• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERIAN KRIM EKSTRAK JAGUNG UNGU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBERIAN KRIM EKSTRAK JAGUNG UNGU"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

MMP-1 DAN PENURUNAN JUMLAH KOLAGEN

PADA TIKUS WISTAR (

Rattus norvegicus

)

YANG DIPAPAR SINAR UV-B

RINI DIANASARI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

(2)

i

TESIS

PEMBERIAN KRIM EKSTRAK JAGUNG UNGU

(

Zea Mays

) MENGHAMBAT PENINGKATAN KADAR

MMP-1 DAN PENURUNAN JUMLAH KOLAGEN

PADA TIKUS WISTAR (

Rattus norvegicus

)

YANG DIPAPAR SINAR UV-B

RINI DIANASARI NIM : 1290761017

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

(3)

ii

PEMBERIAN KRIM EKSTRAK JAGUNG UNGU

(

Zea Mays

) MENGHAMBAT PENINGKATAN KADAR

MMP-1 DAN PENURUNAN JUMLAH KOLAGEN

PADA TIKUS WISTAR (

Rattus norvegicus

)

YANG DIPAPAR SINAR UV-B

Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister

Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana

RINI DIANASARI NIM : 1290761017

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(4)

iii

Lembar Persetujuan Pembimbing/promotor

TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 27 NOVEMBER 2014

Pembimbing I

Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS NIP 194612131971001

Pembimbing II

Dr.dr.A.A.G.P.Wiraguna,SpKK(K),FINSDV,FAADV NIP .1956091219841211001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Magister Program Pascasarjana

Universitas Udayana

Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS NIP 194612131971001

Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana

Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP 19590215985102001

(5)

iv

Lembar Penetapan Panitia Penguji Tesis

Tesis ini Telah Diuji dan Dinilai oleh Panitia Penguji pada

Program Pascasarjana Universitas Udayana pada Tanggal : 27 November 2014

Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No :...

Tanggal : ...

Panitia penguji Tesis adalah:

Ketua : Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS Anggota :

1. Dr.dr.A.A.G.P .Wiraguna,SpKK (K), FINSDV,FAADV 2. Prof.dr.I Gusti Made Aman, Sp. FK

3. Dr.dr.Ida Sri Iswari,Sp.MK.M.Kes 4. Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D

(6)

v

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Rini Dianasari

NIM :

1290761017

Program Studi : Magister Ilmu Biomedik Kekhususan Anti Aging Medicine Judul Tesis :

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis/Disertasi* ini bebas plagiat.

Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

*Coret yang tidak perlu

PEMBERIAN KRIM EKSTRAK JAGUNG UNGU(Zea Mays L) MENGHAMBAT PENINGKATAN KADAR MMP 1 DAN PENURUNAN

JUMLAH KOLAGEN PADA TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus) YANG DIPAPAR SINAR UV-B

Denpasar, 27 November 2014

Yang membuat Pernyataan

(7)

vi

UCAPAN TERIMAKASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadiran Allah SWT, karena rahmat dan karunia-Nya penelitian dan penyusunan tesis yang berjudul “Pemberian Krim Ekstrak Jagung Ungu (zea mays) Menghambat Peningkatan Kadar MMP-1 dan Penurunan Jumlah Kolagen pada Tikus Wistar (rattus norvegicus)Yang Dipapar Sinar UV-B” dapat berjalan lancar sesuai waktu yang direncanakan.

Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan tugas akhir belajar untuk meraih gelar Magister pada Program Magister Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik, kekhususan Anti-Aging Medicine Program Pascasarjana Universitas Udayana. Dengan selesainya laporan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat serta penghargaan dan ucapan terimakasih yang sebesar besarnya kepada Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, SpPD-KEMD selaku Rektor Universitas Udayana yang telah memberikan fasilitas pendidikan dan kesempatan kepada Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Ucapan yang sama ditujukan kepada Prof. Dr. dr. A. A Raka Sudewi, SpS(K) sebagai Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. Made Budhiarsa, MA selaku Asdir I dan Prof. Dr. Made Sudiana Mahendra, PhD selaku Asdir II atas kesempatan yang diberikan untuk menjadi mahasiswa di Program Pasca Sarjana Universitas Udayana.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila SpAnd. FAACS, sebagai pembimbing I yang dengan penuh kesabaran dan perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan dan saran selama penulis mengikuti program magister , khususnya dalam penyelesaian tesis ini.

Terima kasih yang sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Dr.dr.A.A.G.P.Wiraguna,SpKK(K),FINSDV,FAADV sebagai pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan saran dengan penuh perhatian dan kesabaran kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK, Prof. dr. N Tigeh Suryadhi,MPH,PhD , Dr. dr. Ida Sri Iswari, SpMK, M.Kes. selaku penguji yang secara teliti mengkoreksi tesis ini dan memberikan masukan yang positif baik saat akan mulai penelitian sampai penulisan, untuk lebih menyempurnakan laporan ini.

Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada dr. I.Gusti Kamasan Nyoman Arijana, M.si.Med dan seluruh staf laboratorium di histologi yang membimbing, memberi saran, masukan sehubungan pelaksanaan pemeriksaan histologi laboratrium serta analisanya sehingga penelitian ini dapat berjalan lancar.

Tak lupa penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada Drs. I Ketut Tunas, Msi yang sangat banyak membantu terutama memberikan masukan, saran, terutama dalam analisa statistik sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada dr. Bayu Dwi Siswanto M.Si ,Dipl. Cid selaku pemilik PT Syifa Bio Derma yang membantu dan membimbing pada saat pembuatan krim ekstrak jagung ungu.

(8)

vii

Tak lupa penulis juga menyampaikan rasa terimakasih kepada Bapak Yoga yang sudah banyak membantu dalam pembuatan ekstrak murni jagung ungu

Ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya juga saya sampaikan kepada Para dosen dan pengajar Ilmu Biomedik FK UNUD, dan seluruh karyawan bagian Ilmu Biomedik serta semua pihak yang telah membantu selama pendidikan, penelitian dan penulisan tesis ini, dengan rendah hati saya ucapkan beribu terimakasih.

Tidak lupa penulis ucapkan kepada Bapak I Gede Wiranata yang selalu menyumbang pikiran positif serta memberi bantuan tanpa kenal lelah dari saat pemeliharaan tikus, melakukan biopsi sampai pengiriman hasil biopsi sehingga penelitian berjalan lancar.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus disertai penghargaan kepada seluruh guru-guru yang telah membimbing penulis, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Penulis juga ucapkan terimakasih kepada Ayahanda Drs. Soepono (Alm) dan Ibunda Hj. Mun Komariah yang telah mengasuh dan membesarkan penulis, menanamkan nilai-nilai luhur, sehingga tercipta suasana yang baik untuk berkembangnya intelektualitas, kreativitas dan kejujuran. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Bapak mertua Drs. H. Muchsin Alwi MPH dan Ibu mertua Hj. S. Anisah atas dorongan dan dukungannya kepada penulis dalam menempuh pendidikan ini. Serta tak lupa kepada kakak-kakak dan adik-adik atas doa dan dukungannya selama ini.

Akhirnya penulis sampaikan kepada suami tercinta Aria Suyudi , SH,LLM yang dengan penuh pengertian dan kesabaran selalu mendampingi penulis selama ini, serta anak-anak tersayang Shalina Diandraissa Suyudi, Sultan Devino Suyudi dan Sybrant Drienardsyah Suyudi yang dengan penuh kerelaan dan pengorbanan membantu penulis untuk lebih berkonsentrasi menyelesaikan naskah tesis ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada teman-teman di Program Magister Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik, kekhususan Anti-Aging Medicine Program Pascasarjana Universitas Udayana, khususnya teman-teman angkatan 2012, atas motivasi, semangat dan kebersamaannya.

Kekurangan adalah milik manusia, kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Saran dari berbagai pihak akan penulis terima dengan hati terbuka untuk kelengkapan dan lebih baiknya laporan tesis ini. Semoga semua yang baik dari segala penjuru bersatu di dalam hati kita semua.

Akhir kata, semoga Allah Yang Maha Kuasa, senantiasa melimpahkan berkat dan rahmat-Nya kepada kita semua, Amin.

Denpasar, 19 November 2014

(9)

viii

ABSTRAK

PEMBERIAN KRIM EKSTRAK JAGUNG UNGU (

Zea Mays

)

MENGHAMBAT PENINGKATAN KADAR MMP-1 DAN

PENURUNAN JUMLAH KOLAGEN PADA TIKUS WISTAR

(

Rattus norvegicus

) YANG DIPAPAR SINAR UV-B

Pembentukan radikal bebas adalah mekanisme penting yang menyebabkan penuaan kulit. Radikal bebas adalah molekul yang sangat reaktif dengan elektron tidak berpasangan yang dapat langsung merusak berbagai membran sel struktural, lipid, protein dan DNA. Antioksidan adalah zat yang dapat memberikan perlindungan dari tekanan oksidatif endogen dan eksogen oleh radikal bebas. Jagung Ungu mengandung asam fenolik, vitamin C dan antosianin. Antosianin

merupakan kandungan utama pada jagung ungu dan merupakan antioksidan yang dapat menghambat proses penuaan kulit pada tikus yang dipapar sinar UV- B. Tujuan penelitian ini untuk membuktikan efektivitas pemberian krim ekstrak jagung ungu dalam menghambat peningkatan kadar MMP-1 dan penurunan jumlah kolagen pada tikus wistar (Rattus norvegicus) yang dipapar sinar UV-B.

Penelitian ini adalah merupakan animal experimental dengan post test only control group design. Sebanyak 36 ekor tikus dibagi menjadi 2 kelompok yang masing-masing terdiri dari 18 ekor tikus, yaitu kelompok kontrol diolesi krim plasebo dan kelompok perlakuan diolesi krim ekstrak jagung ungu 50%. Semua kelompok dipapar sinar UV- B dengan dosis total 840 mJ/cm² selama 4 minggu, kemudian dilakukan biopsi untuk pemeriksaan kadar MMP-1 dan jumlah kolagen dermis.

Hasil Uji Shapiro-Wilk dan Levene’test menunjukkan bahwa distribusi data kedua kelompok berdistribusi normal dan varian-nya homogen dengan p ≥ 0,05. Hasil analisis komparatif kedua kelompok dengan menggunakan t-independent test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan secara bermakna antara kedua kelompok baik itu rerata kadar MMP-1 maupun jumlah kolagen kedua kelompok dengan p < 0,05. Rerata jumlah kolagen dan rerata kadar MMP-1 perlakuan-2 masing-masing sebesar 71,7% dan 1,9 g/ml . Kelompok perlakuan-1 yang menunjukkan rerata jumlah kolagen dan rerata kadar MMP-1 masing-masing sebesar 65,54 % dan 3,22 g/ml.

Simpulan penelitian adalah pemberian krim ekstrak jagung ungu 50 % menghambat peningkatan kadar MMP-1 dan penurunan jumlah kolagen dermis pada kulit tikus yang dipapar sinar UV-B.

Kata kunci: Antosianin, krim ekstrak jagung ungu 50 %, kadar MMP-1, jumlah kolagen dermis, sinar UV-B.

(10)

ix

ABSTRACT

TOPICAL APPLICATION OF PURPLE CORN (Zea Mays L ) EXTRACT

CREAM INHIBITS THE ELEVATION OF MMP-1 LEVEL AND THE DECLINE OF COLLAGEN AMOUNT

ON WISTAR MICE (Rattus norvegicus) EXPOSED TO UV-B RAY

Formation of free radicals is an important mechanism causing skin aging. Free radicals are highly reactive molecules with unpaired electrons which can directly disrupt various structures of cell membrane, lipids, proteins, and DNA. Antioxidant is a substance which is able to give protection from endogenous and exogenous oxidative pressure caused by free radicals. Purple corn contains phenolic acid, vitamin C, and anthocyanin. Anthocyanin is the main contained substance in purple corn and acts as antioxidant and able to inhibits aging process on skin surface of mice exposed with UV-B ray. The aim of this research is to prove the effectivity of administration of purple corn extract cream on inhibiting the elevation of MMP-1 level and the decrease of of collagen amount on wistar mice (Rattus norvegicus) exposed with UV-B.

This research is animal experiment with post test only control group design. As many as 36 mice were divided into 2 groups containing 18 mice each, control group with appliance of placebo cream and intervention group applied with 50% purple corn extract cream. All groups were exposed with UV-B with dose of 840 mJ/cm² for 4 weeks, and biopsy were taken to examine the level of MMP-1 and collagen amount on dermis.

The results of Shapiro-Wilk and Levene’s test showed that the data distribution between the two groups were normally distributed with homogenous variance and p ≥ 0,05. Comparative analysis with t-independent test showed that there is a significant difference between both groups, either on the mean level of MMP-1 or the collagen amount on both groups with p < 0,05. The mean collagen amount and mean MMP-1 level of intervention 2 are 71,7% and 1,9 g/ml, respectively . Intervention-1 group shows the mean amount of collagen and MMP-1 level are 65,54 % and 3,22 g/ml, respectively.

The conclusion of this research is the administration of 50% purple corn extract cream inhibits the increase of MMP-1 level and the decrease of the amount of dermal collagen on mice’s skin exposed with UV-B.

Keywords: Anthocyanin, 50% purple corn extract cream, MMP-1 level, dermal collagen amount, UV-B ray.

(11)

x

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... ... i

PRASYARAT GELAR... ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN...iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT...v

UCAPAN TERIMAKASIH ...vi

ABSTRAK (BAHASA INDONESIA)...vii

ABSTRACT (BAHASA INGGRIS)...viii

DAFTAR ISI ...ix

DAFTAR GAMBAR...xiii

DAFTAR TABEL...xiv

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Rumusan Masalah ... 8 1.3. Tujuan Penelitian ... 8 1.3.1. Tujuan Umum ... 8 1.3.2. Tujuan Khusus ... 9 1.4. Manfaat Penelitian ... 9 1.4.1. Manfaat Keilmuan ... 9 1.4.2. Manfaat Praktis ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10

2.1. Proses Penuaan (Aging) ... 10

2.1.1 Teori Penuaan dan Faktor yang Mempengaruhi Penuaan ... 10

2.1.2 Mekanisme Aging ... 14

1. Tahapan subklinik (usia 25-35 tahun) ... 14

2. Tahap transisi (usia 35 -45 tahun) ... 14

(12)

xi

2.2 Proses Penuaan Pada Kulit ... 15

2.2.1. Definisi penuaan pada kulit ... 15

2.2.2. Mekanisme Penuaan Kulit ... 18

2.2.3. Fenomena Penuaan pada Kulit ... 19

2.3. Sinar Ultra Violet ... 20

2.3.1 Efek Radiasi Sinar UV ... 22

2.4. Anatomi dan Fungsi Kulit Manusia ... 23

2.5. Fibroblas ... 28

2.6. Matriks Metalloproteinase ... 29

2.7. Photoaging dan Mekanisme Kerusakan pada Kolagen ... 32

2.8. Manifestasi Klinis dan Histologis pada Kulit Mengalami Photoaging ... 36

2.9. Radikal Bebas dan Antioksidan ... 37

2.9.1. Radikal Bebas ... 37

2.9.2. Antioksidan ... 38

2.9.2.1. Peranan Antioksidan pada Kulit yang Mengalami Kerusakan karena Pajanan Sinar UV ... 39

3.1. Jagung Ungu (Zea Mays L) ... 40

3.2. Antosianin ... 42

3.2.1. Struktur Kimia ... 43

3.2.2. Efek Fisiologis ... 44

3.3. Vitamin C ... 45

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN47 3.1. Kerangka Berpikir ... 47

3.2. Konsep Penelitian ... 49

3.3. Hipotesis Penelitian ... 50

BAB IV METODE PENELITIAN ... 51

4.1 Rancangan Penelitian ... 51

4.2. Parameter yang diamati ... 52

4.3. Tempat dan Waktu Penelitian ... 52

4.4. Populasi dan Sampel ... 53

4.4.1. Populasi ... 53

4.4.2. Sampel ... 53

4.4.3. Besar sampel dan teknik penentuan sampel ... 54

4.5. Variabel Penelitian ... 54

4.5.1. Klasifikasi variabel ... 54

4.5.2. Hubungan antar variabel ... 55

4.6. Definisi operasional variabel ... 56

(13)

xii 4.7.1. Bahan penelitian ... 58 4.7.2. Instrumen penelitian ... 58 4.7.3. Hewan percobaan ... 58 4.8. Prosedur Penelitian ... 59 4.9. Analisis Statistik ... 64

BAB V HASIL PENELITIAN ... 66

5.1. Uji Normalitas Data ... 66

5.2. Uji Homogenitas Data ... 67

5.3. Kadar MMP-1 ... 67

5.4. Jumlah Kolagen ... 68

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ... 72

6.1. Subyek Penelitian ... 72

6.2. Distribusi dan Homogenitas Data Hasil Penelitian ... 72

6.3. Pengaruh Pemberian Ekstrak Jagung Ungu ... 73

6.3.1. Kadar MMP-1 ... 73

6.3.2. Jumlah Kolagen ... 77

BAB VII SIMPULAN DAN SARANAN ... 81

7.1. Simpulan ... 81

7.2. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 82

Lampiran 1: Prosedur Penanganan Hewan Coba ... 90

Lampiran 2 : Ethical Clearance ... 95

Lampiran 3 : Hasil Analisis Ektrak Jagung Ungu ... 96

Lampiran 4 : Analisa Statistika ... 97

(14)

xiii

Daftar Gambar

Gambar 2. 1 Model Mekanisme Photoaging (Helfrich et al., 2008) ... 31 Gambar 2. 2 Model Hipotesis Patofisiologi Solar Scar (Fischer, 2001) ... 35 Gambar 2. 3 Jagung Ungu (Varien Moos, 2013) ... 41 Gambar 2. 4 Struktur 6 Jenis Antosianidin, dalam Bentuk Glukosida dengan Glukosa ... 43 Gambar 4. 1 Rancangan The Randomized Post-test Only Control Group...51 Gambar 4. 2 Skema Hubungan Antar Variabel Penelitian ... 55 Gambar 5. 3. Jumlah kolagen pada Jaringan Dermis Tikus dengan Pengecatan Picro Sirius Red...71

(15)

xiv

Daftar Tabel

Tabel 2. 1 Kandungan antosianin pada beberapa buah dan sayuran ... 42 Tabel 5. 1 Hasil Uji Normalitas Data Kolagen dan MMP-1...66 Tabel 5. 2. Homogenitas Kolagen dan MM-1 antar Kelompok Perlakuan ... 67 Tabel 5. 3. Perbedaan Rerata Jumlah Kolagen Antara Kelompok Sesudah

Diberikan Krim Ekstrak Jagung Ungu 50%... 69 Tabel 5. 4. Perbedaan Rerata Kadar MMP-1 Antar Kelompok ... 67

(16)

xv

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

A4M : American Academy of Anti Aging Medicine

AAM : Anti Aging Medicine

AP-1 : Activator Protein

BPS : Badan Pusat Statistik

CIE : Commision Internationale d l’Eclairage Ca : Kalsium

cDNA : Complementary Deoxyribonucleic Acid

Cu : kuprum CoQ10 : koenzim Q10

DHEA : Dehydroepiandrosterone

DNA : Deoxyribonucleic acid

deg. : Degeneratif

et al : dan kawan-kawan

ELISA : Enzym-linked Immunosorbent Assay ECM : Extra Cellular Matrix

EPA : Eikosapentanoeat Acid

fe : ferrum

g : gram

GH : Growth Hormon

HCl : Asam Klorida

HRD-Avidin : Horseradish peroxidase-conjugated avidin

IL-1 : Interleukin-1

Kj : Kilo Joule

MED : Minimal Erythema Dose

(17)

xvi MMP : Matrix Metalloproteinase MMPs : Matrix Metalloproteinases MMP-1 : Interstitial Collagenase MMP-14 : Matrix Metalloproteinase-14 MMP-15 : Matrix Metalloproteinase-15 MMP-16 : Matrix Metalloproteinase-16

mRNA : Messenger Ribonucleic Acid

NF-κβ : Nuclear factor kappa-light-chain-enhancer of activated B cells

O2 : Oksigen P : Fosfor

PDA M : Perusahaan Daerah Air Minum pH : Pangkat Hidrogen

ROS : Reactive Oxygen Species

SOD : Superoxide Dismutase

SPSS : Statistical Package for the Social Science

TβRII : TGF-β type II receptor

TGF-β : Transforming Growth Factor-beta

TL : Tubular Lamp

TMB : Tetramethylbenzidine

TNF-α : Tumor Necrosing Factor-alfa

UV : Ultraviolet UV-A : Ultraviolet A UV-B : Ultraviolet B UV-C : Ultraviolet C Q10 : Koenzim 10 α : alfa β : beta

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penuaan atau aging process merupakan proses alami yang akan dialami oleh setiap makhluk hidup di dunia ini, tetapi proses penuaan setiap orang tidaklah sama, ada beberapa orang yang mengalami proses penuaan lebih cepat dibandingkan dengan orang lain. Kecepatan proses penuaan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor ekstrinsik maupun intrinsik .

Proses penuaan intrinsik merupakan proses penuaan yang berlangsung secara alamiah yang disebabkan berbagai faktor dari dalam tubuh sendiri, seperti genetik, hormonal, dan ras. Proses penuaan ekstrinsik terjadi akibat berbagai faktor dari luar tubuh seperti sinar matahari/ultraviolet (Wlascheck, et al ., 2001;Yaar dan Gilchrest, 2007; Baumann dan Saghari, 2009), kelembaban udara (Cunnningham, 2003; Yaar dan Gilchrest, 2007), suhu (Baumann dan Saghari, 2009), asap rokok, polusi (Baumann dan Saghari,2009), dan berbagai faktor eksternal lainnya yang dapat mempercepat proses penuaan kulit sehingga terjadi penuaan dini. Proses ini dapat dicegah dengan menghindari faktor-faktor yang mempercepat proses tersebut (Cunnningham, 2003; Yaar dan Gilchrest, 2007; Baumann dan Saghari, 2009).

Proses penuaan atau aging sangat erat kaitannya dengan radikal bebas (Goldman dan Klatz, 2007; Pangkahila, 2007). Radikal bebas terbentuk baik dari proses metabolisme normal di dalam tubuh, ataupun dari kondisi patologis serta

(19)

dari sumber-sumber eksternal seperti asap rokok, polusi udara, radiasi sinar X, sinar ultraviolet, pestisida, dan lain lain (Devasagayam et al., 2004). Pembentukan radikal bebas di dalam sel terjadi secara terus menerus sebagai konsekuensi dari reaksi enzimatik maupun non-enzimatik. Reactive Oxygen Species (ROS) merupakan kumpulan radikal bebas yang berasal dari oksigen seperti radikal

superoxide, hydroxyl, hydroperoxyl, lipid peroxyl, dan lain lain (Devasagayam et al, 2004). Radikal bebas dapat merusak integritas sel baik secara struktural maupun fungsional yang dengan demikian dapat meningkatkan tingkat stres dan kerusakan oksidatif sehingga mempercepat proses penuaan (Devasagayam et al, 2004; Goldman dan Klatz, 2007; Pangkahila, 2007).

Pada saat usia bertambah tua, akan terjadi penurunan fungsi dan kemampuan untuk adaptasi terhadap terjadinya kerusakan dalam tubuh. Disertai pula dengan terjadinya penurunan berbagai fungsi organ tubuh dan terjadinya perubahan fisik pada tingkat seluler maupun pada sistem oleh karena proses penuaan (Baskoro dan Konthen, 2008). Banyak faktor yang berperanan pada terjadinya proses tersebut, dimana dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi adanya radikal bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi, apoptosis, sistem kekebalan yang menurun dan gen. Faktor eksternal meliputi diet yang tidak sehat, gaya hidup yang tidak sehat, kebiasaan yang salah, polusi lingkungan, radiasi, sinar UV, asap rokok, dan stress (Rabe et al., 2006; Pangkahila, 2007).

Sedangkan teori yang mendasari terjadinya proses penuaan tersebut pun beragam antara lain adalah wear and tear theory, dan teori program. Wear and

(20)

tear theory menyatakan bahwa pada prinsipnya tubuh dan sel menjadi rusak karena terlalu sering digunakan, dimana kerusakan terjadi secara terus menerus tidak hanya pada organ namun juga pada tingkat sel. Sedangkan teori program menyatakan bahwa dalam tubuh manusia terdapat jam biologis, mulai dari proses konsepsi sampai pada kematian dalam suatu model yang telah terprogram. Dari teori-teori tersebut yang paling banyak dianut adalah teori radikal bebas. Teori radikal bebas menyatakan bahwa proses menua diawali dengan inisiasi reaksi radikal bebas yang terus menerus secara progresif dan menyebabkan kerusakan sistem biologi (Pangkahila, 2007).

Proses penuaan tersebut merupakan hasil interaksi dari program genetik dan kumulasi proses wear and tear selama hidup (Gilchrest dan Yaar, 2000; Rabe et al., 2006). Sama halnya dengan organ lain dalam tubuh manusia, kulit juga mengalami penuaan, baik internal maupun eksternal seperti yang disebutkan diatas. Selain itu, kulit adalah organ yang mengalami kontak langsung dengan lingkungan sehingga sangat terpengaruh oleh faktor lingkungan seperti radiasi ultraviolet (UV) sinar matahari.

Penuaan yang disebabkan oleh radiasi kronis UV sinar matahari disebut sebagai Photoaging (Gilchrest dan Krutmann, 2006), yang merupakan penuaan yang terjadi akibat efek buruk kronis dari sinar matahari yang bertumpuk dengan gejala penuaan kronologis. Proses ini bersifat kumulatif. Reaksi kronis dari pajanan sinar ultraviolet matahari selama bertahun-tahun dapat menimbulkan gangguan arsitektur kulit, dan terutama menyebabkan penuaan dini kulit (photoaging), serta kanker kulit (Walker et al ., 2003; Quan et al ., 2009).

(21)

Kerusakan yang ditimbulkan dapat dilihat baik secara klinis, histologis atau patologi anatomi maupun secara fungsional (Berneburg et al ., 2000). Paparan radiasi UV sinar matahari menyebabkan kerusakan kulit melalui beberapa mekanisme, termasuk pembentukan sunburn cell, tercetusnya respon peradangan, terbentuknya thymine dimer dan produksi kolagenase (MMP / Matriks Metaloproteinase)(Baumann, 2005). MMP adalah enzym proteinase mengandung zinc, yang bertanggung jawab mendegradasi protein matriks ekstraseluler. MMP diklasifikasikan sebagai kolagenase, gelatinase, stromyelisin dan tipe membran (Quan et al ., 2009).

Radiasi UV dengan panjang gelombang 100-400 nm merupakan 5% dari seluruh radiasi sinar yang ada. Radiasi UV terbagi atas tiga golongan yaitu UV-A (320-400nm), UV-B (280-320nm) dan UV-C (100-280nm). UV-C biasanya tidak sampai ke permukaan bumi kecuali pada dataran tinggi sekali dimana UV-C ini diserap oleh lapisan ozon pada atmosfir. Yang paling banyak berpengaruh kepada kesehatan kulit adalah UV-B, karena panjang gelombangnya yang lebih pendek dan paling banyak menembus bumi, sinar UV juga terbukti meningkatkan degradasi kolagen melalui aktivasi MMP. Sinar UV juga dapat memacu sintesis MMP-1 dan MMP-3 melalui pelepasan Tumor Necrosing Factor-alfa (TNF-α)

oleh keratinosit dan fibroblas serta menyebabkan penurunan Transforming Growth Factor-beta (TGF-β) (Gilchrest dan Krutmann, 2006).

Radiasi UV diketahui secara langsung dan tidak langsung mengganggu integritas ekstraselular matriks dengan cara meningkatkan aktivitas MMP. Pada kulit manusia, MMP-1 adalah tipe yang paling terpengaruh oleh induksi sinar UV

(22)

matahari dan bertanggungjawab terhadap pemecahan kolagen pada kulit yang mengalami photoaging (Fisher et al ., 2001). Ditemukan bahwa hanya dengan satu kali ekspos terhadap paparan radiasi UV sinar matahari dapat mengganggu jaringan konektif dengan menyebabkan gangguan sintesis kolagen yang hampir komplit, selama 24 jam yang kemudian diikuti dengan recovery 48-72 jam setelahnya ( Fisher et al ., 2001). Selain itu juga terjadi degradasi kolagen karena terjadi peningkatan kadar MMP-1 yang cukup signifikan yaitu sekitar 4,4 ± 0,2 kali lipat jika dibandingkan dengan kulit yang tidak dipajan radiasi UV (Fisher et al ., 2001). MMP-1 adalah mediator utama terhadap timbulnya degradasi kolagen pada kulit yang mengalami photoaging. Enzim MMP-1 kolagenolitik mendegradasi fibril kolagen dan elastin, yang penting untuk kekuatan dan elastisitas kulit. Aktivitas MMP-1 di kulit akan meningkat walaupun hanya dengan radiasi UV yang singkat, yang akan menyebabkan timbulnya kerutan pada kulit, yang menjadi tanda photoaging (Yaar dan Gilchrest, 2008). Dengan demikian, hambatan terhadap MMP-1 adalah salah satu cara untuk mencegah kerusakan kulit akibat paparan sinar UV.

Selain itu radiasi ultraviolet menghasilkan reactive oxygen species / ROS (Lee et al ., 2004; Yaar dan Gilchrest, 2007), bersama dengan aktivasi berbagai

ROS- sensitive signaling Pathways, yang selanjutnya akan mempengaruhi berbagai macam fungsi selular termasuk menyebabkan fragmentasi kolagen dan sekresi MMP-1 (Yaar dan Gilchrest, 2008; Helfrich et al ., 2008). Stres oksidatif berpengaruh besar dalam proses photoaging dan fotokarsinogenesis dan juga dalam patogenesis fotodermatosis (Stahl et al ., 2006).

(23)

Antioksidan diketahui dapat mencegah dan menangkal terbentuknya radikal bebas (Stahl et al ., 2006; Yaar dan Gilchrest, 2007). Walaupun kulit mengandung banyak enzim antioksidan [Superoksid dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase) dan molekul antioksidan non enzim (tokoferol (vitaminE), koenzim Q10 (CoQ10), asam askorbat (vitamin C) dan karotenoid], tetapi masih jauh dari efektif dalam mengatasi stres oksidatif yang terjadi, dan cenderung terus berkurang bersama dengan bertambahnya usia (Yaar dan Gilchrest, 2007; Nichols dan Katiyar, 2010) Penggunaan bahan kimia yang berfungsi untuk melindungi kulit dari bahaya radiasi sinar matahari sudah banyak dipakai. Salah satunya adalah senyawa polifenol dari tanaman. Penggunaan bahan ini dimaksudkan untuk mencegah, mengembalikan dan memperlambat efek buruk radiasi sinar UV terhadap kulit. Efek fotoprotektif kulit dari bahan polifenol tampaknya diperoleh dari kemampuannya sebagai anti-peradangan, antioksidan, dan mekanisme DNA Repair (Nichols dan Katiyar, 2010).

Polifenol adalah suatu kelompok bahan kimiawi (phytochemicals) yang ditemukan dalam tumbuhan, ditandai dengan adanya lebih dari satu unit fenol per molekul. Phenolic dalam makanan manusia terdiri dari Phenolicacid, tannin, dan

flavonoid. Polifenol yang paling banyak diteliti adalah golongan flavonoid, yang dibagi menjadi dua grup besar yaitu antosianin dan antosantin. Antosianin merupakan pigmen larut air yang sangat penting, yang bertanggung jawab dalam memberi warna merah, biru, dan ungu pada tanaman (Fuhrman dan Aviram, 2002). Pigmen ini banyak terdapat pada makanan kita, antara lain buah-buahan

(24)

seperti blueberry, cranberry, billberry, juga terdapat pada kulit terong ungu, beras merah, kulit anggur, ubi ungu, dan jagung ungu.

Antosianin sudah banyak dipakai di seluruh dunia sebagai pewarna makanan, dan sejak jaman dahulu telah banyak dipakai sebagai obat herbal yang dapat menyembuhkan hipertensi, demam, gangguan liver, diare dan disentri, gangguan berkemih dan influenza (Konczak dan Zhang, 2004). Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa antosianin mempunyai bioaktivitas yang berpotensi tinggi dalam pencegahan berbagai penyakit kronik seperti diabetes dan katarak yang dipicu oleh diabetes (Ghosh dan Konishi, 2007). Antosianin juga dapat memperbaiki profil lipid darah dan memiliki efek vasoprotektif (Kahkonen dan Heinonen, 2003; Jawi dan Budiasa, 2009; Astadi et al ., 2009; Shipp dan Abdel-Aal, 2010), dan juga mempunyai efek dalam menghambat pertumbuhan dan merangsang apoptosis sel-sel kanker (Hui et al ., 2010).

Jagung ungu ( Zea Mays L. ) telah banyak dibudidayakan di Amerika Selatan , terutama di Peru dan Bolivia , dan digunakan untuk menyiapkan minuman dan makanan penutup selama berabad-abad karena kandungan pigmen yang tinggi . Jagung ungu mengandung konsentrasi antosianin yang tinggi ( ~ 1640 mg/100g FW ) jauh lebih tinggi daripada sumber yang kaya antosianin lainnya, seperti berries ( 20 ~ 1500 mg/100g FW ) , lobak ( Raphanus sativus L. ) ( 11 ~ 60 mg/100g FW ) , dan kubis ( Brassica oleracea L. )

( 322 mg/100g FW ) . Ketertarikan akan jagung ungu sebagai sumber antosianin sebagai warna dan fitonutrien telah meningkat selama tahun terakhir . Banyak manfaat kesehatan telah dikaitkan dengan ungu jagung , termasuk pengurangan

(25)

stres oksidasi , pencegahan obesitas dan diabetes , dan kanker usus besar ( Pu Jing, 2006).

Dalam penelitian pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B kemudian diolesi krim ekstrak jagung ungu dengan dosis 25 %, 50 %, 100 % terbukti bahwa ekstrak jagung ungu dengan dosis 50 % mempunyai efek perlindungan pada kulit tikus Wistar yaitu dengan meningkatkan jumlah kolagen dermis dan menurunkan kadar MMP-1. (Dianasari, 2013).

Dengan mempertimbangkan hal ini, timbul dugaan bahwa antosianin yang banyak terdapat dalam ekstrak jagung ungu dapat menghambat penuaan dini kulit, dengan menghambat peningkatan kadar MMP-1 pada tikus yang dipajan dengan sinar UV-B, karena efek antioksidannya. Sehingga perlu dilakukan penelitian untuk membuktikan dugaan tersebut diatas.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apakah pemberian krim ekstrak jagung ungu menurunkan kadar MMP-1 pada kulit tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B?

2. Apakah pemberian krim ekstrak jagung ungu meningkatan jumlah kolagen dermis pada kulit tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui efektivitas pemberian krim ekstrak jagung ungu dalam menghambat peningkatan kadar MMP-1 dan penurunan jumlah kolagen pada tikus wistar (Rattus norvegicus) yang dipapar sinar UV-B

(26)

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui krim ekstrak jagung ungu menurunankan kadar MMP-1 pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B.

2. Untuk mengetahui krim ekstrak jagung ungu meningkatkan jumlah kolagen dermis pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Keilmuan

Memberi informasi ilmiah tentang fungsi proteksi krim ekstrak jagung ungu dalam melindungi kulit dari kerusakan akibat paparan sinar UV-B.

1.4.2. Manfaat Praktis

Memberi informasi pada masyarakat tentang efek penggunaan krim ekstrak jagung ungu yang dapat memberikan perlindungan pada kulit dari pengaruh kerusakan oleh sinar UV-B dan mencegah penuaan dini sehingga dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

(27)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Proses Penuaan (Aging)

Secara umum proses penuaan akan dialami oleh semua mahluk yang hidup di muka bumi ini. Proses tersebut adalah hal alamiah yang harus dijalani dan tidak dapat dihindarkan, terjadi pada setiap orang dalam kecepatan yang berbeda tergantung pada keadaan genetik seseorang, lingkungan dan gaya hidup yang dilakukan, sehingga proses penuaan tersebut dapat terjadi lebih dini atau lambat tergantung dari kesehatan individu (Fowler, 2003).

Definisi aging menurut A4M (American Academy of Anti Aging Medicine) adalah kelemahan dan kegagalan fisik dan mental yang berhubungan dengan aging yang normal disebabkan karena disfungsi fisiologik, yang mana dalam banyak kasus dapat diubah dengan intervensi kedokteran yang tepat (Klatz, 2003).

2.1.1 Teori Penuaan dan Faktor yang Mempengaruhi Penuaan

Bermacam-macam teori proses menua telah dikemukakan para ahli namun sampai saat ini mekanisme yang pasti belum diketahui. Batas waktu yang tepat antara terhentinya pertumbuhan fisik dan dimulainya proses menua tidak jelas, karena kedua proses tersebut saling berkaitan (Wasitaatmadja, 2003).

(28)

Teori Penuaan

1. Teori Radikal Bebas

Banyak teori yang menjelaskan mengenai penuaan, yang paling banyak dianut adalah teori radikal bebas. Radikal bebas adalah elektron dalam tubuh yang tidak memiliki pasangan sehingga akan berusaha mencari pasangan agar dapat berikatan dan stabil. Sebelum mendapat pasangan radikal bebas akan terus menerus merusak sel tubuh termasuk sel tubuh normal. Hal tersebut mengakibatkan sel akan cepat rusak dan menua, bahkan mungkin dapat menimbulkan terjadi kanker atau keganasan. Radikal superoksid dan hidroksil akan terbentuk saat respirasi mitokondria yang timbul akibat auto oksidasi berbagai molekul intraseluler serta akibat pengaruh lingkungan seperti sinar ultraviolet. Enzim superoksid dismutase akan berkurang seiring bertambahnya umur sehingga akan mengakibatkan antioksidan alami tubuh tidak mampu lagi menetralisir oksidan yang terbentuk.

2. TeoriReplikasi DNA (Deoxyribonucleic Acid Replication Theory)

Teori ini mengemukakan bahwa proses menua merupakan akumulasi bertahap kesalahan dalam masa replikasi DNA. Kerusakan DNA akan menyebabkan pengurangan kemampuan replikasi DNA yang mempengaruhi masa hidup sel. Diperkirakan sekitar 50% DNA akan menghilang dari jaringan pada usia kira kira 70 tahun.

(29)

3. Teori Kelainan Alat (Orgell Error Theory)

Kesalahan transkripsi DNA akan dapat menghasilkan RNA yang tidak sempurna, hal tersebut mengakibatkan kelainan pada berbagai enzim dan protein intraseluler sehingga terjadi gangguan fungsi sel dan menyebabkan kerusakan atau kematian sel bersangkutan. Jumlah enzim yang tidak aktif akan semakin bertambah dengan meningkatnya umur.

4. Teori Ikatan Silang (Cross Linkage Theory)

Proses menua terjadi akibat terbentuk ikatan silang yang progresif antara protein intraseluler dan interseluler seperti contoh pada serabut kolagen. Ikatan silang ini akan meningkat dengan bertambahnya umur. Ikatan silang ini akan menyebabkan penurunan elastisitas dan kelenturan kolagen pada membran basalis atau pada substansi dasar jaringan penyambung dan hal tersebut akan menyebabkan kerusakan fungsi organ.

5. Teori Program Genetik

Teori ini mengatakan bahwa, organ tubuh kita sudah memiliki program genetik dalam DNA masing masing yang akan mengatur fungsi fisik dan mental masing masing individu. Program ini yang akan menentukan berapa usia kita mulai menua, usia berapa kita akan meninggal. Setiap manusia seakan memiliki bom waktu yang berdetik terus sampai masanya habis dan setelah itu meninggal.

(30)

6. Teori Endokrin

Proses menua dikendalikan oleh alat pacu antara lain timus, hipotalamus, hipofise, kelenjar tiroid yang yang bekerjasama mengatur keseimbangan hormonal dan regenerasi sel tubuh manusia. Jumlah produksi hormon adalah saling berinteraktif. Bilamana salah satu hormon produksinya berkurang kan menyebabkan produksi hormon yang lain dapat berubah, bisa berkurang dan bahkan malah bertambah.

7. Teori Telomerase

Telomer adalah rangkaian asam nukleat yang terdapat di ujung kromosom yang berfungsi sebagai penjaga keutuhan kromosom. Setiap kali sel tubuh membelah maka telomer akan menjadi lebih pendek. Bila ujung telomer sudah terlalu pendek maka kemampuan sel untuk membelah atau mereparasi akan berkurang, melambat dan sel akhirnya tidak dapat membelah lagi atau mati. ( Klatz dan Goldman, 2003; Yaar dan Gilchrest, 2008)

Banyak faktor yang berperanan pada terjadinya proses penuaan, dimana dapat dikelompokkan menjadi faktor internal maupun eksternal. Faktor internal meliputi adanya radikal bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, sistem kekebalan yang menurun dan faktor genetik. Sedangkan faktor eksternal yang utama adalah gaya hidup yang tidak sehat, diet tidak sehat, kebiasaan yang salah, polusi lingkungan, radiasi sinar ultraviolet, stres dan kemiskinan (Pangkahila, 2007).

(31)

2.1.2 Mekanisme Aging

Proses penuaan yang terjadi pada individu tidak terjadi begitu saja dengan langsung menunjukkan tanda dan gejala penuaan seperti terjadinya perubahan fisik seperti massa otot berkurang, kulit berkerut, daya ingat berkurang, sulit tidur, mudah tersinggung dan tanda tanda lainnya. Namun proses tersebut terjadi secara bertahap meliputi tahapan sebagai berikut (Fowler, 2003; Pangkahila, 2007).

1. Tahapan subklinik (usia 25-35 tahun)

Di rentangan usia ini sebagian besar hormon dalam tubuh mulai menurun, yaitu hormon testosteron, growth hormon, dan estrogen. Pembentukan radikal bebas mulai terjadi, namun kerusakan yang terjadi belum tampak dari luar sehingga pada tahapan ini individu masih merasa dan tampak normal, tanpa tanda dan gejala penuaan.

2. Tahap transisi (usia 35 -45 tahun)

Pada tahap ini kadar hormon menurun sebanyak 25%. Massa otot berkurang 1 kg setiap beberapa tahun, akibatnya tenaga dan kekuatan terasa hilang, sedang komposisi lemak tubuh bertambah. Mulai muncul gejala penuaan seperti rambut mulai putih, elastisitas kulit menurun, pigmentasi kulit menurun, demikian juga halnya dengan pendengaran, penglihatan, dan dorongan seksual. Kerusakan oleh radikal bebas mulai merusak ekspresi genetik, resiko terjadinya penyakit meningkat. Saat ini orang akan mulai merasa tidak muda lagi dan tampak lebih tua.

(32)

3. Tahap klinik (Usia 45 th ke atas)

Penurunan kadar hormon terus berlanjut yaitu DHEA, melatonin, GH, testosteron, estrogen, dan tiroid. Terjadi penurunan sampai hilangnya kemampuan penyerapan bahan makanan, vitamin, dan mineral. Densitas tulang menurun, massa otot berkurang sekitar 1 kg setiap tiga tahunnya, akibatnya terjadi ketidakmampuan membakar kalori, meningkatnya lemak tubuh dan berat badan. Sistem organ mulai mengalami kegagalan, penyakit kronis menjadi lebih nyata. Ketidakmampuan menjadi faktor utama.

Proses penuaan tidak selalu harus dinyatakan dengan gejala ataupun keluhan. Apabila tidak terjadi gejala atau keluhan bukan berarti tidak mengalami proses penuaan. Namun saat ini dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan proses penuaan dapat dianggap dan diperlakukan sama dengan penyakit, yang dapat dicegah, dihindari, dan diobati sehingga dapat kembali ke keadaan semula (Pangkahila, 2007).

2.2 Proses Penuaan Pada Kulit

Sama halnya dengan organ lain dalam tubuh manusia, kulit juga mengalami proses penuaan.

2.2.1. Definisi penuaan pada kulit

Menurut Medical online Dictionary, penuaan pada kulit adalah suatu mekanisme biologis yang ditandai dengan adanya perubahan struktur maupun elastisitas kulit, yang terjadi bersama dengan waktu sebagai bagian dari proses penuaan fisiologis (intrinsik) maupun yang dipicu oleh efek dari luar (ekstrinsik).

(33)

1. Faktor penuaan intrinsik (intrinsic Aging, Chronologic Aging)

Merupakan proses menua fisiologik yang berlangsung secara alamiah, disebabkan berbagai faktor dari dalam tubuh sendiri seperti genetik, hormonal maupun rasial.

2. Faktor Menua Ekstrinsik

Terjadi akibat berbagai faktor dari luar tubuh. Faktor lingkungan seperti radiasi ultraviolet (UV) sinar matahari, kelembaban udara, suhu dan berbagai faktor luar lainnya dapat mempercepat proses penuaan kulit sehingga terjadi penuaan dini kulit. Selain itu, kulit adalah organ yang mengalami kontak langsung dengan lingkungan sehingga sangat terpengaruh oleh faktor lingkungan.

Proses penuaan ekstrinsik berbeda dengan proses penuaan intrinsik baik secara klinis maupun secara histologis. Secara klinis pada penuaan ekstrinsik (terutama akibat radiasi sinar uv), kulit menjadi kering, kasar, tidak merata, warnanya tidak merata (hipo/hiperpigmentasi), terjadi kerutan yang dalam atau atrofi yang parah, timbul teleangiektasis, pembentukan lentigo solaris, timbulnya lesi kulit premalignant, tidak elastis dan kaku, serta leathery appearance (Helfrich

et al., 2009). Ditambah tanda-tanda lain seperti elastosis (kulit menjadi kasar, kuning dan timbul cobblestone effect) serta actinic purpura (kulit menjadi mudah memar yang disebabkan oleh rapuhnya dinding pembuluh darah) (Gilchrest dan Yaar, 2000). Sebaliknya penuaan kulit intrinsik (chronologic skin aging), ditandai oleh timbul kerutan halus, xerosis, kusam, dan timbulnya berbagai tumor kulit jinak kulit seperti seborrheic keratosis dan cherry angioma (Yaar dan Gilchrest, 2008). Penuaan ekstrinsik, secara histologis memiliki karakteristik berupa massa elastin yang kusut dan kemudian mengalami degradasi membentuk massa yang

(34)

amorfik, jaringan penyangga kulit yang sebagian besar terdiri dari glikosaminoglikan dan proteoglikan meningkat. Sementara itu, jumlah serat kolagen berkurang karena degradasinya meningkat akibat peningkatan enzym matriks metallo proteinase dan pelepasan sitokin, ditambah lagi dengan kontraksi pada septa di lemak subkutan sehingga timbul kerutan. Kompaksi stratum corneum meningkat, lapisan sel granular di epidermis menebal, epidermis menipis akibatnya kulit jadi kering dan kasar. Melanosit yang mengalami hipertrofi meningkat jumlahnya, begitu pula kadar melanin per unit nya, akibatnya muncul

frecless dan hiperpigmentasi (Yaar dan Gilchrest, 2008).

Penuaan berkaitan dengan perubahan yang bersifat progresif yang terjadi di semua jaringan termasuk pada kulit. Suatu proses yang merupakan akibat dari penggunaan sel secara terus menerus dan senescense, yang akhirnya akan diakhiri dengan berkurangnya viabilitas dan kematian. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik, akumulasi dari pengaruh faktor lingkungan dan faktor endogen lainnya yang berperanan pada life-span mahluk hidup (Tschachler dan Morizot, 2006; Yaar, 2006).

Ada 2 teori dasar penuaan pada kulit yaitu teori programmatik dan teori stokastik (Gilchrest dan Yaar, 2000). Teori programmatik meliputi; 1) terjadinya pemendekan telomere yaitu ujung kromosom eukariotik karena DNA polymerase tak mampu mengadakan replikasi pada ujung akhir; 2) penuaan seluler dimana adanya keterbatasan sel untuk membelah.

Teori stokastik meliputi adanya; 1) stress oksidatif yaitu tingkat penggunaan oksigen berkaitan dengan proses penuaan, karena kurangnya efisiensi sistem

(35)

pertahanan oksidatif maka selama masa kehidupan terjadilah akumulasi kerusakan oksidatif molekuler yang terkadang mengakibatkan terjadinya kematian sel secara apoptosis; 2) Adanya kerusakan DNA ; 3) amino acid racemization: yaitu proses penggantian asam amino-D dengan asam amino-L di dalam protein, terjadi selama proses penuaan serta dapat mempengaruhi fungsi protein dan menyebabkan akumulasi protein yang sudah tidak fungsional lagi pada jaringan; 4)

nonenzymatic glycosylation.

Proses penuaan berjalan sesuai waktu atau usia seseorang (chronological / intrinsic aging ) dan juga dapat diperberat oleh adanya faktor eksternal termasuk yang paling banyak berperan adalah pajanan sinar ultra violet (exstrinsic aging).

2.2.2. Mekanisme Penuaan Kulit

Adanya akumulasi Reactive Oxygen Species (ROS) dinyatakan berperanan penting pada proses penuaan kulit, dan hal ini terbukti dari penelitian yang telah dilakukan. Kulit merupakan organ yang paling banyak mengalami kontak langsung dengan lingkungan, sehingga banyak terpapar dengan ROS yang berasal dari lingkungan termasuk dari udara, radiasi matahari, ozon, dan polusi. Selain itu hasil metabolisme normal pun menghasilkan ROS, dari proses rantai respirasi mitokondria yang mana elektron berlebih akan diberikan pada molekul oksigen untuk kemudian terbentuk anion superoksid. Dengan bertambahnya usia membuat berkurangnya kemampuan aktivitas sistem pertahanan dari enzymatic antioxidant (Chung et al., 2004).

(36)

ROS yang terbentuk dari pajanan sinar ultra violet tersebut dapat menekan serta merusak enzymatic antioxidant dan non enzymatic antioxidant

yang merupakan mekanisme pertahanan kulit terhadap radikal bebas. Hal ini akan memicu terjadinya kerusakan oksidatif pada komponen seluler dan non seluler yang akan berakibat pada terjadinya supresi sistem imun, penuaan dini kulit, bahkan sampai mengakibatkan kanker kulit. ROS akan mengaktifkan jalur signal tranduksi sitoplasmik pada fibroblast, hal ini berkaitan pada pertumbuhan, diferensiasi, senescence, dan degradasi jaringan ikat, juga menyebabkan perubahan genetik yang permanen (Kim et al., 2004).

Diperkirakan jumlah kolagen di dermis akan berkurang sebanyak 1 % tiap tahunnya pada usia dewasa. Mekanisme berkurangnya kolagen selama proses penuaan alamiah adalah akibat dari peningkatan ekspresi Matriks Metalloproteinase (MMP). Peningkatan MMP mempengaruhi sintesis kolagen, dimana dengan bertambahnya umur maka level MMP-1, 2, 9, dan 12 akan makin bertambah sementara ekspresi procollagen mRNA lebih rendah dibanding saat masih berusia muda (Chung et al., 2004). Pada proses penuaan alami terjadi penurunan sintesa kolagen serta peningkatan ekspresi Matriks Metalloproteinase

sementara pada photoaging tampak peningkatan Matriks Metalloproteinase yang lebih besar (Chung et al., 2001).

2.2.3. Fenomena Penuaan pada Kulit

Proses penuaan pada kulit terdiri dari 2 fenomena yang berbeda secara signifikan namun dapat terjadi secara simultan, yaitu proses penuaan intrinsik

(37)

(intrinsic aging/chronological aging) dan penuaan ekstrinsik (extrinsic aging /photoaging).

Penuaan intrinsik merupakan proses menyeluruh, dan berlangsung secara alamiah sejalan dengan bertambahnya usia. Proses ini disebabkan oleh berbagai faktor dari dalam tubuh sendiri yaitu faktor genetik, hormonal, dan ras. Pada proses penuaan intrinsik yang terjadi lebih banyak ditandai dengan adanya penurunan fungsi organ oleh karena bertambahnya usia tersebut dibandingkan dengan perubahan morfologi yang tampak.

Proses penuaan ekstrinsik (extrinsic aging/photoaging), suatu proses penuaan yang diakibatkan oleh berbagai faktor dari lingkungan di luar tubuh yang terjadi secara terus menerus. Banyak faktor dari lingkungan yang ada di luar tubuh yang dapat mempengaruhi proses penuaan antara lain sinar ultra violet, kelembaban udara, suhu, polusi asap, dan paparan bahan kimiawi. Dari faktor lingkungan tersebut yang paling banyak berperanan dalam penuaan kulit adalah pengaruh dari pajanan sinar ultra violet, oleh karena itu proses penuaan ini disebut juga sebagai photoaging. Faktor yang berpengaruh dari luar tersebut dapat dihindari untuk mencegah terjadinya proses penuaan dini (Gilchrest dan Yaar, 2000 ; Chung et al., 2004).

2.3. Sinar Ultra Violet

Radiasi sinar ultraviolet adalah bagian dari spektrum cahaya elektromagnetik yang panjang gelombangnya lebih panjang daripada sinar-X tetapi lebih pendek daripada sinar tampak yaitu antara 10 – 400 nm dan energi

(38)

antara 3 – 124 eV. Spektrum ultraviolet sinar matahari dapat dibagi menjadi 3 segmen berdasarkan panjang gelombang radiasinya. Yaitu gelombang pendek (UV-C), gelombang medium (UV-B), dan gelombang panjang (UV-A).

1. UV-C dengan spektrum 200-290 nm, adalah radiasi yang paling banyak diserap di lapisan ozon atmosfer bumi dan normalnya tidak mencapai permukaan bumi. Panjang gelombang ini memiliki energi yang sangat hebat dan bersifat sangat mutagenik. Radiasi UV-C dapat menembus kulit sampai 60-80 µm dan dapat merusak molekul DNA.

2. UV-B dengan spektrum 290-320 nm, paling banyak menembus atmosfer bumi. Walaupun hanya 5% dari total radiasi sinar matahari, tetapi bertanggungjawab atas sebagian besar photodamage pada kulit. Radiasi UV-B dapat menenbus kulit sampai kedalaman kira-kira 160-180 µm. Sehingga dapat menembus seluruh lapisan epidermis (70% diserap di stratum korneum, 20% dikeseluruhan epidermis) dan sebagian dermis (sekitar 10%). Radiasi UV-B dapat memicu baik langsung maupun tidak langsung, kerusakan DNA, stres oksidatif, penuaan dini kulit dan berbagai efek terhadap sistem imun, serta memiliki efek penting terhadap timbulnya tumor kulit.

3. UV-A dengan spektrum 320-400 nm, adalah jenis radiasi yang lemah. 1000 kali lebih lemah daripada UV-B namun 100 kali lebih banyak mencapai permukaan bumi, sekitar 90-95% dari total radiasi sinar matahari yang berhasil sampai ke permukaan bumi. UV-A dapat menembus sampai kedalaman 1000 µm. Radiasi UV-A diserap sebagian

(39)

besar pada lapisan epidermis, tetapi 20-30% mencapai bagian yang lebih dalam dermis kulit manusia. Dan bertanggung jawab atas timbulnya tumor kulit baik yang jinak maupun kanker (Kochevar dan Taylor, 2003; Nichols dan Katiyar, 2010).

2.3.1 Efek Radiasi Sinar UV

Paparan sinar UV dari matahari dapat memicu pembentukan radikal bebas pada kulit. Radikal bebas yang terbentuk akan menyebabkan menurunnya kinerja enzim untuk mempertahankan fungsi sel, merusak protein dan asam amino yang merupakan struktur utama kolagen dan elastin. Radiasi sinar ultra violet memiliki rentangan yang luas dalam efek akut yang ditimbulkannya. Efek yang ditimbulkan selain sunburn inflammation (erythema) dan tanning (melanogenesis) juga dapat mengakibatkan DNA photodamage, immunosupresi, dan sintesis vitamin D. Sedangkan paparan kronik dari sinar matahari dapat memicu terjadinya

photoaging dan lebih jauh lagi dapat memicu terjadinya kanker kulit seperti

squamous cell ca, basal cell ca, dan melanoma maligna (Young, 2000).

Sunburn (eritema) adalah reaksi inflamasi akut pada kulit ditandai dengan kemerahan yang muncul akibat ekspos langsung berlebihan dengan radiasi sinar UV. Radiasi UVA maupun UV- B dapat menimbulkan kemerahan pada kulit, namun intensitas dan kecepatan menimbulkan kemerahannya berbeda. Reaksi kemerahan kulit terhadap UVA lebih cepat tapi kurang intensif dibandingkan dengan UV- B. Pada UV- B, respon kemerahan (eritema) muncul dalam waktu 6-24 jam setelah ekspos langsung, tergantung dari dosis penyinaran. Dosis terkecil

(40)

yang dapat mengakibatkan reaksi kemerahan minimal yang terlihat dengan jelas 24 jam setelah ekspos disebut MED (Minimal Erythema Dose).

Paparan radiasi UV sinar matahari menimbulkan respon pigmentasi berupa timbulnya warna kecoklatan (tanning) dan diikuti dengan pembentukan melanin baru. Hal ini dipengaruhi oleh panjang gelombang radiasi. Pada paparan UVA, respon pigmentasinya bertahan lebih lama dibandingkan dengan UV- B. Hal ini mungkin disebabkan oleh UVA menginduksi pigmentasi pada lapisan yang lebih dalam. Pada melanogenesis yang disebabkan oleh UV- B, akan menghilang bersama dengan pelepasan sel epidermis tiap bulan (Fisher et al., 2001)

Hanya dengan satu kali ekspos terhadap paparan radiasi UV sinar matahari dapat mengganggu jaringan konektif dengan menyebabkan gangguan sintesis kolagen yang hampir komplet, selama 24 jam yang kemudian diikuti dengan recovery 48-72 jam setelahnya( Fisher et al., 2002). Selain itu juga terjadi degradasi kolagen karena terjadi peningkatan kadar MMP-1 yang cukup signifikan yaitu sekitar 4,4 ± 0,2 kali lipat jika dibandingkan dengan kulit yang tida di pajan radiasi UV (Fisher et al., 2001).

2.4. Anatomi dan Fungsi Kulit Manusia

Kulit adalah organ tubuh yang penting untuk menjamin kelangsungan hidup dan menyokong penampilan serta kepribadian seseorang, terletak pada lapisan terluar dengan luas 1,5 m² pada orang dewasa dengan berat kira-kira 15% dari berat badan (Wasitaatmadja, 2007).

(41)

Secara garis besar kulit tersusun atas tiga lapisan yaitu lapisan epidermis, lapisan dermis, dan lapisan subkutis. Batas antara dermis dan epidermis tidak teratur, dimana tonjolan dermis yang disebut papilla dermis saling mengunci dengan tonjolan epidermis yang disebut epidermal ridges. Sedangkan batas antara dermis dan subkutis tidak ada garis tegas yang memisahkannya (Wasitaatmadja, 2007; Junqueira et al., 1997).

Secara histopatologis lapisan kulit dapat dijabarkan sebagai berikut: 2.4.1 Lapisan Epidermis terdiri atas:

2.4.1.1 Stratum korneum(lapisan tanduk)

Adalah lapisan kulit yang paling luar, terdiri atas beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).

2.4.1.2 Stratum lusidum

Berada langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin.

2.4.1.3Stratum granulosum (lapisan keratohialin)

Merupakan 2-3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya, butiran kasar tersebut terdiri atas keratohialin

(42)

2.4.1.4 Stratum spinosum (stratum malphigi)

Lapisan ini disebut juga prickle cell layer, terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal, protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan inti terletak di tengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya, di antara sel-sel terdapat jembatan antar sel yang terdiri atas protoplasma dan tonofibril. Di antara sel-sel spinosum terdapat pula sel langerhans. 2.4.1.5 Stratum basale

Terdiri atas sel-sel berbentuk kubis (kolumnar) yang tersusun vertical pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar. Lapisan ini adalah lapisan epidermis paling bawah. Lapisan ini terdiri dari 2 jenis sel yaitu sel kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar, dan sel melanosit yang merupakan sel pembentuk melanin dengan sitoplasma basofilik dengan inti gelap mengandung butir pigmen (melanosom).

2.4.2 Lapisan Dermis

Lapisan ini lebih tebal daripada epidermis, terdiri dari lapisan elastik dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut . dermis dibagi menjadi dua bagian yaitu

(43)

2.4.2.1 Pars papilare

Bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah.

2.4.2.2 Pars retikulare

Terdiri dari serabut-serabut penunjang seperti serabut kolagen, elastin dan retikulin. Dasar (matriks) lapisan ini terdiri atas asam hialuronat dan kondroitin sulfat, terdapat juga fibroblast. Serabut kolagen dibentuk oleh fibroblast, membentuk ikatan yang mengandung hidroksiprolin dan hidroksilisin. Serabut elastin biasanya bergelombang berbentuk amorf dan mudah mengembang serta lebih elastis. Retikulin mirip dengan kolagen muda.

2.4.3 Lapisan Subkutis

Kelanjutan dari dermis yang terdiri dari jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak didalamnya. Sel lemak merupakan sel bulat besar dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel ini berkelompok dipisahkan satu sama lainnya dengan trabekula yang fibrosa. Pada lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah dan getah bening.

Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus yaitu yang terletak di bagian atas dermis (pleksus superfisialis) dan yang terletak di subkutis ( pleksus profunda) .

(44)

Kulit juga memiliki berbagai fungsi bagi tubuh antara lain adalah : 1. Fungsi proteksi

Kulit menjaga bagian dalam tubuh dari gangguan yang bersifat fisik atau mekanis, gangguan kimiawi, radiasi sinar ultra violet, gangguan kuman maupun jamur. Fungsi ini terjadi karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan jaringan penunjangnya yang berperanan terhadap gangguan yang bersifat fisik. Adanya melanosit turut berperan dalam melindungi kulit dari pajanan sinar ultra violet. Keasaman kulit dengan pH 5-6,5 merupakan perlindungan kimiawi terhadap infeksi bakteri dan jamur.

2. Fungsi ekskresi

Kelenjar-kelenjar kulit akan mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna dan sisa metabolism dalam tubuh. Produk kelenjar lemak dan keringat di kulit menyebabkan keasaman kulit pada pH 5 – 6,5.

3. Fungsi persepsi

Fungsi persepsi ini disebabkan karena adanya ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.

4. Fungsi pengaturan suhu tubuh

Peranan kulit dalam pengaturan suhu tubuh terjadi dengan cara mengeluarkan keringat.

(45)

5. Fungsi imunitas

6. Fungsi sintesis vitamin D dan melanin

2.5. Fibroblas

Fibroblas adalah sel yang utama di lapisan dermis, berbentuk spindel dengan sitoplasma bercabang cabang tidak teratur, nukleus berbentuk lonjong, besar dan pucat dengan nukleolus yang jelas. Sel fibroblas bertanggung jawab terhadap produksi kolagen, serat retikulin, serat elastik dan jaringan penyangga dari dermis. Selain itu fibroblas juga dapat menghilangkan serat-serat tersebut dengan mensekresikan enzim seperti collagenase (MMP-1) dan elastase (Obagi, 2000 ; Junqueira et al., 1997).

Fibroblas berperanan penting pada proses penyembuhan luka (wound healing process). Adanya suatu kerusakan pada jaringan dapat merangsang sel fibrosit dan mitosis fibroblas. Jadi dapat dikatakan bahwa fungsi utama fibroblas adalah menjaga integritas struktur jaringan ikat dan mengatur turnover jaringan ikat dengan memproduksi enzim yang dapat mendegradasi kolagen (collagenase), elastin (elastase), proteoglikan dan glikosaminoglikan (stromelysin dan lysosomal hydrolase).

Dengan bertambahnya usia, secara umum ukuran fibroblas akan menjadi semakin mengecil dan menjadi berkurang aktivitasnya, sementara pada kulit yang mengalami kerusakan oleh karena pajanan sinar ultra violet fibroblasnya sering menjadi hipertopi.

(46)

Dari suatu penelitian dinyatakan bahwa sel fibrolas memiliki ketahanan yang lebih kuat terhadap pajanan UV-B dibandingkan dengan sel lain seperti keratinosit dan melanosit dengan dosis yang bersifat sitotoksik dari pajanan

narrowband UV-B (100,200, dan 400 mJ/cm²) ataupun broadband UV-B (5,10, dan 25 mJ/cm² ) (Cho et al., 2008).

2.6.Matriks Metalloproteinase

Matriks Metalloproteinase (MMP ) adalah sekelompok proteinase mengandung Zinc, yang bertanggung jawab mendegradasi protein matriks ekstra seluler. MMP terdiri dari sekitar 25 anggota, dimana 24 nya terekspresi pada mamalia. MMP diklasifikasikan sebagai kolagenase, gelatinase, stromelisin dan tipe membran (Seltzer dan Eisen, 2003; Quan et al., 2009). Pada berbagai studi ditemukan bahwa jenis yang paling banyak terpengaruh pada paparan radiasi UV adalah interstisial kolagenase (MMP-1), stromyelisin-1 (MMP-3), 92kd-gelatinase (MMP-9) (Fisher et al., 2002). UV menginduksi MMP-1 untuk menginisiasi pemecahan fibril kolagen (tipe I dan III di kulit) pada satu tempat di tengah-tengah tripel heliks fibril kolagen (Fisher et al., 2002).

Kolagen adalah penyusun utama kulit manusia, yang memberikan kekuatan dan kekenyalan pada kulit. Kolagen tipe I adalah struktur protein utama penyusun matriks ekstra seluler. Fibroblas dermis membuat molekul prekursor yang disebut prokolagen. Prokolagen kemudian di sekresi ke dalam ruang ekstra seluler yang kemudian di proses secara enzymatik menjadi kolagen matur. Kolagen matur spontan membentuk fibril, yang segera di stabilkan dengan

(47)

fibril kolagen yang terpecah dapat terakumulasi sepanjang waktu dan memiliki konsekuensi yang panjang, terhadap struktur maupun fungsi kulit (Quan et al., 2009) Terdapat dua regulator utama dalam proses produksi kolagen yaitu :

transforming growth factor (TGF-β) dan activator protein-1 (AP)-1. TGF-β adalah sitokin yang meningkatkan produksi kolagen. Sedangkan AP-1 adalah faktor transkripsi yang menghambat produksi kolagen serta meningkatkan pemecahan kolagen melalui regulasi aktivitas enzym yang disebut matriks metalloproteinase (MMP) (Helfrich et al., 2008). Radiasi UV diketahui secara langsung dan tidak langsung mengganggu integritas ekstraselular matriks dengan cara meningkatkan aktivitas MMP.

Pada kulit manusia, MMP-1 adalah tipe yang paling terpengaruh oleh induksi sinar UV matahari dan bertanggungjawab terhadap pemecahan kolagen pada kulit yang mengalami photoaging (Fisher et al., 2001). Ditemukan bahwa hanya dengan satu kali ekspos terhadap paparan radiasi UV sinar matahari dapat mengganggu jaringan konektif dengan menyebabkan gangguan sintesis kolagen yang hampir komplit, selama 24 jam yang kemudian diikuti dengan recovery 48-72 jam setelahnya ( Fisher et al., 2002). Selain itu juga terjadi degradasi kolagen karena terjadi peningkatan kadar MMP-1 yang cukup signifikan yaitu sekitar 4,4 ± 0,2 kali lipat jika dibandingkan dengan kulit yang tidak dipajan radiasi UV (Fisher et al., 2001). MMP-1 adalah mediator utama terhadap timbulnya degradasi kolagen pada kulit yang mengalami photoaging. Enzim MMP-1 kolagenolitik mendegradasi fibril kolagen dan elastin, yang penting untuk kekuatan dan elastisitas kulit. Aktivitas MMP-1 di kulit akan meningkat walaupun hanya

(48)

dengan radiasi UV yang singkat, yang akan menyebabkan timbulnya kerutan pada kulit, yang menjadi tanda photoaging (Yaar dan Gilchrest, 2008).

Secara garis besar pengaruh sinar UV matahari terhadap timbulnya Photoaging dapat dijelaskan dengan gambar 2.1.

Gambar 2. 1 Model Mekanisme Photoaging (Helfrich et al., 2008)

Radiasi UV akut menyebabkan timbulnya ROS (Radical Oxygen Species), yang meningkatkan AP-1 dan menurunkan TGF-β. Peningkatan AP-1 dapat meningkatkan MMP yang bertindak sebagai pemecah kolagen, sementara itu penurunan TGF-β juga menurunkan sintesis kolagen. Pemecahan kolagen selalu diikuti dengan sintesis dan perbaikan, yang seperti pada hampir semua proses penyembuhan luka, tidak pernah sempurna dan menyisakan bekas, walaupun awalnya ecara klinis tidak terlihat. Tetapi bersama dengan bertambahnya usia dan

(49)

ekspos sinar UV yang terus terjadi, terjadi penumpukan solar scar, yang lama kelamaan mulai terlihat secara klinis berupa kerutan (photoaging) (Helfrich et al., 2008).

Dengan demikian, hambatan terhadap MMP-1 adalah salah satu cara untuk mencegah kerusakan kulit akibat paparan sinar UV. Matriks metaloproteinase-1 adalah mediator kunci yang mendegradasi kolagen pada kulit yang mengalami

photoaging (Fisher et al., 2002).

2.7.Photoaging dan Mekanisme Kerusakan pada Kolagen

Photoaging adalah proses penuaan dini yang terjadi akibat efek kumulatif pajanan kronis UV matahari dengan gejala penuaan kronologis. Kerusakan yang ditimbulkan dapat dilihat baik secara klinis, histologis atau patologi anatomi maupun secara fungsional (Berneburg et al., 2000).

Reaksi kronis dari pajanan sinar ultraviolet matahari selama bertahun-tahun dapat menimbulkan gangguan arsitektur kulit, dan terutama menyebabkan penuaan dini kulit atau photoaging (Quan et al., 2009)

Pajanan UV akan berakibat pada timbulnya reactive oxygen species (ROS) yang merusak membran lipid, protein seluler, dan DNA . Kerusakan pada protein akan menginaktifkan enzim yang mempengaruhi kemampuan sel tersebut untuk memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan oleh sinar UV dan ini akan berakibat pada kematian sel atau terjadinya mutasi permanen DNA seluler (Yaar dan Gilchrest, 1995).

Gambar

Gambar 2. 1 Model Mekanisme Photoaging (Helfrich et al., 2008)
Gambar 2. 2 Model Hipotesis Patofisiologi Solar Scar (Fischer, 2001)
Gambar 2. 3 Jagung Ungu (Varien Moos, 2013)
Tabel 2. 1 Kandungan antosianin pada beberapa buah dan sayuran (dikutip  dari Pu Jing 2006)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ekstrak kulit terong ungu (Solanum melongena L.) ini menunjukkan penurunan kadar HDL darah tikus putih (Rattus norvegicus) yang tidak signifikan secara statistik

Pada penelitian ini, dilakukan optimasi komposisi Span 60 dan Tween 80 dengan berbagai nilai HLB untuk mendapatkan formula krim anti-aging ekstrak kulit terong ungu

Krim dengan ekstrak etanol tongkol jagung pada konsentrasi ekstrak yang berbeda diduga memiliki aktivitas tabir surya dengan nilai SPF yang juga berbeda. Ekstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak etanol umbi ubi ungu mempunyai efek penurunan kadar kolesterol dan kadar trigliserida pada tikus putih

PERBEDAAN EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BUAH DAN KULIT TERONG UNGU (Solanum melongena L.) TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR (Rattus

Berdasarkan hasil uji t-test dependen terdapat pengaruh pemberian es krim ubi jalar ungu terhadap kadar kolesterol total dengan nilai p = 0,021 &lt; 0,05.Pada

Penambahan santan kelapa dan bubur ubi jalar ungu dalam pembuatan es krim memberikan pengaruh nyata terhadap kadar lemak, kadar protein, total padatan, overrun,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak etanol umbi ubi ungu mempunyai efek penurunan kadar kolesterol dan kadar trigliserida pada tikus putih