• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Sifat Fisis Biodiesel B10, B20 Dan Uji Emisi Gas Buang Dari Turunan Minyak Kemiri Melalui Transesterifikasi Dengan Katalis Basa KOH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Sifat Fisis Biodiesel B10, B20 Dan Uji Emisi Gas Buang Dari Turunan Minyak Kemiri Melalui Transesterifikasi Dengan Katalis Basa KOH"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SIFAT FISIS BIODIESEL B10, B20 DAN UJI EMISI GAS BUANG DARI TURUNAN

MINYAK KEMIRI MELALUI TRANSESTERIFIKASI DENGAN KATALIS BASA KOH

TESIS Oleh : JANUARIS PANE NIM : 087026034/FIS

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS SIFAT FISIS BIODIESEL B10, B20 DAN UJI EMISI GAS BUANG DARI TURUNAN

MINYAK KEMIRI MELALUI TRANSESTERIFIKASI DENGAN KATALIS BASA KOH

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Fisika pada Program Pasca Sarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara

Oleh : JANUARIS PANE NIM : 087026034/FIS

PROGRAM PASCA SARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PENGESAHAN TESIS

Judul Tesis : ANALISIS SIFAT FISIS BIODIESEL B10, B20 DAN UJI EMISI GAS BUANG DARI TURUNAN MINYAK KEMIRI MELALUI RANSESTERIFIKASI DENGAN KATALIS BASA KOH

Nama : JANUARIS PANE

Nomor Pokok : 087026034

Program studi : Magister Ilmu Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Marhaposan Situmorang

Ketua

Drs. Nimpan Bangun, MSc.

Anggota

Ketua Program Studi

Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc.

NIP. 195503171986011001

Dekan,

Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc.

(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

ANALISIS SIFAT FISIS BIODIESEL B10, B20 DAN UJI EMISI GAS BUANG DARI TURUNAN MINYAK KEMIRI MELALUI RANSESTERIFIKASI

DENGAN KATALIS BASA KOH

TESIS

Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya Tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah

dijelaskan sumbernya dengan benar.

Medan, Juni 2010

JANUARIS PANE

(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Januaris Pane

NIM : 087026034

Program Studi : Magister Ilmu Fisika

Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan Ilmu Pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exxlusive

Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul :

ANALISIS SIFAT FISIS BIODIESEL B10, B20 DAN UJI EMISI GAS BUANG DARI TURUNAN MINYAK KEMIRI MELALUI RANSESTERIFIKASI DENGAN KATALIS BASA KOH

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media. Memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasi Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, Juni 2010

JANUARIS PANE

(6)

Telah diuji pada Tanggal : 14 Juni 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Marhaposan Situmorang

Anggota : 1. Drs. Nimpan Bangun Msc

2. Prof Dr. Eddy Marlianto Msc

3. Prof Dr. Timbangen S. Msc

(7)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Januaris Pane

Tempat dan Tanggal Lahir : Huta Gonting, 4 Januari 1959

Alamat Rumah : Jln. Tangguk Bahagia 2 No. 244 Blok II Griya

Martubung Medan

GryaTelepon/HP : 061-6841358 / 081370744689

Instansi Tempat Bekerja : SMA Laksamana Martadinata

Alamat Kantor : JL. Pertempuran No. 125 P. Brayan Medan

Telepon : 061-669100

DATA PENDIDIKAN

SD : Negeri Rinabolak Tamat : 1970

SMP : SMP Swasta Repelita Sihorbo Tamat : 1973

SMA : SMA Negeri Barus Tamat : 1976

Strata-1 : IKIP Negeri Medan Tamat : 1980

Strata-2 : Program Studi Magister Fisika Sekolah Pascasarjana Tamat : 2010

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmatNya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “Analisis Sifat Sifat Fisis Biodiesel B10, B20

Dan Uji Emisi Gas Buang Dari Turunan Minyak Kemiri Melalui Transesterifikasi Dengan Katalis Basa KOH”. Tesis ini merupakan tugas akhir

penulis pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan yang baik ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada: Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, Msc (CTM) Sp.A

(K). dan Bapak Dekan Prof. Dr. Eddy Marlianto, Msc. Bapak Ketua dan

Sekretaris Program Studi Ilmu Fisika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc dan Drs. Nasir Saleh, M.Eng. yang juga sebagai staf pengajar yang penuh kesabaran, tidak putus-putusnya memotivasi sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Bapak Pembimbing Dr.

Marhaposan Situmorang dan Drs. Nimpan Bangun, Msc. yang telah banyak

mencurahkan ilmu dan buah pikiran dengan penuh kesabaran selama membimbing penulis dalam melaksanakan tugas akhir sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan biaya pendidikan selama penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Bapak Kepala SMA Swasta Laksamana Martadinata Ir. Rabukit Damanik, Bapak Suparman selaku Kepala Bengkel Auto 2000 yang memberikan fasilitas untuk menguji emisi gas buang dan rekan guru-guru yang telah banyak membantu dan memberikan sumbangan pikiran selama penulis mengikuti pendidikan.

Staf Pengajar pada sekolah Pascasarjana Program Studi Magister Ilmu

(9)

penulis dalam menyelesaikan studi ini. Terlebih lagi terima kasih dan sayang yang teramat dalam kepada ananda tersayang Boby Chandra S. Pane, Elya Putri br. S.

Pane yang berkorban untuk selalu ditinggalkan selama penulis mengikuti studi.

Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak, dan penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam tugas akhir ini kritik dan saran yang sifatnya membangun, penulis harapkan untuk perbaikan selanjutnya.

Medan, Juni 2010

Penulis,

(10)

ANALISIS SIFAT FISIS BIODIESEL B10, B20 DAN UJI EMISI GAS BUANG DARI TURUNAN

MINYAK KEMIRI MELALUI TRANSESTERIFIKASI DENGAN KATALIS BASA KOH

ABSTRAK

Biodisel dari minyak kemiri belum banyak dilaporkan orang, karena itu perlu dikaji,proses pembuatan minyak kemiri dilakukan dengan cara menghaluskan terlebih dahulu kemudian dilakukan ektraksi dan menghasilkan larutan minyak kemiri. Larutan minyak kemiri dirotavavor dihasilkan minyak kemiri murni,kemudian dilakukan uji GC, minyak kemiri di transesterifikasi dengan menggunakan katalis basa KOH, dicampur dengan methanol, diadakan pencucian dengan air, diadakan pemisahan, dilakukan pemurnian didapatkan FAME (biodiesel), FAME ini dicampurkan dengan minyak solar pada perbandingan tertentu untuk B10 (10% FAME + 90% minyak solar) untuk B20 (20% FAME + 80% minyak solar). Dilakukan uji karakteristik untuk mengetahui apakah produk yang diperoleh memenuhi standar nasional Indonesia yang berlaku. Diperoleh hasil uji terhadap biodiesel B10, B20 sbb : densitas B10 0,819 gr/cm3 viskositas B10 3,99cSt B20 4,11cSt flash point B10 57 oC B20 58 oC cloud point B10 -0,4 o

C B20 4,5 oC

Kadar air B10 0,03% B20 0,09% bilangan iod B10 27,08 gI2/100 mg B20 36,22 gI2/100mg. Kemudian dilakukan uji emisi gas buang B10, B20, minyak solar dan hasilnya adalah : B10 16% B20 6,5% minyak solar 24,5% .

Kata kunci : ektraksi, rotavavor, transesterifikasi,karakteristik B10, B20 :

(11)

ANALISIS FISICAL,CEMICAL AND EXHAUSTED GAS EMISSION OF B10 AND B20 DERIVE FROM HAZELNUT OIL UNDER TRANESTERIFICATION

USE CATALYST KOH

ABSTRACT

Cundel nut oil wash found by several treating stepscore cundel nut was grainded that extracted using solven hexan. Hexan solution wash eva vorated to get oil said hazelnut oil.This oil characteristic using gc to know faty acid compotition.

The furder work, hazelnut oil was tranesterificate in metanol hexan for three hours have 65 oC katalisze KOH. resulting FAME, The FAME was severated and furified,by washing wich delute hidhrochlorid acid. FAME wash extraktic by hexan and then isolated after evavoration the FAME was use as fuel by consentration B10 and B20.the characteristic of B10 : density 0,819g/cm3 viscosity 3,99cSt flash point 57 oC cloud point -0,4 oC water content 0,03% Iodine number 27,8 gI2/100mg. then exhaust emission test B10 16% smiler word

on B20 : Density 0,829gr/cm3 viscosity 4,11cSt flash point 58 oC cloud point -4,5 oC Water 0,09% Iodine Number 36,22gI2/100mg then the exhaust emission

test B20 6,5% petrodiesel 24%

KeyWords : extraction, rotavavor, transesterification, B10, B20, characteristics :

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ORISINALITAS i

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP iv

KATA PENGANTAR v

ABSTRAK vi

ABSTRACT vii

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1.1. Latar Belakang 1

1.1.2. Batasan Masalah 2

1.2. Perumusan Masalah 2

1.3. Tujuan Penelitian 2

1.4. Hipotesis 3

1.5. Mamfaat Penelitian 3

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 4

2.1 Biodiesel 4

2.2 Bahan Baku Biodiesel 8

2.3 Tanaman Kemiri 11

2.4 Komponen Minyak Nabati 11

2.4.1 Trigliserida 11

(13)

2.5 Bahan Baku Untuk Proses Produksi Biodiesel 12

2.5.1 Alkohol 12

2.5.2 Katalis 13

2.6 Reaksi Transesterifikasi 14

2.6.1 Faktor faktor yang mempengaruhi reaksi

Transesterifikasi. 15 2.6.1.1Pengaruh air dan kandungan asam lemak

bebas 15 2.6.1.2Perbandingan molar alcohol dengan minyak

nabati 15

2.6.1.3Jenis Katalis 15

2.6.1.4Tempratur 16

2.6.1.5Lama Reaksi 16

2.6.1.6Pengadukan 16

2.6.1.7Kosolvent Eter 16

2.7Pembuatan B10 & B20 17

2.7.1 Pembuatan B10 17

2.7.2 Pembuatan B20 17

2.8Emisi Gas Buang 17

2.8.1 Sumber 18

2.8.2 Komposisi Kimia 18

2.8.3 Bahan Penyusun 18

2.8.4 Partikulat 18

2.9Jenis Emisi Gas Buang 19

2.9.1 Unburned Hydrocarbon (UHC) 19

2.9.2 Gas Karbon Monoksida (CO) 20

2.9.3 Nitrogen Oksida (NOx) 21

2.10 Pengendalian Emisi Gas Buang 21

2.10.1 Uji Emisi 22

2.10.2 Uji Emisi Motor Diesel 24

2.11 Sifat sifat fisik dari bahan bakar mesin diesel 25

2.11.1 Viskositas 25

2.11.2 Densitas 27

2.11.3 Flash Poit 27

2.11.4 Kadar air 28

2.11.5 Titik kabut 28

2.11.6 Titik tuang 28

2.11.7 Sisa Karbon 28

2.11.8 Nilai Kalor Bahan Bakar 29

2.11.9 Bilangan Cetana 29

2.11.10 Analisa Bilangan Iod 29

BAB III METODE PENELITIAN

3.1Tempat dan Waktu 32

3.2Bahan dan Alat 32

(14)

3.2.2 Alat yang dibutuhkan 32

3.3Rancangan penelitian 33

3.3.1 Pengolahan minyak kemiri 33

3.3.2 Pembuatan Biodiesel (FAME) 33

3.3.3 Pembuatan B10 & B20 34

3.4Pelaksanaan Penelitian 34

3.4.1 Langkah Langkah Pembuatan Biodiesel Dengan

Reaksi Transesterifikasi 34

3.4.2 Reaksi Transesterifikasi dengan menggunakan

katalis KOH 35

3.4.2.1Uji Gaskromatografi Minyak Kemiri 35 3.4.2.2Mencampurkan katalis KOH dengan metahanol 36 3.4.2.3Mencampur minyak kemiri dengan potassium

Metoxide dan Eter 37

3.4.2.4Proses Pencucian 37

3.4.2.5Proses Pemisahan Biodiesel dengan Gliserol 37 3.4.2.6Proses Pemurnian Biodiesel 38

3.4.3 Pengujian sifat sifat fisik 38

3.4.3.1Pengujian Densitas 38

3.4.3.2Pengujian Viscositas 40

3.4.3.3Pengujian Titik Nyala 43

3.4.3.4Pengujian titik kabut 44

3.4.3.5Pengujian kadar air 45

3.4.3.6Pengujian Bilangan Iod 47

3.4.4 Proses Pembuatan B10 & B20 48

3.4.4.1Prosedur kerja pembuatan B10 48 3.4.4.2Prosedur Kerja Pembuatan B20 49

3.4.5 Prosedure kerja Emisi Gas Buang 50

3.4.5.1Prosedure Emisi Gas Buang Minyak Solar 52 3.4.5.2Prosedure emisi gas buang B10 54 3.4.5.3Prosedure Emisi gas buang B20 55 BAB IV HASIL DAN PEMBAHANSAN

4.1Hasil 57

4.1.1 Hasil Pengujian Densitas 57

4.1.2 Hasil Pengujian Viscositas 58

4.1.3 Hasil Pengujian Flash Point 59

4.1.4 Hasil Pengujian titik kabut 59

4.1.5 Hasil Pengujian Kadar Air 60

4.1.6 Hasil Pengujian Bilangan Iod 61

4.1.7 Hasil Pengujian Emisi Gas Buang 62

4.2Pembahasan hasil pengujian 63

(15)

4.2.3 Pembahasan Hasil Pengujian flash Point 65 4.2.4 Pembahasan Hasil Pengujian Cloud Point 66 4.2.5 Pembahasan Hasil Pengujian Kadar Air 67 4.2.6 Pembahasan Hasil Pengujian Bilangan Iod 67 4.2.7 PembahasanHasil Pengujian Emisi Gas Buang 68 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 70

5.2 Saran 70

DAFTAR PUSTAKA

(16)

DAFTAR TABEL

Nomor

Tebel J u d u l Halaman

Tabel 2.1 Hasil pengukuran ganda emisi gas buang minyak solar 6

Tabel 2.2 Hasil pengukuran B10 6

Tabel 2.3 Hasil pengukuran B20 7

Tabel 2.4 Jenis tanaman baku biodiesel 10

Tabel 2.5 Jenis asam lemak yang terkandung dalam kemiri 11

Tabel 2.6 Efek Polutan 20

Tabel 2.7 Opasitas 25

Tabel 2.8 Karakteristik Biodiesel SNI 30

Tabel 2.9 Karakteristik Minyak Solar 31

Tabel 4.1 Hasil pengujian Densitas 63

Tabel 4.2 Hasil Pengujian Viscositas 64

Tabel 4.3 Hasil Pengujian Flash Point 65

Tabel 4.4 Hasil Pengujian Cloud Point 66

Tabel 4.5 Hasil Pengujian Kadar Air 67

Tabel 4.6 Hasil Pengujian Bilangan Iod 68

(17)

DAFTAR GAMBAR GRAFIK

Nomor

Gambar J u d u l Halaman

Gambar 4.1 Grafik Densitas 57

Gambar 4.2 Grafik Viskositas 58

Gambar 4.3 Grafik flash Point 59

Gambar 4.4 Grafik Cloud Poimt (Titik Kabut) 60

Gambar 4.5 Grafik Kadar Air 61

Gambar 4.6 Grafik Bilangan Iod 62

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Lampiran J u d u l Halaman

Gambar 3.1 Biji kemiri yang dihaluskan L-1

Gambar 3.2 Biji kemiri di Ektraksi L-1

Gambar 3.3 Minyak kemiri sedang di rotavavor L-2

Gambar 3.4 Minyak kemiri dicampur katalis KOH L-2

Gambar 3.5 Minyak kemiri dicampurPotassiumdan Eter L-3

Gambar 3.6 Proses Pencucian L-3

Gambar 3.7 Lapisan bawah giserol bercampur Air L-4

Gambar 3.8 Pemisahan biodiesel dengan gliserol L-4

Gambar 3.9 Gliserol dikeluarkan dari corong pisah L-5

Gambar 3.10 Biodiesel dicampur denganNa2SO4 L-5

Gambar 3.11 Biodiesel disaring untuk memisahkan Na2SO4 L-6

Gambar 3.12 Pemurnian biodiesel dari n-Hexan L-6

Gambar 3.13 Biodiesel di Destilasi L-7

Gambar 3.14 Piknometer L-7

Gambar 3.15 Visconometer L-8

Gambar 3.16 Flash Point Koechler K-16270 L-8

Gambar 3.17 Pengujian Cloud Point L-9

(19)

Gambar 3.19 Desikator L-10

Gambar 3.20 Sampel homogen setelah ditambah Wijs L-10

Gambar 3.21 Sampel ditambah 15% KI warna biru L-11

Gambar 3.22 Sampel ditambah Natrium thiosulfat L-11

Gambar 3.23 Biodiesl B10 L-12

Gambar 3.24 Biodiesel B20 L-12

Gambar 3.25 Smoke meter L-13

Gambar 3.26 Truk Dyna 110 PS Pengujian Emisi L-13

Gambar 3.27 Probe dipasang pada knalpot L-14

Gambar 3.28 Probe dipasang pada mesin L-14

Gambar 3.29 Pengjian emisi gas buang solar L-15

Gambar 3.30 Pengujian emisi gas buang B10 L-15

(20)

ANALISIS SIFAT FISIS BIODIESEL B10, B20 DAN UJI EMISI GAS BUANG DARI TURUNAN

MINYAK KEMIRI MELALUI TRANSESTERIFIKASI DENGAN KATALIS BASA KOH

ABSTRAK

Biodisel dari minyak kemiri belum banyak dilaporkan orang, karena itu perlu dikaji,proses pembuatan minyak kemiri dilakukan dengan cara menghaluskan terlebih dahulu kemudian dilakukan ektraksi dan menghasilkan larutan minyak kemiri. Larutan minyak kemiri dirotavavor dihasilkan minyak kemiri murni,kemudian dilakukan uji GC, minyak kemiri di transesterifikasi dengan menggunakan katalis basa KOH, dicampur dengan methanol, diadakan pencucian dengan air, diadakan pemisahan, dilakukan pemurnian didapatkan FAME (biodiesel), FAME ini dicampurkan dengan minyak solar pada perbandingan tertentu untuk B10 (10% FAME + 90% minyak solar) untuk B20 (20% FAME + 80% minyak solar). Dilakukan uji karakteristik untuk mengetahui apakah produk yang diperoleh memenuhi standar nasional Indonesia yang berlaku. Diperoleh hasil uji terhadap biodiesel B10, B20 sbb : densitas B10 0,819 gr/cm3 viskositas B10 3,99cSt B20 4,11cSt flash point B10 57 oC B20 58 oC cloud point B10 -0,4 o

C B20 4,5 oC

Kadar air B10 0,03% B20 0,09% bilangan iod B10 27,08 gI2/100 mg B20 36,22 gI2/100mg. Kemudian dilakukan uji emisi gas buang B10, B20, minyak solar dan hasilnya adalah : B10 16% B20 6,5% minyak solar 24,5% .

Kata kunci : ektraksi, rotavavor, transesterifikasi,karakteristik B10, B20 :

(21)

ANALISIS FISICAL,CEMICAL AND EXHAUSTED GAS EMISSION OF B10 AND B20 DERIVE FROM HAZELNUT OIL UNDER TRANESTERIFICATION

USE CATALYST KOH

ABSTRACT

Cundel nut oil wash found by several treating stepscore cundel nut was grainded that extracted using solven hexan. Hexan solution wash eva vorated to get oil said hazelnut oil.This oil characteristic using gc to know faty acid compotition.

The furder work, hazelnut oil was tranesterificate in metanol hexan for three hours have 65 oC katalisze KOH. resulting FAME, The FAME was severated and furified,by washing wich delute hidhrochlorid acid. FAME wash extraktic by hexan and then isolated after evavoration the FAME was use as fuel by consentration B10 and B20.the characteristic of B10 : density 0,819g/cm3 viscosity 3,99cSt flash point 57 oC cloud point -0,4 oC water content 0,03% Iodine number 27,8 gI2/100mg. then exhaust emission test B10 16% smiler word

on B20 : Density 0,829gr/cm3 viscosity 4,11cSt flash point 58 oC cloud point -4,5 oC Water 0,09% Iodine Number 36,22gI2/100mg then the exhaust emission

test B20 6,5% petrodiesel 24%

KeyWords : extraction, rotavavor, transesterification, B10, B20, characteristics :

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang.

Bahan bakar minyak bumi (fosil) semakin menipis cadangannya sebagai

sumber energi dan menimbulkan pencemaran udara sehingga perlu penggunaan

cadangan energi alternative sebagai penganti bahan bakar. Bahan bakar yang

digunakan sebagai pengganti adalah yang dapat diperbaharui yang lebih dikenal

dengan istilah biodiesel. Keunggulan energi biodiesel lebih rendah tingkat

pencemarannya dibanding dari petrodiesel (Bangun, N, 2008) telah melaporkan

bahwa B10 & B20 dapat memberikan emisi gas CO, CO2 dan NO lebih kecil dari pada petrodiesel. Juga telah dilaporkan bahwa B20 menghasikan efisiensi energy

(Bangun N 2008).

Untuk itu pemakaian biodiesel dari sumber lain seperti minyak jarak, minyak

kelapa, minyak sawit, minyak randu, minyak alpukat, minyak karet, minyak kelor,

serta minyak kemiri dan lebih menarik lagi bila diteliti lebih lanjut. Bertitik tolak

dari alasan tersebut diatas maka diadakanlah penelitian terhadap bahan bakar

yang bersumber dari minyak biji kemiri (Bunda, L.S. 2009). Kajian dan analisa

bahan bakar turunan dari minyak kemiri di harapkan akan mendapatkan

gambaran dan kelebihan yang dimiliki biodiesel sehingga akan memberikan

kotribusi untuk membantu mengatasi masalah enegi di masa yang akan datang

(Muliantara FX, I, T & dkk. 2007).

Adapun kelebihan biodiesel bahan bakar yang mempunyai sifat sifat fisik mirip

dengan solar biasa sehingga dapat diaplikasikan langsung untuk mesin mesin

diesel yang ada hampir tanpa modifikasi, sepuluh kali tidak beracun disbanding

(23)

serta senyawa aromatik sehingga emisi pembakaran yang di hasilkan ramah

lingkungan, tidak menambah akumulasi gas karbon dioksida di atmosfer

sehingga lebih jauh lagi mengurangi efek pemanasan global, serta meningkatkan

kesempatan kerja orang Indonesia di dalam negeri. (Indarto, Y, S 2007).

1.2 Batasan masalah

Dalam penelitian ini, peneliti membatasi masalah yakni :

1 Penelitian karakteristik biodiesel (sifat-sifat fisik) turunan minyak kemiri

melalui transesterifikasi dengan katalis KOH dan dengan lama reaksi 3 jam

setelah itu dicampur dengan perbandingan tertentu yaitu : B10, B20, (B10

Artinya = 10% minyak metil ester dan 90% minyak solar) B20 Artinya =

20% minyak metil ester dan 80% minyak solar).

2 Menganalisis besar emisi gas buang yang dihasilkan oleh B10, B20 turunan

dari minyak kemiri.

1.3. Perumusan masalah.

1 Bagaimanakah sifat sifat fisis, massa jenis, viscositas, titik nyala, titik kabut,

kadar air, dan bilangan iod dari B10 B20 dari turunan minyak kemiri yang

dihasilkan melalui Reaksi transesterifikasi dengan katalis KOH dengan lama

reaksi 3 jam.

2 Apakah emisi gas buang B10, B20 lebih kecil dari emisi gas buang minyak

solar?

1.4. Tujuan Penelitian

1 Untuk menganalisis sifat-sifat fisis B10, B20 Biodisel turunan dari minyak

kemiri, dari hasil reaksi transesterifikasi katalis KOH dan dengan lama

reaksi 3 jam.

2 Untuk menganalisis seberapa besar emisi gas buang yang dihasilkan B10,

(24)

1.5. Hipotesis

Sifat sifat fisis dari B10 dan B20 turunan dari minyak kemiri dari hasil

reaksi transesterifikasi katalis KOH dengan lama reaksi 3 jam memenuhi

persyaratan kualitas biodiesel menurut SNI – 04 – 7182 – 2006. Emisi gas buang

B10, B20 lebih kecil dari emisi gas buang minyak solar.

1.6. Manfaat Penelitian

1 Untuk mendayagunakan minyak turunan dari kemiri B10 dan B20 hasil

reaksi tranesterifikasi KOH dan dengan lama reaksi 3 jam dapat

digunakan sebagai bahan dasar pembuat minyak diesel (biodiesel).

2 Untuk mendayagunakan minyak turunan dari kemiri B10, B20

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biodiesel.

Biodisel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono-alkyl

ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai enegil alternative bagi

bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak

sayur atau lemak hewan. (biodesel energy saver tecnologi. 2008. itb@che.ac.id).

Sebuah proses dari transesterifikasi lipid digunakan untuk mengubah minyak

dasar menjadi ester yang diinginkan dan membuang asam lemak bebas. Setelah

melewati proses ini, tidak seperti minyak sayur langsung, biodiesel memiliki sifat

pembakaran yang mirip dengan petrodiesel (solar) dari minyak bumi, dan dapat

menggantikannya dalam banyak kasus. Namun, itu lebih sering digunakan

sebagai penambah untuk diesel petroleum, meningkatkan bahan bakar diesel petro

murni ultra rendah belerang yang rendah pelumus.

Dia merupakan kandidat yang paling dekat untuk menggantikan bahan bakar fosil

sebagai sumber energy transportasi utama dunia, karena ia merupakan bahan

bakar terbaharui yang dapat menggantikan diesel petro pada mesin sekarang ini.

Sifat biodiesel mirip dengan sifat diesel, sehingga boidisel menjadi bahan utama

pengganti bahan bakar solar, Konversi trigliserida menjadi metyl ester atau etyl

ester rmelalui proses transesterifikasi mengurangi berat molekul trigliserida

hingga sepertiga-nya, dan mengurangi viskositasnya hingga seperdelapannya, dan

sedikit meningkatkan titik nyala, viscositasnya mendekati viskositas diesel.

(26)

Biodisel termasuk bahan bakar yang terbakar sempurna dihasilkan dari beberapa

minyak nabati pengganti minyak bumi (Vicente, dkk. 2006). Biodisel terdiri dari

metil ester minyak nabati, dimana rantai karbon trigliserida diubah secara kimia

menjadi ester dan asam lemak. Rantai hidrokarbon biodiesel pada umumnya

terdiri dari 16 - 20 atom karbon, berupa sifat kimia biodiesel membuatnya dapat

terbakar dengan sempurna, dan mengikat pembakaran pada campurannya dengan

bahan bakar disiel dari minyak bumi. Rantai karbon biodiesel bersifat sederhana,

berbentuk lurus dan dua atom oksigen tiap cabang didegredasi oleh bakteri

dibandingkan dengan rantai karbon petrodisel yang bersifat kompleks, biodiesel

dari ester nabati tidak mengandung senyawa organik Volatil. Biodesel yang

merupakan campuran Fame dari minyak kemiri dicampur dengan petrodiesel

(solar). Beberapa studi menunjukkan bahwa pemakaiannya sebagai biodiesel

memberikan efek yang berbeda satu dengan yang lain. Sifat ini berhubungan erat

dengan struktur dan komposisi kandungan asam lemaknya. Misalnya kandungan

asam lemak antara minyak hewan dengan tumbuhan ( Leung, dkk. 2006).

Emisi gas N0x yang di hasilkan oleh blending metyl ester pada level B20 di

bandingkan dengan petrodiesel, menunjukan kenaikan yang berbeda.

Kenaikan emisi N0x oleh minyak tumbuhan, minyak lard, dan minyak ayaam

adalah 6.2%, 3.0% dan 2,44% (Wyatt, V, T, 2005). Emisi NOx gas untuk B20 rata

rata O, sama dengan bahan bakar pada solar. Dibandingkan dengan mono ester

B20 seperti yang dilaporkan (Bangun, N, 2008) pada tabel dibawah ini, maka

bahan dimetil ester mempunyai keunggulan. Adanya rantai cabang pada campuran

B20 yang cukup membuat molekul solar tidak ketat dan dapat mengalami dan

dapat mengalami penetrasi oleh udara sehingga tidak membentuk gas buang

NOx. Gas buangCO menunjukkan untuk bahan B10 dan B20 besarnya sama

sesuai dengan (table 1). Besarnya lebih kecil dibanding dengan menggunakan

solar, Penelitian yang sama pada B10 mono metyl ester dilaporkan oleh Pusat

Penelitian Sawit bawa emisi gas buang alternatif lebih rendah dari Petrodiesel

(solar) (Nasution, M, A, 2007). Hampir semua emisi gas buang yang dihasilkan

(27)

maka diadakan penelitian biodiesel turunan minyak kemiri, biodiesel turunan

minyak kemiri dapat digunakan sebagai salah satu bahan bakar alternative.

(Knotthe, G & dkk, 1997).

Biodisel memiliki efek pelumasan yang tinggi, sehingga membuat mesin diesel

lebih awet. biodiesel juga memiliki angka setana relatif tinggi mengurangi

ketukan pada mesin sehingga mesin bekerja lebih mulus. Biodisel juga memiliki

flash point yang lebih tinggi dibanding solar, tidak menimbulkan bau yang

berbahaya sehingga lebih muda dan lebih aman untuk ditangani. Biodisel juga

kadar belerangnya mendekati nol, tidak adanya sulfur berarti penurunan hujan

asam oleh emisi sulfat penurunan sulfat dalam campuran juga akan mengurangi

tingkat korosif, asam sulfat yang berkumpul dalam mesin akan merusak kinerja

mesin. Biodisel juga akan mengurangi tingkat kerusakan lingkungan (Bangun, N,

2008).

Tabel 2.1 Bahan Bakar Solar

No Emisi gas buang

C02 C0 UHC O2 NOX A/F LAMBDA

1. 4.27 0,098 19 14,81 0 47,92 3,26

2. 4,27 0,098 19 14,81 0 47,92 3,26

3. 4,26 0,098 20 14,81 0 48,07 3,27

4. 4,26 0,098 20 14,81 0 48,07 3,27

5. 4,26 0,098 21 14,81 0 48,07 3,26

RATA

(28)

Tabel 2.2 Bahan Bakar B10

No Emisi Gas Buang

CO2 CO UHC 02 NOX A/F LAMBDA

1 1,42 0,086 16 14,67 0 46,75 3,18

2 4,42 0,086 16 14,67 0 46,75 3,18

3 4,41 0,086 16 14,65 1024 46,75 3,18

4 4,41 0,086 17 14,65 247 46,75 3,18

5 4,41 0,086 17 14,64 1024 46,75 3,18

Rata

Rata 4,414 0,086 16,400 14,656 459,000 46,750 3,18

Tabel 2.3 Bahan Bakar B20

No Emisis Gas Buang

C02 C0 UHC 02 NOX A/F LAMBDA

1 4,13 0,087 19 14,30 0 47,92 3,26

2 4,13 0,086 19 14,28 0 47,92 3,26

3 4,13 0,086 19 14,28 0 47,92 3,26

4 4,12 0,086 20 14,28 0 48,07 3,27

5 4,12 0,086 20 14,28 0 48,07 3,27

Rata-Rata 4,126 0,086 19,400 14,284 0 47,980 3,264

Berdasarkan tabeldiatas bahwa gas C02 dan C0 lebih sedikit dihasilkannya

(Bangun, N). maka perlu diadakan penelitann lebih lanjut sebagai bahan bakar

alternative di masa yang akan datang.

Keunggulan biodesel adalah sebagai berikut :

1. Mempunyai angka setana yang tinggi (diatas 50) yaitu : bilangan yang

menunjukkan kualitas pembakaran bahan bakar atau bilangan yang

menunjukkan kecepatan bakar bahan bakar didalam ruang mesin. Semakin

tinggi angaka setana waktu tunda pembakaran semakin pendek.

(29)

3. Dapat digunkan untuk semua motor diesel tanpa modifikasi.

4. Dihasilkan dari sumber daya terbarukan dan ketersediaan bahan bakunya

terjamin , dapat diperbaharui dan biodegradable.

5. Biodiesel dapat dicampur dengan solar, biodiesel pada campuran 20% dengan

solar dapat mengurangi partikel 30%, CO2 sebanyak 21%, dan karbohidrat total 47 % .Biodiesel 100% dapat menurunkan emisi CO2 sampai !00%, emisi SO2 sampai 100%, emisi CO antara 10 - 50 % , emisi HC antara 10 - 50 %, (Tritoatmodjo, R. 1995).

6. Viscositasnya tinggi sehingga mempunyai sifat pelumas yang baik dari pada

solar sehingga memperpanjang umur pakai mesin.

7. Aman dalam penyimpanan dan transportasi karena tidak mengandung racun.

8. Mempunyai titik kilat yang tinggi sehingga lebih aman dari bahya dari

kebakaran pada saat disimpan dan maupun pada saat didistribusikan.

9. Dapat mengurangi asap hitam dari gas buang mesin diesel secara signifikan

walaupun penambahan hanya 5% - 10 % volume biodiesel kedalam solar.

10.Dapat diproduksi secara local.

Biodiesel dapat diperoleh melalui suatu rekasi yang disebut reaksi esterifikasi

asam lemak bebas atau reaksi transesterifikasi trigliserida dengan alkohol dengan

bantuan katalis asam atau basa.

2.2. Bahan baku biodiesel.

Biodiesel dapat diperoleh dari minyak nabati dan lemak hewani, dari

minyak nabati dapat diperoleh dari beberapa jenis tanaman seperti yang tertera

pada tabel 1. Minyak nabati mengandung 90 - 98% trigliserida dan sejumlah kecil

monogliserida dan digliserida .Trigliserida adalah ester dari tiga asam lemak

rantai panjang yang terikat pada satu gugus gliserol. Dalam minyak nabati pada

(30)

oleat, asam linoleat dan asam linolenat. Asam stearat dan asam palmitat termasuk

jenis asam lemak jenuh, asam oleat, asam linoleat, asam linolenat termasuk asam

lemak tak jenuh, jika asam lemak terlepas dari trigliseridanya maka akan menjadi

lemak asam bebas (free fatty acids = FFA). Minyak nabati sebagai bahan baku

pembuatan biodiesel dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis berdasarkan

kandungan FFA (Kinast, 2003) yaitu :

1 Refined Oil: minyak nabati dengan kandungan FFA kurang dari 1,5%

2 Minyak nabati dengan kandungan FFA rendah kurang dari 4%

3 Minyak nabati dengan kandungan FFA tinggi lebih dari 20%

Berdasarkan kadungan FFA dalam minyak nabati maka proses pembuatan

biodiesel dapat dibedakan atas dua bagian yaitu :

1. Transeseterifikasi dengan menggunakan katalis basah untuk refined

Oil atau minyak nabati dengan kandungan FFA rendah.

2. Esterifikasi dengan katalis asam untuk minyak nabati dengan

kandungan FFA yang tinggi di lanjutkan dengan transesterifikasi dengan

katalis basah.

Dari hasil uji Titrasi (GC) terhadap minyak turunan biji kemiri yang digunakan

sebagai bahan baku untuk menghasilkan biodiesel telah didapat bahwa kandungan

asam lemak bebas (FFA) didalam minyak biji kemiri < 1,5 % yaitu : 0,39422563,

berdasakan kandungan FFA nya maka untuk memperoleh biodiesel dari minyak biji

kemiri dapat dilakukan dengan proses transeseterifikasi dengan menggunakan

(31)
[image:31.595.123.508.209.753.2]

Tabel 2.4 Jenis Tanaman Bahan Baku Biodiesel

(Tim Nasional Pengembangan BBN, 2008)

No Nama Lokal Nama Latin Sumber Minyak Isi % Berat Kering

1 Jarak Pagar Jatropha Curcas Inti biji 40-60

2 Jarak Kaliki Riccinus

Communis Biji 45-50

3 Kacang Suuk Arachis

Hypogea Biji 35-55

4 Kapok /

Randu Ceiba Pantandra Biji 24-40

5 Karet Hevea

Brasiliensis Biji 40-50

6 Kecipir Psophocarpus

Tetrag Biji 15-20

7 Kelapa Cocos Nucifera Inti biji 60-70

8 Kelor Moringa

Oleifera Biji 30-49

9 Kemiri Aleurites

Moluccana Inti biji 57-69

10 Kusambi Sleichera

Trijuga Sabut 55-70

11 Nimba Azadiruchta

Indica Inti biji 40-50

12 Saga Utan Adenanthera

Pavonina Inti biji 14-28

13 Sawit Elais Suincencis Sabut dan biji 45-70 + 46-54

14 Nyamplung Callophyllum

Lanceatum Inti biji 40-73

15 Randu Alas Bombax

Malabaricum Biji 18-26

16 Sirsak Annona

Muricata Inti biji 20-30

17 Srikaya Annona Squosa Biji 15-20

(32)

2.3. Tanaman kemiri.

Kemiri dapat hidup didataran rendah dan di daratan tinggi, dengan tinggi

batang dapat mencapai 15 meter dan berumur hingga 75 tahun. Perakaran

tungggangnya dapat mencegah tanah longsor (erosi), mempunyai daun yang lebat

sehingga mampu mengikat karbondioksida dan menghasilkan oksigen dalam

jumlah yang banyak. Potensi terbesar dari pohon kemiri ada pada buahnya yang

terdiri dari biji dan cangkang, biji kemiri mengandung lemak bila diperas atau

diekstraksi akan menghasilkan minyak yang dapat difungsikan sebagai menjadi

biogas sedangkan cangkang biji kemiri dapat diolah menjadi briket sebagai

sumber energi. Didalam minyak biji kemiri terdapat beberapa jenis asam lemak

yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh seperti tertera dalam tabel 2

Tabel 2.5 Jenis asam lemak yang terkandung dalam minyak biji kemiri.

Nama Asam Struktur %

Asam Palmitat CH3(CH2)14 CO2H atauC16H32O2 5,5

Asam Stearat CH3(CH2)16CO2H atau C18H36O2 6,7

Asam Oleat CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7CO2H atau C18H34O2{C18F1} 10,5

Asam Linoleat CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7CO2H atau

C18H32O2{C18F2} 48,5

Asam Linolenat

CH3CH2CH=CHCH2CH=CHCH2=CH(CH2)7CO2H atau

C18H30O 2

{C18F3}

28,5

(S. Ketaren, 1986)

2.4. Komponen minyak nabati terdiri dari : 2.4.1. Trigliserida.

Trigliserida atau triasilgliserol adalah sebuah gliserida yaitu ester dari

gliserol dan tiga asam lemak. Trigliserida merupakan penyusun utama minyak

(33)

2.4.2 Asam lemak

Asam lemak pada tumbuhan pada umumnya terdapat dalam bentuk Lemak

dan minyak,lemak dan minyak yang tergolong lipida berfungsi sebagai sumber

energy dan cadangan makanan, asam lemak merupakan senyawa potensial dari

sejumlah besar kelas lipid dialam yang berupa ester, gliserol dan sterol. Lemak

atau lipida terdiri dari unsur karbon, hidrogen dan oksigen. Fungsi utama lemak

dan minyak dalam biji-bijian adalah sebagai sumber energi. (Sipayung, R. 2003).

Penguraian lemak secara kimiawi akan menghasilkan jumlah energy yang lebih

besar sekitar dua kali lipat dibanding dengan energy yang dihasilkan dari

penguraian karbohidrat (Estiti, 1995). Asam lemak bebas (keasaman) dalam

konsentrasi tinggi yang terdapat dalam nabati sangat merugikan, karena dapat

menurunkan kwalitas atau akan mempengaruhi sifat fisis dan sifat kimia dari

bahan bakar, untuk itulah perlu dilakukan usaha untuk mengurangi dan mencegah

terbentukya kadar asam lemak bebas yang tinggi. Beberapa factor yang dapat

meningkatkan kadar asam dalam minyak nabati adalah :

a. Pemanenan buah yang tidak tepat waktu.

b. Pasca Panen, penumpukan (penimpanan) digudang yang terlampau

lama.

c. Proses pengeringan dan penggilingan.

d. Selang waktu antara pengilingan dan pemerasan .

e. Suhu pada saat pemerasan (tidak boleh diatas suhu 60 0C).

f. Proses hidrolisa selama pembuatan biodiesel.

2.5. Bahan baku untuk proses produksi biodiesel. 2.5.1. Alkohol

Alkohol yang biasa digunakan adalah metanol dan etanol. Metanol mempunyai

(34)

dari metanol adalah metanol merupakan zat beracun dan berbahaya. Metanol sangat

mudah terbakar bahkan lebih mudah terbakar dibandingkan dengan mesin. Metanol biasa

juga disebut metil alkohol. Sedangkan etanol biasa juga disebut etil alkohol. Metanol

berwarna bening seperti air, mudah menguap, mudah terbakar dan mudah bercampur

dengan air. Metanol dan etanol yang dapat digunakan hanya yang murni 100%. Metanol

merupakan alkohol yang paling banyak digunakan untuk pembuatan biodiesel. Metanol

lebih disukai karena hanya memiliki satu ikatan sedangkan etanol memiliki dua ikatan

karbon. Metanol lebih murah dan lebih mudah memperoleh pemisahan gliserin

disbanding ethanol. Etanol lebih aman, tidak beracun dan terbuat dari hasil pertanian.

Sedangkan methanol mengandung uap yang berbahaya bagi makhluk hidup dan terbuat

dari batubara. Etanol memiliki sifat yang sama dengan metanol, yaitu berwarna bening

seperti air, mudah menguap, mudah terbakar dan mudah bercampur dengan air.

Pemisahan gliserin dengan menggunakan ethanol lebih sulit dari methanol dan jika tidak

berhati-hati akan berakhir dengan emulsi. Metanol memiliki massa jenis 0,7915 g/m3, sedangkan etanol memiliki massa jenis 0,79 g/m3.

2.5.2. Katalis.

Untuk memisahkan minyak nabati dari gliserol dalam reaksi transesterifika

perlu ditambahkan katalis. Katalis adalah zat yang dapat mempercepat reaksi

tanpa ikut terkonsumsi oleh keseluruhan reaksi atau merupakan suatu zat antara

yang aktif, tanpa katalis proses pembuatan biodiesel dengan reaksi

transesterifikasi dapat berlangsunh pada temperature 250 0C (Widyastuti, . 2007). Katalis yang dapat digunakan dapat berupa katalis homogen atau heterogen.

a. Katalis homogen merupakan katalis yang mempunyai fasa sama dengan

reaktan dan produk. Katalis homogen yang banyak digunakan pada reaksi

transesterifika adalah katalis basa/alkali seperti Kalium Hidroksida (KOH) dan

Natrium Hidroksida (NaOH) (Darnoko. 2000). Penggunaan katalis homogen

ini mempunyai kelemahan yaitu : bersifat korosif, berbahaya karena dapat

merusak kulit, mata, paru-paru bila tertelan, sulit dipisahkan dari produk

sehingga terbuang pada saat pensucian, mencemari lingkungan, tidak dapat

digunakan kembali (Widyastuti, 2007). Keuntungan dari katalis homogen

(35)

b. Katalis heterogen merupakan katalis yang mempunyai fasa yang tidak sama dengan reaktan dan produksi. Jenis katalis heterogen yang dapat digunakan

pada reaksi transeseterifikasi adalah CaO, MgO. Keuntungan menggunakan

katalis ini adalah : mempunyai aktivitas yang tinggi, kondisi reaksi yang

ringan, masa hidup katalis yang panjang biaya katalis yang rendah, tidak

korosif, ramah lingkungan dan menghasilkan sedikit masalah pembuangan,

dapat dipisahakan dari larutan produksi sehingga dapat digunakan kembali.

(Bangun, N. 2007). Dalam reaksi transesterifikasi katalis akan memecahkan

rantai kimia minyak nabati sehingga rantai ester minyak nabati akan terlepas,

begitu ester terlepas alcohol akan segera bereaksi dengannya dan membentuk

biodiesel, sedangkan gliserin dan katalis yang tersisa akan mengendap setelah

reaksi selesai. Penggunaan katalis tidak boleh terlampau banyak ataupun

terlampau sedikit, penggunaan katalis yang terlampau banyak reaksi

transesterifikasi akan menghasilkan emulsi, dan jika sedikit mengakibatkan

pemisahan gliserol dan metil ester tidak sempurna.

2.6. Reaksi transesterifikasi.

Transeseterifikasi adalah proses yang mereaksikan trigliserida dalam

minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol rantai pendek hingga

menghasilkan metal ester asam lemak (Fatty acids methyl esters = Fame) atau

biodiesel dan gliserol sebagai produk samping. Reaksi transesterifikasi

diperlihatkan pada gambar 1. Proses ini akan dapat berlangsung dengan

mengunakan katalis alkali/basa pada tekanan atmosfer temperatur 60 0C dengan menggunakan Alkohol, katalis yang biasa dugunakan adalah Kalium Hidroksida

(KOH) atau Natrium hidroksida (Darnoka, 2005). Proses transesterifikasi

meliputi : Katalis basa (KOH) dicampur dengan alcohol (methanol [CH3OH]) dan minyak nabati dengan perbandingan katalis basa 1% dari minyak nabati

sedangkan perbandingan molar antara methanol dengan minyak nabati adalah 1

: 6 dengan kadar asam lemak bebas (FFA ) di bawah 1% untuk mengasilkan

(36)

CH2 – O – COR1 R1COOCH3 CH2 OH

CH – O – COR2 + 3 CH3OH R2COOCH3 + CHOH

CH2 – O – COR3 R3COOCH3 CH2 OH

trigliserida metanol metil ester gliserol

Keterangan :

R1, R2, R3 adalah asam lemak jenuh dan tak jenuh dari rantai karbon.

2.6 1 Fartor-faktor yang mempengaruhi reaksi transesterifikasi.

2.6.1.1 Pengaruh air dan kandungan asam lemak bebas.

Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus bebas air, karena air akan

bereaksi dengan katalis sehingga jumlah katalis akan berkurang, dan harus

memiliki angka asam lemak bebas lebih kecil dari 1.

2.6.1.2 Perbandingan molar alkohol dengan minyak nabati.

Secara stoikiometri jumlah alcohol yang dibutuhkan untuk reaksi 3 mol

untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol

gliserol (Schuchatdr, et, al, 1998). Semakin banyak jumlah alcohol yang

dugunakan maka konversi ester yang dihasilkan akan bertambah banyak dan pada

rasio molar 1 : 6 setelah 1 jam konversi yang dihasilkan 98 – 99%, sedangkan

pada rasio molar 1 : 3 adalah 74 - 89% . Maka rasio molar yang terbaik adalah 1 :

6 karena dapat menghasilkan rendemen yang optimum.

2.6.1.3 Jenis katalis.

Katalis berfungsi untuk memepercepat reaksi dan menurunkan energi

aktiviasi sehingga reaksi dapat berlangsung pada suhu kamar sedangkan tanpa

(37)

(KOH) dan Natrium Hidroksida (NaOH) (Darnoko, 2000). Reaksi transesterifikasi

dengan katalis basa akan menghasilkan konversi minyak nabati menjadi ester

yang optimum (94 – 99%) dengan jumlah katalis 0,5 – 1,5% bb minyak nabati.

Jumlah katalis KOH yang efektif untuk menghasilkan konversi yang optimum

pada reaksi transesterifikasi adalah 1% bb minyak nabati (Darnoko, 2000).

2.6.1.4 Temperatur.

Suhu mempengaruhi kecepatan reaksi transesterifikasi dalam pembentukan

biodiesel. Pada umumnya reaksi transesterifikasi dilakukan pada suhu 600C – 650C pada tekanan atmosfer. Kecepatan reaksi akan meningkat sejalan dengan kenaikan temperatur yang berarti semakin banyak energi yang dapat digunakan

reaksi untuk mencapai energy aktivasi sehingga akan menyebabkan semakin

banyak tumbukan yang terjadi antara molekul-molekul reaktan. (Rahayu, 2003).

2.6.1 5 Lama reaksi

Semakin lama waktu reaksi semakin banyak eter yang dihasilkan karena

situasi ini akan memberikan kesempatan terhadap molekul-molekul reaktan untuk

semakin lama bertumbukan.

2.6.1.6 Pengadukan.

Pengadukan dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan campuran yang

homogen .antara gliserida dan alcohol pada saat terjadi reaksi transesterifikasi

2.6.1.7 Kosolvent eter

Metode transesterifikasi dalam pembuatan biodiesel merupakan reaksi yang

lambat karena berlangsung dalam dua fase, permasalahan tersebut dapat diatasi

dengan penambahan kosolvent kedalam campuran minyak nabati, methanol dan

katalis,sehingga penambahan kosolvent bertujuan untuk membentuk sistem

larutan menjadi berlangsung dalam satu fase. Reaksi transesterifikasi tanpa

kosolvent ternyata berlangsung lambat dan menghasilkan metal ester yang kurang

(38)

karena adanya perbedaan kelarutan antara minyak nabati dengan metanol, dalam

methanol campuran reaktan membentuk dua lapisan (membentuk dua fase) dan

diperlukan waktu beberapa saat agar minyak nabati dapat larut di dalam methanol.

Salah satu cara untuk mengatasi keterbatasan transper massa (perbedaan kelarutan

minyak nabati dan methanol) adalah dengan menambahkan kosolvent kedalam

campuran (Mahajan. 2006) Kosolvent sebaiknya tidak mengandung air, larut

dalam alcohol (methanol), memiliki titik didih yang dekat dengan methanol. Yang

dapat digunakan sebagai Kosolvent diantaranya : dietil eter, THF

(tetrahidronfuran), 1,4 - dioxane, metal tersier butil ester (MTBE) dan diisopropyl

eter (Baidawi, . 2007).

2.7. Pembuatan B10 & B20 2.7.1 Pembuatan B10

Setelah didapatkan minyak biodiesel dari turunan kemiri dengan cara

Tranesterifiaksi maka dicampurkanlah dengan minyak sloar pada perbandingan

sebagai berikut : B10 (10% biodiesel + 90% minyak solar) Inilah yang disebut

B10. Kemudian diaduk dengan cara meletakkan diatas Hotmagnetik selama 30

menit.maka diperoleh B10 yang Homogen.

2.7.2. Pembuatan B20

Setelah didapatkan minyak biodiesel dari kemiri dengan cara

transesterifikasi maka dicampurlah dengan solar dengan perbandingan sebagai

berikut : B20 (20% Biodiesel + 80% minyak solar) inilah yang disebut dengan

B20. Kemudian diaduk dengan cara meletakkan diatas Hotmagnetik selama 30

menit maka diperoleh B20 yang homogen.

2.8 Emisi gas buang

Transportasi telah menjadi sumber utama dari pencemaran udara khususnya

di daerah perkotaan. Terlebih lagi dengan penambahan unit kendaraan bermotor

yang melaju di jalan raya dan buruknya sistem angkutan umum yang jelas

(39)

berasal dari kendaraan bermotor dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori

sebagai berikut :

2.8.1.Sumber

Polutan dibedakan menjadi polutan primer atau sekunder. Polutan primer

seperti sulfur oksida (SOx), nitrogen oksida (NOx) dan hidrokarbon (HC) langsung

dibuangkan ke udara bebas dan mempertahankan bentuknya seperti pada saat

pembuangan. Polutan sekunder seperti ozon (O3) dan peroksiasetil nitrat (PAN)

adalah polutan yang terbentuk di atmosfer melalui reaksi fotokimia, hidrolisis atau

oksidasi.

2.8.2 Komposisi kimia

Polutan dibedakan menjadi organik dan inorganik. Polutan organik

mengandung karbon dan hidrogen, juga beberapa elemen seperti oksigen,

nitrogen, sulfur atau fosfor; contohnya hidrokarbon, keton, alkohol, ester dan

lain-lain. Polutan inorganik seperti karbonmonoksida (CO), karbonat, nitrogen oksida,

ozon dan lainnya.

2.8.3. Bahan penyusun

Polutan dibedakan menjadi partikulat atau gas. Partikulat dibagi menjadi

padatan dan cairan seperti debu, asap, abu, kabut dan spray ; partikulat dapat

bertahan di atmosfer. Sedangkan polutan berupa gas tidak bertahan di atmosfer

dan bercampur dengan udara bebas.

2.8.4 Partikulat

Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya

merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa

padatan tersebut berasal dari pembakaran tak sempurna bahan bakar minyak yang

berkomposisikan senyawa organik hidrokarbon. Selain itu partikulat juga

mengandung timbal yang merupakan bahan aditif untuk meningkatkan kinerja

(40)

diameter berkisar 0.5 – 1μm. Asap dapat mengurangi jarak pandang karena

partikel padatan di dalamnya memencarkan atau menyerap sinar. Intensitas

pengurangan jarak pandang ini tergantung kepada ukuran dan bentuk dari

partikulat. Menurunnya jarak pandang berdampak negatif terhadap sistem

transportasi khususnya pesawat terbang dengan memperlambat operasi bandara

udara karena kebutuhan untuk menambah jarak antar pesawat guna menghindari

kecelakaan. Asap juga menyebabkan kotornya pakaian dan bahan tekstil, korosi

pada bahan bangunan dari logam (khususnya pada kelembaban 75%) serta

merusak cat bangunan. Partikulat memencarkan dan memantulkan sinar matahari

sehingga mengurangi intensitas sinar yang jatuh ke permukaan bumi. Hal ini

dapat memperlama periode hujan dan salju. Selain itu asap juga dapat merusak

kesehatan mahluk hidup. Partikulat yang menempel pada permukaan daun dapat

merusak jaringan daun jika terserap kedalamnya. Selain itu partikulat akan

menutup stomata sehingga mengurangi kemampuan tumbuhan untuk

berfotosintesis dan mengganggu pertumbuhannya. Hewan yang memakan

tumbuhan yang terlapisi oleh partikukat dapat mengalami gangguan pencernaan

bahkan kematian karena keracunan zat-zat berbahaya yang terdapat pada

partikulat tersebut. Efek partikulat pada kesehatan manusia menjadi berbahaya

dikarenakan ukuran partikulat yang sangat kecil dapat menembus system

pernapasan sampai ke bagian paru-paru bagian dalam. Terlebih lagi partikulat

dapat mengikat polutan lain yang terdapat di dalam udara (SOx, NOx, dll) sehingga

tertinggal dalam tubuh untuk waktu yang lebih lama. Penelitian intensif telah

dilakukan terhadap efek timbal pada manusia karena kerusakan jaringan tubuh

yang ditimbulkan lebih hebat, terutama pada sistem pembentukan darah, sistem

saraf dan sistem ekskresi. Termasuk juga sistem reproduksi, fungsi hati, jantung

(41)

2.9. Jenis emisi gas buang

2.91 Unburned hydrocarbon (UHC

UHC adalah senyawa hidrokarbon yang tidak terbakar yang dihasilkan dari

proses pembakaran yang kurang sempurna. UHC sangat terkait

dengan efisiensi pembakaran dari bahan bakar. Reaksi pembakaran

yang tidak sempurna ini bisa disebabkan oleh karena rendahnya rasio

udara-bahan bakar (A/F) atau karena pencampuran udara dari bahan

bakar yang tidak homogen. UHC merupakan komponen dari senyawa

organik yang volatile (VOC), yang bila kandungannya tinggi di udara

akan dapat mencemarkan lingkungan dan dapat menyebabkan

gangguan penglihatan.

2.9.2. Gas karbonmonoksia (CO).

Gas CO dihasilkan dari proses pembakaran parsial suatu bahan bakar yang

dapat terjadi akibat terbatasnya suplai oksigen atau udara dari jumlah yang

diperlukan. Reaksi yang mungkin terjadi di antaranya :

C3H8 + 1.5 (O2 + 3.76 N2) ↔3 CO + 4 H2 + 8.46 H2O

C4H10 + 2 (O2 + 3.76 N2) ↔ 4 CO + 5 H2 + 7.52 H2O

Gas CO ini bersifat racun terhadap tubuh karena bila masuk ke dalam darah, CO

dapat bereaksi dengan Hemoglobin (Hb) untuk membentuk karboksihemoglobin

(COHb). Bila reaksi tersebut terjadi, maka kemampuan darah mengangkut O2

untuk kepentingan pembakaran dalam tubuh akan menjadi berkurang. Hal ini

disebabkan karena kemampuan Hb untuk mengikat CO jauh lebih besar (sekitar

200 kali lebih) dibandingkan kemampuan Hb untuk mengikat O2. Selain itu

kandungan COHb dalam darah dapat menyebabkan terganggunya sistem urat

saraf dan fungsi tubuh pada konsentrasi rendah (2 - 10%) dan bisa menyebabkan

(42)
[image:42.595.114.507.140.375.2]

Tabel 2.6 efek polutan

Konsentrasi CO Hb dalam darah

(ppm) Pengaruh terhadap kesehatan

O Tidak ada pengaruh

1-2 Penampilan agak tidak normal

2-5

Mempengaruhi sistim saraf sentral,reaksi pancaindra tidak normal

benda terlihat agak kabur

>5 Perubahan fungsi jantung dan pulmonari

10 - 80

Kepala pening, Mual Berkunang-kunang, Pingsan, Susah Bernafas, dan

Kematian 2.9.3 Nitrogen oksida (NOx)

Senyawa nitrogen oksida yang sering menjadi pokok pembahasan dalam

masalah polusi udara adalah NO dan NO2. Kedua senyawa ini terbuang langsung

udara bebas dari hasil pembakaran bahan bakar. NO2 yang mudah larut dalam air

membentuk asam nitrit atau asam nitrat menurut reaksi :

2 NO2 + H2O ---- HNO3 + HNO2 (asam nitrat dan asam nitrit)

3 NO3 + HO ---- 2 HNO3 + NO (asam nitrat dan nitrogen oksida)

Asam nitrat dan asam nitrit akan jatuh bersama dengan hujan dan bergabung

ammonia (NH3) di atmosfer dan membentuk ammonium nitrat (NH4NO3) yang

merupakan sari makanan bagi tumbuhan. Dengan kemampuan yang tinggi untuk

menyerap sinar ultraviolet, NO2 memainkan peranan penting dalam kontaminan

ozon (O3). Tidak seperti gas polutan lainnya yang mempunyai daya destruktif

tinggi terhadap kesehatan manusia, NO merupakan gas inert dan ‘hanya’ bersifat

racun. Sama halnya dengan CO, NO mempunyai afinitas yang tinggi terhadap

oksigendibandingkan dengan hemoglobin dalam darah. Dengan demikian

pemaparan NO dapat mengurangi kemampuan darah membawa oksigen sehingga

(43)

dapat menimbulkan iritasi terhadap paru-paru. Pada tumbuhan, NO tidak bersifat

merusak namun NO2 menimbulkan sedikit kerusakan pada tumbuhan. Polutan

sekunder dari NOx seperti PAN dan O3 justru mempunyai daya perusak yang lebih

tinggi pada tumbuhan. Konsentrasi NO2 yang tinggi pada udara bebas dapat

memudarkan warna tekstil, memberi warna kuning pada tekstil berwarna putih,

dan mengoksidasi logam.

2 .10. Pengendalian gas buang

Emisi gas yang dihasilkan oleh pembakaran kendaraan bermotor pada

umumnya berdampak negatif terhadap lingkungan. Sehingga perlu diambil

beberapa langkah untuk dapat mengendalikan gas buang yang dihasilkan tersebut.

Ada beberapa cara yang dapat diambil untuk mengatasi masalah tersebut antara

lain : Uji emisi, pemilihan bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan dan

penggunaan katalitik konverter.

2.10.1 Uji emisi

Beberapa tahun lalu Swiss Contact bekerja sama dengan 200 bengkel di

Jakarta melakukan uji emisi kendaraan. Hasilnya, dari 16 ribu mobil yang diuji,

hanya 54 persen yang memenuhi baku mutu emisi. Padahal hanya dengan

perawatan sederhana seperti tune up dan mengganti saringan bensin atau oli sudah

dapat menurunkan kadar emisi 30 – 40 persen. Seharusnya uji emisi dapat

diterapkan secara ketat. Pemberian sertifikat uji emisi sebaiknya jangan diberikan

secara sembarangan. Karena adanya keharusan memiliki sertifikat inilah yang

akan mendorong pemilik kendaraan betul-betul merawat kendaraannya. Untuk

lulus dalam uji emisi kendaraan sebetulnya tidak terlalu sulit. Langkah pertama

yang dapat dilakukan adalah, memastikan perangkat emisi ada pada kendaraan,

karena bagian pertama dari uji emisi adalah dengan memastikan peralatan emisi

berada di tempatnya. Dan sebaiknya kendaraan yang dipergunakan mempunyai

peralatan original. Beberapa hal yang sering hilang ataupun tidak berada di

tempatnya adalah EGR (exhaust gas recirculation valve), pompa udara, atau pipa

(44)

Mesin yang kondisinya baik biasanya bersuara halus. Busi yang tidak berfungsi,

kebocoran ruang vakum, atau bensin campur akan menyebabkan tinggi emisi gas

buang. Di samping itu oli mesin yang sangat kotor akan mengganggu proses oli,

kemudian terhambat masuk ke ruang mesin dan akhirnya keluar melalui knalpot.

Mesin sebaiknya dipastikan bekerja pada suhu yang tepat. Karena suhu yang tidak

tepat, misalnya terlalu dingin akan mengakibatkan injeksi bahan bakar berlebihan.

Hal ini juga bisa berakibat Anda gagal dalam uji emisi gas buang. Untuk

mengetahui kendaraan teresebut layak atau tidak mendapat sertifikat uji emisi,

maka dapat suatu cara yang sederhana yaitu dengan memacu kendaraan

kendaraan tersebut pada kecepatan tinggi. Ini akan membantu untuk mengetahui

apakah busi kendaraan tersebut berfungsi dengan baik atau tidak, gas buang bebas

karbon atau tidak, dan apakah residu tertinggal pada catalytic converter atau tidak.

Sebelum mengikuti uji emisi terlebih dahulu kendaraan harus dikondisikan.

Pengkondisian bisa dilakukan dengan memanaskan mesin selama 15 menit

sehingga memastikan mesin berada pada suhu yang cukup, sensor oksigen panas

dan sinyal, serta catalytic converter berfungsi. Agar bisa berfungsi catalityc

converter harus dalam kondisi panas. Jika converter berada di bagian bawah-

belakang kendaraan dan mesin tidak dijalankan atau berjalan lambat dan sebentar,

converter akan dingin dan berhenti berfungsi.

Selama uji emisi, teknisi akan mengukur kadar hidrokarbon (HC), karbon

monoksida (CO), dan nitrogen oksida (NOx). HC biasanya berasal dari

pembakaran yang tidak sempurna. Silinder yang macet akan mengakibatkan kadar

HC tinggi. Sedangkan CO dihasilkan oleh proses pembakaran normal akan tetapi

kadar CO tinggi dapat dicegah melalui penggunaan bahan bakar secara hati-hati

dan penggunaan catalytic converter. Selain itu bensin campur dalam jumlah

banyak akan mengakibatkan tingginya kadar CO.

Sementara itu NOx terjadi saat suhu pembakaran sangat tinggi, yang oleh desain

(45)

tinggi. Waktu pembakaran yang tidak tepat dapat meningkatkan suhu silinder

sehingga mendongkrak emisi NOx. Jadi sebaiknya jangan pernah bensin campur.

Tidak lulusnya uji emisi kendaraan biasanya disebabkan oleh hal-hal yang

sederhana seperti: busi atau kawat busi yang jelek, filter udara kotor, waktu

pembakaran yang tidak tepat, atau pemakaian bensin campur dalam jumlah

banyak. Perawatan rutin dan pemanasan mesin sebelum uji emisi akan membantu

kelulusan uji emisi kendaraan Anda.

Akibatnya memang sangat positif, industri otomotif berlomba membuat

kendaraan dengan motor bakar yang tidak banyak menghasilkan emisi di bawah

standar yang diizinkan. Untuk memperoleh emisi yang rendah antara lain dengan

pemasangan katub PVC sistem karburasi, sistem pemantikan yang lebih

sempurna, sirkulasi uap BBM.

Selain itu dikembangkan kendaraan berbahan bakar alternatif, seperti bahan bakar

gas, mobil listrik, dan juga mobil fuel-cell yang paling ramah lingkungan.

Sebelum mereka bisa memanfaatkan energi alternatif secara maksimal, mereka

juga mengembangkan teknologi seperti HCCI (homogeneous-charge

compression ignition) yang memberikan basis untuk kelas baru emisi rendah.

Pemakaian gas alam cair, misalnya, bukan hanya lebih ramah lingkungan, tapi

juga menguntungkan untuk kondisi Indonesia yang sangat kaya gas alam. Namun,

itu perlu didukung kebijakan yang mempermudah pembangunan SPBU untuk gas

alam.

2.10.2 Uji emisi motor diesel

Uji emisi pada motor berbahan bakar diesel dilakukan di AUTO 2000 Jln

Gatot SubrotoMedan dengan menggunakan sebuah sebuah mobil Toyota Dyna

Thn 2007,serta alat yang disebut STARGAS atau SMOKE METER atau

OPACIMETER Alat ini akan mencatat kadar tingkat kepekatan asap yang

dikeluarkan oleh knalpot mesin diesel.Alat ini tidak dapat menentukan jenis

(46)

berbahan bakar bensin mampu menunjukkan jenis polutan yang dikeluarkan. Alat

ini hanya mampu mengukur persentase asap buangannya,semakin besar persentasi

asap buangannya semakin pekat asap knalpot kenderaan yang dikeluarkan dan

tingkat pencemaran semakin tinggi. Pada kenderaan motor diesel sebagian besar

asap buangannya adalah partikel Sulpurdioksida, yang terlihat dalam gumpalan

asap hitam yang dikeluarkan oleh sebuah kenderaan motor diesel. Tinggi

rendahnya opasiti yang dikeluarkan Motor Diesel dapat dilihat dari asap

buangannya. Bila asap buangannya semakin hitam berarti opasiti yang

dikeluarkan mobil itu semakin tiggi dan sebaliknya. Tinggi rendahnya opasiti

yang dikeluarkan motor diesel dapat dipengaruhi beberapa factor al :

1. Sistim pembakaran yang tidak sempurna.

2. Filter udara yang kotor.

3. Tahun pemakaian kenderaan.

Besarnya opasitas masing masing daerah tergantung dari keputusan masing

masing pemerintah daerah misalnya pada daerah DKI Jakarta, Sumatera Utara,

sama besar sesuai dengan SK Gubernur No : 1041/2000 adalah sbb :

Tabel 2.7 Opasitas

TAHUN OPASITAS (%)

<1985 <50%

1986-1995 <45%

>1986 <40%

(47)

Viskositas (kekentalan) merupakan sifat fluida untuk melawan tegangan

geser pada waktu bergerak untuk mengalir, atau kekentalan dapat didefenisikan

sebagai besarnya tahanan fluida untuk mengalir di bawah pengaruh tekanan yang

dikenakan. Hukum viskositas Newton, menyatakan bahwa untuk laju perubahan

bentuk sudut fluida yang tertentu maka tegangan geser berbanding lurus dengan

viskositas. Maka besarnya harga kekentalan merupakan perbandingan antara

tegangan geser yang bekerja dengan kadar geseran.

U

 

D i a m 

.   .   .  .   .   .   .  .   .   .   . .   .   .   .  .   .   .   .  .   .   .   .  .   .   .   . ∂

y H

Gambar. 2.2. Pendefenisian kekentalan dinamis berdasarkan hukum

Newton aliran Viskositas

Dari gambar secara matematis dapat ditulis :

µ = y u

∂τ ( 2. 1 )

dengan:

µ = kekentalan dinamink (Poise)

τ = tegangan geser fluida (Newton/m2)

∂u = kecepatan relative kedua permukaan (m/s)

(48)

Kekentalan dinamik disebut juga kekentalan absolut viskositas gas meningkat

terhadap suhu, tetapi viskositas cairan berkurang dengan naiknya suhu. Untuk

tekanan-tekanan yang biasa, viskositas tidak tergantung pada tekanan dan

tergantung pada suhu saja, untuk tekanan yang sangat besar gas-gas dan

kebanyakan cairan menunjukkan variasi viskositas yang tidak menentu terhadap

tekanan.

Viskositas kinematik merupakan perbandingan antara viskositas dinamik (absolut)

dengan densitas (rapat massa) fluida.

ρ μ

υ= ( 2.2 )

dengan:

υ = viskositas kinematik (St)

µ = viskositas dinamik (Poise)

ρ = rapat massa (kg/m3)

Viskositas kinematik berubah terhadap suhu dalam jangka yang lebih sempit dari

viskositas dinamik.

Satuan kekentalan dinamik (absolute) adalah Poise (P), atau senti (cSt). 1P

= 100 cP ; 1 St = 100 cSt. Satuan Internasional untuk kekentalan dinamik adalah

Ns/m2 sama dengan kg/ms, sedangkan untuk kekentalan kinematik adalah m2/s. dengan demikian diperoleh hubungan :

1 P = 10-1 Ns/m2 dan 1cP = 10-3 N s/m2

1 St =10-4 m2/s dan 1cSt = 10-6 m2/

Untuk mengubah dari viskositas kinematik (υ) menjadi viskositas dinamik (µ),

(49)

2.11.2. Densitas (rapat massa)

Kerapatan suatu fluida ( ) dapat didefenisikan sebagai massa per satuan

volume.

v m

=

ρ (2.3)

Dengan :

= rapat massa (kg/m3) m = massa (kg)

v = volume (m3)

2.11.3 Flash point (titik nyala)

Flash Point (titik nyala) dari cairan mudah terbakar adalah suhu terendah

dimana bahan bakar tersebut dapat terbakar ketika bereaksi dengan udara.Bila

nyala terus terjadi secara terus menerus, maka suhu tersebut dinamakan titik

bakar (fire point). Titik nyala yang terlampau tinggi dapat menyebabkan

keterlambatan penyalaan, sementara apabila titik nyala terlampau rendah akan

menyebabkan timbulnya denotasi yaitu ledakan kecil yang terjadi sebelum bahan

bakar masuk ruang bakar. Hal ini juga dapat meningkatan resiko bahaya saat

penyimpanan. Semakin tinggi titik nyala dari suatu bahan bakar semakin aman

penanganan dan penyimpanannya.

2.11.4 Kadar air dan Sedimen

Kadar air dan sedimen menunjukan persentase kandungan air dan sedimen

yang terkandung dalam bahan bakar. Pada temperatur yang sangat dingin, air

yang terkandung dalam bahan bakar membentuk kristal dan menyumbat aliran

(50)

2.11.5 Titik kabut(Cloud Point)

Titik Kabut adalah tempratur pada saat bahan bakar mulai tampak “berawan”

(clody). Hal ini timbul karena munculnya kristal Kristal (padatan) didalam bahan

bakar. meski bahan bakar masih bias mengalir pada titik ini, keberadaan ini

mempengaruhi kelancaran aliran bahan bakar didalam filter pompa dan injector.

2.11.6. Titik tuang (Pour point)

Titik Tuang (Pour Point) adalah suhu terendah dimana bahan bakar dapat

dialirkan untuk daerah bersuhu rendah, bahan bakar dipersyaratkan tidak

membeku. Titik tuang yang terlalu tinggi akan mempersulitkan pengaliran bahan

bakar.

2.11.7. Sisa karbon (Carbon residu)

Sisa Karbon (carbon residu) yang tertinggi pada proses pembakaran akan

menyebabkan terbentuknya endapan yang dapat menyumbat saluran bahan bakar.

Hal ini dapat menyebabkan bagian-bagian pompa injeksi bahan bakar menjadi

aus. Dengan demikian semakin rendah sisa karbon, semakin baik efisiensi motor

tersebut.

2.11.8. Nilai kalor bahan bakar

Nilai Kalor Bahan Bakar menentukan jumlah konsumsi bahan bakar yang

digunakan setiap satuan waktu. Makin tinggi nilai kalor bahan bakar

menunjukkan bahwa pemakaian bahan bakar semakin sedikit. Tidak ada standard

khusus yang menentukan nilai kalor maksimal yang harus dimiliki bahan bakar

mesin diesel.

2.11.9. Bilangan cetana

Bilangan cetana menunjukkan seberapa cepat bahan bakar mesin diesel

yang dapat diinjeksikan keruang bahan bakar agar terbakar secara spontan.

Bilangan cetana dari minyak diesel konvensional dipengaruhi oleh struktur

(51)

pula kualitas penyalaan karena memerlukan suhu penyalaan karena memerlukan

suhu penyalaan yang lebih tinggi (Hendartono Toni, 2005).

2.11.10. Analisa bilangan iod

Bilangan Iod merupakan jumlah (gram) iod yang diikat oleh 100 gram

lemak asam lemak tidak jenuh dalam minyak dan lemak, dan mampu menyerap

sejumlah iod dan bentuk senyawa yang jenuh. Pada analisa bilangan ini

menggunakan metode iodimetri yang artinya titrasi iodium yang ada dalam

larutan atau uidum hasil reaksi suatu iodida dengan oksidator. Besarnya jumlah

iod yang diserap menunjukkan banyaknya ikatan rangkap atau ikatan tidak jenuh.

Untuk menetukan bilangan iod biaasanya menggunakan cara Hamus

(52)
[image:52.595.121.509.161.736.2]

Tabel 2.8 Data karakteristik biodiesel dapat diperlihatkan pada tabel di bawah ini

Parameter dan satuannya Batas nilai Metode uji Metode setara

Massa jenis pada 40 oC, kg/m3

850 – 890 ASTM D 1298 ISO 3675

Viskositas kinematik pada 40 o

C, mm2/s (cSt) 2,3 – 6,0 ASTM D 445 ISO 3104

Angka setana min. 51 ASTM D 613 ISO 5165

Titik nyala (mangkok

tertutup), oC min. 100 ASTM D 93 ISO 2710

Titik Kabut (Cloud Point) Titik Tuang (Puor Point )

0 C 0 C max. 18 max 18

ASTM D 2500 ASTMD 97

Korosi bilah tembaga

(3 jam, 50 oC) maks. no. 3 ASTM D 130 ISO 2160 Residu karbon, %-berat

- dalam contoh asli

- dalam 10 % ampas distilasi

maks. 0,05 maks 0,03

ASTM D 4530 ISO 10370

Air dan sedimen, %-vol. maks. 0,05 ASTM D 2709 -

Temperatur distilasi 90 %, oC maks. 360 ASTM D 1160 - Abu tersulfatkan, %-berat maks. 0,02 ASTM D 874 ISO 3987

Belerang, ppm-b (mg/kg) maks. 100 ASTM D 5453 prEN ISO 20884

Fosfor, ppm-b (mg/kg) maks. 10 AOCS Ca 12-55 FBI-A05-03

Angka asam, mg-KOH/g maks. 0,8 AOCS Cd 3-63 FBI-A01-03

Gliserol bebas, %-berat maks. 0,02 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03

Gliserol total, %-berat maks. 0,24 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03

(53)

Bilangan Iodium %

massa(gI2/100g) Maks 115 AOCS Cdl-125

[image:53.595.130.513.215.530.2]

Sumber Biodiesel S N I

Tabel 2.9 Data karakteristik mutu solar dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Parameter dan satuannya Batas nilai Metode uji

Massa jenis 40 gr/ml 0,82 – 0,87 ASTM D–1298

Visikositas kinetic pada 40 , cSt 1,6 – 5,8 ASTM D–445

Angka setana Min 45 ASTM D–613

Titik kilat (flash point), Maks 150 ASTM D–93

Korosi strip tembaga (3 jam pada 50 ) Min No. 1 ASTM D–130

Residu karbon (% – b/b) Min 0,1 ASTM D–189

Kadar Air dan sedimen, % – v/v Min 0,05 ASTM D–96

Temperatur distilasi 300%, Max 40 ASTM D–86

Abu tersulfatkan, % b Min 0,01 ASTM D–974

Belerang, ppm % b Min 0,5 ASTM D–1551

(54)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.1. Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan : Proses transesterifikasi minyak biji kemiri

dilaksanakan di laboratorium Kimia Anorganik USU, analisa sifat fisis dan sifat

kimai dilaksanakan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan, Penelitian

selama 2 bulan yaitu bulan Januari sampai April 2010. Penelitian Emisi gas

buang dilaksanakan di Workshop Auto 2000 Cabang Gatot Subroto Medan.

3.2. Bahan dan alat.

3.2.1. Bahan yang digunakan

Minyak kemiri : Bahan ini diperoleh dengan mengekstraksi biji kemiri yang

sudah digiling dimasukkan kedalam socklet menggunakan pelarut n-hexan.

Mutunya diuji GC.

KOH, CH3OH, Eter, HCl4. n-hexan, Na2SO4 minyak solar

3.2.2. Alat yang dibutuhkan.

Sochklate, Rotavavor, pompa vacuum, Autoclave, Corong pisah, Neraca,

Gelas ukur, Termomete, Pipet tetes, Lakmus Hotplate Stire, Tabung leher tiga,

(55)

Gambar

Tabel 2.4  Jenis Tanaman Bahan Baku Biodiesel
Tabel 2.6 efek polutan
Tabel 2.8 Data karakteristik biodiesel dapat diperlihatkan pada tabel di
Tabel 2.9 Data karakteristik mutu solar dapat dilihat pada tabel dibawah ini
+7

Referensi

Dokumen terkait

Siswa SMA kelas 12 dapat menilai kemampuan kandidat dalam bekerja dari pernyataan atau jawaban atas isu yang dibahas dalam acara debat... 41 mengungkapkan bahwa data primer adalah

Dengan adanya dimensi terselebung itu maka ketegangan yang terjadi antara Islam radikal dan Islam di luarnya pada hakekatnya adalah ketegangan tentang model keberagamaan

Menurut Apriyani (2011) menyatakan bahwa penambahan tepung talas dan lemak (margarin) dalam adonan kue kering akan memberikan aroma yang baik karena talas memiliki pati

Permasalahan banjir di Sungai Lusi diatasi dengan berbagai cara, yaitu dengan perbaikan penampang, perencanaan tanggul, peninggian tanggul eksisting, perencanaan

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah penggunaan model Problem Based Learning dapat meningkatkan sikap teliti dan hasil belajar siswa kelas II SDN Cihideung pada

Pada tanaman yang diberi bahan organik bokasi jerami P1 = 5 kg/ m 2 menunjukkan hasil paling bagus, dapat sebagai rekomendasi pemupukan buat petani untuk meningkatkan hasil

Dari hasil penelitian persepsi / tanggapan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan APBD diperoleh hasil

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pengetahuan dewan tentang anggaran terhadap pengawasan pada keuangan daerah (APBD), dengan akuntabilitas, partisipasi