• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN

D. PEMBAHASAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Hasil pengujian hipotesis pertama menggunakan anava tiga jalan dengan sel tak sama

menunjukkan harga p-value sebesar 0,046, sehingga Ho (model pembelajaran tidak berpengaruh

terhadap prestasi kognitif) ditolak. Jadi model pembelajaran CTL menggunakan media lingkungan dan internet memberikan pengaruh yang berbeda terhadap prestasi kognitif. Sementara itu pada

prestasi afektif diperoleh p-value sebesar 0,376, sehingga Ho (model pembelajaran tidak

berpengaruh pada prestasi afektif) diterima. Jadi model pembelajaran tidak berpengaruh terhadap prestasi afektif. Dari uji lanjut anava, pembelajaran model CTL menggunakan media lingkungan berpengaruh kearah lebih tinggi terhadap prestasi belajar kognitif, sedangkan dengan pembelajaran model CTL menggunakan media internet berpengaruh lebih rendah terhadap prestasi belajar kognitif.

Pembelajaran kontekstual (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Media pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi dan digunakan untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Pembelajaran adalah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar, dan bahan ajar. Dapat dikatakan bahwa, bentuk komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana untuk menyampaikan pesan. Bentuk-bentuk stimulus dapat dipergunakan sebagai media, diantaranya adalah hubungan atau interaksi manusia, realitas, gambar bergerak atau tidak, tulisan dan suara yang direkam. Maka dengan kelima bentuk stimulus ini, akan membantu pembelajar mempelajari bahan pelajaran.

Dilihat dari skor prestasi belajar, siswa dengan model CTL menggunakan media lingkungan mempunyai prestasi lebih baik dibandingkan dengan siswa dengan model CTL menggunakan media internet. Hal ini karena siswa yang menggunakan media lingkungan dapat melihat secara

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

fisik benda-benda yang mengandung bahan-bahan kimia dalam kehidupan sehari-hari sehingga lebih memahami materi pelajaran secara mendalam.

Pada kedua model pembelajaran ini juga menerapkan kerja sama dalam kelompok dimana tiap anggota kelompok akan bekerja sama saling membantu yang dapat

menumbuhkan kepedulian dan empati antar teman, saling menghargai, dan juga

meningkatkan kemandirian dalam menyelesaikan tugas dan membentuk pribadi yang jujur dalam diri tiap-tiap siswa. Hal itulah yang menyebabkan kedua model pembelajaran tidak ada pengaruhnya secara signifikan terhadap prestasi afektif.

2. Hipotesis Kedua

Hasil pengujian hipotesis kedua menggunakan anava tiga jalan dengan sel tak sama

menunjukkan harga p-value sebesar 0,002, sehingga Ho (sikap ilmiah tinggi dan rendah

tidak berpengaruh terhadap prestasi kognitif) ditolak. Jadi sikap ilmiah tinggi dan rendah memberikan pengaruh yang berbeda terhadap prestasi kognitif. Sementara itu pada prestasi

afektif diperoleh p-value sebesar 0,019, sehingga Ho (sikap ilmiah tinggi dan rendah tidak

berpengaruh terhadap prestasi kognitif) ditolak. Jadi sikap ilmiah tinggi dan rendah memberikan pengaruh yang berbeda terhadap prestasi afektif. Sedangkan pada uji lanjut anava, baik kognitif maupun afektif, garis biru, ada yang melewati garis merah, berarti sikap ilmiah berpengaruh signifikan terhadap prestasi belajar kimia. Pada gambar tersebut terlihat bahwa sikap ilmiah tinggi berpengaruh kearah lebih tinggi terhadap prestasi belajar,

sedangkan sikap ilmiah rendah berpengaruh lebih rendah terhadap prestasi belajar.

Prestasi belajar dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor intern dan faktor ekstern, salah satunya adalah sikap ilmiah. Sikap ilmiah merupakan faktor intern siswa. Sikap ilmiah dalam penelitian ini adalah sikap yang diwujudkan dalam bentuk perilaku aktual yang bersifat keilmuan terhadap stimulus tertentu. Adapun ciri-ciri siswa yang memiliki sikap

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ilmiah tinggi adalah memiliki rasa ingin tahu yang besar, mau menerima gagasan baru, memiliki kejujuran, memiliki rasa kerendahan hati, Obyektif, mampu bekerjasama dengan baik, teliti, berpikir positif atas kegagalan, bertanggung jawab. Sikap ilmiah sesuai dengan ciri-ciri diatas dapat mempengaruhi tinggi dan rendahnya prestasi belajar. Maka sesuai dengan hasil penelitian bahwa siswa yang sikap ilmiah tinggi mempunyai prestasi belajar lebih tinggi dari pada siswa yang memiliki sikap ilmiah rendah.

3. Hipotesis Ketiga

Hasil pengujian hipotesis ketiga menggunakan anava tiga jalan dengan sel tak sama

menunjukkan harga p-value sebesar 0,034, sehingga Ho (aktivitas belajar tinggi dan rendah tidak

berpengaruh terhadap prestasi kognitif) ditolak. Jadi aktivitas belajar tinggi dan rendah memberikan pengaruh yang berbeda terhadap prestasi kognitif. Sementara itu pada prestasi

afektif diperoleh p-value sebesar 0,039, sehingga Ho (aktivitas belajar tinggi dan rendah tidak

berpengaruh terhadap prestasi kognitif) ditolak. Jadi aktivitas belajar tinggi dan rendah

memberikan pengaruh yang berbeda terhadap prestasi afektif. Sedangkan pada uji lanjut anava, baik kognitif maupun afektif, garis biru, ada yang melewati garis merah, berarti aktivitas belajar berpengaruh signifikan terhadap prestasi belajar kimia. Pada gambar tersebut terlihat bahwa aktivitas belajar tinggi berpengaruh kearah lebih tinggi terhadap prestasi belajar, sedangkan aktivitas belajar rendah berpengaruh kearah lebih rendah terhadap prestasi belajar.

Hasil penelitian sesuai dengan teori belajar bahwa aktivitas belajar siswa sebagai faktor intern yang berpengaruh terhadap prestasi belajar kimia. Tingkat aktivitas siswa yang berbeda mempunyai pengaruh yang berbeda pula terhadap prestasi belajar. Piaget dalam Ratna Wilis Dahar (1989;149) menjelaskan bahwa anak itu berpikir sepanjang ia berbuat, tanpa perbuatan anak itu tidak berpikir, agar anak berpikir sendiri maka harus diberi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dalam kehidupan sehari-hari dengan mengalami dan menemukan sendiri pengetahuan mereka.

Hal ini berarti siswa dengan pembelajaran model CTL media lingkungan maupun media internet yang mempunyai aktivitas tinggi mempunyai prestasi lebih baik dibandingkan siswa yang mempunyai aktivitas rendah.

4. Hipotesis Keempat

Hasil analisis anava tiga jalan (General Linier Model) pada hipotesis keempat untuk

prestasi kognitif diperoleh p - value = 0,046 < a (0,05), maka H0 Tidak ada interaksi antara media pembelajaran dan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar kognitif ditolak, artinya ada interaksi antara media pembelajaran dan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar kognitif. Untuk prestasi afektif

diperoleh p – value = 0,682 > a (0,05), makaH0 Tidak ada interaksi antara media pembelajaran dan

sikap ilmiah terhadap prestasi belajar afektif diterima, artinya tidak ada interaksi antara media pembelajaran dan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar kognitif Sedangkan pada uji lanjut anava untuk prestasi kognitif terlihat bahwa nilai mean pada model CTL menggunakan media lingkungan prestasi belajarnya lebih baik daripada model CTL menggunakan media internet, faktor sikap ilmiah tinggi lebih efektif pengaruhnya terhadap prestasi belajar kimia materi bahan-bahan kimia dalam kehidupan sehari-hari.

Adanya interaksi antara media pembelajaran dengan sikap ilmiah dapat dijelaskan sebagai berikut. Berdasarkan hipotesis pertama, pembelajaran kimia menggunakan model CTL

menggunakan media lingkungan lebih baik dari pada menggunakan model CTL menggunakan media internet terhadap prestasi belajar. Adapun pada hipotesis kedua sikap imiah tinggi dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa, terbukti siswa yang mempunyai sikap ilmiah tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan sikap ilmiah rendah. Media pembelajaran dan sikap ilmiah mempengaruhi prestasi belajar secara bersama, sehingga ada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

interaksi antara keduanya, karena keduanya mendukung pembelajaran model CTL. Sedangkan pada prestasi afektif, tidak ada interaksi antara model pembelajaran dengan sikap ilmiah siswa. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada kedua model pembelajaran ini juga menerapkan kerja sama dalam kelompok dimana tiap anggota kelompok akan bekerja sama saling membantu yang dapat

menumbuhkan kepedulian dan empati antar teman, saling menghargai, dan juga meningkatkan kemandirian dalam menyelesaikan tugas dan membentuk pribadi yang jujur dalam diri tiap-tiap siswa.

5. Hipotesis Kelima

Hasil analisis anava tiga jalan (General Linier Model) pada hipotesis kelima untuk

prestasi kognitif diperoleh p - value = 0,505 > a (0,05), maka H0 Tidak ada interaksi antara

media pembelajaran dan aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar kognitif tidak ditolak, artinya tidak ada interaksi antara media pembelajaran dan aktivitas belajar siswa

terhadap prestasi belajar kognitif. Sedangkan pada prestasi afektif diperoleh p – value =

0,408 > a (0,05), maka H0 Tidak ada interaksi antara media pembelajaran dan aktivitas

belajar siswa terhadap prestasi belajar afektif tidak ditolak, artinya tidak ada interaksi antara media pembelajaran dan aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar afektif.

Tidak adanya interaksi antara media pembelajaran dengan aktivitas belajar siswa disebabkan oleh banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi proses pencapaian prestasi belajar baik intern maupun ekstern siswa. Peneliti tidak dapat mengontrol faktor-faktor tersebut diluar kegiatan belajar mengajar.

Menurut teori konstruktivisme pengetahuan dibentuk secara aktif oleh seseorang yang sedang belajar. Seseorang tidak akan menyerap pengetahuan dengan pasif dalam membangun suatu pengetahuan baru. Dalam pembelajaran siswa akan berinteraksi langsung dengan lingkungan dan berkomunikasi dengan temannya sehingga diperoleh pengalaman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

baru. Hal ini sesuai dengan pendapat Piaget maka pengalaman baru tersebut diasimilasi dan dimodifikasi sehingga cocok dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki siswa. Dengan demikian tidak ada interaksi antara media pembelajaran dengan aktivitas belajar siswa.

6. Hipotesis Keenam

Hasil analisis anava tiga jalan (General Linier Model) pada hipotesis keenam untuk

prestasi kognitif diperoleh p - value = 0,505 > a (0,05), maka H0 Tidak ada interaksi antara sikap

ilmiah dan aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar kognitif tidak ditolak, artinya tidak ada interaksi antara sikap ilmiah dan aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar kognitif.

Sedangkan untuk prestasi afektif diperoleh p - value = 0,063 > a (0,05), maka H0 Tidak ada

interaksi antara sikap ilmiah dan aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar afektif tidak ditolak, artinya tidak ada interaksi antara sikap ilmiah dan aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar afektif.

Siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi dan aktivitas belajar tinggi akan memiliki prestasi belajar kimia yang lebih tinggi dibandingkan siswa yang mempunyai sikap ilmiah rendah dan aktivitas belajar rendah, tetapi didalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa tidak ada interaksi antara sikap ilmiah dan aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia. Hal ini dimungkinkan banyak faktor yang dapat mempengaruhi proses pencapaian prestasi belajar baik intern maupun ekstern siswa diluar faktor sikap ilmiah dan aktivitas belajar siswa yang digunakan dalam penelitian ini. Peneliti tidak dapat mengontrol faktor-faktor tersebut diluar kegiatan belajar-mengajar. Dengan demikian tidak ada interaksi antara sikap ilmiah dan aktivitas belajar siswa.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

7. Hipotesis Ketujuh

Hasil analisis anava tiga jalan (General Linier Model) pada hipotesis ketujuh untuk

prestasi kognitif diperoleh p - value = 0,276 > a (0,05), maka H0 tidak ada interaksi antara

media pembelajaran, sikap ilmiah, dan aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar kognitif tidak ditolak, artinya tidak ada interaksi antara media pembelajaran, sikap ilmiah, dan aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar kognitif. Sedangkan untuk prestasi

afektif diperoleh p - value = 0,349 > a (0,05), maka H0 tidak ada interaksi antara media

pembelajaran, sikap ilmiah, dan aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar afektif tidak ditolak, artinya tidak ada interaksi antara media pembelajaran, sikap ilmiah, dan aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar afektif.

Tidak adanya interaksi antara media pembelajaran, sikap ilmiah, dan aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia dapat dijelaskan sebagai berikut. Berdasarkan hipotesis pertama, siswa yang memperoleh pembelajaran kimia menggunakan model CTL

menggunakan media lingkungan mempunyai prestasi belajar kimia yang lebih baik dari pada menggunakan model CTL menggunakan media internet. Pada hipotesis kedua siswa yang mempunyai sikap imiah tinggi mempunyai prestasi belajar kimia yang lebih baik

dibandingkan siswa yang mempunyai sikap ilmiah rendah. Sedangkan hipotesis yang ketiga siswa yang mempunyai aktivitas belajar tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan siswa yang mempunyai aktivitas belajar rendah.

Apapun media yang digunakan, baik media lingkungan maupun media internet, siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi maupun aktivitas tinggi mempunyai prestasi belajar kimia yang lebih baik.sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi interaksi antara media pembelajaran, sikap ilmiah dan aktivitas belajar siswa. Hal ini disebabkan karena banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi proses pencapaian prestasi belajar baik intern maupun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ekstern siswa diluar faktor sikap ilmiah dan aktivitas belajar siswa yang digunakan dalam penelitian ini. Peneliti tidak dapat mengontrol faktor-faktor tersebut diluar kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian tidak ada interaksi antara media pembelajaran, sikap ilmiah, dan aktivitas belajar siswa.

Dokumen terkait