VALIDATOR ASPEK VALIDASI PERSENTASE RATA-RATA PERSENTASE
2. Pembahasan Hasil Pengembangan Model
Banyak permasalahan kontekstual yang melatarbelakangi kasus faraid.
Akan tetapi, faktanya pada pembelajaran faraid di Madrasah Aliyah, siswa kurang memahami dan peduli dengan masalah-masalah kontekstual yang mereka pelajari. Oleh karena itu, dengan model ini, siswa diharapkan dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran yang dapat memberdayakan kemampuan berfikir tingkat tinggi, seperti kemampuan analisis, berfikir kritis, dan memecahkan masalah.
Keberhasilan pembelajaran dengan berbasis masalah ini yaitu saling menghargai antar tim kerja, saling kooperatif, keaktifan siswa, tanggung jawab siswa, dan masalah dapat terpecahkan (Ersoy, 2014: 116). Desain model dalam pembelajaran faraid ini dilengkapi dengan bahan ajar faraid dan pedoman evaluasi untuk membantu guru untuk melaksanakan pembelajaran. Penggunaan model
pembelajaran harus disesuaikan dengan materi, tujuan pembelajaran, serta karakteristik siswa.
Guru diharapkan merencanakan pembelajaran dalam menggunakan model pembelajaran, agar pembelajaran dapat berjalan dengan efektif dan teratur.
Perencanaan pembelajaran merupakan suatu proses sistematis untuk menentukan apa dan bagaimana siswa harus belajar. Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang praktis, ekonomis waktu, dan bermanfaat bagi guru maupun siswa. Hal terpenting yang harus diketahui oleh guru dalam merencanakan pembelajaran adalah pengetahuan awal siswa, pengetahuan tentang materi pelajaran, dan pengetahuan tentang strategi, metode, maupun model pembelajaran.
Pengembangan model dilakukan pertama kali dengan tahap pendefinisian (Define). Kegiatan dilakukan dengan cara observasi langsung dan wawancara di tempat penelitian mendapatkan informasi awal terkait potensi masalah yang terjadi di lapangan dan harus ditemukan solusinya. hasil analisis awal atau studi pendahuluan, diperoleh informasi bahwa kemampuan siswa Madrasah Aliyah dalam mengkaji ilmu faraid masih tergolong rendah dalam berfikir analisis, kritis, evaluatif, dan kreatif. Hal ini dibuktikan dengan hasil belajar siswa pada topik bahasan faraid masih banyak yang belum mencapai nilai yang diharapkan. Selain itu, disebabkan karena guru juga belum menggunakan metode pembelajara yang inovatif, masih mengacu pada buku teks, dan menekankan pada hafalan saja.
Dilihat perlunya guru dan siswa untuk memaksimalkan proses pembelajaran fikih materi faraid yang selama ini dianggap materi yang paling sulit, perlu adanya pengembangan model pembelajaran untuk menjawab kebutuhan guru dan siswa yang belum terpenuhi selama ini. Oleh karena itu, perlu dikembangkannya model pembelajaran inovatif yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir tingkat tinggi (HOTS) pada tataran analisis, evaluatif, dan kreatif. Pengembangan model pembelajaran juga dilihat berdasarkan karakteristik peserta didiknya. Dalam hal ini, dipastikan anak sudah mampu berfikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berfikir yang lebih matang, sehingga mampu berfikir tingkat tinggi.
Pemilihan materi disesuaikan dengan model yang dikembangkan dan dianalisis
konsep materinya. Materi diidentifikasi, dirinci, dan disusun secara sistematis dan dikaitkan dengan konsep-konsep yang relevan. Selanjutnya disusun tugas dan dianalisis berdasarkan pada analisis konsep materi. Diamping itu rincian analisis tugas untuk materi faraid merujuk pada kompetensi inti dan kompetensi dasar yang kemudian akan dirumuskan tujuan pembelajaran yang diperoleh dan disesuaikan dengan kompetesi inti dan kompetensi dasar kurikulum 2013.
Pengembangan model selanjutnya dilakukan dengan tahap perancangan (design). Hal pertama kali dilakukan adalah penyusunan tes. Dasar dari penyusunan tes adalah analisis tugas dan analisis konsep yang dijabarkan dalam spesifikasi tujuan pembelajaran. Tes yang dimaksud adalah tes kemampuan berfikir tingkat tinggi pada materi faraid. Tes yang dikembangkan disesuaikan dengan jenjang kemampuan kognitif kategori HOTS. Tes yang disampaikan telah diuji validitas dan reliabilitas untuk memastikan bahwa tes tersebut layak diujikan. Selanjutnya, setelah diketahui bahwa tes yang disebarkan tersebut valid dan reliabel, juga ditentukan tingkat kesukaran dan daya pembeda antara soal yang satu dengan lainnya, sehingga soal tes yang diujiakan dapat mewakili dan mampu meningkatkan kemampuan berfikir tingkat tingi (HOTS) siswa. Dalam tahap perancangan model, juga diperlukan pemilihan media. Media yang digunakan sesuia dengan karakteristik materi pembelajaran yaitu fikih materi faraid dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Media yang digunakan dalam pembelajaran meliputi: media gambar, buku pegangan guru, dan buku siswa. Media ini dapat diharapkan dapat membantu siswa dalam memahami materi faraid dan menemukan konsep-konsep yang ada di dalamnya. Dengan adanya pemilihan media ini diharapkan siswa lebih menyukai pelajaran fikih materi faraid dan lebih antusias serta aktif di dalam pembelajaran. Pengembangan model yang dihasilkan juga dilengkapi buku panduan beserta materi faraid di dalamnya. Format yang dipilih disesuaikan dengan karakteristik pendekatan kontekstual. Format model dibuat bagan-bagan yang alurnya sangat jelas, sehingga mudah sekali dibaca dan difahami oleh pembaca. Format buku panduan penggunaan model beserta bahan ajar faraid dibuat berwarna juga dilengkapi beberapa gambar yang menarik, sedangkan untuk format tes kemampuan
kemampuan berfikir tingkat tinggi mengacu pada indikator kemampuan pemecahan masalah. Model pembelajaran yang dikembangkan disesuaikan dengana pendekatan kontekstual kemudian diharapkan penerapannya berdampak pada peningkatan kemampuan berfikir tingkat tinggi.
Pengembangan model selanjutnya dilakukan dengan tahap pengembangan (develop). Pengembangan model dalam kegiatan pembelajaran harus dirinci dengan detail, sehingga guru dapat menerapkan dengan baik sesuai dengan harapan. Menurut hasil validasi ahli materi faraid bahwa, bahan ajar faraid yang selama digunakan di kelas XI masih sebatas konsep-konsep yang masih belum teratur. Siswa masih kesulitan memahaminya, sehingga siswa kurang tertarik dengan buku ajar yang mereka pakai saat ini. Metode yang digunakan guru dalam pembelajaran faraid masih sebatas pemahaman, hafalan, membaca, dan mengerjakan apa yang ada pada buku pegangan, belum memberdayakan kemampuan berfikir tingkat tinggi siswa. Sehingga, siswa masih berfikir dengan taraf yang rendah. Padahal, penilaian ranah kognitif harus mengukur pada tataran pengetahuan sampai tahap mengevaluasi dan mencipta.
Model yang dikembangkan pada penelitian ini berupa model Contextual Guided Peoblem-Based Learning yang diujicobakan beberapa kali pada pembelajaran fikih materi faraid di Madrasah Aliyah. Model ini langsung diujicobakan kepada guru fikih dan siswa kelas XI Madrasah Aliyah. Model ini merupakan integrasi dari model Contextual Teaching Learning, Problem Based Learning, dan Guided Teaching. Setiap model pembelajaran tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan apabila diimplementasikan pada kegiatan pembelajaran dengan materi tertentu, termasuk Contextual Teaching Learning, Problem Based Learning, dan Guided Teaching. Adapun Kelebihan model Contextual Teaching Learning diantaranya: a) pemahaman konsep ditemukan sendiri oleh siswa karena siswa menerapkan apa yang dipelajari dikehidupan sehari-hari; b) siswa terlibat aktif dalam memecahkan dan memiliki keterangan berfikir yang lebih tinggi karena siswa dilatih untuk mengunakan berfikir memecahkan suatu masalah dalam mengunakan data memahami masalah untuk memecahkan suatu hasil; c) pengetahuan tetang materi pembelajaran tertanam berdasarkan skema
yang dimiliki siswa sehingga pembelajaran CTL akan lebih bermakna; d) siswa dapat merasakan dengan masalah yang konteks bagi siswa hal ini dapat mengakibatkan motivasi kesukaran siswa terhadap belajar matematika semakin tinggi; e) siswa menjadi mandiri; f) pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan (Nurhidayah, Yani, & Nurlina, 2016): 7).
Adapun kekurangan model Contextual Teaching Learning dapat dijelaskan diantaranya: a) waktu yang dibutuhkan dalam pembuatan amat banyak karena siswa ditentukan menemukan sendiri suatu konsis sedangkan guru hanya berperan sebagai fasilitator, hal ini dapat berakibat pada tahap awal materi kadang-kadang tidak tuntas; b) tidak semua komponen pembelajaran Contextual Teaching and Learning dapat diterapkan pada seluruh materi pelajaran tetap hanya dapat diterapkan pada materi pembelajaran yang mengandung prasyarat yang dapat diterapkan pada Contextual Teaching and Learning ; c) sulit untuk menambah paradigma guru: guru sebagai pengajar keguru sebagai fasilitator dan mitra siswa dalam belajar, dalam suatu pembelajaran tentu ada kelemahan-kelemahannya agar suatu pembelajaran dapat berjalan dengan baik maka tugas kita sebagai guru adalah meminimalkan kelemahan-kelemahan tersebut dengan bekerja keras (Suryawati & Osman, 2018: 9).
Selanjutnya, model PBL dipandang sebagai sebuah model yang memiliki banyak keunggulan, sebagaimana disampaiakan oleh Erdogan & Senemoglu (2014: 10), diantaranya: a) menjadikan pembelajaran menjadi lebih bermakna, yaitu siswa belajar memecahkan suatu masalah dengan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya; b) siswa mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan; c) meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta didik dalam belajar, memotivasi internal dalam belajar, dan d) dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam belajar kelompok.
Beberapa keunggulan Model PBL lainnya juga dikemukakan oleh Gorghiu, Cristea, Petrescu, & Monica (2015: 165), yaitu: a) model PBL berhubungan dengan situasi kehidupan nyata, sehingga pembelajaran menjadi bermakna; b) mendorong siswa untuk belajar secara aktif; c) mendorong
pembelajaran lainnya sebagai pendekatan belajar secara interdisipliner; d) memeberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih apa yang akan dipelajari dan bagaimana mempelajarinya; e) mendorong terciptanya pembelajaran kolaboratif; f) mampu meningkatkan kualitas pendidikan.
Adapun kekurangan dari model PBL dapat dijelaskan yaitu: a) merasa kurang nyaman dengan cara belajar mandiri dalam pemecahan masalah bagi siswa yang terbiasa bergantung dengan informasi yang disampaiakan guru; b) akan merasa malas untuk mencoba masalah bagi siswa yang kurang percaya diri dalam memecahkan masalah; c) jika siswa kurang memahami pentingnya berusaha untuk memecahkan masalah, maka siswa tidak akan belajar apa yang ingin mereka pelajari; d) membutuhkan waktu yang sangat lama; e) perlu ditunjang oleh buku yang dapat dijadikan pemahaman dalam kegiatan belajar (Abidin, 2014:163),
Model PBL mampu mengembangkan rasa percaya diri siswa yang tinggi dan mampu belajar secara mandiri, sehingga sangat efektif dignakan dalam proses pembelajaran. Model PBL mendorong siswa untuk terampil memecahkan masalah secara ilmiah melalui kegiatan penyelidikan. Sedangkan kelemahannya yaitu guru harus mampu memotivasi siswa untuk belajar lebih aktif, memerlukan waktu yang lama dalam pembelajaran dan adanya keterbatasan sarana.
Dengan demikian model PBL merupakan model pembelajaan yang berorientasikan pada masalah yang menuntut keaktivan siswa dalam merancang solusi pemecahan masalah secara ilmiah. Produk yang dihasilkan berupa temuan yang harus dikomunikasikan, sehingga langkah-langkah model PBL yang dapat dilaksanakan adalah menyajikan masalah yang relevan dengan tema, mengorganisasikan siswa dalam belajar, membimbing siswa melakukan penyelidikan, memfasilitasi siswa menyajikan hasil temuan, dan menganalisis serta mengevaluasi hasil belajar yang diperoleh.
Pada pembelajaran materi faraid tentunya tidak lepas dari bimbingan guru, karena pada pembelajaran faraid banyak menggali informasi dari dalil-dalil Al-Qur’an yang harus tepat dan dianalisis sesuai konteks masalahnya. Adapun Kelebihan model guided teaching adalah: (1) menciptakan suasana belajar yang
aktif; (2) motivasi dan semangat belajar siswa meningkat; dan (3) materi belajar yang disampaikan guru mampu menarik perhatian siswa. Sedang kelemahan dari metode guided teaching adalah: (1) diperlukan bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan; (2) waktu yang tersedia perlu dimanfaatkan dengan baik agar waktu yang ada tidak terbuang sia-sia; dan (3) guru memerlukan persiapan dengan matang seperti persiapan bahan dan alat yang memadai (Silen & Uhlin, 2008:
462).
Kesulitan dari pembelajaran ini adalah proses pembelajaran membutuhkan banyak waktu. Hal ini dikarenakan guru harus menunggu siswa menyelesaikan suatu permasalahan yang diberikan dari pikiran-pikiran siswa. Selain itu, guru juga harus memberikan kontrol kepada siswa yang membutuhkan banyak waktu.
Namun demikian, dengan pembelajaran terbimbing tersebut konsep yang dibangun akan lebih baik dan lebih lama tertanam dalam memori.
Dengan demkian pembelajaran faraid perlu adanya pengembangan model untuk meningkatkan kemampuan HOTS siswa. Model Contextual Guided Problem-Based Learning merupakan model pembelajaran yang sangat tepat dan menjawab dari berbagai permasalahan pembelajaran faraid selama ini.
Model Contextual Guided Problem-Based Learning dikembangkan dengan diujicobakan kepada pengguna baik guru dan siswa sesuai dengan kebutuhan. Pengujian tahap awal, masih banyak ditemukan beberapa permasalahan diantaranya: guru belum begitu memahami model yang akan dikemebangkan. Begitu pula dengan siswa, juga masih belum tebiasa melaksanakan pembelajaran dengan model ini, khususnya pada materi faraid. Di Madrsah Aliyah tempat uji coba awal, selama ini guru dan siswa sudah pernah menggunakan model pembelajaran PBL, tetapi belum maksimal bahkan pada materi faraid belum pernah menerapkan model pembelajaran PBL. Oleh karena itu, baik guru maupun siswa masih menganggap pembelajaran faraid dengan pendekatan PBL masih belum dapat dipahami dan digunakan dengan mudah.
Melalui masukan-masukan dan revisi serta proses yang berkelanjutan, siswa pada pertemuan berikutnya mulai merasakan kenyamanan dalam proses pembelajaran. Siswa merasa tertantang untuk melakukan pembelajaran yang
menekankan pada kegiatan analisis, berfikir kritis, dan pemecahan masalah. Hal ini terbukti dengan adanya siswa yang merasa antusias saat mengikuti pembelajaran faraid dengan model PBL. Pada tahap uji terbatas, awalnya guru dan siswa masih bingung menerapkan model ini, namun setelah diberikan pemahaman dan latihan akhirnya pembelajaran semakin menyenangkan. Siswa semakin tertarik dalam menganalisis dan memecahkan penghitungan masalah faraid kasus kontekstual. Suasana di kelas juga semakin hidup dan banyak siswa yang aktif. Peran guru tidak mengajarkan lagi, tetapi guru sebagai fasilitator dan motivator dalam proses pembelajaran faraid berlangsung. Dengan demikian.
Terbukti bahwa model ini layak dikembangkan agar kegiatan pembelajaran lebih dominan berpusat pada siswa (Johnny, 2014: 13). Pembelajaran yang melibatkan keaktifan sisea mamu mengembangkan potensi yang dimiliki masing-masing, berfikir lebih inovatif, dan mampu untuk mengaplikasikan dalam kehidupan nyata (kontekstual).
Sebagaimana penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Tillman (2013: 13), menjelaskan melalui pembelajaran berbasis masalah atau PBL mempu memotivasi siswa untuk saling berkolaborasi, kerjasama, saling membantu, dan menimbulkan keaktifan saat belajar. Begitu juga penelitian Nafiah (2014: 132) menjelaskan bahwa penerapan model PBL dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis dan hasil belajara siswa. Hasil penelitian Prasetya (2015: 67) tentang pengembangan media pembelajaran untuk fikih faraid sangat efektif digunakan oleh guru dan siswa. Penelitian Ghazaly (2016: 66) menunjukkan bahwa terdapat peningkatan aktivitas penalaran siswa dengan menggunakan langkah model PBL.
Pembelajaran dengan model ini dianggap oleh siswa dan guru dapat lebih efektif dan mampu memotivasi siswa. Berdasarkan hasil angket bahwa tampak ketertarikan siswa dengan model ini. Sebagian besar siswa di sekolah yang dijadikan tempat ujicoba menilai sangat tertarik dan sangat senang mengikuti pembelajaran dengan model ini, bahkan siswa juga menilai guru sangat mampu menerapkan pembelajaran dengan model ini.
Pengembangan model selanjutnya dilakukan dengan tahap penyebaran (disseminate). Setelah model pembelajaran yang dikembangkan sudah final melalui tahap pendefinisian, perancangan, dan pengembangan, dan pastinya model pengembangan telah divalidasi oleh para ahli atau pakar baik pakar materi, bahasa, dan model pembelajaran. Validasi juga dilakukan oleh para praktisi atau pengguna model pembelajaran yang digunakan pada materi faraid. Model pembelajaran yang dikembangkan juga dilakukan ujicoba model baik secara terbatas dan luas. Setelah itu semua dilakukan dan sudah terbentuk model final, selanjutnya model itu disebarkan kepada pengguna khususnya di sekolah MAN kota Madiun dan umumnya di sekolah-sekolah agama dan juga di pondok pesantren sesuai kebutuhan masing-masing pengguna.