• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Dalam dokumen PEMBERIAN KRIM EKSTRAK JAGUNG UNGU (Halaman 89-98)

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

6.1. Subyek Penelitian

Untuk menguji pemberian ekstrak jagung ungu terhadap peningkatan kolagen dan penurunan MMP-1, maka dilakukan penelitian eksperimental dengan rancangan Randomized Post Test Only Control Group Design, menggunakan 36 ekor tikus Wistar jantan sehat dengan berat 150 - 160 gram dan berumur 10 – 12 minggu sebagai sampel, yang terbagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu kelompok kontrol (dipapar sinar UV- B+plasebo) dan kelompok perlakuan (dipapar sinar UV- B + krim ekstrak jagung ungu).

Pada penelitian ini menggunakan tikus wistar ( Rattus norvegicus) karena memiliki banyak keuntungan, yaitu tidak mahal, mudah didapat, hanya membutuhkan sedikit ruang , makan dan minum, mudah dalam pemeliharaan dan dapat diubah secara genetik . Usia yang dipilih berkisar 10-12 minggu, karena pada usia ini tikus memiliki persamaan dengan usia manusia dewasa dan belum mengalami penuaan intrinsik (Bhattacharya dan Thomas, 2004; Bartke, 2005). Jenis kelamin yang dipilih adalah tikus jantan agar tidak terpengaruhi siklus estrus dan kehamilan (hormonal).

6.2. Distribusi dan Homogenitas Data Hasil Penelitian

Data hasil penelitian berupa kolagen dan MMP-1 sebelum dianalisis lebih lanjut, terlebih dahulu diuji distribusi dan variannya. Untuk uji distribusi

digunakan uji Shapiro Wilk, yaitu untuk mengetahui normalitas data dan uji homogenitas dengan uji Levene test. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa masing-masing kelompok berdistribusi normal dan homogen (p > 0,05).

6.3. Pengaruh Pemberian Ekstrak Jagung Ungu 6.3.1. Kadar MMP-1

Pada penelitian ini pemberian paparan sinar UV-B pada kelompok perlakuan 1 selama empat minggu dengan dosis total 840 mJ/cm2 menyebabkan terjadinya peningkatan kadar MMP-1 yang bermakna dibandingkan dengan kelompok perlakuan 2. Rerata MMP-1 kelompok perlakuan 1 adalah 3,220,47 dan rerata kelompok perlakuan 2 yang diberikan krim ekstrak jagung ungu adalah 1,900,86. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa nilai t = 5,71 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata MMP-1 pada kedua kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05).

Matriks metaloproteinase adalah suatu zinc-dependent endopeptidase, suatu enzim yang bertanggung jawab dalam degradasi jaringan ikat dermis. Matriks metaloproteinase terlibat dalam berbagai aktivitas proteolitik baik dalam keadaan fisiologis maupun patologis seperti embriogenesis, penyembuhan luka, inflamasi, angiogenesis, dan kanker (Quan et al., 2009). Matriks metaloproteinase pada kulit yang paling banyak dipicu pembentukannya oleh paparan sinar UV adalah MMP-1 dan paling bertanggung jawab terhadap pemecahan kolagen. Disamping oleh paparan sinar UV, kadar MMP-1 juga meningkat dengan

bertambahnya usia, hal ini akan mengakibatkan fragmentasi dan disorganisasi susunan serat kolagen pada dermis (Seltzer dan Eisen, 2003 ; Fisher et al., 2009).

Paparan sinar UV pada kulit, akan menimbulkan stres oksidatif dan ini akan mengaktivasi reseptor sitokin dan growth factor pada permukaan keratinosit epidermis dan sel fibroblas di dermis. Aktivasi reseptor ini akan menginduksi sinyal intraseluler MAP Kinase yang selanjutnya mengaktivasi faktor transkripsi AP-1. Activator protein -1 (AP-1) yang merupakan nuclear transcription factor, terdiri dari dua sub unit yaitu c-jun dan c-fos, berfungsi untuk mengontrol transkripsi MMP (Helfrich et al., 2009; Ichihashi et al., 2009).

Nuclear factor kappa B (NF-kB) dan activator protein-1 (AP-1) merupakan faktor transkripsi yang diatur oleh keadaan redoks seluler, dan terlibat dalam regulasi ekspresi gen. Kedua faktor transkripsi tersebut bertanggung jawab dalam pengaturan berbagai molekul sinyal ekstraseluler yang terlibat dalam proses inflamasi, proliferasi sel, apoptosis, tumorigenesis, dan perbaikan jaringan. Kedua faktor transkripsi ini sangat penting dalam proses degeneratif yang diakibatkan oleh paparan sinar UV yang berhubungan dengan photoaging seperti induksi matriks metaloproteinase, dan keduanya merupakan target terapi pencegahan anti-penuaan (Ichihashi et al., 2009). Matriks metaloproteinase-1, MMP-3 dan MMP-9 adalah yang paling meningkat kadarnya setelah paparan sinar UV-B. Peningkatan mRNA MMP-1 dan MMP-3 hampir 1000 kali lipat setelah 24 jam paparan sinar UV (Quan et al., 2009). Setelah kolagen dipecah oleh MMP-1, maka kolagen semakin mengalami degradasi dengan meningkatnya MMP-3 dan MMP-9 (Fisher et al., 2001; Quan et al., 2009).

Fibroblas dermis merupakan sumber utama MMP-1 dan meningkat setelah paparan sinar UV-B pada sel kultur maupun sel kulit secara in vivo (Fagot et al., 2002, 2004). Matriks metaloproteinase-1, MMP-3 dan MMP-9 pada permulaannya dihasilkan di epidermis, tapi enzim tersebut dapat berdifusi ke dalam dermis dan kemudian mendegradasi kolagen (Quan et al., 2009). Difusi ini juga dibantu oleh ikatan langsung MMP ke kolagen matriks ekstraseluler. Walaupun ada penelitian yang mengemukakan bahwa keratinosit adalah sumber utama MMP, yang diproduksi sebagai respon kulit terhadap paparan sinar UV-B (Fisher et al.,1997; Fisher dan Voorhees,1998) tapi ada kemungkinan bahwa fibroblas dermis juga memainkan peran dalam produksi MMP oleh keratinosit melalui mekanisme parakrin tidak langsung yaitu dengan pelepasan growth factor dan sitokin yang memicu produksi MMP oleh keratinosit (Quan et al., 2009).

Paparan sinar UV-B dengan total dosis 840 mJ/cm2 selama empat minggu mampu meningkatkan kadar MMP-1 pada jaringan kulit tikus (Sun-Young et al., 2004). Setelah diberikan krim ekstrak jagung ungu secara topikal maka kadar MMP-1 mengalami penurunan. Hal ini membuktikan bahwa senyawa tersebut mempunyai aktivitas peredaman terhadap radikal bebas.

Kemampuan ekstrak jagung ungu menurunkan kadar MMP-1 jaringan dermis tikus Wistar diperankan oleh berbagai zat aktif yang terkandung di dalamnya antara lain vitamin C , antosianin dan polifenol..

Polifenol merupakan antioksidan kuat, dalam beberapa penelitian in vitro terbukti aktivitas antioksidannya lebih kuat dari vitamin C, E dan karotenoid. Efek

perlindungan dari buah dan sayuran dalam menurunkan risiko penyakit yang dikaitkan dengan stres oksidatif seperti penyakit jantung, kanker atau osteoporosis sebagian diduga berasal dari polifenol. Efek antioksidan senyawa fenolik dalam tubuh dapat melalui tiga mekanisme yaitu: 1) peredaman radikal bebas, 2) menekan pembentukan radikal bebas dengan menghambat beberapa enzim atau chelating trace metals yang terlibat dalam produksi radikal bebas, dan 3) meningkatkan persediaan antioksidan atau melindungi pertahanan antioksidan.

Ekstrak fenolik, seperti ekstrak delima, teh dan ekstrak anggur telah terbukti dapat mengurangi kerusakan oksidatif akibat paparan sinar UV pada kulit. Senyawa fenolik yang dimurnikan seperti antosianin, proantosianidin dan EGCG dapat menghambat stres oksidatif akibat paparan sinar UV dan kerusakan sel keratinosit secara in vivo (Dai dan Mumper, 2010).

Kemampuan krim ekstrak jagung ungu 50 % dalam menurunkan kadar MMP-1 kemungkinan karena zat aktif yang terdapat dalam ekstrak jagung ungu bekerja secara sinergistik sehingga dapat meningkatkan kapasitas antioksidannya.

Berdasarkan hasil penelitian di atas, didapatkan bahwa pada kelompok perlakuan 2 terjadi peningkatan kolagen dan penurunan MMP-1 dibandingkan dengan kelompok perlakuan 1. Hal ini disebabkan karena jagung ungu mengandung konsentrasi antosianin yang tinggi (~1640 mg/100g FW) jauh lebih tinggi daripada sumber yang kaya antosianin lainnya, seperti berries ( 20 ~ 1500 mg/100g FW) , lobak (Raphanus sativus L.) (11 ~ 60 mg/100g FW) , dan kubis ( Brassica oleracea L.) (322 mg/100g FW). Ketertarikan akan jagung ungu sebagai

sumber antosianin sebagai warna dan fitonutrien telah meningkat selama tahun terakhir. Banyak manfaat kesehatan telah dikaitkan dengan ungu jagung , termasuk pengurangan stres oksidasi , pencegahan obesitas dan diabetes , dan kanker usus besar ( Pu Jing, 2006).

Antosianin paling dikenal sebagai antioksidan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa selain sebagai antioksidan, antosianin juga mempunyai efek anti-inflamasi, efek anti-diabetik, anti-kanker, dan dapat memperbaiki profil lipid darah dan memiliki efek vasoprotektif (Wrolstad, 2001; Abdel et al., 2010).

Struktur fenolik antosianin bertanggung jawab dalam efek antioksidan-nya, yaitu gugus hidroksil pada posisi 3 dari cincin C dan posisi 3’, 4’, 5’ dari cincin B. Sebagai antioksidan, antosianin bekerja sebagai scavenger ROS seperti superoksid (O2- ), singlet oksigen (‘O2), peroksida (ROO-), hidrogen peroksida (H2O2) dan radikal hidroksil (OH.) (Wang dan Stoner, 2008).

6.3.2. Jumlah Kolagen

Uji perbandingan antara kedua kelompok sesudah perlakuan berupa pemberian ekstrak jagung ungu menggunakan uji t-independdent. Rerata kolagen kelompok kontrol adalah 65,545,61 dan rerata kelompok krim ekstrak jagung ungu adalah 71,705,11. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa nilai t = 3,44 dan nilai p = 0,002. Hal ini berarti bahwa rerata kolagen pada kedua kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05).

Penurunan ekspresi kolagen jaringan dermis pada kelompok perlakuan 1 merupakan suatu petanda adanya stres oksidatif akibat terjadinya pembentukan radikal bebas yang berlebihan (Narayanan et al., 2010). Molekul oksigen (O2) yang ada di bagian bawah epidermis merupakan target utama sinar UV-B yang masuk ke dalam kulit. Sinar UV yang menembus kulit dapat sebagai donatur sebuah elektron pada molekul oksigen yang menyebabkan oksigen menjadi tidak stabil, menjadi radikal bebas yang agresif (anion superoksid).

Anion superoksid (O2-) tersebut akan mengambil secara acak sebuah elektron dari molekul yang terdekat dan tidak hanya akan merusak molekul, tapi juga mengubahnya menjadi radikal bebas, dan ini menimbulkan reaksi berantai. Tipe pembentukan atau penyebaran radikal bebas semacam ini dapat merusak berbagai komponen di dalam kulit, seperti enzim dan membran sel. Elektron kedua yang berasal dari sinar UV-B dapat diberikan pada anion superoksid, dengan membentuk hidrogen peroksida (H2O2). Hidrogen peroksida juga dapat dikonversi menjadi radikal hidroksil (OH) dengan adanya zat besi (Fe2+) melalui reaksi Fenton. Radikal hidroksil menjadi ancaman yang sangat berbahaya terhadap sel, sebab radikal bebas ini dapat masuk melalui membran inti dan merusak DNA. Kadar H2O2 dan OH dapat dideteksi dalam 15 menit setelah paparan sinar UV dan berlanjut hingga 60 menit (Droge, 2002; Fisher et al., 2002).

Dilaporkan bahwa penyinaran ultraviolet merusak matriks kolagen kulit melalui dua jalur yang berbeda yaitu terjadinya stimulasi degradasi kolagen dan hambatan produksi kolagen (Fisher et al., 2004).

Saat kulit terekspos dengan sinar matahari, radiasi UV terserap oleh molekul kulit yang dapat menimbulkan senyawa berbahaya yang disebut raective oxygen species (ROS) (Fisher et al., 2002). Yang mana dapat menyebabkan kerusakan oksidatif pada komponen sel seperti dinding sel, membran lipid, mitokondria, dan DNA. ROS ini juga berpengaruh besar pada jalur molekul. Penyinaran kulit bokong manusia dengan 2 MED (minimal erythema dose, yaitu dosis minimal radiasi UVA / UV- B yang dapat menimbulkan efek erythema pada kulit) dapat meningkatkan hidrogen peroksida, suatu ROS, dalam 15 menit (Helfrich et al., 2008).

Sedangkan penelitian lain menemukan bahwa hanya dengan satu kali ekspos penyinaran radiasi UV sebesar 4 MED, dapat menginduksi marker stres oksidatif pada kulit (epidermis maupun dermis), yaitu H2O2 (menggunakan dihydrorhodamine-123, DHR) , Nitric Oxide (menggunakan spektrofotometri), Peroksidasi Lipid (menggunakan Malondialdehida, MDA), dan infiltrasi lekosit inflamasi (menggunakan antibodi sel CD11b+ ) yang meningkat paling signifikan pada 48jam setelah ekspos UV. Seperti diketahui bahwa adanya nitric oxide (NO) dan hidrogen peroksida (H2O2) sangat merusak dan sitotoksik terhadap sel target. NO mengandung elektron tak berpasangan dan bersifat paramagnetik, dan oleh karena itu bereaksi cepat terhadap anion superoksid untuk menbentuk anion peroksi nitrat. Dekomposisi peroksi nitrat adalah oksidan yang kuat, sama seperti radikal hidroksil (Katiyar et al., 2001).

Selain itu penyinaran radiasi UV dapat menimbulkan perubahan pada kolagen dermal melalui dua cara: (1) stimulasi pemecahan kolagen, menghasilkan

kolagen yang terpecah dalam fragmen dan tidak beraturan. (2) menghambat biosintesis prokolagen, sehingga kandungan kolagen berkurang (Yaar dan Gilchrest, 2008; Helfrich et al., 2008). Hanya dengan satu kali penyinaran UV dengan dosis 2 MED, dapat menghambat sintesis prokolagen hampir total, yang bertahan untuk 24 jam, diikuti dengan perbaikan dalam 48-72 jam setelahnya (Fisher et al., 2001). Penelitian-penelitian sebelumnya juga telah menemukan bahwa AP-1 (Activator protein-1) dan MMP meningkat dan tetap bertahan sampai sekitar 24 jam setelah paparan radiasi UV serta terdapat peningkatan pemecahan kolagen yang signifikan.

SaranBAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

Dalam dokumen PEMBERIAN KRIM EKSTRAK JAGUNG UNGU (Halaman 89-98)

Dokumen terkait