• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil

4.2 Pembahasan hasil pengujian

4.2.1 Pembahasan hasil pengujian densitas

Besar densitas dari hasil pengujian yang dilakukan di PPKS terhadap biodiesel B10, B20, B100, dibandingkan dengan standar biodiesel Indonesia (SNI) dan minyak solar dapat pada tabel 4.1 dibawah ini.

Tabel 4.1 Hasil pengujian densitas

Hasil Analisa Acuan

Parameter/Satuan

B10 B20 B100 Biodesel SNI Solar

Dari data karakteristik mutu solar diperoleh bahwa rentang densitas solar berada pada 0,82 gr/cm3 – 0,87 gr/cm3. Sedangakan rentang Densitas Biodiesel yang diperoleh dari forum biodiesel Indonesia berdasarkan metode uji ASTM D- 1298 berkisar 0,850gr/cm3 – 0,890gr/cm3. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa besar densitas berdasarkan tabel diatas B10 = 0,819g/cm3 & B20 = 0,829g/cm3 memenuhi standar biodiesel SNI dan standar minyak solar karena berada diantara rentang SNI dan solar. B10 lebih kecil densitasnya karena mengandung FAME yang kecil. Bertambah kecilnya densitas B10 karena sangat didominasi densitas minyak solar. Pada B20 sudah terjadi kenaikan sedikit disebabkan kadar FAME 2 kali lipat. Turunnya densitas dapat disebabkan dari campuran FAME dengan solar, B10 bahan FAME 10% terdapat densitas 0,819gc/m3. Naiknya kadar FAME naik densitas bahan bakar. Standar pengujian dibuat dua yaitu antara minyak solar dan biodiesel menurut SNI karena B10, B20 percampuran antara minyak solar dan Biodiesel murni. B100 densitasnya lebihb tinggi dibandingkan B10 & B20 karena dipengaruhi oleh : Karena proses pencucian dan pemurnian tidak maksimal sehingga dihasilkan monogliserida, digliserida, trigliserida yang yang jumlah sangat besar tetapi perbedaan densitas masih berada dalam rentang standart mutu biodiesel Indonesia. Densitas yang tinggi kurang baik terhadap penggunaan bahan bakar motor diesel.

4.2.2 Pembahasan hasil pengujian viskositas

Besarnya hasil pengujian viskositas yang dilakukan pada biodiesel B10, B20 & B100 dibandingkan dengan minyak solar dan minyak biodiesel menurut standar SNI sebagai acuan dapat kita lihat pada tabel 4.2 dibawah ini .

Tabel 4. 2 Pengujian viskositas

Hasil Analisa Acuan

Parameter/Satuan

B10 B20 B100 Biodesel SNI Solar

Berdasarkan data karakteristik mutu solar dengan metode uji ASTM D-445 batas nilai viskositas pada suhu 400C, berada pada rentang 1,6 cSt - 5,8 cSt, sedangkan batas nilai viskositas pada suhu 400C dengan metode uji Hasil pengujian viskositas biodiesel SNI viskositas 2,3cSt – 6cSt, sedangkan

Berdasarkan tabel hasil penelitian besarnya Viscositas B10 = 3,92cSt B20 = 4,116cSt, B100 = 5,788cSt masih berada pada rentang standar biodiesel SNI dan standar minyak solar. Bila viscositas semakin besar kurang baik sebab viscositas yang tinggi berpengaruh langsung terhadap kemampuan bahan bakar bercampur dengan udara,serta mempengaruhi kecepatan alir bahan bakar melalui injector, mempengaruhi derajat atomosasi bahan bakar dalam ruang bakar. Dan sebaliknya bila Viscositas yang terlalu encer juga tidak bagus karena dapat bocor melalui lubang injector serta tidak dapat masuk lebih jauh kedalam silinder pembakaran. Pada umumnya bahan bakar tidak boleh terlalu tinggi viscositas dan tidak boleh terlalu rendah harus memenuhi batasan batasan tertentu sesuai dengan acuan. Viscositas yang terlalu tinggi dipengaruhi beberapa hal mis proses pemisahan antara gliserol dengan minyak biodiesel tidak sempurna pencucian, pengaruh ester, pengaruh katalis, pengaruh kadar air.

4.2.3 Pembahasan hasil pengujian flash point

Besar hasil pengujian Flash Point yang dilakukan terhadap biodiesel minyak kemiri B10, B20 dan dibandingkan dengan minyak solar dan minyak biodiesel menurut SNI dapat kita lihat pada tabel 4.3 di bawah ini.

Tabel 4. 3 Hasil pengujian flash point

Hasil Analisa Acuan

Parameter/satuan

B10 B20 B100 Biodesel SNI Solar

Berdasarkan tabel diatas besar flash point B10, B20 berada dibawah rentang minyak solar maka dapat digolongkan kedalam standar bahan motor diesel. Titik nyala tidak punya pengaruh secara langsung dalam persyaratan pemakaian bahan bakar untuk mesin diesel. Titik nyala berhubungan langsung dengan mudah atau tidaknya suatu bahan bakar dapat terbakar. Titik nyala yang rendah menyebabkan zat tersebut mudah dibakar, sehingga sifat fisis ini sangat penting sekali sebagai syarat suatu zat dapat dikatakan sebagai bahan bakar. Titik nyala yang mendekati dengan tempratur ruang tersebut sangat tidak aman apabila zat ini digunakan sebagai bahan bakar, dikarenakan dapat menimbulkan kebakaran apabila terjadi percikan api disekitar zat tersebut. Rendahnya titik nyala metil ester disebabkan karena masih terdapatnya pelarut organic yang digunakan dalam proses pembuatan. Adapun flash point erat sekali hubungannya dengan penyimpanan dan pengangkutan. Dengan mengetahui flash point sesuatu bahan bakar para pekerjadi bidang jenis bahan bakar dapat mengatasi resiko kebakaran.

4.2.4 Pembahasan hasil pengujian titik kabut (cloud point)

Besarnya hasil pengujian Cloud point yang dilakukan terhadap biodiesel minyak kemiri B10, B20, B100 bila dibandingkan dengan minyak solar dan minyak biodiesel menurut SNI dapat kita lihat pada tabel 4.4 berikut ini.

Tabel 4. 4 Hasil pengujian cloud point

Hasil Analisa Acuan

Parameter/Satuan

B10 B20 B100 Biodiesel SNI Solar

Cloud Point (0C) -0,4 -4,5 -19.3 Maks18 Maks18

Dari tabel diatas besarnya Cloud point B10, B20 & B100 lebih kecil dari standar biodiesel menurut SNI dan standar mutu minyak solar sehingga layak digunakan untuk bahan bakar motor diesel. Bila Cloud point semakin kecil semakin bagus tetapi bila Cloud point semakin tinggi kwalitas biodieselnya kurang baik. Cloud point yang tinggi juga dapat berpengaruh terhadap kadar air sehingga akan

menaikkan viscositas dan densitas sehingga tabung tempat penyimpanan biodiesel akan lebih cepat mengalami korosi. Cloud point ini erat sekali kaitannya dengan negara-negara yang mengalami musim dingin.

4.2.5. Hasil pembahasan kadar air.

Berdasarkan pengujian kadar air yang dilakukan terhadap biodiesel B10, B20, B100 dibandingkan dengan minyak solar dan minyak biodiesel menurut SNI dapat kita lihat pada tabel 4.5 dibawah ini.

Tabel 4. 5 Hasi pengujian kadar air

Hasil Analisa Acuan

Parameter/Satuan

B10 B20 B100 Biodesel SNI Solar Kadar Air (%) 0.03 0.09 0.09 0,05 Maks 0,05

Dari tabel diatas B10 memenuhi standar mutu solar dan standar biodiesel menurut SNI, sedangkan B20 dan B100 tidak memenuhi standar minyak solar dan biodiesel menurut SNI.. Besarnya kadar air sangat menentukan kwalitas bahan bakar keberadaan kadar air yang tinggi dapat membentuk kristal yang dapat menyumbat aliran bahan bakar dan juga dapat menyebabkan korosi serta pertumbuhan mikroorganisme yang juga dapat menyumbat aliran bahan bakar. Kadar air yang tinggi pada B20 & B100 disebabkan beberapa hal al : pengeringan sampel kurang kering, pemisahaan ekstrak dengan minyak, adanya residuksi katalis KOH, pemisahan yang tidak sempurna pada saat melakukan proses transesterifikasi.

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada biodiesel minyak kemiri B10, B20 & B100 dan dibandingkan dengan minyak biodiesel menurut SNI dan minyak solar dapat kita lihat tabel 4.6 dibawah ini.

Tabel 4. 6 Hasil pengujian bilangan iod

Hasil Analisa Acuan

Parameter/satuan

B10 B20 B100 Biodesel SNI Solar Bilangan

Iod(gI2/100mg) 27,08 36,22 55.45 Maks 115 Tidak diuji

Berdasarkan tabel diatas besar bilangan iod pada biodiesel B10, B20, B100 masih berada dibawah standar Biodiesel menurut SNI, maka dapat di simpulkan layak dipakai bahan bakar mesin diesel. Bilangan iod pada biodiesel menunjukkan ketidak-jenuhan. Banyaknya senyawa lemak tak jenuh didalam biodiesel memudahkan senyawa bereaksi dengan oksigen oleh karena itu terdapat batasan bilangan Iod pada biodiesel maksimum 115 (gI2/100mg). Bilangan Iod bersifat pereduksi dan yang direduksinya adalah ikatan rangkap dari minyak kemiri. Jadi adanya iod berfungsi untuk memutus ikatan rangkap menjadi tunggal. Semakin banyak ikatan rangkap, maka bilangan Iod semakin tinggi ikatan rangkapnya, maka viscositas dan densitas juga semakin tinggi. Bilangan Iod yang tinggi dapat dilihat dari besarnya emisi gas buang NOx yang dihasilkan 6,3gr/Kw. H atau setara dengan FAME dengan jumlah atom karbon 12 atau setara dengan bilanga iod 40. Makin panjang rantai karbon makin rendah emisi gas buang NOx, Makin tinggi bilangan iod makin makin tinggi emisi gas buang NOx.

4.2.7 Pembahasan hasil pengujian emisi gas buang

Dari hasil uji emisi gas buang yang dilakukan di Auto 2000 Jln. Gatot Subroto Medan dapat kita lihat pada tabel 4.7 dibawah ini.

Tabel 4.7 Hasi pengujian gas buang

Parameter/Satuan Hasil Analisa Acuan

B10 B20 Solar

Gas Buang (opasitas) %

16 6.5 24.5

Berdasarkan tabel diatas, B10 & B20 bila dibandingkan dengan solar, tingkat opasitas-nya lebih rendah. B20 sangat kecil opasitas-nya dibandingkan dengan B10 & minyak solar, maka B20 layak dikembangkan dan digunakan sebagai pengganti bahan bakar motor diesel yang ramah lingkungan.

Besarnya tingkat opasitas atau emisi gas buang dipengaruhi beberapa hal :

1. Tahun pemakaian kendaraan bermotor, artinya semakin tinggi tahun pemakaian semakin besar opasitas atau emisi gas buang.

2. Pembakaran tidak sempurna akibat filter udara yang kotor. Pada kendaraan motor diesel besar emisi gas buang ditentukan oleh tingkat kepekatan asap buangannya, semakin pekat asap buangan, maka semakin besar opasitas yang dihasilkan. Besar kecil emisi gas buang dapat juga kita lihat pada saat pak supir menginjak gas untuk melakukan akselarasi. Alat yang digunakan di Auto 2000 Jl. Gatot Subroto, hanya mampu memeriksa opasitas atau gas buang dalam bentuk persen, dan juga hanya mampu mengukur jenis emisi gas buang karbon dioksida (CO2) yang dikeluarkanoleh kenderaan tersebut. Untuk mengurangi pencemaran lingkungan kendaraan bermotor wajib diperiksa besar tingkat opasitas atau pencemaran secara rutin.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait