• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian Keefektifan Model Contextual Guided Problem-Based Learning Pelaksanaan pengujian keefektifan produk penelitian ini, mengikuti

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 30-36)

VALIDATOR ASPEK VALIDASI PERSENTASE RATA-RATA PERSENTASE

3. Pengujian Keefektifan Model Contextual Guided Problem-Based Learning Pelaksanaan pengujian keefektifan produk penelitian ini, mengikuti

tahapan-tahapan penelitian eksperimental yang bertujuan untuk membandingkan model yang dihasilkan dengan produk lama yang telah diterapkan. Sebelum melakukan kegiatan pengujian keefektifan model, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas yang dijelaskan sebagai berikut:

a. Hasil Uji Prasyarat

Pengujian keefektifan model dilakukan dengan metode eksperimen

“Pretest-Postest Control Group Design”. Analisis yang dilakukan dengan analisis statistik uji independent t-test. Salah satu prasyarat untuk uji independent t-test dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas pada sampel yang diujicobakan.

Pengujian prasyarat analisis, merupakan konsep dasar untuk menetapkan statistik uji mana yang diperlukan, apakah uji menggunakan statistik parametrik atau non parametrik. Uji prasyarat, yakni uji homogenitas variansi populasi dan uji normalitas untuk sebaran data hasil penelitian

Hasil uji normalitas dan homogenitas dilakukan untuk mengetahui tingkat signifikansi dengan menggunakan aplikasi program SPSS 25. Hasil output uji normalitas seperti dapat dijelaskan bahwa sebaran data yang diuji dengan Shapiro-Wilk menunjukkan nilai sig pada kelas kontrol sebesar 0,180 dalam arti lebih besar daripada 0,05 (sig > 0,05), maka sebaran datanya dinyatakan normal. Nilai sig pada kelas eksperimen sebesar 0,280 dalam arti lebih besar daripada 0,05 (sig

> 0,05), maka sebaran datanya dinyatakan berdistribusi normal. Selanjutnya, uji homogenitas dilakukan dengan tujuan mengetahui apakah subjek pada penelitian ini homogen atau tidak. Uji homogenitas menggunakan uji homogenitas Variansi Levene. Kaidah yang digunakan dalam uji ini adalah jika sig > 0,05 maka subjek dinyatakan homogen, jika sig < 0,05 maka subjek dinyatakan tidak homogen.

Hasil uji homogenitas dengan bantuan SPSS 25 dapat dijelaskan bahwa sebaran data yang diuji variansi dengan Variansi Levene menunjukkan nilai sig based on mean sebesar 0,401 dalam arti lebih besar daripada 0,05 (sig > 0,05), maka variansi datanya dinyatakan sama atau homogen, sebagaimana secara rinci output hasil uji normalitas dan homogenitas terlampir pada lampiran 21 halaman 198.

b. Hasil Uji Keefektifan Model

Uji keefektifan pada penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan “Pretest-Postest Control Group Design”. Kelas yang dijadikan kelompok eksperimen adalah siswa MAN 2 Kota Madiun, dan yang dijadikan kelompok kontrol adalah MAN 1 Kota Madiun. Pembelajaran pada kelompok eksperimen menggunakan model Contextual Guided Problem-Based Learning, sedangkan kelompok kontrol menggunakan model pembelajaran langsung (direct learning).

Teknik pengumpulan data melalui nilai posttest dari kelompok kontrol dan eksperimen. Instrumen tes yang digunakan adalah soal-soal ilmu faraid analisis dan pemecahanan masalah perhitungan pembagian masing-masing ahli waris.

Keterterapan model dilakukan dengan melakukan pengamatan dalam proses pembelajaran. Hal-hal yang diamati adalah kemampuan HOTS siswa dalam kegiatan analisis, berfikir kritis, dan pemecahan masalah, sedangkan untuk mengetahui keefektifan dengan menggunakan hasil tes akhir.

Kemampuan siswa di kelas eksperimen diketahui dengan hasil angket dengan indikator adanya kemampuan HOTS siswa dalam analisis, berfikir kritis, dan pemecahan masalah, sekaligus hasil posttest pembelajaran ilmu faraid. Hasil angket keberterimaan siswa di dua sekolah menunjukkan hasil yang memuaskan, dengan penjelasan sebagai berikut: 1) kemampuan siswa dalam menganalisis dan menstruktur informasi yang diterima sebesar 83, 43%; 2) keterampilan berfikir kritis sekaligus mampu menginterpretasikan ide sebesar 83, 35%; dan 3) keterampilan siswa dalam memecahkan masalah sekaligus menemukan solusi sebesar 82,38%. Secara rinci terlampir pada hasil angket siswa pada lampiran 6 halaman 180. Sebagaimana juga digambarkan pada Grafik 4.2 berikut:

Gambar 4.2 Grafik Kemampuan HOTS siswa

Keberterimaan model Contextual Guided Problem-Based Learning, berdasarkan informasi yang diperoleh dari siswa, bahwa 1) siswa menyatakan bahwa pembelajaran dengan model Contextual Guided Problem-Based Learning ini sangat menarik, menyenangkan, dan materi sangat mudah diterima; 2) siswa menyatakan bahwa pembelajaran dengan model Contextual Guided Problem-Based Learning ini menarik, menyenangkan, dan matei mudah diterima; 3) siswa menyatakan bahwa pembelajaran dengan model Contextual Guided Problem-Based Learning ini cukup menarik, menyenangkan, dan materi cukup mudah diterima. Dengan demikian, model Contextual Guided Problem-Based Learning diterima siswa dalam pembelajaran fikih faraid.

Grafik di atas menunjukkan bahwa lebih dari 50% siswa menyatakan sangat tertarik dan sangat senang mengikuti pembelajaran dengan model Contextual Guided Problem-Based Learning. Hal ini membuktikan bahwa pembelajaran tersebut melibatkan siswa secara penuh untuk berperan aktif dalam kegiatan. Diberi kesempatan untuk bertindak secara langsung, dihargai pendapat dan hasil kerjanya, sehingga membantu siswa untuk memperoleh pengalaman, pengetahuan, dan perubahan sikap yang cukup berarti. Selanjutnya dilakukan uji coba keefektifan dengan tujuan untuk membandingkan model yang dihasilkan dengan produk lama yang telah diterapkan. Dalam hal ini membagi dua kelompok yaitu kelas kontrol dan kelas eksperimen. Kelas kontrol menggunakan model lama, sedangkan kelas eksperimen dikenai model Contextual Guided Problem-Based Learning. Teknik analisis statistik yang digunakan untuk menguji

81.8 82 82.2 82.4 82.6 82.8 83 83.2 83.4 83.6

Analisis berfikir kritis pemecahan masalah

perbedaan hasil posttest antara sampe kelompok kontrol dan sampel kelompok eksperimen adalah uji independent t-test. Teknik analisis ini dipakai untuk mengetahui signifikansi perbedaan antara dua kelompok yang tidak berhubungan satu sama lain. Kaidah yang digunakan dalam independent t-test ini adalah jika p

< 0,05 dan t hitung > t tabel, maka terdapat perbedaan kemampuan HOTS yang signfikana antara kedua kelompok.

Adapun data nilai yang diperoleh dari kelas kontrol dan kelas eksperimen adalah nilai rata-rata pretest kelas kontrol sebesar 65, nilai rata-rata posttest kelas kontrol 69,75 sedangkan nilai rata-rata pretest kelas eksperimen sebesar 66,5 sedangkan nilai rata-rata posttest kelas eksperimen sebesar 88. Secara rinci terlampir pada lampiran 22 pada halaman 199.

Adapun kegiatan uji coba produk berdasarkan hasil perhitungan uji independent sample t-test dengan bantuan aplikasi SPSS 25 dapat dilihat pada tabel dan berikut:

Tabel 4.13 Hasil Uji Keefektifan Model

Kelas Nilai Rata-rata t hitung Nilai sig

pada uji t Pretest Posttest Selisih

Kontrol 65 69,75 4,75 -22,60 0,000

Eksperimen 66,5 88 21,5 -22,60 0,000

Dari Tabel 4.16 menunjukkan bahwa hasil perhitungan uji yang dilaksanakan pada kelas kontrol, diperoleh selisih rata-rata nilai pretest dan posttest adalah 4,75. Nilai t hitung sebesar -22,60 dan nilai sig sebesar 0,000.

Hasil perhitungan uji yang dilaksanakan di kelas eksperimen, diperoleh selisih rata-rata nilai pretest dan posttest adalah 21,5. Nilai t hitung sebesar -22,60 dan nilai sig sebesar 0,000. Dengan menggunakan taraf signifikan sebesar 0,05 menunjukkan nilai sig lebih kecil dari 0,05 maka dinyatakan adanya perbedaan nilai yang signifikan antara hasil nilai pretest dan posttest pada kelas eksperimen setelah diterapkan model pembelajaran Contextual Guided Problem-Based Learning. Secara rinci hasil output uji keefektifan model dengan aplikasi SPSS dapat dilihat pada lampiran 23 halaman 200, sehingga secara empiris dapat

disimpulkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan berfikir tingkat tinggi/ HOTS dengan menerapkan model Guided Contextual Problem-Based Learning pada peserta didik di MAN Kota Madiun.

Selanjutnya dicari nilai N-Gain untuk mengetahui tinggat keunggulan model yang dikembangkan dengan melihat hasil nilai rata-rata yang diperoleh dari skor pretest dan posttest. Gain skor adalah selisih antara skor posttest dan skor pretest. Setelah semua data terkumpul untuk mengetahui peningkatan yang terjadi sebelum dan sesudah model pembelajaran diterapkan diperhitungkan dengan rumus N-Gain (Normalized-Gain).

Uji normal gain dilakukan pada kelas eksperimen. Kategorisasi perlolehan N-gain score dapat ditentukan berdasarkan nilai N-gain maupun nilai N-gain dalam bentuk persen (%). Adapun pembagian kategori perolehan nilai N-gain dapat kita lihat pada tabel berikut:

Tabel 4.14 Kategorisasi Skor Gain

Nilai N-Gain Kategori

g > 0,7 Tinggi

0,3 ≤ g ≤ 0,7 Sedang

g < 0,3 Rendah

Sumber (Meltzer, 2002)

Terlihat bahwa N-Gain = 0,77. Sebagaimana hasil penghitungan yang terlampir pada lampiran 24 halaman 202. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil nilai fikih faraid tipe HOTS tersebut menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan HOTS peserta didik pada pelajaran fikih materi faraid termasuk dalam kategori sedang.

Model Contextual Problem-Based Learning dinilai sangat efektif digunakan dalam mata pelajaran fikih materi faraid. Siswa merasa senang dan tertarik dengan materi yang diberikan guru. Siswa lebih aktif lagi dalam mengikuti pembelajaran di kelas. Mereka merasa model ini sangat cocok digunakan pada mata pelajaran fikih materi faraid untuk meningkatkan kemampuan HOTS siswa. Keefektifan penerapan model Contextual Guided

Problem Based Learning terhadap kemampuan HOTS siswa mencapai 80,94%.

Sebagaimana hasil angket siswa secara rinci terlampir pada lampiran 5 halaman 181. Selain itu, siswa juga meras tertarik dengan bahan ajar materi faraid yang diberikan. Mereka merasa bahan ajar yang diberikan tersebut lebih mudah dipahami, bahasa yang digunakan juga sesuai dengan tingkat berfikirnya, materi yang terkandung di dalam bahan ajar sangat runtut dan jelas. Keefektifan penerapan bahan ajar materi faraid terhadap kemampuan HOTS siswa mencapai 80%. Secara rinci hasil angket siswa terlampir pada lampiran 4 halaman 179.

Berdasarkan hasil angket guru terhadap penerapan model Contextual Guided Problem-Based Learning bahwa guru merasa tertarik menerapkan model Contextual Guided Problem Based-Learning pada mata pelajaran fikih materi faraid. Guru merasa lebih mudah dalam menyampaikan materi pelajaran. Model ini juga menciptakan suasana kelas menjadi lebih aktif. Pembelajaran fikih materi faraid menjadikan hubungan yang lebih interaktif dan komunikatif. Hal ini hasil angket secara rinci terlampir pada lampiran 2 halaman 177. Selain itu, guru juga meras tertarik dengan bahan ajar materi faraid dengan menerapkan model Contextual Guided Problem-Based Learning. Dengan menggunakan bahan ajar tersebut, guru lebih mudah dalam menyampaikan materi kepada siswa. Bahasa yang digunakan dalam bahan ajar mudah difahami dan materinya lengkap sesuai dengan kompetensi siswa serta dilengkapi dengan soal-soal tipe HOTS beserta jawaban yang mudah difahami dan berbasis pemecahan masalah kontekstual. Hal ini sebagaimana hasil angket guru yang terlampir pada lampiran 3 halaman 178.

Dengan demikian penggunaan model Contextual Guided Problem-Based Learning yang dilengkapi bahan ajar materi faraid dapat meningkatkan kemampuan HOTS siswa yang meliputi kemampuan analisis, evaluatif, dan kreatif.

c. Hasil Tahap Penyebaran (Disseminate)

Tahapan penyebaran (disseminate) merupakan tahapan akhir dalam prosedur pengembangan model 4D. Pada tahap ini, model yang dikembangkan peneliti kemudian diujicobakan di kelas, selanjutnya disebarkan dan diperkenalkan kepada guru-guru mata pelajaran fikih di lingkungan Madrasah

Aliyah Negeri (MAN) kota Madiun untuk diterapkan guru pada mata pelajaran fikih materi faraid kelas XI.

B. Pembahasan

Penelitian pengembangan ini bertujuan untuk mengembangkan model Contextual Problem-Based Learning dan mengetahui keefektifan model Contextual Problem-Based Learning pada mata pelajaran fikih materi faraid.

Model yang dikembangkan dinyatakan layak dan efektif digunakan apabila dikembangkan berdasarkan potensi masalah, analisis kebutuhan, validasi pakar, uji penggunaan oleh praktisi/guru, dan uji penggunaan oleh siswa. Penelitian dan pengembangan ini dilakukan dengan menggunakan prosedur penelitian dan pengembangan four-D yang dikembangkan oleh Thiagarajan, meliputi Define (pendefinisian), Design (Perancangan), Develop (Pengembangan), dan Disseminate (Penyebarluasan), yang telah disesuaiakn dengan kebutuhan peenelitian. Data hasil akhir setap tahapan prosedur penelitian dan pengembangan yang dilakukan sebagai berikut:

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 30-36)

Dokumen terkait