106
Hasil utama dari penelitian dan pengembangan ini adalah model Contextual Guided Problem-Based Learning pada pelajaran fikih faraid kelas XI Madrasah Aliyah di Kota Madiun. Penelitian dan pengembangan ini dilakukan dengan metode Four-D Thiagarajan (1974) yang tahapannya terdiri dari:
Pendefinisian (Define), Perancangan (Design), Pengembangan (Develop), Penyebarluasan (Disseminate). Dalam penelitian ini difokuskan pada satu permasalahan yaitu mengenai model yang diterapkan pada pembelajaran fikih faraid di Madrasah Aliyah masih harus ada perbaikan dan pengembangan yang diharapkan mampu memperbaiki kemampuan berfikir tingkat tinggi siswa (HOTS) peserta didik. Hasil setiap tahap prosedur penelitian dan pengembangan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
A. Hasil Penelitian
1. Hasil Studi Pendahuluan dan Kebutuhan terhadap Model Contextual Guided Problem-Based Learning
Pada penelitian ini, studi pendahuluan dilakukan dalam tiga hal, yaitu penelitian awal, analisis kebutuhan, dan studi literatur. Hasil studi pendahuluan dijabarkan sebagai berikut:
a. Penelitian Awal
Penelitian awal dilakukan dengan melakukan observasi terhadap proses pembelajaran faraid, wawancara kepada beberapa guru dan siswa serta tes awal penghitungan faraid di MAN kota madiun yang menggunakan kurikulum 2013.
Hal ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai bagaimana proses pembelajaran fikih faraid terkait dengan metode atau pendekatan pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru, antusias siswa saat pembelajaran berlangsung, serta kemampuan awal siswa untuk melihat seberapa jauh ketercapaian pembelajaran fikih pada materi faraid. Penelitian awal ini juga untuk mengetahui kondisi sarana dan prasarana pendukung pembelajaran fikih faraid dalam rangka meningkatkan kemampuan HOTS peserta didik.
Hasil observasi yang diperoleh antara lain penggunaan metode pembelajaran masih menggunakan model ceramah yang hanya didukung dengan penggunaan buku teks. Sebagian besar guru mengajar dengan cara menyampaikan materi tanpa menunjukkan contoh kontekstual, ilustrasi-ilustrasi pada materi digambarkan di papan tulis dan dilanjutkan dengan memberikan latihan soal kepada siswa. Pembelajaran demikian menjadikan siswa hanya sebagai objek penerima materi sehingga kurang menumbuhkan keaktifan siswa dalam belajar serta menghasilkan pemahaman abstrak bagi siswa yang berakibat pada kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan yang lebih kompleks. Hal demikian menunjukkan bahwa kemampuan kognitif peserta didik masih tergolong rendah (LOTS) pada tataran analisis, evaluatif, dan kreatif.
Hasil wawancara terhadap beberapa siswa terkait dengan pelaksanaan pembelajaran fikih faraid, antara lain dalam proses belajar siswa cenderung masih menghafal rumus, guru juga jarang memberikan cara mengajar yang bervariasi dan penggunaan media pembelajaran yang masih terbatas. Padahal menurut siswa penggunaan metode pembelajaran selama proses pembelajaran dapat memudahkan dalam memahami materi. Hal ini mengindikasikan bahwa siswa membutuhkan cara, media dan variasi lain dalam proses pembelajaran.
Hasil tes awal yang dilakukan beberapa siswa terkait dengan materi faraid menunjukkan bahwa siswa masih kesulitan dalam memahami materi faraid mulai dari penentuan ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris, menghitung pembagian ahli waris, dan menentukan harta yang diterima oleh masing-masing ahli waris. Siswa masih kesulitan dalam mengaitkan hubungan antar penghitungan masih-masing ahli waris pada kasus kontekstual, sehingga untuk membangun konsep faraid masih kesulitan. Hal ini berakibat pada proses penghitungan ahli waris pada kasus kontekstual juga masih kesulitan. Dapat disimpulkan kemampuan siswa dalam pembelajaran faraid masih dalam kategori rendah (LOTS) pada tataran analisis, evaluatif, dan kreatif.
b. Studi Literatur
Studi literatur dilakukan dengan tujuan untuk mengumpulkan data dari berbagai sumber pustaka seperti buku, jurnal, dan dokumen. Studi literatur juga
mempelajari referensi dan hasil penelitian yang sejenis dengan tujuan mendapatkan landasan teori mengenai masalah yang sedang diteliti. Pada penelitian ini, fokus yang dikaji mengenai model pembelajaran inovatif, model pembelajaran terbimbing (guided teching), Contextual Teaching and Learning, dan Problem-Based Learning. Selain itu, fokus yang dikaji mengenai kemampuan berfikir tingkat tinggi (HOTS) dan materi faraid. Studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan beberapa referensi baik dari buku-buku dan jurnal nasional maupun internasional yang ditemukan oleh beberapa pakar.
Studi literatur juga dilakukan dengan mengkaji penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang dilaksanakan sekarang. Dari beberapa riset terdahulu dikaji beberapa gap dan memunculkan novelty dari beberapa gab teresebut, sehingga muncul kebaharuan dari penelitian ini.
Setelah data-data hasil studi litaratur terkumpul, kemudian dikaji lebih lanjut untuk dirancang pengembangan model pembelajaran. Data-data tersebut tidak hanya diperoleh dari studi literatur saja, akan tetapi juga disempurnakan dengan hasil analisis kebutuhan dan survey lapangan
c. Analisis Kebutuhan
Kegiatan analisis kebutuhan dilakukan dengan cara wawancara kepada guru dan siswa untuk memperoleh informasi lebih dalam. Hasil dari analisis kebutuhan ditemukan informasi bahwa:
1) Dalam pembelajaran fikih materi faraid, guru cenderung hanya menggunakan buku teks sebagai sumber belajar utama. Berdasarkan hasil analisis kebutuhan dan wawancara, perlu adanya sumber belajar yang lebih menarik dan mudah dipahami oleh siswa.
2) Siswa masih sulit dalam menerapkan penghitungan harta masig-masing ahli waris pada kasus kontekstual dengan menggunakan penghitungan sesuai kaidah faraid.
3) Kemampuan siswa dalam berfikir analisis, evaluatif, dan kreatif masih rendah, sehingga siswa kurang berkreasi dalam mengembangkan fikirannya untuk menyelesaikan masalah faraid kasus kontekstual.
4) Metode yang sering digunakan masih belum bervariasi. Guru masih menggunakan metode ceramah dan penugasan saja, belum mengembangkan metode pembelajaran interaktif sehingga dirasa perlu bagi siswa dan guru sebagai alternatif pembelajaran agar siswa memiliki pengetahuan yang lebih luas.
Berdasar hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran fikih materi faraid, siswa membutuhkan proses pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir tingkat tinggi (HOTS) pada tataran analisis, evaluatif, dan kreatif. Salah satunya dengan menggunakan model pembelajaran yang mendukung berupa model pembelajaran interaktif sebagai alternatif pembelajaran agar memiliki pengetahuan dan pengalaman baru yang lebih luas.
2. Hasil Prosedur Pengembangan Model Contextual Guided Problem-Based Learning
a. Hasil Tahap Pendefinisian (Define)
Dalam tahap pendefinisian (define) terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
analisis awal-akhir, analisis peserta didik, analisis tugas, analisis konsep, dan analisis tujuan pembelajaran.
1) Analisis Awal-Akhir
Pada tahap ini, peneliti melakukan analisis dengan cara observasi langsung di tempat penelitian dan melakukan wawancara dengan guru fikih. Berdasarkan data dari hasil observasi diperoleh bahwa guru masih menggunakan metode konvensional dan pembelajaran masih terpusat pada guru (teacher-centered), belum mengutamakan keaktifan siswa. Selain itu guru masih terpaku menggunakan buku cetak yang disediakan oleh sekolah dan guru lebih dominan menggunakan metode ceramah dan penugasan saja. Berdasarkan data dari hasil wawancara diperoleh bahwa peserta didik kurang memiliki motivasi saat proses pembelajaran dan guru merasa kesulitan dalam menerapkan model pembelajaran yang diminati peserta didik. Dengan demikian, kemampuan berfikir siswa masih dalam kategori rendah (LOTS) pada tataran analisis, evaluatif, dan kreatif.
Selain itu, hasil analisis awal atau studi pendahuluan, diperoleh informasi bahwa kemampuan siswa Madrasah Aliyah dalam mengkaji ilmu faraid masih tergolong rendah. Hal ini dibuktikan dengan hasil belajar siswa pada topik bahasan faraid masih banyak yang belum mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM). Siswa diberikan soal tes dengan bentuk analisis dan berfikir kritis untuk pemecahan masalah. Soal yang disajikan dalam bentuk soal essay.
Hasil nilai dari 65 siswa yang dilaksanakan pada penelitian pendahuluan dapat dilihat secara rinci pada tabel berikut:
Interval Nilai Frekuensi Persentase
50-55 2 3,08 %
56-60 14 21,53 %
61-65 30 46,15 %
66-70 19 29,23 %
71-75 0 0 %
Jumlah 65 100%
Hasil wawancara dengan siswa menunjukkan bahwa siswa menganggap pelajaran faraid termasuk pelajaran yang sulit difahami. Jika siswa diterangkan guru, siswa kurang memahami konsep-konsep yang diberikan oleh guru. Jika diberikan soal uji kompetensi oleh guru, banyak yang merasa kesulitan untuk menyelesaiakannya. Siswa lebih senang jika diberikan soal yang mudah berbentuk pilihan ganda dan jawaban singkat. Mereka merasa kesulitan jika diberikan soal pemecahan masalah berbentuk uraian dan soal cerita.
Hasil studi pendahuluan berikutnya didapatkan data dari guru yang dilakukan melalui angket dan wawancara, bahwa masih terdapat kurangnya pemahaman guru terhadap model-model pembelajaran termasuk Problem-Based Learning, guru belum maksimal melibatkan siswa untuk berfikir tingkat tinggi dalam menemukan konsep, analisis, dan pemecahan masalah, dan guru belum banyak membiasakan siswa untuk berfikir tingkat tinggi dan memecahkan masalah pada kasus-kasus faraid dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hasil angket studi pendahuluan, bisa di simpulkan bahwa ketuntasan pelaksanaan pembelajaran materi faraid masih mencapai 51 %, sebagaimana hasil angket pada lampiran 1 halaman 176.
Hasil wawancara dengan beberapa guru fikih di Madrasah Aliyah kota Madiun, diperoleh informasi bahwa guru masih belum begitu faham tentang model PBL dan penerapannya pada pembelajaran faraid. Pembelajaran faraid hanya sebatas mengupayakan siswa memahami materi pelajaran, hafalan, dan mengerjakan soal tes. Hasil wawancara dengan salah satu guru fikih juga diperoleh informasi bahwa sebenarnya guru ingin memberikan metode pembelajaran yang beragam, akan tetapi keterbatasan waktu, sehingga guru lebih memilih metode ceramah dan banyak memberikan tugas mengerjakan soal-soal latihan. Hasil wawancara lagi dengan salah satu guru fikih menyatakan bahwa kadang-kadang sudah dicoba menerapkan beberapa metode pembelajaran yang berbeda, namun hanya sebatas membuktikan konsep yang ada dalam buku pegangan, belum terfikirkan untuk mengaplikasikan dalam kehidupan nyata.
Siswa juga belum terlatih untuk memberdayakan kemampuan berfikir tingkat tinggi. Mayoritas guru berpendapat yang sama, bahwa siswa masih kesulitan menyelesiakan soal-soal yang mengandung HOTS yaitu analisis dan pemecahan masalah. Kemampuan siswa dalam menganalisis, evaluasi, dan berkreasi masih rendah. Pembelajaran fikih faraid terlihat pasif karena antara siswa dan guru kurang adanya interaksi yang baik. Hal ini disebabkan karena kemampuan berfikir siswa masih dalam kategori rendah (LOTS), siswa kurang mampu mengikuti pelajaran dengan maksimal. Guru-guru mengeluh bahwa kegiatan belajar mengajar sudah diupayakan dengan maksimal, akan tetapi prestasi belajar siswa tidak ada kemajuan. Banyak siswa yang nilai hasil belajarnya masih jauh dari harapan atau masih di bawah KKM.
Hasil pengamatan awal di Madrasah Aliyah Kota Madiun antara lain: para guru mengajar masih banyak menggunakan metode ceramah dan pemberian tugas, belum banyak melibatkan siswa untuk berpikir tingkat tinggi seperti kegiatan menganalisis, berpikir kritis, dan pemecahan masalah. Guru menjelaskan materi pelajaran, selanjutnya siswa diberikan tugas-tugas latihan mengerjakan soal-soal.
Guru memeberikan soal-soal latihan masih berdasarkan pada konsep dasar yang bersumber dari buku pegangan belaka, belum dihubungkan dengan permasalahan dalam kehidupan nyata sehari-hari. Bentuk soal yang diberikan guru masih
banyak berbentuk soal pilihan ganda dan isian singkat, belum diberikan soal-soal yang memberdayakan berfikir tingkat tinggi seperti analisis, berfikir kritis dan pemecahan masalah.
Dengan demikian, dapat dilihat perlunya guru dan siswa untuk memaksimalkan proses pembelajaran fikih materi faraid yang selama ini dianggap materi yang paling sulit, perlu adanya pengembangan model pembelajaran untuk menjawab kebutuhan guru dan siswa yang belum terpenuhi selama ini. Oleh karena itu, perlu dikembangkannya model pembelajaran inovatif yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir tingkat tinggi (HOTS) siswa pada pelajaran fikih materi faraid pada tataran analisis, evaluatif, dan kreatif mulai dari penentuan ahli waris, penentuan bagian ahli waris, penghitungan harta waris, dan pembagian harta masing-masing ahli waris. Dalam hal ini peneliti mengembangkan sebuah model pembelajaran inovatif yang mampu meningkatkan potensi berfikir tingkat tinggi siswa yaitu dengan merancang model Contextual Guided Problem-Based Learning pada materi fikih faraid.
Selanjutnya, pemilihan materi faraid dalam pengembangan model pembelajaran ini didasarkan bahwa materi faraid yang biasanya langsung diberikan sebagai sebuah konsep yang baku, sehingga siswa tidak dilatih untuk mengkonstruk pengetahuannya dalam menemukan konsep materi faraid tersebut.
Akibatnya pembelajaran yang diberikan menjadi kurang bermakna bagi siswa.
Pendekatan kontekstual diharapkan dapat menjawab masalah di atas dalam meningkatkan kemampuan berfikir tingkat tinggi (HOTS) siswa seperti kemampuan analisis, berfikir kritis, dan memecahkan masalah.
Pada tahap ini, peneliti juga melakukan studi literatur dengan memfokuskan kajian mengenai model pembelajaran inovatif, model pembelajaran terbimbing (guided teching), Contextual Teaching and Learning, dan Problem- Based Learning. Selain itu, fokus yang dikaji mengenai kemampuan berfikir tingkat tinggi (HOTS) dan materi faraid. Studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan beberapa referensi baik dari buku-buku dan jurnal nasional maupun internasional yang ditemukan oleh beberapa pakar.
Studi literatur juga dilakukan dengan mengkaji penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang dilaksanakan sekarang. Dari beberapa riset terdahulu dikaji beberapa gab dan memunculkan novelty dari beberapa gab teresebut, sehingga muncul kebaharuan dari penelitian ini. Setelah data-data hasil studi literatur terkumpul, kemudian dikaji lebih lanjut untuk dirancang pengembangan model pembelajaran.
Berdasarkan permasalahan dari hasil studi pendahuluan ini, selanjutnya dijadikan titik awal untuk mengembangkan model Contextual Guided Problem- Based Learning pada pembelajaran fikih faraid. Model ini diharapkan mampu melatih siswa untuk berfikir tingkat tinggi seperti analisis, evaluatif, kreatif, berfikir kritis, dan pemecahan masalah berdasarkan permasalahn kontekstual yang terjadi di masyarakat dengan bimbingan guru secara intensif.
2) Analisis Peserta Didik
Analisis peserta didik merupakan telaah karakteristik siswa yang meliputi kemampuan, latar belakang pengetahuan dan tingkat perkembangan kognitif siswa. Analisis peserta didik dilakukan untuk dapat mengembangkan model pembelajaran pada materi faraid berbasis masalah kontekstual dan soal tes kemampuan berfikir tingkat tinggi siswa, sehingga model pembelajaran yang dikembangkan sesuai dengan masalah kontekstual. Peneliti telah melakukan observasi pada karakteristik peserta didik kelas XI Madrasah Aliyah Negeri (MAN) kota Madiun. Dari segi karakteristik peserta didik kelas XI MAN kota Madiun rata-rata berumur 16-17 tahun. Jika dihubungkan dengan teori tahap perkembangan kognitif menurut Piaget, maka siswa kelas XI ini berada pada tahap perkembangan operasional formal. Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu berfikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berfikir yang lebih matang. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru fikih Madrasah Aliyah, diperoleh informasi bahwa siswa di kelas XI adalah siswa yang heterogen dilihat dari kemampuan kognitif siswa. Dilihat dari kemampuan akademik siswa Madrasah Aliyah belum pernah mengikuti pembelajaran berbasis masalah kontekstual. Jadi, pembelajaran berbasis masalah kontekstual ini tergolong baru bagi siswa.
3) Analisis Konsep
Pada tahap ini diidentifikasi, dirinci, dan disusun konsep-konsep materi faraid yang akan diajarkan. Selanjutnya disusun secara sistematis dan dikaitkan dengan konsep-konsep yang relevan. Hasil analisis ini akan membentuk suatu peta konsep materi faraid, seperti gambar berikut:
Gambar 4.1 Peta Konsep Materi Faraid
Pada Gambar 4.1 di atas, diketahui bahwa faraid merupakan ilmu tentang pembagian harta waris berdasarkan konsep syari’at Islam. Penetapan ahli waris dan berapa masing-masing bagian yang diperolehnya sudah ditetapkan secara rinci berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis. Hal yang paling penting dipelajari dalam ilmu faraid setelah menetapkan ahli waris yang berhak menerima dan menentukan bagian masing-masing ahli waris, selanjutnya bagaimana metode penghitungan pembagian harta yang berhak diterima oleh masing-masing ahli waris. Materi ini membutuhkan pemikiran yang tinggi (HOTS) yang dilakukan dengan kegiatan analisis dan berfikir kritis karena mengandung perhitungan matematis untuk menyelesaikannya.
4) Analisis Tugas
Hasil analisis tugas yang diperoleh mengacu pana masalah analisis konsep.
Selain itu, rincian analisis tugas untuk materi faraid merujuk pada kompetensi inti dan kompetensi dasar. Hasil analisis tugas dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4.1 Analisis Tugas Materi Faraid
Topik Jenis Kegiatan Pertemuan
Metode penghitungan pembagian harta waris dengan metode Ashl Al-Mas’alah
a. Menentukan ahli waris berdasarkan konteks masalah setelah meninggalnya pewaris
b. Menentukan secara rinci berapa bagian masing-masing ahli waris c. Menetapkan angka Ashl Al-
Mas’alahpada kasus faraid
1
Metode penghitungan pembagian harta waris dengan metode Tashihal-Mas’alah
a. Menentukan ahli waris berdasarkan konteks masalah setelah meninggalnya pewaris
b. Menentukan secara rinci berapa bagian masing-masing ahli waris c. Menghitung pembagian harta waris
dengan metode Tashihal-Mas’alah
1
Metode penghitungan pembagian harta waris dengan metode
‘Aul
a. Menentukan ahli waris berdasarkan konteks masalah setelah meninggalnya pewaris
b. Menentukan secara rinci berapa bagian masing-masing ahli waris c. Menghitung pembagian harta waris
dengan metode ‘Aul
2
Metode penghitungan pembagian harta waris dengan metode Radd
a. Menentukan ahli waris berdasarkan konteks masalah setelah meninggalnya pewaris
b. Menentukan secara rinci berapa bagian masing-masing ahli waris c. Menghitung pembagian harta waris
dengan metode Radd
3
Berdasarkan Tabel 4.1 di atas, diketahui bahwa tugas yang dilakukan oleh siswa dalam pelajaran fikih materi faraid adalah menentukan ahli waris berdasarkan konteks masalah setelah meninggalnya pewaris, mampu menentukan secara rinci berapa bagian masing-masing ahli waris, mampu menghitung pembagian harta waris dengan metode tertentu sesuai dengan konteks masalah yang melatarbelakanginya.
Tabel 4.2 Analisis Tugas Materi Faraid tentang Metode Penghitungan Pembagian Harta waris
Topik Tugas Pertemuan
Metode penghitungan pembagian harta waris dengan metode Ashl Al- Mas’alah
1. Seorang laki-laki meninggal dunia dengan meninggalkan ahli waris seorang istri, seorang ibu dan seorang anak laki-laki. Maka bagaimana perhitungan pembagian warisnya? tentukan juga asal mas’alahnya
2. Seorang laki-laki meninggal dunia dengan meninggalkan ahli waris seorang istri, seorang ibu dan seorang anak laki-laki. Maka bagaimana perhitungan pembagian warisnya? tentukan juga asal mas’alahnya!
3. Seorang laki-laki meninggal dunia dengan meninggalkan ahli waris seorang bapak, saudara kandung perempuan dan seorang anak laki-laki. Maka bagaimana perhitungan pembagian warisnya?
tentukan juga asal mas’alahnya!
1
Metode penghitungan pembagian harta waris
dengan metode
Tashihal-Mas’alah
4. Seorang meninggal dengan ahli waris istri, cucu perempuan garis laki-laki, dan 2 saudara perempuan seayah. Harta yang ditinggalkan sebesar 250.000.000.
Hitunglah harta bagian masing- masing ahli waris!
5. Seorang meninggal dengan ahli waris ibu, anak laki-laki, dan 2 saudara laki-laki. Harta yang
1
ditinggalkan sebesar 250.000.000.
Hitunglah harta bagian masing- masing ahli waris!
6. Seorang bujangan meningal dunia. ia memiliki harta dg taksiran. 150jt. Pewarisnya adalah : Ibu, Bapak, 3 saudara laki laki kandung. Bagaimana perhitungan pembagian warisnya?
Metode penghitungan pembagian harta waris dengan metode ‘Aul
7. Seorang meninggal dunia dengan ahli waris suami dan saudara kandung perempuan. Harta yang ditinggalkan sebesar 180.000.000.
Tentukan pembagian harta masing-masing ahli waris!
8. Seorang wafat dengan meninggalkan ahli waris janda, ayah, ibu, dan 2 anak perempuan.
Berapakah bagian yang diperoleh masing-masing ahli waris apabila tikrah Rp.54.000.000,- ?
2
Metode penghitungan pembagian harta waris dengan metode Radd
9. Seorang meninggal dengan ahli waris suami, anak perempuan, dan ibu. Harta yang ditinggalkan sebesar 80.000.000. Tentukan pembagian harta masing-masing ahli waris!
10. Seorang meninggal dengan ahli waris istri, anak perempuan, dan ibu. Harta yang ditinggalkan sebesar 50.000.000. Tentukan pembagian harta masing-masing ahli waris!
3
Berdasarkan Tabel 4.2 di atas, diketahui bahwa tugas yang dilakukan oleh siswa dalam materi faraid adalah mampu menentukan ahli waris, menentukan bagian ahli waris, dan menghitung pembagian harta waris yang berhak diterima oleh masing-masing ahli waris.
5) Perumusan Tujuan Pembelajaran
Hasil perumusan tujuan pembelajaran yang diperoleh disesuaikan dengan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Kurikulum 2013, yaitu seperti pada Tabel 4.3 di bawah ini:
Tabel 4.3 Perumusan Tujuan Pembelajaran Faraid
Topik Tujuan Pembelajaran Pertemuan
ke Metode penghitungan
pembagian harta waris dengan metode Ashl Al-Mas’alah
a. Siswa mampu menentukan ahli waris berdasarkan konteks masalah setelah meninggalnya pewaris
b. Siswa mampu menentukan secara rinci berapa bagian masing-masing ahli waris c. Siswa mampu menetapkan angka Ashl
Al-Mas’alah pada kasus faraid
1
Metode penghitungan pembagian harta waris dengan metode Tashihal-Mas’alah
a. Siswa mampu menentukan ahli waris berdasarkan konteks masalah setelah meninggalnya pewaris
b. Siswa mampu menentukan secara rinci berapa bagian masing-masing ahli waris c. Siswa mampu menghitung pembagian harta waris dengan metode Tashihal- Mas’alah
1
Metode penghitungan pembagian harta waris dengan metode
‘Aul
a. Siswa mampu menentukan ahli waris berdasarkan konteks masalah setelah meninggalnya pewaris
b. Siswa mampu menentukan secara rinci berapa bagian masing-masing ahli waris c. Siswa mampu menghitung pembagian
harta waris dengan metode ‘Aul
2
Metode penghitungan pembagian harta waris dengan metode Radd
a. Siswa mampu menentukan ahli waris berdasarkan konteks masalah setelah meninggalnya pewaris
b. Siswa mampu menentukan secara rinci berapa bagian masing-masing ahli waris c. Siswa mampu menghitung pembagian
harta waris dengan metode Radd.
3
b. Hasil Tahap Perancangan (Design)
Kegiatan pada tahap ini adalah penyusunan tes, pemilihan media, pemilihan format, dan desain awal model pembelajaran.
1) Penyusunan Tes
Dasar dari penyusunan tes adalah analisis tugas dan analisis konsep yang dijabarkan dalam spesifikasi tujuan pembelajaran. Tes yang dimaksud adalah tes kemampuan berfikir tingkat tinggi pada materi faraid. Tes hasil belajar kemampuan berfikir tingkat tinggi siswa terdiri dari 10 butir soal uraian. Tes yang dikembangkan disesuaikan dengan jenjang kemampuan kognitif, sebagaimana kisi-kisi yang dijelaskan pada Tabel 4.4 berkut:
Tabel 4.4 Kisi-Kisi Soal Faraid Tentang Penghitungan Harta Waris Tipe HOTS Kelas XI Madrasah Aliyah
No Kisi-Kisi Indikator Nomer Item/
Soal 1 a. Penetapan Angka
Ashl Al-Mas’alah
Siswa mampu
menetapkan angka Ashl Al-Mas’alah pada kasus faraid
1, 2, 3
2 b. Metode Tashihal- Mas’alah
Siswa mampu
menghitung
pembagian harta waris dengan metode Tashihal-Mas’alah
4,5,6
3 c. Metode ‘Aul Siswa mampu
menghitung
pembagian harta waris dengan metode
‘Aul
7.8
4 d. Metode Radd Siswa mampu
menghitung
pembagian harta waris dengan metode Radd
9,10
Selanjutnya, dilakukan uji validitas dan reliabilitas soal uraian materi faraid yang diberikan kepada peserta didik sebagaimana hasilnya dijelaskan berikut:
a) Hasil Uji Validitas Soal
Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan rumus korelasi pearson (Pearson Correlation). Dari hasil perhitungan pearson correlation dengan menggunakan aplikasi SPSS, bahwa dengan taraf signifkansi α = 0,05 diperoleh indeks r tabel = 0,444. Berdasarkan hasil perhitungan uji validitas yang telah diujicobakan dan dikonsultasikan dengan nilai r tabel, diperoleh 10 soal yang valid. Hal ini sesuai dengan kriteria ketentuan bahwa jika r-hitung > r-tabel, maka data tersebut valid. Adapun 10 soal yang valid berada pada kisaran nilai 0,470 sampai 0,827. Hasil analisis item soal uraian dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.5 Validitas Soal Tes Kemampuan HOTS materi faraid Nomer
Soal
r-hitung Keputusan
1 0,621 Valid
2 0,583 Valid
3 0,690 Valid
4 0,470 Valid
5 0,776 Valid
6 0,827 Valid
7 0,522 Valid
8 0,769 Valid
9 0,770 Valid
10 0,612 Valid
Berdasarkan Tabel 4.5 bahwa hasil perhitungan validitas item soal tes terhadap 10 item soal yang diujicobakan menunjukkan 10 item soal tersebut tergolong valid dengan nilai 0,470 sampai 0,827. Hasil tersebut menunjukkan kesepuluh item soal dapat diujikan kepada sampel penelitian. Hal ini bisa dilihat pada output hasil penghitungan SPSS pada lampiran 17 halaman 193.
b) Uji Tingkat Kesukaran
Uji tingkat kesukaran pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah soal yang diujikan tergolong terlalu sukar, sedang dan terlalu mudah. Adapun hasil analisis tingkat kesukaran item soal dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.6 Tingkat Kesukaran Item Soal HOTS materi faraid
Nomer Soal Tingkat Kesukaran Keterangan
1 0,64 Sedang
2 0,65 Sedang
3 0,64 Sedang
4 0,66 Sedang
5 0,64 Sedang
6 0,61 Sedang
7 0,6 Sedang
8 0,61 Sedang
9 0,6 Sedang
10 0,59 Sedang
Hasil perhitungan tingkat kesukaran butir tes terhadap 10 butir soal yang diujicobakan menunjukkan item soal tergolong sedang (0,30 ≤ tingkat kesukaran
≤ 0,70). Oleh karena itu, item soal digunakan dalam penelitian ini karena butir- butir item tes hasil belajar tersebut dapat dinyatakan sebagai butir-butir item yang baik bila butir-butir item tersebut tidak terlalu sukar dan tidak pula terlalu mudah yaitu butir-butir item tes sedang. Setelah beberapa kali mengujicobakan soal uraian mulai yang paling mudah hingga yang sulit, pastinya hasil yang diperoleh siswa berbeda-beda. Dari hasil beberapa uji coba soal diketahui bahwa peningkatan nilai antara siswa yang satu dengan lainnya terdapat peningkatan yang tidak jauh berbeda nilainya. Sedangkan, ketika diujicobakan dengan soal- soal yang sangat sulit, peningkatan nilai antar siswa yang satu dengan yang lain sangat berbeda jauh, bahkan ada yang semakin menurun. Karena keterbatasan penelitian dalam hal waktu dan biaya, maka soal yang dipakai dalam penelitian ini yaitu soal-soal yang hasil peningkatannya signifikan, yaitu dengan tingkat kesukaran kategori sedang.
c) Uji Daya Beda
Uji daya beda pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan butir soal dapat membedakan antara siswa yang menjawab benar dengan siswa yang tidak menjawab benar. Adapun hasil analisis daya pembeda butir soal tes kemampuan berpikir kritis matematis dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.7 Daya Beda Item Soal Tes Kemampuan HOTS materi faraid Nomer Soal Daya Beda Interpretasi
1 0,538 Baik
2 0,534 Baik
3 0,548 Baik
4 0,348 Cukup
5 0,623 Baik
6 0,727 Baik sekali
7 0,450 Baik
8 0,645 Baik
9 0,699 Baik
10 0,560 Baik
Berdasarkan hasil perhitungan daya beda butir tes menunjukkan bahwa satu item soal tergolong klasifikasi cukup (0,20 < DP ≤ 0.40) , satu soal tergolong klasifikasi baik sekali (DP ≥ 0,70 ), dan 8 soal tergolong klasifikasi baik (0,40 ≤ DP < 0,70). Hasil perincian penentuan tingkat kesukaran dan daya beda soal uraian sebagaimana terlampir pada lampiran 18 halaman 194. Oleh karena itu, sepuluh soal tesebut digunakan dalam tes kemampuan HOTS karena dapat mengukur seberapa jauh kemampuan butir soal dapat membedakan antara siswa yang menjawab benar dengan siswa yang tidak menjawab benar.
d) Uji Reliabilitas
Instrumen yang valid pada soal uji coba tes kemampuan HOTS materi faraid terdapat 10 soal yang dikategorikan sebagai item soal valid. Upaya untuk mengetahui apakah item soal tersebut dapat digunakan kembali atau tidak, mak dilakukan uji reliabilitas terhadap 10 soal tersebut dengan menggunakan rumus alpha diperoleh 0.859. setelah koefisien alpha diperoleh, maka tolak ukur untuk
diinterpretasikan dengan derajat reliabilitas nilai 0,6 dan intepretasinya adalah reliabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa soal tersebut reliabel.
Tabel 4.8 Rangkuman Hasil Uji Instrumen Tes Soal Uraian Nomer Item
Tes
Hasil Uji Validitas
Tingkat Kesukaran
Daya Pembeda
Hasil Uji Reliabilitas
1 0,621 0,64 0,538
0,859
2 0,583 0,65 0,534
3 0,690 0,64 0,548
4 0,470 0,66 0,348
5 0,776 0,64 0,623
6 0,827 0,61 0,727
7 0,522 0,6 0,450
8 0,769 0,61 0,645
9 0,770 0,6 0,699
10 0,612 0,59 0,560
Berdasarkan penjelasan di atas soal yang dapat digunakan pada penelitian ini adalah 10 soal yang memiliki tingkat kesukaran dengan kategori sedang.
Selanjutnya dari 10 soal yang diujikan tersebut, 8 soal memiliki nilai daya beda kategori baik, 1 soal memilik nilai daya beda kategori baik sekali, dan 1 soal memiliki nilai daya beda kategori cukup. Dengan demikian 10 soal yang diujikan dapat digunakan dalam penelitian ini untuk membedakan antara siswa berkemampuan tinggi dan berkemampuan rendah. Reliabilitas 10 soal yang dapat digunakan dan diuji cobakan memiliki tingkat keajegan atau konsistensi hasil pengukuran yang tinggi yaitu 0,859.
2) Pemilihan Media
Dalam pemilihan media dilakukan untuk mengidentifikasi media yang tepat yang sesuai dengan karekteristik materi pembelajaran. Dalam penelitian ini materi yang dikembangkan dalam model pembelajaran ini adalah materi faraid kelas XI MAN dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Media yang digunakan dalam pembelajaran meliputi: media gambar, buku pegangan guru, dan buku siswa. Media ini dapat diharapkan dapat membantu siswa dalam memahami materi faraid dan menemukan konsep-konsep yang ada di dalamnya. Dengan adanya pemilihan media ini diharapkan siswa lebih menyukai pelajaran fikih materi faraid dan lebih antusias dan aktif di dalam pembelajaran.
3) Pemilihan Format
Dalam penelitian ini dikembangkan model pembelajaran inovatif yaitu model Contextual Guided Problem-Based Learning pada materi faraid yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan berfikir tingkat tinggi siswa pada tataran analisis, evaluatif, dan kreatif. Pengembangan model yang dihasilkan juga dilengkapi buku panduan penggunaan model pembelajaran beserta materi faraid di dalamnya. Dalam pengembangan format yang dipilih disesuaikan dengan karakteristik pendekatan kontekstual. Format model dibuat bagan-bagan yang alurnya sangat jelas, sehinggan mudah sekali dibaca dan difahami oleh pembaca.
Format buku panduan penggunaan model beserta bahan ajar faraid dibuat berwarna juga dilengkapi beberapa gambar yang menarik, sehingga siswa akan tertarik dan termotivasi untuk belajar, sedangkan untuk format tes kemampuan kemampuan berfikir tingkat tinggi mengacu pada indikator kemampuan pemecahan masalah. Model pembelajaran yang dikembangkan disesuaikan dengana pendekatan kontekstual kemudian diharapkan penerapannya berdampak pada peningkatan kemampuan berfikir tingkat tinggi pada pelajaran fikih materi faraid kelas XI MAN kota Madiun.
4) Perancangan Awal (Initial Design)
Pada tahap ini, peneliti menyusun rancangan model pembelajaran. Model pembelajaran yang dikembangkan adalah model Contextual Guided Problem- Based Learning dilengkapi buku panduan penggunaannya dan materi ajar faraid.
Materi pembelajaran disesuaikan dengan kompetensi inti dan kompetensi dasar kurikulum 2013. Model pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini sesuai dengan karakteristik pendekatan kontekstual. Setelah itu dirancang sebuah model pembelajaran pada tahap awal yang disebut dengan prototype yang selanjutnya akan disempurnakan setelah divalidasikan dengan beberapa pakar yang sesuai dengan bidang yang membangun pengembangan model tersebut.
Pada tahap penyusunan draf model ini melalui proses perencanaan sebelum divalidasi pakar dan diujicobakan baik secara terbatas maupun secara luas. Draft model selanjutnya dikembangkan melalui validasi dan ujicoba sampai menjadi model final. Rancangan draf model yang telah disusun kemudian
didiskusikan dengan berbagai pihak yang berkompeten di bidangnya. Pihak-pihak yang terlibat dalam pembahasan rancangan draf model yaitu guru pelajaran fikih, pakar model pembelajaran, dan pakar materi faraid. Rancangan draf model setelah didiskusikan dan dikonsultasikan dengan guru, pakar model pembelajaran, pakar bahasa, dan pakar materi faraid, maka dihasilkan sebuah draf model Contextual Guided Problem-Based Learning pada pembelajaran fikih faraid. Pada tahap ini, peneliti menyusun sebuah instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan seluruh data kepada narasumber yang sekaligus sebagai validator untuk menyusun model pembelajaran sesuai dengan kebutuhan. Masukan dari beberapa narasumber digunakan untuk menyempurnakan model hingga menjadi model yang final dan siap untuk digunakan pada mata pelajaran fikih materi faraid.
c. Hasil Tahap Pengembangan (Develop)
Hasil dari tahap define dan design menghasilkan rancangan awal sebuah model pembelajaran yang disebut dengan prototype I. Setelah model pembelajaran inovatif dengan pendekatan kontekstual disusun dalam bentuk prototype I, maka dilakukan uji validitas terhadap pakar/ahli (expert review) dan ujicoba lapangan.
Validasi merupakan langkah pertama pada tahap pengembangan. Validasi para ahli difokuskan konten/ materi, format, ilustrasi, bahasa yang digunakan pada model yang dikembangkan. Hasil validasi ahli berupa nilai validasi, koreksi, kritik, dan saran yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan revisi dan penyempurnaan perangkat pembelajaran. Hasil revisi tersebut merupakan model pembelajaran yang telah memenuhi kriteria valid dan selanjutnya disebut prototype II.
1) Hasil Validasi
Tujuan validasi baik pakar maupun praktisi adalah untuk mengetahui apakah draf model yang dikembangkan dan materi pembelajarannya layak digunakan dalam pembelajaran di tingkat Madrasah Aliyah. Rancangan model sebelum diujicobakan harus dilakukan validasi dari pakar terlebih dahulu. Draf
produk yang perlu divalidasi oleh pakar berupa model pembelajaran Contextual Guided Problem-Based Learning, buku panduan penerapan model pembalajaran, dan bahan ajar faraid untuk guru dengan model Contextual Guided-Problem Based Learning.
Kegiatan validasi pakar dan praktisi dilakukan beberapa kali sampai draf benar-benar valid. Nilai valid tentu saja belum dapat mencapai 100%, karena masih ada masukan-masukan dari pihak lain seperti dosen promotor dan penguji saat melakukan pengujian. Hasil validasi pakar bidang model pembelajaran berisi perbaikan tentang penjelasan lengkap terkait kegiatan inti pembelajaran dan penggunaan model pembelajaran yang tepat, sehingga memudahkan siswa untuk memahami materi pembelajaran..
Pakar ahli konten berasal dari ahli ilmu faraid, dalam hal ini divalidasi oleh Dr. Jabal Alamsyah, L.c., M.A dari Universitas Darusslam (UNIDA) Gontor dengan bidang keahliah perbandingan madzhab, sekaligus beliau sebagai ketua pusat kajian CMS (Centre for Mawarith Studies) di UNIDA Gontor. Validasi konten juga dilakukan oleh Prof. Dr. Aksin Wijaya, M.Ag dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo dengan bidang keahlian Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Pakar materi memberikan banyak masukan tentang aspek kelayakan dan kesesuaian isi/ materi dengan jenjang Madrasah Aliyah, aspek kelayakan penyajian, aspek kelayakan kebahasaan, dan aspek penilaian kontekstual. Materi yang disampaikan harus sistematis mulai pemahaman konseptual, analisis, berfikir kritis, dan pemecahan masalah.
Validasi ahli bahasa dilakukan oleh Dr. Dollar Yuono, M.Pd dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo dengan bidang keahlian linguistik translation. Validasi bahasa juga dilakukan oleh Dr. Ahmadi, M. Pd dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo dengan bidang keahlian ilmu bahasa.
Pakar bahasa memberikan banyak masukan tentang tata tulis, ketepatan struktur kalimat, keefektifan kalimat, kebakuan istilah/ penggunaan bahasa baku, pemahaman terhadap pesan dan informasi, bahasa mampu memotivasi peserta didik, kesesuaian bahasa dengan perkembangan intelektual peserta didik,
kesesuaian bahasa dengan tingkat perkembangan emosional peserta didik, ketepatan tata bahasa, dan ketepatan ejaan.
Validasi ahli model dilakukan oleh Dr. Agus Budiman, M.Pd, dari Universitas Darussalam (UNIDA) Gontor dengan bidang keahlian pengembangan model pembelajaran. Validasi model juga dilakukan oleh Dr. Harjali, M.Pd, dari IAIN Ponorogo dengan bidang keahlian Teknologi Pendidikan. Pakar model memberikan masukan tentang aspek kelayakan kegrafikan yang meliputi: ukuran, desain sampul dan cover, dan desain isi. Selain itu juga memberikan masukan tentang aspek kelayakan penggunaan model yang meliputi: teori pendukung model pembelajaran, latar belakang pengembangan model pembelajaran, tujuan pengembangan model pembelajaran, deskripsi model pembelajaran, sintak model pembelajaran, penggunaan pendekatan pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, evaluasi dan penilaian, dan hasil belajar yang diinginkan.
Selain dari pakar/ ahli pada masing-masing bidang, validasi juga dilakukan oleh praktisi/ pengguna model pembelajaran Contextual Guided Problem-Based Learning. Dalam hal ini dilakukan oleh Sudjono, S.Pd.I selaku guru fikih di MAN 1 Kota Madiun dan Ulfa Mahfudzoh, M.Pd, selaku guru mata pelajaran fikih di MAN 2 Kota Madiun. Hasil validasi praktisi memberikan masukan dalam penyusunan buku pedoman penggunaan model dan bahan ajar materi faraid untuk guru sesuai dengan praktek pembelajaran di kelas dan bahan ajar yang disusun.
a) Hasil Validasi Model Tahap I (Prototype I)
Hasil validasi dari pakar/ ahli ilmu faraid, memberikan masukan agar menyesuaikan antara kelayakan isi dengan jenjang sekolah yang hendak diterapkannya, penyajian materi harus lebih terfokus lagi pada hal-hal yang memberdayakan kemampuan HOTS siswa, dan memperjelas lagi pada aspek kelayakan kontekstual yang harus sistematis mulai dari pemahaman konseptual, kemampuan analisis, kemampuan berfikir kritis, dan pemecahan masalah. Pada tahap validasi desain model tahap I ini, hasil validasi masih mencapai angka rata- rata persentase 65%, sebagaimana secara rinci terlampir pada lampiran 7 halaman 184.
Hasil validasi dari pakar/ ahli bahasa, memberikan masukan agar menyempurnakan tata tulis dan ketepatan struktur kalimat yang digunakan, pengunaan kalimat harus baku, kalimat yang digunakan harus interaktif dan komunikatif, penggunaan tanda baca harus tepat, dan penggunaan bahasa harus sesuai dengan tingkat intelektual dan emosional anak. Pada tahap validasi desain model tahap I ini, hasil validasi masih mencapai angka rata-rata persentase 64,3%, sebagaimana secara rinci terlampir pada lampiran 9 halaman 185.
Hasil validasi dari pakar/ ahli model, memberikan masukan agar menyempurnakan desain kegrafikan dengan menyelaraskan antara ukuran, desain sampul dan cover, dan desain isi. Selain itu pakar model juga memberikan masukan tentang teori pendukung pembelajaran diperkuat lagi, kejelasan latar belakang dan tujuan pengembangan model, sintak model pembelajaran, pendekatan, dan evaluasi. Pada tahap validasi desain model tahap I ini, hasil validasi masih mencapai angka persentase 64,83%, sebagaimana secra rinci terlampir pada lampiran 11 halam 186. Hasil validasi tahap I secara rinci bisa dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.9 Hasil Validasi Tahap I HASIL VALIDASI PRODUK TAHAP I
VALIDATOR ASPEK VALIDASI PERSENTASE RATA-RATA PERSENTASE Pakar materi/
konten
Kelayakan isi 66% 65%
Kelayakan penyajian 65,5%
Berbasis kontekstual 65%
Pakar Bahasa Lugas komunikatif 64% 64,3%
Dialogis Interaktif 64%
Sesuai perkembangan peserta didik
65%
Sesuai kaidah bahasa 65%
Pakar Model Pembelajaran
Kelayakan kegrafikan 64% 64,83%
Kelayakan penggunaan 64,5%
Hasil validasi pakar dan praktisi, terdapat perubahan perbaikan desain model pembelajaran. Perubahan terletak pada komponen yang membentuk dari pengembangan model pembelajaran. Hal ini masukan diperoleh dari ahli materi dan ahli model pembelajaran. Komponen yang membangun model harus lengkap
dan jelas langkah-langkahnya. Selain itu, perbaikan model pembelajaran juga berasal dari praktisi. Masukan dari praktisi (guru dan pengawas sekolah), desain model pembelajaran yang dikembangkan ini harus diujikan secara berahap dengan strategi mulai sederhana sampai lebih kompleks. Pada tahap validasi desain model tahap I ini, hasil validasi masih mencapai angka persentase 65% sebagaimana secara rinci terlampir pada lampiran 13 halaman 188. Pada tahap ini, rangkaian tahapan tentu masih dalam tahap uji coba yang masih harus mendapatkan perbaikan-perbaikan.
b) Hasil Validasi Model Tahap II (Prototype II)
Setelah diujicobakan pada tahap pertama, desain model terdapat beberapa masukan. Perbaikan desain model adalah melengkapi komponen pada masing- masing model yang mendasari adanya model yang dikembangkan, alur model yang dikembangkan harus diperjelas sesuai dengan petunjuk, dan hubungan adanya model pembelajaran yang mendasari, model yang dikembangkan, materi pembelajaran, dan tujuan pembelajaran yang harus dicapai.
Hasil validasi dari pakar/ ahli ilmu faraid, memberikan sedikit masukan agar menyempurnakan penyajian materi HOTS dengan menyesuaikan aspek kontekstual secara sistematis dan lebih terfokus lagi sesuai tujuan pengembangan model yang diharapkan. Pada tahap validasi desain model tahap II ini, hasil validasi sudah mencapai angka persentase 88,7 %, sebagaimana secara rinci terlampir pada lampiran 8 halaman 184.
Hasil validasi dari pakar/ ahli bahasa, memberikan sedikit masukan agar menyempurnakan pilihan kata atau diksi yang digunakan lebih menyesuaikan dengan tingkat intelektual dan emosional anak, sekaligus memotivasi siswa untuk mampu berfikir tingkat tinggi siswa sebagaimana yang diharapkan sesuai dengan tujuan pengembangan model. Pada tahap validasi desain model tahap II ini, hasil validasi sudah mencapai angka persentase 90% sebagaimana secara rinci terlampir pada lampiran 10 halaman 185.
Hasil validasi dari pakar/ ahli model, memberikan sedikit masukan agar lebih menyempurnakan lagi desain kegrafikan yaitu ukuran, desain sampul dan cover, dan desain isi. Selain itu pakar model juga memberikan masukan tentang
penyempurnaan teori pendukung dan langkah-langkah implementasi model nantinya.. Pada tahap validasi desain model tahap II ini, hasil validasi masih mencapai angka persentase 89,3 % sebagaimana secara rinci terlampir pada lampiran 12 halaman 187. Hasil validasi tahap II secara rinci bisa dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.10 Hasil Validasi Tahap II HASIL VALIDASI PRODUK TAHAP II
VALIDATOR ASPEK VALIDASI PERSENTASE RATA-RATA PERSENTASE Pakar materi/
konten
Kelayakan isi 88,5 % 88,7%
Kelayakan penyajian 89 % Berbasis kontekstual 88,5 %
Pakar Bahasa Lugas komunikatif 90% 90 % Dialogis Interaktif 90%
Sesuai perkembangan peserta didik
90%
Sesuai kaidah bahasa 90 % Pakar Model
Pembelajaran
Kelayakan kegrafikan 89 % 89,3 % Kelayakan penggunaan 89 %
Hasil validasi praktisi memberikan sedikit masukan bahwa model pembelajaran yang dihasilkan harus sesuai dengan materi dan praktek pembelajaran di kelas. Pada tahap validasi desain model tahap II ini, hasil validasi masih mencapai angka persentase 91% sebagaimana secara rinci terlampir pada lampiran 14 halaman 188.
Berdasarkan hasil validasi pakar yang dilaksanakan pada tahap pertama dan kedua, bahwa ada perubahan yang mengarah pada kebaikan. Hal ini menunjukkan bahwa model yang dikembangkan tersebut layak digunakan.
Meskipun tingkat kesempurnaannya tidak mencapai 100%, akan tetapi model tersebut sangat efektif digunakan untuk mata pelajaran fikih pada materi ilmu faraid untuk meningkatkan kemampusn HOTS siswa. Dengan demikian, model tersebut bisa digunakan sebagaimana mestinya oleh para guru fikih materi faraid di Madrasah Aliyah.
2) Hasil Ujicoba Model a) Hasil Ujicoba Terbatas
Uji coba terbatas dilakukan untuk mengujicobakan draf model Contextual Problem-Based Learning yang meliputi proses pembelajaran dan bahan ajar.
Tahap ini dilakukan penilaian oleh siswa dan guru dalam proses pembelajaran yang meliputi kemampuan guru mengajar dengan menerapkan model pembelajaran yang dikembangkan, penguasaan bahan ajar, dan proses belajar mengajar. Hal ini dilakukan untuk mengetahui keterlaksanaan model berupa ketepatan, kepraktisan, keberterimaan, dan kelayakan model dalam proses pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan HOTS peserta diidk. Selama uji coba terbatas, masih dilakukan revisi-revisi untuk perbaikan dari masukan-masukan guru, siswa, atau pengamat lain seperti kepala dan pengawas sekolah.
(1) Hasil Pengamatan Pelaksanaan Pembelajaran pada Ujicoba Terbatas Pelaksanaan uji coba skala terbatas dilakukan dengan tujuan untuk melihat keterlaksanaan model berupa ketepatan, kepraktisan, keberterimaan, dan kelayakan model dalam proses pembelajaran oleh pengguna (oleh guru dan siswa) dalam arti dapat memenuhi tujuan pengembangan model yaitu peningkatan kemampuan HOTS siswa. Kegiatan ujicoba terbatas dilakukan pada satu kelas MAN 1 Kota Madiun oleh 20 siswa. Uji coba terbatas dilaksanakan dengan pendekatan kualitatif terhadap penerapan model Contextual Guided Problem- Based Learning. Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara dan observasi mendalam kepada guru dan siswa. Berdasarkan wawancara dan observasi ditemukan bahwa kemampuan HOTS siswa meningkat atau ada perubahan.
Berdasarkan hasil analisis tersebut, model dapat dilaksanakan dengan baik, maka peneliti melanjutkan dan memakai produk yang dikembangkan dengan melakukan sedikit perbaikan pada model yang dikembangkan dan materi ajar yang telah ditulis. Dengan demikian, secara empiris bahwa terjadi peningkatan HOTS hasil belajar siswa dengan penerapan draft model Contextual Guided Problem-Based Learning.
Hasil uji terbatas yang dilakukan pada 1 kelas di MAN 1 Kota Madiun, ternyata model yang dikembangkan dapat dilaksanakan dengan baik dan dapat meningkatkan kemampuan HOTS siswa pada pelajaran fikih materi faraid, selanjutnya dilakukan perbaikan-perbaikan baik dalam perencanaan pembelajaran, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Setelah direvisi, kemudian diujikan secara luas di MAN 1 dan MAN 2 kota Madiun. Pembelajaran dengan model yang dikembangkan, dilakukan secara runtut sesuai dengan prototype. Kegiatan inti dilakukan untuk melatih siswa dalam menganalisis, berfikir kritis, dan memecahkan masalah. Pada akhir pembelajaran, siswa melakukan presentasi hasil diskusi, selanjutnya guru bersama siswa melakukan refleksi pembelajaran. Pada saat proses pembelajaran berlangsung, dilakukan pengamatan terhadap siswa maupun guru. Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana penerapan model pembelajaran ini dapat diterima oleh siswa dan guru. Pengamatan pembelajaran dengan menggunakan angket untuk siswa yang meliputi penilaian proses pembelajaran terhadap guru, penilaian bahan ajar dan penilaian terhadap kemampuan guru dalam mengajar dengan menerapkan model Contextual Guided Problem-Based Learning.
(2) Evaluasi dan Refleksi Hasil Pembelajaran
Hasil evaluasi dan refleksi dari uji coba menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran sangat antusias baik siswa maupun guru. Mereka merasakan mendapatkan pengalaman belajar baru yang lebih inovatif, bahkan pengalaman baru ini dapat dikembangkan dalam pembelajaran lain. Guru juga merasa termotivasi dalam persiapan, pelaksanaan, dan penilaian belajar.
Hasil pengamatan selama uji terbatas, guru mempersiapkan semua perangkat dan metode pembelajaran dengan baik. Kegiatan pembelajaran dapat terlaksana dengan baik dan siswa mulai terlatih dengan kegiatan analisis, berfikir kritis, dan memecahkan masalah. Selanjutnya, siswa mampu mempresentasikan hasil kerjanya di depan guru dan siswa yang lain.
Kegiatan yang dilakukan setelah selesai pembelajaran adalah refleksi dan mengevaluasi kegiatan selama pembelajaran dengan cara meminta pendapat dari siswa tentang kelebihan dan kelemahan model yang baru saja dipraktekkan. Hasil
evaluasi ini selanjutnya dibahas dengan guru untuk mengevaluasi dan merencanakan proses pembelajaran berikutnya agar guru lebih siap lagi.
Setelah dilakukan uji coba terbatas selama beberapa kali pertemuan, selanjutnya dilakukan analisis kelebihan dan kelemahan. Beberapa kelemahan dari desain model yang sudah diujikan selanjutnya dilakukan revisi. Desain model yang sudah direvisi selanjutnya dapat digunakan untuk uji luas.
b) Hasil Ujicoba Luas
Uji coba skala luas, dilakukan dengan penelitian eksperimental pada siswa kelas XI di MAN 1 Kota Madiun di MAN 2 Kota Madiun, selanjutnya diambil sampel secara random yang masing-masing sekolah terdiri dari 40 siswa.
Kegiatan uji coba luas dilakukan dengan menggunakan rancangan tes awal-tes akhir dengan satu kelompok (One Group Pretest-Posttest Design).
Pada penelitian eksperimental ini, ingin diketahui apakah penerapan model yang disertai materi ajar fikih faraid akan meningkatkan kemampuan HOTS siswa. Maka dari itu, sebelum diberi pelajaran dengan model Guided Contextual Problem-Based Learning, dilakukan pra tes (pretest) mengenai materi faraid.
Setelah selesai pembelajaran dengan model tersebut, dilakukan pasca test (posttest) mengenai materi faraid. Selanjutnya diuji secara statistik menggunakan uji paired sample t-test.
Proses pembelajaran dan penilaian tes menggunakan pretest maupun posttest. Hasil pretest dan posttest dari uji coba luas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan HOTS peserta didik yang sudah menerapkan model Contextual Guided Problem-Based Learning. Adapun hasil perhitungan dengan uji paired sample t-test adalah sebagai berikut:.
1) Uji Coba di MAN 1 Kota Madiun
Kegiatan uji coba di MAN 1 Kota Madiun, dengan populasi seluruh siswa kelas XI sejumlah 174 siswa, kemudian mengambil sampel 40 siswa dilakukan secara random. Kegiatan uji dilakukan dengan menggunakan perhitungan uji paired sample t-test. Hasil penghitungan uji dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut:
Tabel 4.11 Hasil Uji Luas MAN 1
Kelas Nilai Rata-rata Selisih t hitung Nilai sig pada uji t Pretest Posttest
MAN 1 64,77 79,6 14,85 -52,21 0,000
Dari Tabel 4.11 menunjukkan bahwa hasil perhitungan uji yang dilaksanakan di MAN 1 kota Madiun, diperoleh selisih rata-rata nilai pretest dan posttest adalah 14,78. Nilai t hitung sebesar -52,21 dan nilai sig sebesar 0,000.
Dengan menggunakan taraf signifikan sebesar 0,05 menunjukkan nilai sig lebih kecil dari 0,05 maka dinyatakan adanya perbedaan nilai yang signifikan antara hasil nilai pretest dan posttest. Hasil output penghitungan SPSS secara rinci terlampir pada lampiran 19 halaman 197. Dengan demikian, secara empiris bahwa terjadi peningkatan kemampuan berfikir tinggi (HOTS) dengan menerapkan model Guided Contextual Problem-Based Learning pada peserta didik kelas XI di MAN 1 Kota Madiun.
2) Uji Coba di MAN 2 Kota Madiun
Kegiatan uji coba di MAN 2 Kota Madiun, dengan populasi seluruh siswa kelas XI sejumlah 163 siswa, kemudian mengambil sampel 40 siswa dilakukan secara random. Kegiatan uji dengan menggunakan perhitungan uji paired sample t-test. Hasil penghitungan uji dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.12 Hasil Uji Luas MAN 2
Kelas Nilai Rata-rata Selisih t hitung Nilai sig pada uji t Pretest Posttest
MAN 2 64,90 79,15 14,25 -46,34 0,000
Dari tabel 4.13 menunjukkan bahwa hasil perhitungan uji yang dilaksanakan di MAN 2 Kota Madiun, diperoleh selisih rata-rata nilai pretest dan posttest adalah 14,25. Nilai t hitung sebesar -46,34 dan nilai sig sebesar 0,000, Dengan menggunakan taraf signifikan sebesar 0,05 menunjukkan nilai sig lebih kecil dari 0,05 maka dinyatakan adanya perbedaan nilai yang signifikan antara hasil nilai pretest dan posttest. Hasil output penghitungan SPSS secara rinci
terlampir pada lampiran 20 halaman 197. Dengan demikian, secara empiris bahwa terjadi peningkatan kemampuan berfikir tingkat tinggi/ HOTS dengan menerapkan model Guided Contextual Problem-Based Learning pada peserta didik di MAN 2 Kota Madiun.
3. Pengujian Keefektifan Model Contextual Guided Problem-Based Learning Pelaksanaan pengujian keefektifan produk penelitian ini, mengikuti tahapan-tahapan penelitian eksperimental yang bertujuan untuk membandingkan model yang dihasilkan dengan produk lama yang telah diterapkan. Sebelum melakukan kegiatan pengujian keefektifan model, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas yang dijelaskan sebagai berikut:
a. Hasil Uji Prasyarat
Pengujian keefektifan model dilakukan dengan metode eksperimen
“Pretest-Postest Control Group Design”. Analisis yang dilakukan dengan analisis statistik uji independent t-test. Salah satu prasyarat untuk uji independent t-test dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas pada sampel yang diujicobakan.
Pengujian prasyarat analisis, merupakan konsep dasar untuk menetapkan statistik uji mana yang diperlukan, apakah uji menggunakan statistik parametrik atau non parametrik. Uji prasyarat, yakni uji homogenitas variansi populasi dan uji normalitas untuk sebaran data hasil penelitian
Hasil uji normalitas dan homogenitas dilakukan untuk mengetahui tingkat signifikansi dengan menggunakan aplikasi program SPSS 25. Hasil output uji normalitas seperti dapat dijelaskan bahwa sebaran data yang diuji dengan Shapiro- Wilk menunjukkan nilai sig pada kelas kontrol sebesar 0,180 dalam arti lebih besar daripada 0,05 (sig > 0,05), maka sebaran datanya dinyatakan normal. Nilai sig pada kelas eksperimen sebesar 0,280 dalam arti lebih besar daripada 0,05 (sig
> 0,05), maka sebaran datanya dinyatakan berdistribusi normal. Selanjutnya, uji homogenitas dilakukan dengan tujuan mengetahui apakah subjek pada penelitian ini homogen atau tidak. Uji homogenitas menggunakan uji homogenitas Variansi Levene. Kaidah yang digunakan dalam uji ini adalah jika sig > 0,05 maka subjek dinyatakan homogen, jika sig < 0,05 maka subjek dinyatakan tidak homogen.
Hasil uji homogenitas dengan bantuan SPSS 25 dapat dijelaskan bahwa sebaran data yang diuji variansi dengan Variansi Levene menunjukkan nilai sig based on mean sebesar 0,401 dalam arti lebih besar daripada 0,05 (sig > 0,05), maka variansi datanya dinyatakan sama atau homogen, sebagaimana secara rinci output hasil uji normalitas dan homogenitas terlampir pada lampiran 21 halaman 198.
b. Hasil Uji Keefektifan Model
Uji keefektifan pada penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan “Pretest-Postest Control Group Design”. Kelas yang dijadikan kelompok eksperimen adalah siswa MAN 2 Kota Madiun, dan yang dijadikan kelompok kontrol adalah MAN 1 Kota Madiun. Pembelajaran pada kelompok eksperimen menggunakan model Contextual Guided Problem-Based Learning, sedangkan kelompok kontrol menggunakan model pembelajaran langsung (direct learning).
Teknik pengumpulan data melalui nilai posttest dari kelompok kontrol dan eksperimen. Instrumen tes yang digunakan adalah soal-soal ilmu faraid analisis dan pemecahanan masalah perhitungan pembagian masing-masing ahli waris.
Keterterapan model dilakukan dengan melakukan pengamatan dalam proses pembelajaran. Hal-hal yang diamati adalah kemampuan HOTS siswa dalam kegiatan analisis, berfikir kritis, dan pemecahan masalah, sedangkan untuk mengetahui keefektifan dengan menggunakan hasil tes akhir.
Kemampuan siswa di kelas eksperimen diketahui dengan hasil angket dengan indikator adanya kemampuan HOTS siswa dalam analisis, berfikir kritis, dan pemecahan masalah, sekaligus hasil posttest pembelajaran ilmu faraid. Hasil angket keberterimaan siswa di dua sekolah menunjukkan hasil yang memuaskan, dengan penjelasan sebagai berikut: 1) kemampuan siswa dalam menganalisis dan menstruktur informasi yang diterima sebesar 83, 43%; 2) keterampilan berfikir kritis sekaligus mampu menginterpretasikan ide sebesar 83, 35%; dan 3) keterampilan siswa dalam memecahkan masalah sekaligus menemukan solusi sebesar 82,38%. Secara rinci terlampir pada hasil angket siswa pada lampiran 6 halaman 180. Sebagaimana juga digambarkan pada Grafik 4.2 berikut:
Gambar 4.2 Grafik Kemampuan HOTS siswa
Keberterimaan model Contextual Guided Problem-Based Learning, berdasarkan informasi yang diperoleh dari siswa, bahwa 1) siswa menyatakan bahwa pembelajaran dengan model Contextual Guided Problem-Based Learning ini sangat menarik, menyenangkan, dan materi sangat mudah diterima; 2) siswa menyatakan bahwa pembelajaran dengan model Contextual Guided Problem- Based Learning ini menarik, menyenangkan, dan matei mudah diterima; 3) siswa menyatakan bahwa pembelajaran dengan model Contextual Guided Problem- Based Learning ini cukup menarik, menyenangkan, dan materi cukup mudah diterima. Dengan demikian, model Contextual Guided Problem-Based Learning diterima siswa dalam pembelajaran fikih faraid.
Grafik di atas menunjukkan bahwa lebih dari 50% siswa menyatakan sangat tertarik dan sangat senang mengikuti pembelajaran dengan model Contextual Guided Problem-Based Learning. Hal ini membuktikan bahwa pembelajaran tersebut melibatkan siswa secara penuh untuk berperan aktif dalam kegiatan. Diberi kesempatan untuk bertindak secara langsung, dihargai pendapat dan hasil kerjanya, sehingga membantu siswa untuk memperoleh pengalaman, pengetahuan, dan perubahan sikap yang cukup berarti. Selanjutnya dilakukan uji coba keefektifan dengan tujuan untuk membandingkan model yang dihasilkan dengan produk lama yang telah diterapkan. Dalam hal ini membagi dua kelompok yaitu kelas kontrol dan kelas eksperimen. Kelas kontrol menggunakan model lama, sedangkan kelas eksperimen dikenai model Contextual Guided Problem- Based Learning. Teknik analisis statistik yang digunakan untuk menguji
81.8 82 82.2 82.4 82.6 82.8 83 83.2 83.4 83.6
Analisis berfikir kritis pemecahan masalah
perbedaan hasil posttest antara sampe kelompok kontrol dan sampel kelompok eksperimen adalah uji independent t-test. Teknik analisis ini dipakai untuk mengetahui signifikansi perbedaan antara dua kelompok yang tidak berhubungan satu sama lain. Kaidah yang digunakan dalam independent t-test ini adalah jika p
< 0,05 dan t hitung > t tabel, maka terdapat perbedaan kemampuan HOTS yang signfikana antara kedua kelompok.
Adapun data nilai yang diperoleh dari kelas kontrol dan kelas eksperimen adalah nilai rata-rata pretest kelas kontrol sebesar 65, nilai rata-rata posttest kelas kontrol 69,75 sedangkan nilai rata-rata pretest kelas eksperimen sebesar 66,5 sedangkan nilai rata-rata posttest kelas eksperimen sebesar 88. Secara rinci terlampir pada lampiran 22 pada halaman 199.
Adapun kegiatan uji coba produk berdasarkan hasil perhitungan uji independent sample t-test dengan bantuan aplikasi SPSS 25 dapat dilihat pada tabel dan berikut:
Tabel 4.13 Hasil Uji Keefektifan Model
Kelas Nilai Rata-rata t hitung Nilai sig
pada uji t Pretest Posttest Selisih
Kontrol 65 69,75 4,75 -22,60 0,000
Eksperimen 66,5 88 21,5 -22,60 0,000
Dari Tabel 4.16 menunjukkan bahwa hasil perhitungan uji yang dilaksanakan pada kelas kontrol, diperoleh selisih rata-rata nilai pretest dan posttest adalah 4,75. Nilai t hitung sebesar -22,60 dan nilai sig sebesar 0,000.
Hasil perhitungan uji yang dilaksanakan di kelas eksperimen, diperoleh selisih rata-rata nilai pretest dan posttest adalah 21,5. Nilai t hitung sebesar -22,60 dan nilai sig sebesar 0,000. Dengan menggunakan taraf signifikan sebesar 0,05 menunjukkan nilai sig lebih kecil dari 0,05 maka dinyatakan adanya perbedaan nilai yang signifikan antara hasil nilai pretest dan posttest pada kelas eksperimen setelah diterapkan model pembelajaran Contextual Guided Problem-Based Learning. Secara rinci hasil output uji keefektifan model dengan aplikasi SPSS dapat dilihat pada lampiran 23 halaman 200, sehingga secara empiris dapat
disimpulkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan berfikir tingkat tinggi/ HOTS dengan menerapkan model Guided Contextual Problem-Based Learning pada peserta didik di MAN Kota Madiun.
Selanjutnya dicari nilai N-Gain untuk mengetahui tinggat keunggulan model yang dikembangkan dengan melihat hasil nilai rata-rata yang diperoleh dari skor pretest dan posttest. Gain skor adalah selisih antara skor posttest dan skor pretest. Setelah semua data terkumpul untuk mengetahui peningkatan yang terjadi sebelum dan sesudah model pembelajaran diterapkan diperhitungkan dengan rumus N-Gain (Normalized-Gain).
Uji normal gain dilakukan pada kelas eksperimen. Kategorisasi perlolehan N-gain score dapat ditentukan berdasarkan nilai N-gain maupun nilai N-gain dalam bentuk persen (%). Adapun pembagian kategori perolehan nilai N-gain dapat kita lihat pada tabel berikut:
Tabel 4.14 Kategorisasi Skor Gain
Nilai N-Gain Kategori
g > 0,7 Tinggi
0,3 ≤ g ≤ 0,7 Sedang
g < 0,3 Rendah
Sumber (Meltzer, 2002)
Terlihat bahwa N-Gain = 0,77. Sebagaimana hasil penghitungan yang terlampir pada lampiran 24 halaman 202. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil nilai fikih faraid tipe HOTS tersebut menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan HOTS peserta didik pada pelajaran fikih materi faraid termasuk dalam kategori sedang.
Model Contextual Problem-Based Learning dinilai sangat efektif digunakan dalam mata pelajaran fikih materi faraid. Siswa merasa senang dan tertarik dengan materi yang diberikan guru. Siswa lebih aktif lagi dalam mengikuti pembelajaran di kelas. Mereka merasa model ini sangat cocok digunakan pada mata pelajaran fikih materi faraid untuk meningkatkan kemampuan HOTS siswa. Keefektifan penerapan model Contextual Guided