• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan

2. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan pengujian hipotesis yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa thitung berada diluar daerah penerimaan H0 atau dengan kata lain H0 ditolak. Dengan demikian, hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan bahwa rata

– rata hasil belajar matematika siswa yang diberi model Aptitude Treatment Interaction (ATI) lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberi pembelajaran konvensional diterima pada taraf signifikansi 5%. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran model Aptitude Treatment Interaction (ATI) lebih baik dari pada pembelajaran konvensional.

Adanya perbedaan rata – rata hasil belajar matematika siswa pada kedua kelas tersebut disebabkan karena perbedaan perlakuan pada saat proses pembelajaran yang dilakukan, proses pembelajaran siswa pada kelas kontrol menggunakan model konvensional dimana guru mengajar sejumlah murid dalam ruangan dengan treatment yang sama karena diasumsikan semua murid memiliki minat, kepentingan, kecakapan, dan kecepatan belajarnya relatif sama dan tanpa melibatkan siswa dengan aktif dan proaktif. Sementara proses

62

pembelajaran siswa pada kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI), yakni model pembelajaran yang berisikan sejumlah strategi pembelajaran yang efektif digunakan untuk siswa tertentu sesuai dengan perbedaan kemampuan masing – masing siswa dalam kelas.

Beberapa hal penulis temukan dilapangan ketika menerapkan model Aptitude Treatment Interaction (ATI) di kelas eksperimen yaitu kelas VIII – 3. Walaupun sebenarnya siswa sudah terbiasa dengan model belajar kelompok, namun model ini berbeda dengan belajar kelompok seperti yang biasa mereka terapkan. Pada pembelajaran kelompok yang biasa, mereka hanya dikelompokkan dalam kelompok yang mereka buat sendiri bukan berdasarkan kemampuan mereka dan mereka hanya bekerja bersama – sama untuk menjawab soal latihan, merangkum pembelajaran yang telah lalu atau yang lain dimana semua kelompok melakukan kegiatan pembelajaran dalam kelas yang sama seperti itu. Namun kali ini ada perbedaan cara belajar kelompok dengan Aptitude Treatment Interaction (ATI), dimana siswa dikelompokkan berdasarkan kemampuan mereka yang telah ditetapkan oleh guru kemudian menerima proses pembelajaran yang berbeda di dalam kelas setiap kelompoknya sesuai dengan kemampuan mereka.

Pada pertemuan pertama, dengan penggunaan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) yang penulis terapkan, siswa masih terlihat bingung. Hal ini disebabkan karena mereka tidak pernah melakukan kegiatan belajar seperti pembelajaran seperti ini. Biasanya mereka hanya melakukan kegiatan belajar seperti kegiatan belajar mengajar pada umumnya. Mereka duduk manis mendengarkan guru berceramah menjelaskan materi, kemudian disuguhi beberapa soal latihan untuk dijawab. Namun dalam penerapan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) siswa mengalami proses belajar yang berbeda dalam kelas sesuai kelompok

berdasarkan kemampuan mereka. Dan inilah yang membuat sebagian besar siswa terlihat masih kebingungan.

Selain itu, pada saat pembagian kelompok, banyak siswa yang enggan untuk berkumpul dengan kelompok yang dibentuk guru. Karena pada praktek model Aptitude Treatment Interaction (ATI) siswa dikelompokkan berdasarkan tingkat kemampuan mereka yaitu siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan kurang yang ditentukan berdasarkan nominasi guru . Biasanya mereka satu kelompok dengan teman akrab mereka

Namun kesulitan yang ditemui kelompok siswa tersebut terjadi di pertemuan pertama saja. Karena pada pertemuan selanjutnya, kesulitan yang ditemui seperti pada pertemuan pertama tidak terjadi lagi. Kelompok siswa sudah mulai memahami aturan main dengan penggunaan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) ini. Bahkan masing – masing kelompok sudah mulai terbiasa dengan cara belajar yang mereka dapatkan dari guru.

Selain itu, dari hasil pengamatan selama penelitian, dalam pembelajaran yang menggunakan model Aptitude Treatment Interaction (ATI) yang diterapkan pada kelas eksperimen, menjadikan siswa memiliki aktifitas bertanya yang lebih baik. Hal ini dapat terlihat dari beragamnya jenis pertanyaan yang diajukan siswa. Siswa juga dapat saling membagi pengetahuan mereka dalam kelompok masing – masing , hal ini juga memudahkan guru untuk mengecek sejauh mana kemampuan siswa dalam penguasaan materi.

Sebaliknya dalam pembelajaran yang menggunakan model konvensional yang diterapkan pada kelas kontrol menjadikan siswa kurang aktif dalam pembelajaran. Siswa cenderung tidak bertanya ketika proses pembelajaran berlangsung walaupun siswa belum memahami materi pembelajaran. Hal ini menyebabkan siswa kurang terasah kemampuannya memahami materi pelajaran.

64

Dengan demikian ternyata terbukti bahwa model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa dimana hasil akhir siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan hasil belajar pada kelas kontrol, sehingga asumsi optimalisasi prestasi akademik atau hasil belajar akan tercipta bilamana perlakuan – perlakuan dalam pembelajaran disesuaikan sedemikian rupa dengan perbedaan kemampuan siswa terbukti dengan kata lain terbukti terdapat hubungan timbal balik antara prestasi belajar yang dicapai siswa dengan pengaturan kondisi pembelajaran yang dikembangkan guru dikelas.

Foto siswa – siswi kelompok atas sedang mempelajari modul dan latihan soal

Foto kegiatan pembelajaran kelas eksperimen. Pada gambar terlihat kelompok yang berkemampuan tinggi sedang mempelajari modul dan mengerjakan

soal latihan yang terdapat di modul. Sedangkan siswa pada kelompok sedang dan kurang sedang mengikuti pembelajaran biasa secara konvensional secara optimal dan terfokus. Dengan pembagian siswa dalam kelompok berdasarkan kemampuan ini terlihat siswa merasa lebih sesuai dalam mengikuti pembelajaran di dalam kelas yaitu sesuai dengan cara belajar mereka, dimana siswa yang berkemampuan tinggi lebih nyaman belajar mandiri dalam kelompok menggunakan modul dan sumber – sumber belajar lainnya dibandingkan harus mengikuti pembelajaran di depan kelas dimana harus mengikuti kecepatan pembelajaran siswa lain yang sedang dan kurang dalam pemahamannya. Begitu juga untuk kelompok sedang dan kurang, mereka menjadi lebih nyaman dalam belajar terlihat dari antusiasme mereka mau mengajukan pertanyaan – pertanyaan kepada guru di depan kelas ketika ada materi yang mereka anggap kurang mereka pahami. Peran guru dalam kelaspun menjadi lebih jelas sebagai fasilitator mereka baik bagi kelompok tinggi, sedang, dan kurang. Guru bisa menjadi lebih fokus mengajarkan siswa kelompok sedang dan kurang dan juga dapat mendampingi siswa kelompok tinggi dalam mempelajari isi modul dan latihan –

66

Foto siswi kelompok sedang dan bawah sedang mengerjakan soal di depan kelas Siswa kelompok sedang dan bawah mengerjakan soal latihan yang diberikan guru di depan kelas. Dengan model pembelajaran ini mereka lebih aktif mengikuti pelajaran di dalam kelas. Dengan memperhatikan dan memberikan layanan yang sesuai dengan kebutuhan siswa, mereka dapat belajar dan mengikuti pembelajaran dalam kelas dengan baik dan aktif. Pada siswa kelompok sedang dan kelompok bawah diberikan pembelajaran konvensional secara optimal dan diberikan stimulus berupa latihan – latihan soal dan memberikan contoh – contoh materi yang mudah mereka pahami yang ada di kehidupan mereka sehari – hari. Dengan begitu mereka memiliki kemampuan untuk memahami materi yang ada dan membiasakan diri untuk minimal berani bertanya kepada guru di dalam kelas jika materi yang diberikan kurang mereka pahami. Dengan terbiasa bertanya dan mengerjakan soal di

depan kelas, mereka akan menjadi lebih aktif terlibat secara langsung dalam proses belajar mengajar.

Foto kegiatan tutorial dan reteaching kelompok bawah

Siswa kelompok bawah sedang mengikuti proses tutorial di luar jam pelajaran. Bagi kelompok siswa yang mempunyai kemampuan yang rendah diberikan special treatment, yaitu berupa pembelajaran dalam bentuk re-teaching dan tutorial. Perlakuan diberikan setelah mereka bersama– sama kelompok sedang mengikuti pembelajaran secara reguler (regularteaching) .Halini dimaksudkan agar secara psikologis siswa berkemampuan rendah tidak merasa diperlakukan sebagai siswa nomerdua dikelas. Re-teaching dan tutorial dipillih sebagai perlakuan khusus untuk kelompok ini, didasarkan pada pertimbangan bahwa mereka lamban dan sulit memahami sert amenguasai bahan pelajaran. Olehkarena itu, kelompok ini harus mendapat apresiasi khusus dari guru berupa bimbingan dan bantuan belajar dalam

68

bentuk pengulangan pelajaran kembali melalui tambahan jam belajar dan tutorial, sehingga dengan cara demikian mereka dapat menguasai pelajaran yang diajarkan. .Perlakuan khusu sini diselenggarakan dalam bentuk pertemuan antara guru dan siswa pada kelompok kecil, yang diliputi oleh suasana Tanya– jawab, diskusi dan pengulangan pelajaran kepada siswa satu – persatu (individual).

Dokumen terkait