• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.91 Unburned hydrocarbon (UHC

UHC adalah senyawa hidrokarbon yang tidak terbakar yang dihasilkan dari proses pembakaran yang kurang sempurna. UHC sangat terkait dengan efisiensi pembakaran dari bahan bakar. Reaksi pembakaran yang tidak sempurna ini bisa disebabkan oleh karena rendahnya rasio udara-bahan bakar (A/F) atau karena pencampuran udara dari bahan bakar yang tidak homogen. UHC merupakan komponen dari senyawa organik yang volatile (VOC), yang bila kandungannya tinggi di udara akan dapat mencemarkan lingkungan dan dapat menyebabkan gangguan penglihatan.

2.9.2. Gas karbonmonoksia (CO).

Gas CO dihasilkan dari proses pembakaran parsial suatu bahan bakar yang dapat terjadi akibat terbatasnya suplai oksigen atau udara dari jumlah yang diperlukan. Reaksi yang mungkin terjadi di antaranya :

C3H8 + 1.5 (O2 + 3.76 N2) ↔3 CO + 4 H2 + 8.46 H2O C4H10 + 2 (O2 + 3.76 N2) ↔ 4 CO + 5 H2 + 7.52 H2O

Gas CO ini bersifat racun terhadap tubuh karena bila masuk ke dalam darah, CO dapat bereaksi dengan Hemoglobin (Hb) untuk membentuk karboksihemoglobin (COHb). Bila reaksi tersebut terjadi, maka kemampuan darah mengangkut O2

untuk kepentingan pembakaran dalam tubuh akan menjadi berkurang. Hal ini disebabkan karena kemampuan Hb untuk mengikat CO jauh lebih besar (sekitar 200 kali lebih) dibandingkan kemampuan Hb untuk mengikat O2. Selain itu kandungan COHb dalam darah dapat menyebabkan terganggunya sistem urat saraf dan fungsi tubuh pada konsentrasi rendah (2 - 10%) dan bisa menyebabkan kematian pada konsentrasi tinggi (>10%)

Tabel 2.6 efek polutan

Konsentrasi CO Hb dalam darah

(ppm) Pengaruh terhadap kesehatan

O Tidak ada pengaruh

1-2 Penampilan agak tidak normal

2-5

Mempengaruhi sistim saraf sentral,reaksi pancaindra tidak normal

benda terlihat agak kabur >5 Perubahan fungsi jantung dan

pulmonari 10 - 80

Kepala pening, Mual Berkunang-kunang, Pingsan, Susah Bernafas, dan

Kematian 2.9.3 Nitrogen oksida (NOx)

Senyawa nitrogen oksida yang sering menjadi pokok pembahasan dalam masalah polusi udara adalah NO dan NO2. Kedua senyawa ini terbuang langsung udara bebas dari hasil pembakaran bahan bakar. NO2 yang mudah larut dalam air membentuk asam nitrit atau asam nitrat menurut reaksi :

2 NO2 + H2O ---- HNO3 + HNO2 (asam nitrat dan asam nitrit) 3 NO3 + HO ---- 2 HNO3 + NO (asam nitrat dan nitrogen oksida)

Asam nitrat dan asam nitrit akan jatuh bersama dengan hujan dan bergabung ammonia (NH3) di atmosfer dan membentuk ammonium nitrat (NH4NO3) yang merupakan sari makanan bagi tumbuhan. Dengan kemampuan yang tinggi untuk menyerap sinar ultraviolet, NO2 memainkan peranan penting dalam kontaminan ozon (O3). Tidak seperti gas polutan lainnya yang mempunyai daya destruktif tinggi terhadap kesehatan manusia, NO merupakan gas inert dan ‘hanya’ bersifat racun. Sama halnya dengan CO, NO mempunyai afinitas yang tinggi terhadap oksigendibandingkan dengan hemoglobin dalam darah. Dengan demikian pemaparan NO dapat mengurangi kemampuan darah membawa oksigen sehingga tubuh kekurangan oksigen dan mengganggu fungsi metabolisme. Namun NO2

dapat menimbulkan iritasi terhadap paru-paru. Pada tumbuhan, NO tidak bersifat merusak namun NO2 menimbulkan sedikit kerusakan pada tumbuhan. Polutan sekunder dari NOx seperti PAN dan O3 justru mempunyai daya perusak yang lebih tinggi pada tumbuhan. Konsentrasi NO2 yang tinggi pada udara bebas dapat memudarkan warna tekstil, memberi warna kuning pada tekstil berwarna putih, dan mengoksidasi logam.

2 .10. Pengendalian gas buang

Emisi gas yang dihasilkan oleh pembakaran kendaraan bermotor pada umumnya berdampak negatif terhadap lingkungan. Sehingga perlu diambil beberapa langkah untuk dapat mengendalikan gas buang yang dihasilkan tersebut. Ada beberapa cara yang dapat diambil untuk mengatasi masalah tersebut antara lain : Uji emisi, pemilihan bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan dan penggunaan katalitik konverter.

2.10.1 Uji emisi

Beberapa tahun lalu Swiss Contact bekerja sama dengan 200 bengkel di Jakarta melakukan uji emisi kendaraan. Hasilnya, dari 16 ribu mobil yang diuji, hanya 54 persen yang memenuhi baku mutu emisi. Padahal hanya dengan perawatan sederhana seperti tune up dan mengganti saringan bensin atau oli sudah dapat menurunkan kadar emisi 30 – 40 persen. Seharusnya uji emisi dapat diterapkan secara ketat. Pemberian sertifikat uji emisi sebaiknya jangan diberikan secara sembarangan. Karena adanya keharusan memiliki sertifikat inilah yang akan mendorong pemilik kendaraan betul-betul merawat kendaraannya. Untuk lulus dalam uji emisi kendaraan sebetulnya tidak terlalu sulit. Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah, memastikan perangkat emisi ada pada kendaraan, karena bagian pertama dari uji emisi adalah dengan memastikan peralatan emisi berada di tempatnya. Dan sebaiknya kendaraan yang dipergunakan mempunyai peralatan original. Beberapa hal yang sering hilang ataupun tidak berada di tempatnya adalah EGR (exhaust gas recirculation valve), pompa udara, atau pipa

Mesin yang kondisinya baik biasanya bersuara halus. Busi yang tidak berfungsi, kebocoran ruang vakum, atau bensin campur akan menyebabkan tinggi emisi gas buang. Di samping itu oli mesin yang sangat kotor akan mengganggu proses oli, kemudian terhambat masuk ke ruang mesin dan akhirnya keluar melalui knalpot. Mesin sebaiknya dipastikan bekerja pada suhu yang tepat. Karena suhu yang tidak tepat, misalnya terlalu dingin akan mengakibatkan injeksi bahan bakar berlebihan. Hal ini juga bisa berakibat Anda gagal dalam uji emisi gas buang. Untuk mengetahui kendaraan teresebut layak atau tidak mendapat sertifikat uji emisi, maka dapat suatu cara yang sederhana yaitu dengan memacu kendaraan kendaraan tersebut pada kecepatan tinggi. Ini akan membantu untuk mengetahui apakah busi kendaraan tersebut berfungsi dengan baik atau tidak, gas buang bebas karbon atau tidak, dan apakah residu tertinggal pada catalytic converter atau tidak. Sebelum mengikuti uji emisi terlebih dahulu kendaraan harus dikondisikan. Pengkondisian bisa dilakukan dengan memanaskan mesin selama 15 menit sehingga memastikan mesin berada pada suhu yang cukup, sensor oksigen panas dan sinyal, serta catalytic converter berfungsi. Agar bisa berfungsi catalityc converter harus dalam kondisi panas. Jika converter berada di bagian bawah- belakang kendaraan dan mesin tidak dijalankan atau berjalan lambat dan sebentar, converter akan dingin dan berhenti berfungsi.

Selama uji emisi, teknisi akan mengukur kadar hidrokarbon (HC), karbon monoksida (CO), dan nitrogen oksida (NOx). HC biasanya berasal dari pembakaran yang tidak sempurna. Silinder yang macet akan mengakibatkan kadar HC tinggi. Sedangkan CO dihasilkan oleh proses pembakaran normal akan tetapi kadar CO tinggi dapat dicegah melalui penggunaan bahan bakar secara hati-hati dan penggunaan catalytic converter. Selain itu bensin campur dalam jumlah banyak akan mengakibatkan tingginya kadar CO.

Sementara itu NOx terjadi saat suhu pembakaran sangat tinggi, yang oleh desain mesin atau penggunaan Exhaust Gas Recirculation (EGR) pada suhu silinder

tinggi. Waktu pembakaran yang tidak tepat dapat meningkatkan suhu silinder sehingga mendongkrak emisi NOx. Jadi sebaiknya jangan pernah bensin campur. Tidak lulusnya uji emisi kendaraan biasanya disebabkan oleh hal-hal yang sederhana seperti: busi atau kawat busi yang jelek, filter udara kotor, waktu pembakaran yang tidak tepat, atau pemakaian bensin campur dalam jumlah banyak. Perawatan rutin dan pemanasan mesin sebelum uji emisi akan membantu kelulusan uji emisi kendaraan Anda.

Akibatnya memang sangat positif, industri otomotif berlomba membuat kendaraan dengan motor bakar yang tidak banyak menghasilkan emisi di bawah standar yang diizinkan. Untuk memperoleh emisi yang rendah antara lain dengan pemasangan katub PVC sistem karburasi, sistem pemantikan yang lebih sempurna, sirkulasi uap BBM.

Selain itu dikembangkan kendaraan berbahan bakar alternatif, seperti bahan bakar gas, mobil listrik, dan juga mobil fuel-cell yang paling ramah lingkungan. Sebelum mereka bisa memanfaatkan energi alternatif secara maksimal, mereka juga mengembangkan teknologi seperti HCCI (homogeneous-charge compression ignition) yang memberikan basis untuk kelas baru emisi rendah. Pemakaian gas alam cair, misalnya, bukan hanya lebih ramah lingkungan, tapi juga menguntungkan untuk kondisi Indonesia yang sangat kaya gas alam. Namun, itu perlu didukung kebijakan yang mempermudah pembangunan SPBU untuk gas alam.

2.10.2 Uji emisi motor diesel

Uji emisi pada motor berbahan bakar diesel dilakukan di AUTO 2000 Jln Gatot SubrotoMedan dengan menggunakan sebuah sebuah mobil Toyota Dyna Thn 2007,serta alat yang disebut STARGAS atau SMOKE METER atau OPACIMETER Alat ini akan mencatat kadar tingkat kepekatan asap yang dikeluarkan oleh knalpot mesin diesel.Alat ini tidak dapat menentukan jenis polutan emisi gas buang seperti alat pengukur emisi gas buang pada motor

berbahan bakar bensin mampu menunjukkan jenis polutan yang dikeluarkan. Alat ini hanya mampu mengukur persentase asap buangannya,semakin besar persentasi asap buangannya semakin pekat asap knalpot kenderaan yang dikeluarkan dan tingkat pencemaran semakin tinggi. Pada kenderaan motor diesel sebagian besar asap buangannya adalah partikel Sulpurdioksida, yang terlihat dalam gumpalan asap hitam yang dikeluarkan oleh sebuah kenderaan motor diesel. Tinggi rendahnya opasiti yang dikeluarkan Motor Diesel dapat dilihat dari asap buangannya. Bila asap buangannya semakin hitam berarti opasiti yang dikeluarkan mobil itu semakin tiggi dan sebaliknya. Tinggi rendahnya opasiti yang dikeluarkan motor diesel dapat dipengaruhi beberapa factor al :

1. Sistim pembakaran yang tidak sempurna. 2. Filter udara yang kotor.

3. Tahun pemakaian kenderaan.

Besarnya opasitas masing masing daerah tergantung dari keputusan masing masing pemerintah daerah misalnya pada daerah DKI Jakarta, Sumatera Utara, sama besar sesuai dengan SK Gubernur No : 1041/2000 adalah sbb :

Tabel 2.7 Opasitas

TAHUN OPASITAS (%)

<1985 <50%

1986-1995 <45%

>1986 <40%

2.11. Sifat-sifat fisik dari bahan bakar Mesin Diesel

Dokumen terkait