• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

Histogram 4.12 Perilaku Konsumtif atas Dasar Mudahnya Mendapatkan

Dari tabel tersebut menunjukan bahwa mahasiswi berperilaku konsumtif atas dasar mudahnya mendapatkan produk untuk kegiatan konsumsi adalah 25.8% dan 5.8%, kemudian untuk jawaban kurang setuju sebesar 41.9%, untuk jawaban tidak setuju dan sangat tidak setuju masing-masing yaitu 21.9% dan 4.5%. kemudian data ini dibuat histogram sebagai berikut:

4.5 21.9 41.9 25.8 5.8 Sangat Tidak Setuju

Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju

Histogram 4.12

Perilaku Konsumtif atas dasar mudahnya mendapatkan produk

Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju

Kurang Setuju Setuju

4. Deskripsi Seluruh Aspek Perilaku Konsumtif

Untuk mengetahui deskripsi keseluruhan perilaku konsumtif mahasiswi tabulasi frekuensi sebagai berikut:

1. Cari rentangan

R = Data terbesar – data terkecil R = 82 – 43

R = 39

2. Kemudian menentukan banyaknya kelas menggunakan aturan struges: Banyaknya Kelas (K) = 1 + 3.3 (Log n)

= 1 + 3.3 (Log 39) = 1 + 3.3 (1.591065) = 1 + 5.250513

= 6. 250513 (kemudian dibulatkan menjadi 6 kelas) 3. Panjang Interval kelas = ��� �����

����� ����� �

= 9

= 6.5 (Dibulatkan menjadi 7 Kelas)

Kemudian disusun data dalam tabel sebagai berikut: Tabel 4.18

Tabulasi dari Angket Perilaku Konsumtif No Panjang Interval Frekuensi (F) Nilai Tengah Persentase (%) 1 43 – 49 4 46.0 12.9 2 50 – 56 6 53.0 19.4 3 57 – 63 11 60.0 35.5 4 64 – 70 5 67.0 16.1 5 71 – 77 4 74.0 12.9 6 78 - 84 1 81.0 3.2 Jumlah 31 100.0%

Kemudian intensitas perilaku konsumtif mahasiswi akan digambarkan dalam bentuk histogram sebagai berikut:

D. Uji Hipotesis

Dalam hipotesis ini penulis merumuskan hipotesis penelitian yaitu: 1. Ho = Tidak terdapat hubungan antara tinggi rendahnya status sosial

ekonomi orang tua dengan perilaku konsumtif mahasiswi

2. Ha = Terdapat hubungan antara tinggi rendahnya status sosial ekonomi orang tua dengan perilaku konsumtif mahasiswi.

Dari kedua hipotesis tersebut penulis merekapitulasi jumlah skor item total yang dijawab dari variabel (X) dan rekapitulasi dari jumlah skor item total yang dijawab dari variabel (Y). berikut adalah hasil rekapitulasi variabel X dan Y:

Tabel 4.19

Tabulasi untuk pengujian hipotesis No Variabel X Variabel Y X 2 Y2 YX 1 47 45 2209 2025 2115 12.9 19.4 35.5 16.1 12.9 3.2 43 – 49 50 – 56 57 – 63 64 – 70 71 – 77 78 - 84 Histogram 4.13

Perilaku Konsumtif Mahasiswi

43 – 49 50 – 56

57 – 63 64 – 70

2 41 67 1681 4489 2747 3 41 53 1681 2809 2173 4 29 50 841 2500 1450 5 39 57 1521 3249 2223 6 46 70 2116 4900 3220 7 48 60 2304 3600 2880 8 36 49 1296 2401 1764 9 37 54 1369 2916 1998 10 30 55 900 3025 1650 11 38 62 1444 3844 2356 12 38 62 1444 3844 2356 13 58 68 3364 4624 3944 14 33 44 1089 1936 1452 15 42 63 1764 3969 2646 16 42 65 1764 4225 2730 17 49 72 2401 5184 3528 18 44 62 1936 3844 2728 19 59 58 3481 3364 3422 20 42 62 1764 3844 2604 21 34 53 1156 2809 1802 22 64 63 4096 3969 4032 23 36 43 1296 1849 1548 24 50 76 2500 5776 3800 25 57 75 3249 5625 4275 26 53 82 2809 6724 4346 27 48 62 2304 3844 2976 28 35 51 1225 2601 1785 29 62 71 3844 5041 4402 30 55 70 3025 4900 3850 31 46 63 2116 3969 2898 Jumlah 1379 1887 63989 117699 85700 Keterangan ∑X = 1379 ∑Y = 1887

∑X2

= 63989 ∑Y2

= 117699

∑XY = 11769

Selanjutnya untuk menghitung tingkat korelasi antara variabel X dan Y menggunakan rumus product moment sebagai berikut:

� = � ∑ − ∑

√{ �. ∑ 2− ∑ 2}{�. ∑ 2− ∑ 2}

Dari hasil perhitungan korelasi tersebut diperoleh rxy = 0.642 . selanjutnya untuk menguji hipotesis yang penulis ajukan yaitu dengan cara membandingkan besarnya (r) yang telah diperoleh dalam perhitungan yaitu r

hitung dengan besarnya (r) yang tercantum dalam tabel atau (r product moment).

Besarnya (r) yang tercantum dalam tabel yaitu nilai (r product moment) pada taraf signikansi 5% sebesar 0.355.9 dengan demikian (rxy) atau r hitung

lebih besar dari rtabel pada taraf signikansi 5% (0.642 > 0.355) artinya terdapat

hubungan searah yang positif antara hubungan status sosial ekonomi orang tua

9

Lihat lampiran 12 untuk rtabel dengan taraf signifikansi 5%

ℎ� ��= 2 { 2} ℎ� ��= ℎ� ��= ℎ� ��= ℎ� ��= . ℎ� ��= .

dengan perilaku konsumtif mahasiswi, hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat status sosial orang tua maka tinggi pula perilaku konsumif, sebaliknya semakin rendah status sosial orang tua maka akan semakin rendah perilaku konsumtif dengan demikian untuk uji hipotesis yaitu Ho ditolak dan Ha diterima.

Untuk mengetahui besarnya hubungan variabel X dengan variabel Y, dapat digunakan rumus determinasi (Kd) yaitu sebagai berikut:

Kd = r2 X 100% = 0.6422 X 100% = 0.412 X 100 = 41.24 %

Dari perhitungan koefesien determinasi menunjukan 41.24%, hal ini mengindikasikan bahwa perilaku konsumtif mahasiswi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (P.IPS) dipengaruhi oleh status sosial ekonomi orang tua mahasiswi sebesar 41.24% kemudian sisanya sebesar 58.76% dipengaruhi oleh faktor lain yang penulis tidak ditelitinya.

Untuk megetahui kebenaran dari perhitungan koefesien korelasi tersebut, maka diperoleh pengujian hipotesis yang akan diuji diberi simbol Ha, sedangkan untuk hipotesis alternatif diberi sombil Ho. Perhitungan test observasi (t) dapat dicari menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan

r = hasil rxy uji korelasi

n = jumlah sampel atau responden

�ℎ� �� = � √� −

√ − �2

ℎ� ��= . √ −

Dari hasil thitung yaitu sebesar 4.511521 akan dibandingkan dengan ttabel

dimana tingkat signifikansinya alpha = 5% dan derajat kebebasan df = n-2 atau df =31-2=29 yang diperoleh ttabel10 sebesar 2.0484 artinya terdapat

hubungan antara status sosial ekonomi orang tua dengan perilaku konsumtif mahasiswi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (P.IPS) UIN Jakarta. Dengan demikian hipotesis Ha diterima dan Ho ditolak.

E. Hasil Analisa Wawancara

Hasil wawancara dari para informan adalah sebagai berikut:11 1. Deskripsi Status Sosial Ekonomi Orang Tua

Pada pertanyaan yang diajukan oleh penulis bahwa tingkat pemberian harta yang diberikan oleh orang tua meliputi kendaraan sepeda motor, peralatan ,dan perlengkapan kuliah. Mahasiswi akan dibelikan tersebut jika orang tua memiliki uang lebih untuk membelikanya sebaliknya mahasiswi yang cenderung status sosial ekonominya rendah membeli hal tersebut menunggu waktu yang sangat lama untuk memperoleh barang yang diinginkanya. hal ini membedakan bahwa keinginan barang untuk

10

Lihat lampiran untuk mencari ttabel dengan nilai df = 29

11

Lihat lampiran hasil wawancara pada beberapa informan

ℎ� ��= . √ − . ℎ� ��= . . √ . �ℎ� ��= .. �ℎ� ��= .

memilikinya tergantung pada dimana tingkat status sosial ekonomi orang tua yang didapatkanya apakah tingktan tinggi, menengah, ataupun bawah.

Dalam analisa wawancara ini dapat disimpulkan bahwa mahasiswi akan dibelikan langsung dalam artian intensitas waktu yang singkat untuk memperoleh barang apabila orang tua tersebut memiliki banyak uang untuk untuk membelikan barang yang diinginkan anaknya seperti yang diinginkanya.

Sebaliknya dibelikanya dalam waktu yang lama atau bahkan tidak dibelikan apabila orang tua tidak memiliki atau cukup banyak uang hal ini yang mahasiswi akan menabungkan uang sendiri dari uang saku yang pas-pasan untuk membeli barang yang diinginkanya.

2. Deskripsi Perilaku Konsumtif

Mahasiswi akan melakukan pembelian secara tiba-tiba atau pembelian impulsif jika mengunjungi tempat-tempat belanja seperti mal, mini market, dan tempat belanja lainya hal ini karena ada ketertarikan dan kepuasan sendiri ketika membeli produk yang membuat menarik hati. Hal ini yang menganggap mahasiswi itu merasakan boros dalam mengelola keuangan.

Dalam mengisi waktu luang ketika tidak ada kegiatan diluar kuliah dan menghilangkan kejenuhan mahasiswi akan mencari tempat hiburan untuk mencari kesenangan sesaat seperti menonton bioskop, pergi ketempat wisata, dan nongkrong dengan teman-teman yang semua kegiatan itu mengeluarkan uang yang mereka dapatkan dari orang tua.

Dengan adanya media sosial atau internet kemudian mal serta mini market yang menjamur mahasiswi akan mengetahui produk-produk yang dia inginkan sehingga banyak mahasiswi ingin membelinya hal ini yang menyebabkan banyak mahasiswi berperilaku boros.

Dari hasil wawancara menunjukan bahwa perilaku konsumtif didasari oleh kepemilikan harta yang berupa uang kemudian uang tersebut

dibelanjakan untuk kegiatan yang sifatnya kurang manfaat seperti membeli yang nilai manfaatnya kurang, membeli karena menarik hati, dan mencari kesenanangan yang menjadikan pemborosan.

3. Hasil Analisa dari Wawancara mengenai Status Sosial Ekonomi dengan Perilaku Konsumtif

Dari lima informan yang peneliti tanyakan pada mahasiswi, pada ke-empat mahasiswi sesuai dengan hasil uji korelasi sebelumnya yaitu dimana jika mahasiswi status sosial ekonominya tinggi maka semakin tinggi pula perilaku konsumtif mahasiswi sebaliknya jika status sosial ekonomi orang tua rendah maka rendah pula perilaku konsumtif mahasiswi. Dari keempat mahasiswi tersebut 1 adalah mahasiswi yang orang tuanya pekerjaanya PNS dan satunya adalah pengusaha yang gajinya perbulan sekitar Rp 10 juta dan keduanya positif memiliki perilaku konsumtif.

Selanjutnya dari dua mahasiswi yang orang tuanya hanya tamatan Sekolah Menengah Pertama, mahasiswi ini cenderung negatif dalam berperilaku konsumtif hal ini karena membelikan uang saku mereka yang pas-pasan untuk kebutuhan yang sifatnya lebih utama, dan mahasiswi ini berfikir yang rasional untuk membelikan sesuatu yang sifatnya kurang penting.

Sedangkan untuk mahasiswi yang terakhir dimana orang tua hanya lulusan SMP dengan gaji orang tua hanya mencukupi untuk membayar kuliah memiliki perilaku konsumtif, hal ini karena mahasiswi ini sering meminjam uang pada teman-temanya untuk menutupi kekurangan, mahasiswi seperti ini boros karena pengaruh pada pergaulan dimana anggota kelompok pertemenan sangat pengaruh pada perilaku konsumtifnya mahasiswi ini dipengaruhi karena faktor konformitas atau menyesuaikan diri dengan anggota kelompok yang lain.

F. Pembahasan Hasil Penelitian

Mahasiswi merupakan kaum terpelajar yang secara dominan belum bekerja dan masih dalam kegiatan konsumsinya mengandalkan dari pemberian orang tua seperti uang saku, pembayaran uang kuliah, konsumsi kebutuhan pribadi dan lain-lain. peran keluarga ini sangat erat kaitanya dengan keputusan pembelian. Ujang Sumarwan mengatakan ”keluarga menjadi daya Tarik bagi para pemasar, karena keluarga memiliki pengaruh bagi para konsumen”.12

Pengaruh anggota keluarga inilah akan menentukan dan mempengaruhi perilaku pembelian apakah dalam pembelian sifatnya konsumtif yaitu pembelian secara irasional yang cenderung boros atau rasional yaitu pembelian atas dasar mempertimbangkan kemanfaatanya.

Pembelian irasional dan rasional dipengaruhi oleh faktor status sosial ekonomi orang tua itu sendiri jika status sosialnya itu tinggi maka semakin besar mahasiswi berperilaku konsumtif, sebaliknya jika jika status sosialnya rendah maka individu itu akan berperilaku tidak konsumtif. Pengukuran status sosial ekonomi orang tua penulis menggunakan lima aspek yaitu pendidikan, pekerjaan, pendapatan, konsumsi keluarga, dan kepemilikan harta benda. Hasil pengukuran status sosial ekonomi keluarga mahasiswi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (P.IPS) UIN Syarif Hidayatullah sebagai berikut:

Tabel 4.20

Pengukuran Status Sosial Ekonomi Orang Tua Berdasarkan Item Yang diajukan

No Kategori

Pengukuran

Frekuensi dari total Jumlah Item Varibel X Persentase (%) 1 Kategori 1 93 18.8 2 Kategori 2 102 20.6 3 Kategori 3 157 31.7 4 Kategori 4 109 22 5 Kategori 5 35 7.1

Jumlah 496 (Item Soal) 100

12

Ujang Sumarwan, Perilaku Konsumen Teori dan Penerapanya dalam Pemasaran,

Kategori pengukuran tersebut dibagi lima dasar pengukuran

1. Kategori Pertama memiliki arti bahwa keluarga tersebut dari segi pendidikan sangat rendah yaitu menempuh tingkat SD (Sekolah Dasar)/MI (Madrasah Ibtidaiyah), kemudian untuk tingkat sebagai pegawai serabutan atau ibu rumah tangga, selanjutnya untuk tingkat pendapatan keluarga hanya sebesar Rp 1.800.000,00. untuk kegiatan konsumsinya kurang dari Rp 50.000/hari untuk harta kendaraan yang dimilikinya tidak mempunyai.

2. Kategori Ke-dua memiliki arti bahwa keluarga tersebut dari segi pendidikan yaitu menempuh SMP (Sekolah Menengah Pertama)/MTS (Madrasah Tsanawiyah), kemudian untuk tingkat pekerjaan sebagai pegawai wiraswasta, selanjutnya untuk tingkat pendapatan keluarga hanya sebesar Rp 1.800.000,00 – Rp 3.000.000,00. untuk kegiatan konsumsinya dari Rp 50.000, – Rp 150.000,00/hari untuk harta kendaraan seperti sepeda.

3. Kategori Ke-tiga memiliki arti bahwa keluarga tersebut dari segi pendidikan yaitu menempuh SMA(Sekolah Menengah Atas)/SMK (Sekolah Menengah Kejuruan), kemudian untuk tingkat pekerjaan sebagai pegawai swasta, selanjutnya untuk tingkat pendapatan keluarga hanya sebesar Rp 3.000.001,- Rp 4.800.000,00. untuk kegiatan konsumsinya dari Rp 150.000, – Rp 250.000,00/hari untuk harta kendaraan seperti sepeda motor.

4. Kategori Ke-empat memiliki arti bahwa keluarga tersebut dari segi pendidikan yaitu menempuh diploma, kemudian untuk tingkat pekerjaan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), selanjutnya untuk tingkat pendapatan keluarga hanya sebesar Rp 4.800.001,- Rp 7.200.000,00. untuk kegiatan konsumsinya dari Rp 250.000, – Rp 350.000,00/hari untuk harta kendaraan seperti sepeda mobil.

5. Kategori Ke-lima memiliki arti bahwa keluarga tersebut dari segi pendidikan yaitu menempuh sarjan, kemudian untuk tingkat pekerjaan sebagai pejabat pemerintah, selanjutnya untuk tingkat pendapatan keluarga lebih dari Rp 7.200.000,00. untuk kegiatan konsumsinya lebih dari Rp 350.000,00/hari untuk harta kendaraan seperti sepeda mobil atau sepeda motor.

Perlu diktahui bahwa dari kategori itu tidak semuanya linear dari segi ke-lima aspek pengukuran status sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, pendapatan, tingkat konsumsi, dan harta benda), akan tetapi penulis mengeneralisasikan menjadi lima kategori untuk melihat data dari status sosial ekonomi orang tua, dengan perincian kategori pertama sebesar 18.8%, kategori ke-dua 20.6%, kategori ke-tiga 31.7%, kategori ke-empat 22.0%, kelima 7.1%.

Dari status sosial ekonomi orang tua mahasiswi inilah akan berhubungan dengan perilaku pembelian apakah pembelian itu sifatnya rasional atau cenderung kearah perilaku konsumtif dalam pengukuran dalam perilaku konsumtif mahasiswi, penulis menyusun 4 aspek dari para ahli yang telah dikemukakan yaitu pembelian impulsif, pemborosan (Wasteful Buying), Kegiatan konsumsi untuk memanfaatkan waktu luang, dan mudahnya mendapatkan produk yang diingkan. Dari 4 aspek ini bisa dilihat dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Tabel 4.21

Pengukuran Perilaku Konsumtif Berdasarkan Item Yang diajukan

No Katerori Pengukuran Frekuensi dari jumlah

total item Persentase (%)

1 Sangat Tidak Setuju 13 2.2

2 Tidak Setuju 125 21.2

3 Kurang Setuju 220 37.4

4 Setuju 191 32.4

5 Sangat Setuju 40 6.8

Untuk melihat besarnya hubungan antara variabel X yaitu varibel status sosial ekonomi orang tua dengan variabel Y yaitu perilaku konsumtif penulis menggunakan rumus product moment untuk menghitung nilai korelasinya dimana rhitung diperoleh sebesar rxy = 0.642 kemudian membandingkan besarnya rtabel dengan taraf signifikansi 5% yaitu sebesar 0.355 hal ini menunjukan bahwa rhitung > rtabel (0.642>0.355), kemudian dihitung nilai determinasi yaitu sebesar 41.24 %, sedangkan untuk uji t didapat thitung sebesar 4.51 dan ttabel dengan d.f = 31 - 2 = 29 pada taraf signifikansi 5% adalah 2.04 hal ini menunjukan bahwa t hitung > ttabel (4.51>2.04) hal ini maka hipotesis Ha

diterima sedangkan Ho ditolak. Dengan demikian terdapat hubungan yang kuat13 yaitu sebesar 41.24% antara status sosial ekonomi orang tua dengan perilaku konsumtif mahasisiwi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (P.IPS) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Hubungan ini juga diperkuat dari wawancara dari beberapa mahasiswi yang peneliti pilih karena memiliki orang tua dengan tingkat status sosial ekonomi tinggi. Yang mengatakan bahwa sering melakukan pemborosan dalam mengisi waktu luang untuk berbelanja yang sifatnya kurang penting dan mengisi waktu luang yang sering mengeluarkan uang sebagai salah satu untuk mencapai kesenangan sesaat. Berbanding terbalik dengan mahasiswi yang status sosialnya rendah, dimana cenderung untuk hemat dalam membeli sesuatu dan berfikir untuk hari esoknya sehingga mahasiswi yang seperti ini berfikir keras untuk bagaimana bertahan hidup.

Status sosial orang tua pada dasarnya sangat mempengaruhi perilaku konsumen pada anaknya peran keluarga inilah yang menyebabkan anak itu akan berfikir rasional atau bahkan irasional tergantung pada tingkat status sosial orang tua mahasiswi, dalam mengkonsumsi barang. Peran anggota kelompok pertemenan juga sangat dominan untuk mempengaruhi mahasiswi berperilaku konsumtif, hal ini penulis mengetahui dari hasil beberapa wawancara pada beberapa informan mahasiswi.

13

G. Kritik Hipotesis

Dalam bab sebelumnya pada pengujian hipotesis yang menggunakan rumus product moment diketahui rhitung sebesar 0.642 yang kemudian dibandingkan dengan rtabel dengan taraf signifikansi 5% sebesar 0.355 hal ini

terbukti bahwa hipotesis Ha diterima dan Ho ditolak, kemudian dihitung dengan nilai determinasi sebesar 41.24%14 hal ini terdapatkan hubungan antara variabel X dengan Y.

Dengan adanya pengujian determinasi tersebut berarti memiliki hubungan tersebut tidak sampai 100% ada nilai yang hilang yaitu sebesar 58.76% ini menandakan bahwa perilaku konsumtif memiliki hubungan selain variabel status sosial ekonomi orang tua atau variabel lain, meskipun nilai rhitung kuat15

yaitu sebesar 0.642 akan tetapi variabel status sosial ekonomi orang tua bukan satu-satunya mahasiswi berperilaku konsumtif atau perilaku boros.

H. Analisa Mengenai Kerangka Konseptual dan Teori Temuan

Mahasiswi yang sebagian besar belum bekerja dan masih mengandalkan orang tua dalam kegiatan konsumsinya, hal ini yang akan berpengaruh perilaku dari seorang mahasiswi itu sendiri, perilaku konsumtif yang identik dengan perilaku pemborosan dalam pembelian barang yang sifatnya tidak irasional atau tidak masuk akal ini yang disebut menyia-nyiakan uang ataupun produk atau mubadzir hal ini yang melekat pada mahasiswi yang berperilaku konsumtif.

Dalam perilaku konsumtif mahasiswi juga dipengaruhi oleh status sosial ekonomi orang tua yaitu sebesar 41.24% berdasarkan pengujian hipotesis sebelumnya, status sosial ekonomi diukur dari tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, kepemilikan harta benda, dan tingkat konsumsi keluarga. Yang akan mempengaruhi perilaku pembelian. Jika status sosial orang tua

14

Lihat bab 5 dalam perhitungan nilai determinasi 15

mahasiswi tinggi maka akan tinggi perilaku konsumtif sebaliknya jika status sosial orang tua rendah maka akan semakin rendah juga perilaku konsumtifnya. Dari pengujian yang dilakukan pada bab sebelumnya dari kerangka konseptual pada bab 2 kemudian ditemukan sebagai berikut:

Gambar 5.1

Kerangka Berpikir dan Teori Temuan

Dari gambar tersebut terlihat bahwa terdapat hubungan dari variabel lain yang menyebabkan mahasiswa berperilaku konsumtif seperti konformitas, atau pengaruh teman bermain menyebabkan perilaku konsumtif dan selain konformitas tidak menutup kemungkinan ada pengaruh lain yang penulis tidak memfokuskan penelitian tersebut.

Perilaku Konsumtif a. Pembelian Impulsif (impulsive buying) b. Pemborosan (wasteful buying) c. Mencari kesenangan (non rational buying)

Status Sosial Ekonomi Orang Tua b. Pekerjaan a. Pendidikan c. Pendapatan e. Kepemilikan Harta Benda Tingkat Hubungan (X dengan Y) d. Konsumsi Keluarga d. Mendapatkan produk dengan mudah Kuat (41.24%) hlm.67 Tingkat Hubungan variabel lain dengan

Y

Terdapat hubungan dengan variabel lain

sebesar 58.76% Peran Gender Masih Mempengaruhi Berdasarkan wawancara pengaruh teman bermain menjadi faktor perilaku konsumtif

I. Perspektif Peneliti mengenai Hubungan Status Sosial Ekonomi

Orang Tua dengan Perilaku Konsumtif

Hubungan antara status sosial ekonomi orang tua akan berdampak pada perilaku pembelian anak, maka orang tua harus mengajarkan kepada anaknya untuk membeli barang atau perilaku konsumsinya secara rasional dan tidak mengarah yang irasional atau pembelian yang sifatnya tidak masuk akal dan tidak dibutuhkan sehingga seorang anak akan pandai dalam mengatur keuangan kelak nanti setalah berkeluarga.

Berdasarkan pengamatan peneliti dalam pergaulanya mahasiwi membentuk kelompok dalam interaksi sosialnya dimana dalam membentuk kelompok ini peneliti menyimpulkan bahwa memiliki kesamaan atau identik pada status sosial mereka jika anak tersebut memiliki status sosialnya tinggi maka akan berkumpul dengan gengs atau group yang anggotanya memiliki status sosialnya tinggi.

Selanjutnya pada kelompok tersebut mahasiswi sering membicarakan tentang produk atau barang terbaru sehingga timbul rasa ingin membelanjakan uang saku tersebut untuk membelanjakan barang tersbut.Kepemilikan status sosial ekonomi pada keluarga inilah sangat mempengaruhi perilaku mahasiswa dalam gaya hidup (life style).

Dengan adanya hubungan diantara kedua variabel X dengan Y hal ini manandakan bahwa status sosial akan mempengaruhi perilaku pembelian seseorang demi menjaga citra diri seseorang seperti yang dikemukakan Bagong Suyanto bahwa:

“Masyarakat konsumsi, dalam banyak hal tidak akan pernah terpuaskan dan tidak akan mampu memuaskan kebutuhan konsumsi mereka, semata demi satu perbedaan, sehingga masyarakat seperti ini akan melahirkan masyarakat consumer yang rakus dan mengidap ketidakpuasan tanpa henti atau tidak akan berakhir. Konsumsi yang dikembangkan masyarakat kapitalis, pada dasarnya bukan tujuan untuk mencari kenikmatan dan kemanfaatnya saja, melainkan untuk tujuan memperoleh perbedaan, karena melalui

perbedaan itulah masyarakat memiliki status sosial dan makna sosial”.16

Teori ini membuktikan bahwa individu khususnya perempuan memiliki perilaku konsumtif guna untuk menjaga citra dan status sosialnya yang bisa dikatakan tinggi guna untuk menjaga kelas atau status yang didapatkan agar terlihat berbeda dengan kelompok sosial yang memiliki kelas sosial dibawahnya.

16

Bagong Suyanto, Sosiologi Ekonomi Kapitalisme dan Konsumsi di Era Masyarakat Post modernism, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2013), h.112

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Tinggi rendahnya status sosial akan berhubungan dengan adanya perilaku pembelian seseorang apakah itu pembelian sifatnya pemborosan atau tidak. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi status sosial ekonomi orang tua mahasiswi akan berhubungan dengan perilaku konsumtif. Perilaku konsumtif terjadi karena pemberian uang saku dari orang tua yang dapat dibelikan sesuatu sifatnya lebih dari cukup kemudian mahasiswi memanfaatkan pemberian uang saku untuk pembelian impulsif, membeli produk yang kurang manfaatnya (Wasteful Buying), memanfatkan waktu luang untuk kegiatan konsumsi, dan mudahnya mendapatkan produk.

Dari pengolahan data yang didapat pada uji korelasi menunjukan terdapat korelasi atau hubungan antara status sosial ekonomi orang tua dengan perilaku konsumtif, hasil korelasi menggunakan rumus Product Moment menghasilkan rxy sebesar 0.642, selanjutnya pada taraf signikansi 5% kemudian dibandingkan dengan r tabel yaitu sebesar 0.355, yang menunjukan rxy > rtabel, dari penelitian ini dapat disimpulkan antara variabel status sosial ekonomi orang tua dengan perilaku konsumtif mahasiswi mempunyai korelasi yang Kuat. Kemudian mencari nilai Determinasi yang diperoleh 41.24% sedangkan uji t terdapat thitung yaitu sebesar 4.511 yang dibandingkan dengan ttabel dimana

tingkat signifikansinya alpha = 5% dan derajat kebebasan df = n-2 atau df =31-2=29 yang diperoleh ttabel sebesar 2.04 artinya terdapat hubungan yang

kuat antara status sosial ekonomi orang tua dengan perilaku konsumtif mahasiswi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (P.IPS) UIN Jakarta. Dengan demikian hipotesis Ha diterima dan Ho ditolak.

Kesimpulan dari penelitian ini menggambarkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara status sosial ekonomi orang tua dengan perilaku

konsumtif mahasiswi pendidikan Ilmu pengetahuan Sosial (P.IPS) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Artinya semakin tinggi tingkat status sosial ekonomi orang tua maka semakin tinggi perilaku konsumtif mahasiswi.

B. Saran

Saran dalam kontribusi penelitian ini yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut:

a. Setiap mahasisiwi bisa mengontrol diri baik mahasiswi yang status tinggi maupun yang status sosialnya rendah dalam melakukan pembelian yang sifatnya irasional sebelum melakukan pembelian atau kegiatan konsumsi lainya sebaiknya melakukan perencanaan dahulu agar tidak terjebak kearah perilaku pemborosan.

b. Jangan tergiur oleh strategi pemasaran dan pertimbangkan terlebih dahulu sebelum membeli produk jangan sampai terjebak perilaku pembelian yang sifanya impulsif.

c. Gunakanlah waktu luang untuk kegiatan yang bermanfaat jangan sampai mengeluarkan uang anda untuk kegiatan konsumsi yang sifatnya tidak penting.

d. Hati-hati untuk anda yang merasa bahwa status sosial ekonomi orang tua anda , anda juga dapat terjebak ke arah perilaku konsumtif salah satunya yang peneliti temukan adalah faktor pengaruh teman bergaul (konformitas).

Mudah-mudahan apa yang anda baca dari skripsi ini akan menjadi orang yang berkecukupan dan tidak berlebihan dalam gaya hidup (life style).

Konsumtif Mahasiswi”,Skripsi pada Program Sarjana FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2014

Ancok, Djalaludin. Nuansa Psikologi Pembangunan.Yogjakarta : Pustaka Pelajar, 1995, Cetakan Pertama

Badan Pusat Statistik, Laporan Bulanan Data Status Sosial Ekonomi,Edisi 59, Jakarta : BPS,2015 diunduh dari http://bps.go.id/publikasi/view/1213 pada

Dokumen terkait