-lain. peran keluarga ini sangat erat kaitanya dengan keputusan pembelian. Ujang Sumarwan mengatakan ”keluarga menjadi daya Tarik bagi para pemasar, karena keluarga memiliki pengaruh bagi para konsumen”.12

Pengaruh anggota keluarga inilah akan menentukan dan mempengaruhi perilaku pembelian apakah dalam pembelian sifatnya konsumtif yaitu pembelian secara irasional yang cenderung boros atau rasional yaitu pembelian atas dasar mempertimbangkan kemanfaatanya.

Pembelian irasional dan rasional dipengaruhi oleh faktor status sosial ekonomi orang tua itu sendiri jika status sosialnya itu tinggi maka semakin besar mahasiswi berperilaku konsumtif, sebaliknya jika jika status sosialnya rendah maka individu itu akan berperilaku tidak konsumtif. Pengukuran status sosial ekonomi orang tua penulis menggunakan lima aspek yaitu pendidikan, pekerjaan, pendapatan, konsumsi keluarga, dan kepemilikan harta benda. Hasil pengukuran status sosial ekonomi keluarga mahasiswi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (P.IPS) UIN Syarif Hidayatullah sebagai berikut:

Tabel 4.20

Pengukuran Status Sosial Ekonomi Orang Tua Berdasarkan Item Yang diajukan

No Kategori

Pengukuran

Frekuensi dari total Jumlah Item Varibel X Persentase (%) 1 Kategori 1 93 18.8 2 Kategori 2 102 20.6 3 Kategori 3 157 31.7 4 Kategori 4 109 22 5 Kategori 5 35 7.1

Jumlah 496 (Item Soal) 100

12

Ujang Sumarwan, Perilaku Konsumen Teori dan Penerapanya dalam Pemasaran,

Kategori pengukuran tersebut dibagi lima dasar pengukuran

1. Kategori Pertama memiliki arti bahwa keluarga tersebut dari segi pendidikan sangat rendah yaitu menempuh tingkat SD (Sekolah Dasar)/MI (Madrasah Ibtidaiyah), kemudian untuk tingkat sebagai pegawai serabutan atau ibu rumah tangga, selanjutnya untuk tingkat pendapatan keluarga hanya sebesar Rp 1.800.000,00. untuk kegiatan konsumsinya kurang dari Rp 50.000/hari untuk harta kendaraan yang dimilikinya tidak mempunyai.

2. Kategori Ke-dua memiliki arti bahwa keluarga tersebut dari segi pendidikan yaitu menempuh SMP (Sekolah Menengah Pertama)/MTS (Madrasah Tsanawiyah), kemudian untuk tingkat pekerjaan sebagai pegawai wiraswasta, selanjutnya untuk tingkat pendapatan keluarga hanya sebesar Rp 1.800.000,00 – Rp 3.000.000,00. untuk kegiatan konsumsinya dari Rp 50.000, – Rp 150.000,00/hari untuk harta kendaraan seperti sepeda.

3. Kategori Ke-tiga memiliki arti bahwa keluarga tersebut dari segi pendidikan yaitu menempuh SMA(Sekolah Menengah Atas)/SMK (Sekolah Menengah Kejuruan), kemudian untuk tingkat pekerjaan sebagai pegawai swasta, selanjutnya untuk tingkat pendapatan keluarga hanya sebesar Rp 3.000.001,- Rp 4.800.000,00. untuk kegiatan konsumsinya dari Rp 150.000, – Rp 250.000,00/hari untuk harta kendaraan seperti sepeda motor.

4. Kategori Ke-empat memiliki arti bahwa keluarga tersebut dari segi pendidikan yaitu menempuh diploma, kemudian untuk tingkat pekerjaan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), selanjutnya untuk tingkat pendapatan keluarga hanya sebesar Rp 4.800.001,- Rp 7.200.000,00. untuk kegiatan konsumsinya dari Rp 250.000, – Rp 350.000,00/hari untuk harta kendaraan seperti sepeda mobil.

5. Kategori Ke-lima memiliki arti bahwa keluarga tersebut dari segi pendidikan yaitu menempuh sarjan, kemudian untuk tingkat pekerjaan sebagai pejabat pemerintah, selanjutnya untuk tingkat pendapatan keluarga lebih dari Rp 7.200.000,00. untuk kegiatan konsumsinya lebih dari Rp 350.000,00/hari untuk harta kendaraan seperti sepeda mobil atau sepeda motor.

Perlu diktahui bahwa dari kategori itu tidak semuanya linear dari segi ke-lima aspek pengukuran status sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, pendapatan, tingkat konsumsi, dan harta benda), akan tetapi penulis mengeneralisasikan menjadi lima kategori untuk melihat data dari status sosial ekonomi orang tua, dengan perincian kategori pertama sebesar 18.8%, kategori ke-dua 20.6%, kategori ke-tiga 31.7%, kategori ke-empat 22.0%, kelima 7.1%.

Dari status sosial ekonomi orang tua mahasiswi inilah akan berhubungan dengan perilaku pembelian apakah pembelian itu sifatnya rasional atau cenderung kearah perilaku konsumtif dalam pengukuran dalam perilaku konsumtif mahasiswi, penulis menyusun 4 aspek dari para ahli yang telah dikemukakan yaitu pembelian impulsif, pemborosan (Wasteful Buying), Kegiatan konsumsi untuk memanfaatkan waktu luang, dan mudahnya mendapatkan produk yang diingkan. Dari 4 aspek ini bisa dilihat dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Tabel 4.21

Pengukuran Perilaku Konsumtif Berdasarkan Item Yang diajukan

No Katerori Pengukuran Frekuensi dari jumlah

total item Persentase (%)

1 Sangat Tidak Setuju 13 2.2

2 Tidak Setuju 125 21.2

3 Kurang Setuju 220 37.4

4 Setuju 191 32.4

5 Sangat Setuju 40 6.8

Untuk melihat besarnya hubungan antara variabel X yaitu varibel status sosial ekonomi orang tua dengan variabel Y yaitu perilaku konsumtif penulis menggunakan rumus product moment untuk menghitung nilai korelasinya dimana rhitung diperoleh sebesar rxy = 0.642 kemudian membandingkan besarnya rtabel dengan taraf signifikansi 5% yaitu sebesar 0.355 hal ini menunjukan bahwa rhitung > rtabel (0.642>0.355), kemudian dihitung nilai determinasi yaitu sebesar 41.24 %, sedangkan untuk uji t didapat thitung sebesar 4.51 dan ttabel dengan d.f = 31 - 2 = 29 pada taraf signifikansi 5% adalah 2.04 hal ini menunjukan bahwa t hitung > ttabel (4.51>2.04) hal ini maka hipotesis Ha

diterima sedangkan Ho ditolak. Dengan demikian terdapat hubungan yang kuat13 yaitu sebesar 41.24% antara status sosial ekonomi orang tua dengan perilaku konsumtif mahasisiwi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (P.IPS) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Hubungan ini juga diperkuat dari wawancara dari beberapa mahasiswi yang peneliti pilih karena memiliki orang tua dengan tingkat status sosial ekonomi tinggi. Yang mengatakan bahwa sering melakukan pemborosan dalam mengisi waktu luang untuk berbelanja yang sifatnya kurang penting dan mengisi waktu luang yang sering mengeluarkan uang sebagai salah satu untuk mencapai kesenangan sesaat. Berbanding terbalik dengan mahasiswi yang status sosialnya rendah, dimana cenderung untuk hemat dalam membeli sesuatu dan berfikir untuk hari esoknya sehingga mahasiswi yang seperti ini berfikir keras untuk bagaimana bertahan hidup.

Status sosial orang tua pada dasarnya sangat mempengaruhi perilaku konsumen pada anaknya peran keluarga inilah yang menyebabkan anak itu akan berfikir rasional atau bahkan irasional tergantung pada tingkat status sosial orang tua mahasiswi, dalam mengkonsumsi barang. Peran anggota kelompok pertemenan juga sangat dominan untuk mempengaruhi mahasiswi berperilaku konsumtif, hal ini penulis mengetahui dari hasil beberapa wawancara pada beberapa informan mahasiswi.

13

Dokumen terkait