IDENTIFIKASI
DRUG RELATED PROBLEMS
(DRPs) PADA PASIEN
COPD (
Chronic Obstructive Pulmonary Disease)
DI INSTALASI RAWAT
INAP RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE JANUARI – JUNI
2012
SKRIPSI
OLEH: CUT MAYA SARI
NIM 081501078
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
IDENTIFIKASI
DRUG RELATED PROBLEMS
(DRPs) PADA PASIEN
COPD (
Chronic Obstructive Pulmonary Disease)
DI INSTALASI RAWAT
INAP RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE JANUARI – JUNI
2012
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH: CUT MAYA SARI
NIM 081501078
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGESAHAN SKRIPSI
IDENTIFIKASI
DRUG RELATED PROBLEMS
(DRPs) PADA PASIEN
COPD (
Chronic Obstructive Pulmonary Disease)
DI INSTALASI RAWAT
INAP RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE JANUARI – JUNI
2012
OLEH: CUT MAYA SARI
NIM 081501078
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Pada tanggal: 5 Mei 2014
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. Prof. Dr. Rosidah M.Si., Apt. NIP 195301011983031004 NIP 195103261978022001
Pembimbing II, Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. NIP 195301011983031004
Dra. Nurminda Silalahi, M.Si., Apt. Dra. Azizah Nasution, M.Sc., Ph.D., Apt. NIP 196206101992032001 NIP 195503121983032001
Drs. Rasmadin Mukhtar, M.S., Apt NIP 194909101980031002
Medan, Agustus 2014 Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Dekan,
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) pada pasien COPD (Chronic Pulmonary Disease) di Instalasi Rawat Inap RSUP H. Adam Malik
Medan Periode Januari – Juni 2012. Skripsi ini diajukan untuk melengkapi salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Penulis mengucapakan terima kasih sebesar – besarnya kepada keluarga tercinta, Ayahanda Elfizar Aiyub dan Ibunda Yustina Ketaren, serta adikku Meutia Reza Syahlefi dan Ade Firza, yang telah memberikan semangat, doa, dan pengorbanan baik moril maupun materil dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis juga mengucapakan terima kasih kepada Muhammad Wahyudi, S.E., Indra Gunanta Depary, S.Farm yang telah memberikan saran dan bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para sahabat Ribka, Ledya, Alfina dan teman – teman Seloesind yang telah memberikan semangat dan kasih sayang yang tak ternilai dengan apapun.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khusunya di bidang farmasi.
Medan, 5 Mei 2014 Penulis,
IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN COPD
(Chronic Obstructive Pulmonary Disease) DI INSTALASI RAWAT INAPRSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE JANUARI – JUNI 2012
ABSTRAK
Drug related problems (DRPs) adalah kejadian yang tidak diinginkan
pasien terkait terapi obat, dan secara nyata maupun potensial berpengaruh pada
outcome yang diinginkan pasien. Dalam lingkup pengobatan, Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD) menempati rangking ke empat setelah
penyakit jantung dan kanker terkait DRPs. Penyakit COPD masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya masih tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka kejadian DRPs meliputi indikasi tanpa obat, obat tanpa indikasi, obat salah, dosis obat kurang, dosis obat lebih, reaksi obat merugikan, dan interaksi obat pada pasien COPD di instalasi rawat inap RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari – Juni 2012.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan pengambilan data dilakukan secara retrospektif terhadap rekam medik. Kriteria subjek penelitian meliputi pasien dengan diagnosis COPD yang dirawat inap diRSUP H.Adam Malik Medan pada bulan Januari-Juni 2012, dengan diagnosis COPD tanpa penyakit penyerta, pasien dengan cara pulang sembuh atau berobat jalan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 63 pasien terdapat 22 pasien (34,92%) mengalami DRPs. Jenis DRPs yang paling banyak terjadi adalah obat tanpa indikasi sebanyak 15 kasus (53,57%). DRPs lain berturut-turut adalah indikasi tanpa obat 7 kasus (25%), interaksi obat sebanyak 6 kasus (21,43%), dosis obat kurang, dosis obat lebih besar, obat salah, dan reaksi obat merugikan sebesar ( 0%)
Kata kunci: Drug Related Problems (DRPs), Chronic Obstructive Pulmonary
IDENTIFICATION OFDRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) OF HOSPITALIZED COPD (CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY
DISEASE) AT HAJI ADAM MALIK HOSPITAL MEDAN PERIOD JANUARY - JUNE 2012
ABSTRACT
A drug related problems (DRPs) is undesirable patient experience that involves drug therapy and actually or potentially interferes with a desired patient
outcome. Within the scope ofTreatmentof
chronicobstructivepulmonarydisease(COPD)
ranksfourthafterheartdiseaseandcancer therelatedDRPs. COPDremains apublic health problemin developing countriessuch asIndonesia, because themorbidityandmortalityarestillhigh. This study aims to identify Drug Related Problem (DRPs), included indication without medication, medication without indication, wrong drug, dosage too lose, dosage too high, adverse drug reactions, and drug interactions, in hospitalized COPD in Haji Adam Malik Hospital Medan Period January- June 2012.
This research was conducted with descriptive design and the data acquired retrospectively for medical record. The patient’s criterias as a subject in this study were hospitalized in ward Haji Adam Malik Hospital Medan during January – June 2012, patient with a diagnosis COPD without comorbidities, patient’s cured by home or ambulatory.
The results show that 22 patients of 63 patients (34.92%) experienced DRPs. The most commonly type of DRPs was medication without indication 15 cases (53.57%). The following DRPs were indication without medication 7 cases (25%); drug interaction 6 cases (21.43%); dosage too low; dosage too high;wrong drug; and adverse drug reactions (0%).
Keywords: Drug Related Problems (DRPs), Chronic Obstructive Pulmonary
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
PENGESAHAN SKRIPSI ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 4
1.3 Perumusan Masalah ... 5
1.4 Hipotesis ... 5
1.5 Tujuan Penelitian ... 5
1.5 Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 DRPs ... 7
2.1.1 Definisi DRPs ... 7
2.2.2 Klasifikasi DRPs ... 7
2.2.1 Definisi COPD ... 10
2.2.2 Etiologi ... 10
2.2.3 Patologi ... 12
2.2.4 Patogenesis ... 13
2.3 Klasifikasi ... 14
2.4 Diagnosis ... 14
2.5 Pengelolaan COPD ... 15
2.5.1 Edukasi ... 15
2.5.2 Pelaksanaan Pengobatan ... 16
2.6 Rekam Medis ... 18
BAB III METODE PENELITIAN ... 19
3.1 Jenis Penelitian ... 19
3.2 Populasi dan Sampel ... 19
3.2.1 Populasi ... 19
3.2.3 Sampel ... 20
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20
3.4 Rancangan Penelitian ... 21
3.4.1Pengumpulan Data ... 21
3.4.2 Teknik Pengumpulan Data ... 21
3.5 Analisis Data ... 21
3.6 Diagram Alir Penelitian ... 22
3.7 Langkah Penelitian ... 23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25
4.1 Kateristik Umum Subjek Penelitiann ... 26
4.1 Gambaran Kejadian DRPs Subjek ... 27
4.3 Pembahasan ... 28
4.3.1 Indikasi Tanpa Obat ... 28
4.3.2 Obat Tanpa Indikasi ... 29
4.3.3 Obat Salah ... 32
4.3.4 Dosis Obat Kurang ... 32
4.3.5 Dosis Obat Lebih ... 32
4.3.6 Reaksi Obat Merugikan ... 32
4.3.7 Interaksi Obat ... 33
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 35
5.1 Kesimpulan ... 35
5.2 Saran ... 35
DAFTAR PUSTAKA ... 36
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Jenis – jenis DRPs dan Penyebab yang mungkin terjadi ... 8
2.2 Klasifikasi COPD ... 14
2.3 Diagnosis pada pasien COPD ... 15
2.4 Derajat dan Rekombinasi pengobatan COPD ... 17
4.1 Jumlah pasien berdasarkan cara pulang ... 25
4.2 Karakteristik subjek penelitian ... 26
4.3 DRPs yang terjadi pada pasien COPD (Chronic Obstructive Disease) di instalasi rawat inap RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2012 ... 28
4.4 Jenis obat penyebab DRPs Kategori indikasi tanpa obat pada pasien COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease) rawat inap RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari-Juni 2012 ... 28
4.5 Jenis obat dan penyebab DRPs kategori obat tanpa indikasi pada pasien COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease) rawat inap RSUP H.Adam Malik Medan Periode Januari – Juni 2012 ... 29
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 1.1 Skema hubungan variabel bebas dan variabel terikat ... 5 2.1 Patogenesis COPD ... 13 3.6 Diagram alir penelitian ... 22 4.1 Grafik kejadian DRPs pada pasien COPD di instalasi RSUP
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman 1.Data pasien ... 39 2. Data pengobatan pasien ... 40 3. Rekapitulasi DRPs pasien ... 48 4. Surat permohonan izin penelitian di RSUP H. Adam Malik ...
... Medan 50 5. Surat izin melakukan penelitian di RSUP H. Adam Malik ...
Medan ... 51 6. Surat keterangan selesai penelitian di RSUP H. Adam Malik
IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN COPD
(Chronic Obstructive Pulmonary Disease) DI INSTALASI RAWAT INAPRSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE JANUARI – JUNI 2012
ABSTRAK
Drug related problems (DRPs) adalah kejadian yang tidak diinginkan
pasien terkait terapi obat, dan secara nyata maupun potensial berpengaruh pada
outcome yang diinginkan pasien. Dalam lingkup pengobatan, Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD) menempati rangking ke empat setelah
penyakit jantung dan kanker terkait DRPs. Penyakit COPD masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya masih tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka kejadian DRPs meliputi indikasi tanpa obat, obat tanpa indikasi, obat salah, dosis obat kurang, dosis obat lebih, reaksi obat merugikan, dan interaksi obat pada pasien COPD di instalasi rawat inap RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari – Juni 2012.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan pengambilan data dilakukan secara retrospektif terhadap rekam medik. Kriteria subjek penelitian meliputi pasien dengan diagnosis COPD yang dirawat inap diRSUP H.Adam Malik Medan pada bulan Januari-Juni 2012, dengan diagnosis COPD tanpa penyakit penyerta, pasien dengan cara pulang sembuh atau berobat jalan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 63 pasien terdapat 22 pasien (34,92%) mengalami DRPs. Jenis DRPs yang paling banyak terjadi adalah obat tanpa indikasi sebanyak 15 kasus (53,57%). DRPs lain berturut-turut adalah indikasi tanpa obat 7 kasus (25%), interaksi obat sebanyak 6 kasus (21,43%), dosis obat kurang, dosis obat lebih besar, obat salah, dan reaksi obat merugikan sebesar ( 0%)
Kata kunci: Drug Related Problems (DRPs), Chronic Obstructive Pulmonary
IDENTIFICATION OFDRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) OF HOSPITALIZED COPD (CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY
DISEASE) AT HAJI ADAM MALIK HOSPITAL MEDAN PERIOD JANUARY - JUNE 2012
ABSTRACT
A drug related problems (DRPs) is undesirable patient experience that involves drug therapy and actually or potentially interferes with a desired patient
outcome. Within the scope ofTreatmentof
chronicobstructivepulmonarydisease(COPD)
ranksfourthafterheartdiseaseandcancer therelatedDRPs. COPDremains apublic health problemin developing countriessuch asIndonesia, because themorbidityandmortalityarestillhigh. This study aims to identify Drug Related Problem (DRPs), included indication without medication, medication without indication, wrong drug, dosage too lose, dosage too high, adverse drug reactions, and drug interactions, in hospitalized COPD in Haji Adam Malik Hospital Medan Period January- June 2012.
This research was conducted with descriptive design and the data acquired retrospectively for medical record. The patient’s criterias as a subject in this study were hospitalized in ward Haji Adam Malik Hospital Medan during January – June 2012, patient with a diagnosis COPD without comorbidities, patient’s cured by home or ambulatory.
The results show that 22 patients of 63 patients (34.92%) experienced DRPs. The most commonly type of DRPs was medication without indication 15 cases (53.57%). The following DRPs were indication without medication 7 cases (25%); drug interaction 6 cases (21.43%); dosage too low; dosage too high;wrong drug; and adverse drug reactions (0%).
Keywords: Drug Related Problems (DRPs), Chronic Obstructive Pulmonary
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau COPD (Chronic
obstructive pulmonary disease) merupakan penyakit paru kronik yang ditandai
oleh hambatanaliran udara di saluran nafas yang bersifat progresif nonreversible
atau reversible parsial (PDPI, 2006).
Menurut WHOyang dituangkan dalam Panduan Global Initiative for
Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) tahun 2010, Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD) atau penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
didefenisikan sebagai penyakit yang dikarakterkan oleh adanya obstruksisaluran pernafasan yang tidak reversibel sepenuhnya. Sumbatan aliran udara ini umumnya bersifat progresif dan berkaitan dengan respon inflamasi abnormal paru-paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya. Dua gangguan yang terjadi pada PPOK adalah bronkitis kronis atau emfisema (Gold, 2010).
1992, COPD bersama asma bronkhial menduduki peringkat ke enam (Riyanto, 2006).
Ada 2 penyebab penyumbatan aliran udara pada penyakit paru obstruksi kronis ini yaitu bronkitis kronis dimana terjadi sekresi berlebih mukus kronik atau berulang ke dalam cabang bronkus dan emfisema yaitu suatu kelainan anatomi paru yang ditandai dengan terjadinya pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Gangguan obstruksi yang terjadi menimbulkan dampak buruk terhadap penderita karena menimbulkan gangguan oksigenisasi dengan segala dampaknya. Obstruksi saluran napas yang terjadi bisa bertambah berat jika ada gangguan lain seperti infeksi saluran napas dan eksaserbasi akut penyakit penderita. Beberapa rumah sakit di Indonesia ada yang menggunakan istilah PPOM (Penyakit Paru Obstruksi Menahun) yang merujuk pada penyakit yang sama atau lebih dikenal dengan nama COPD (Chronic Obtructive
Pulmonary Disease) (Ikawati, 2011).
Pelayanan dalam farmasi klinik terutama muncul karena penggunaan obat. Penelitian terhadap masalah dalam terapi obat merupakan kajian yang cukup menarik dan penting.
Farmasis diajak lebih mendalami penggunaan obat di sarana kesehatan formal yaitu puskesmas, rumah sakit, dan apotek. Permasalahan penggunaan obat di tempat pelayanan disebut Drug Related Problems (DRPs) (Sari, 2004).
DRPs merupakan bagian dari medication error yang dihadapi hampir semua Negara di dunia. Pada tahun 1997 di Amerika Serikat (AS) tercatat 160.000 kematian dan 1 juta pasien dirawat dirumah sakit akibat kejadian obat yang diresepkan. Morse mengestimasikan bahwa di AS,biaya penyakit terkait obat yang diresepkan adalah 7 milliar dolar setiap tahun (Strand, et al., 1990).
Akibat semakin banyaknya kasus DRPs, maka berkembanglah
Pharmaceutical Care. Minesota Pharmaceutical Care Project melakukan
penelitian terhadap 9399 pasien selama 3 tahun dan didokumentasikan oleh komunitas farmasi.Dari sejumlah pasien tersebut, 5544 pasien mengalami DRPs, 235 membutuhkan terapi obat tambahan, 15% menerima obat yang salah, 8% mendapat obat tanpa indikasi yang tepat, 6% dosis terlalu tinggi dan 16% dosis terlalu rendah. Sedangkan penyebab umum lainnya adalah reaksi obat merugikan sebanyak 21% (Strand, et al., 1990).
iskemi; 9,9% kasus keracunan akut dan yang paling menarik adalah masalah DRPs sebanyak 8,8% (Cipolle, et al.,1998).
Menurut Dina (2009) hasil penelitian mengenai identifikasi DRPs terhadap pasien COPD yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Sleman Yogyakarta menunjukkan bahwa DRPs muncul sebesar 84,27% terhadap ketidak sesuaian terapi pada pasien, sedangkan DRPs pada obat salah sebesar 57,5% kasus.
Penelitian ini dilakukan di RSUP H.Adan Malik Medan karena rumah sakit ini merupakan rumah sakit kelas A . Rumah sakit ini merupakan rumah sakit pusat rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatra Utara, Provinsi Aceh, Provinsi Sumatera Barat, dan Provinsi Riau.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian secara retrospektif tentang identifikasi Drug Related Problems (DRPs) pada pasien COPD (Chronic Obtructive Pulmonary Disease)di Instalasi rawat inap RSUP H. Adam Malik Medan. Penelitian ini diharapkan menjadi bahan kajian bagi pihak rumah sakit, khususnya professional kesehatan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
1.2Kerangka Pikir Penelitian
Hubungan kedua variabel tersebut digambarkan dalam kerangka pikir penelitian seperti ditunjukkan Gambar 1.1.
Variabel Bebas Variabel Terikat
(Strand, et al., 1990) Gambar 1.1 Skema hubungan variabel bebas dan variabel terikat
1.3Perumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: apakah DRPs kategori indikasi tanpa obat, obat tanpa indikasi, obat salah, dosis obat kurang, dosis obat berlebih, reaksi obat merugikan, dan interaksi obat terjadi pada pasien COPD rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan?
1.4Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas maka hipotesis penelitian ini adalah terjadi DRPs kategori indikasi tanpa obat, obat tanpa indikasi, obat salah, dosis obat kurang, dosis obat berlebih, reaksi obat merugikan, dan interaksi obat pada pasien COPD rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan.
1.5Tujuan Penelitian
Berdasarkan hipotesis penelitian di atas tujuan penelitian untuk mengetahui besarnya angka dan persentase kejadian DRPs kategori indikasi tanpa
Obat-obat yang
tercatat dalam
rekam medis
DRPs Kategori
1.Identifikasi tanpa obat
2.Obat tanpa identifikasi
3.Obat salah
4.Dosis obat kurang
5.Dosis obat berlebih
6. Reaksi obat merugikan
obat, obat tanpa indikasi, obat salah, dosis obat kurang, dosis obat berlebih, reaksi obat merugikan, dan interaksi obat pada pasien COPD rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan.
1.6Manfaat Penelelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah
a. Untuk peneliti, dapat menambahkan pengetahuan peneliti tentang DRPs
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DRPs
2.1.1 Defenisi DRPs
DRPs adalah kejadian yang tidak diinginkan pasien terkait terapi obat, dan secara nyata maupun potensial berpengaruh pada outcome yang diinginkan pada apsien. Suatu kejadian dapat disebut DRPs apabila terdapat dua kondisi, yaitu: (a) adanya kejadian tidak diinginkan yang dialami pasien, kejadian ini dapat berupa keluhan medis, gejala, diagnose penyakit, ketidakmampuan (disability) yang merupakan efek dari kondisi psikologis, fisiologis, sosiokultur atau ekonomi; dan (b) adanya hubungan antara kejadian tersebut dengan terapi obat (Strand, et al., 1990).
2.1.2 Klasifikasi DRPs
Strand, et al., (1990) mengklasifikasikan DRPs menjadi 8 kategori besar: a. Pasien mempunyai kondisi medis yang membutuhkan terapi obat pasien tidak
mendapatkan obat untuk indikasi tersebut.
b. Pasien mempunyai kondisi medis dan menerima obat yang mempunyai indikasi medis valid.
c. Pasien mempunyai kondisi medis tetapi mendapatkan obat yang tidak aman, tidak paling efektif, dan kontraindikasi dengan pasien tersebut.
d. Pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat yang benar tetapi dosis obat tersebut kurang.
f. Pasien mempunyai kondisi medis akibat dari reaksi obat yang merugikan. g. Pasien mempunyai kondisi medis akibat interaksi obat- obat, obat – makanan,
obat – hasil laboratorium.
h. Pasien mempunyai kondisi medis tetapi tidak mendapatkan obat yang diresepkan.
Adapun kasus masing- masing kategori DRPs yang mungkin terjadi dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Jenis – jenis DRPs dan penyebab yang mungkin terjadi DRPs Kemungkinan kasus pada DRPs
Butuh terapi obat tambahan a. Pasien dengan kondisi terbaru membutuhkan terapi obat yang baru
b. Pasien dengan kronik membutuhkan lanjutan terapi obat
c. Pasien dengan kondisi kesehatan yang membutuhkan kombinasi farmakoterapi untuk mencapai efek sinergis atau potensiasi
d. Pasien dengan risiko pengembangan kondisi kesehatan baru dapat dicegah dengan penggunaan obat profilaksis
Terapi obat yang tidak perlu a. Pasien yang mendapatkan obat yang tidak tepat indikasi
b. Pasien yang mengalami toksisitas karena obat atau hasil pengobatan
c. Penobatan pada pasien pengkonsumsi obat, alkohol dan rokok
d. Pasien dalam kondisi pengobatan yang lebih baik diobati tanpa terapi obat
e. Pasien dengan multiple drugs untuk kondisi di mana hanya single drugs therapy dapat digunakan
Tabel 2.1 ( Lanjutan)
Obat tidak tepat a. Pasien di mana oabatnya tidak efektif b. Pasien alergi
c. Pasien dengan faktor risiko pada kontaindikasi penggunaan obat
d. Pasien menerima obat yang efektif tetapi ada obat lain yang lebih murah
e. Pasien menerima obat efektif tetapi tidak aman f. Pasien mengalami infeksi resisten terhadap obat
yang diberikan
Dosis terlalu rendah a. Pasien sulit disembuhkan dengan terapi obat yang digunakan
b. Pasien menerima kombinasi produk yang tidak perlu pada hal single drug dapat memberikan pengobatan tepat
c. Pasien alergi
d. Dosis yang digunkan terlalu rendah
e. Konsentrasi obat dalam serum pasien di bawah range terapeutik yang diharapkan
f. Waktu pemberian antibiotik profilaksis (preoperasi) terlalu cepat diberikan
g. Dosis dan fleksibilitas tidak cukup untuk pasien h. Terapi obat berubah sebelum terapetik
percobaan cukup untuk pasien i. Pemberian obat terlalu cepat
Reaksi obat merugikan a. Obat yang digunakan merupakan risiko yang berbahaya bagi pasien
b. Ketersediaan obat menyebabkan interaksi dengan obat lain atau makanan pasien
c. Efek obat dapat diubah oleh substansi makanan pasien
d. Efek dari obat diubah inhibitor enzyme atau induktor obat lain
e. Efek obat diubah dengan pemindahan obat dari bindingsite oleh obat lain
f. Hasil laboratorium berubah karena gangguan obat lain
Dosis obat terlalu tinggi a. Dosis terlalu tinggi
b. Konsentrasi obat dalam serum pasien di atas rangeterapi obat yang diharapkan
c. Dosis obat meningkat terlalu cepat
d. Obat, dosis, rute, perubahan formulasi yang tidak tepat
Tabel 2.1 (Lanjutan)
Ketidakpatuhan Pasien a. Pasien tidak menerima aturan penggunaan obat yang tepat (penulisan, obat, pemberian, penggunaan)
b. Pasien tidak menuruti (tidak patuh) terhadap pengobatan yang diberikan
c. Pasien tidak mengambil obat yang diresepkan karena harganya mahal
d. Pasien tidak menggunakan beberapa obat yang diresepkan karena kurang mengerti
e. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang diresepkan secara konsisten karena merasa sudah sehat
2.2 COPD
2.2.1 Definisi COPD
Menurut WHO (2010)yang dituangkan dalam Panduan Global Initiative
for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD), COPD didefenisikan sebagai
penyakit yang memberikan oleh adanya obstruksisaluran pernafasan yang tidak reversibel. Sumbatan aliran udara ini umumnya bersifat progresif dan berkaitan dengan respon inflamasi abnormal paru-paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya. Dua gangguan yang terjadi pada COPD adalah bronkitis kronis atau emfisema.
2.2.2 Etiologi
Menurut PDPI (2011) beberapa faktor risiko utama berkembangnya penyakit ini, yang dibedakan menjadi faktor memberi paparan lingkungan dan faktor host. Beberapa faktor paparan lingkungan antara lain adalah :
a. Merokok
mengalami COPD, kematian akibat COPD terkait dengan banyaknya rokok yang dihisap, umur mulai merokok, dan status merokok yang terakhir saat COPD berkembang.
b. Pekerjaan
Para pekerja tambang emas atau batu bara, industri gelas dan keramik yang terpapar debu silika, atau pekerja yang terpapar debu katun dan debu gandum,
toluene diisosianat, dan asbes, mempunyai risiko yang lebih besar daripada yang
bekerja di tempat selain yang disebutkan di atas. c. Polusi udara
Pasien yang mempunyai disfungsi paru akan semakin memburuk gejalanya dengan adanya polusi udara. Polusi ini bisa berasal dari luar rumah seperti asap pabrik, asap kendaraan bermotor, maupun polusi dari dalam rumah misalnya asap dapur.
d.Infeksi
Kolonisasi bakteri pada saluran pernafasan secara kronis merupakan suatu pemicu inflamasi neurotofilik pada saluran nafas, terlepas dari paparan rokok. Adanya kolonisasi bakteri menyebabkan peningkatan kejadian inflamasi yang dapat diukur peningkatan jumlah sputum, peningkatan frekuensi eksaserbasi, dan percepatan penurunan fungsi paru, yang semua ini meningkatkan risiko kejadian COPD.Sedangkan faktor risiko yang berasal dari host/pasiennya antara lain adalah:
a. Usia
disebabkan gangguan genetik berupa defisiensi α1-antitripsin. Namun kejadian ini hanya dialami <1% pasien COPD
b. Jenis kelamin
Laki-laki lebih berisiko terkena COPD daripada wanita, mungkin ini terkait dengan kebiasaan merokok pada pria. Namun ada kecendrungan peningkatan prevalensi COPD pada wanita karena meningkatnya jumlah wanita yang merokok.
c. Adanya gangguan fungsi paru yang sudah terjadi
Adanya gangguan fungsi paru merupakan faktor risiko terjadinya COPD misalnya defisiensi Immunoglobulin A (IgA/ hypogammaglubulin) atau infeksi pada masa kanak-kanak seperti TBC dan bronkiektasis. Orang yang pertumbuhan parunya tidak normal karena lahir dengan berat badan rendah, memiliki risiko lebih besar untuk mengalami COPD.
2.2.3 Patologi
Perubahan patologi yang khas pada penderita COPD Nampak pada permukaan epitel saluran napas besar berupa infiltrasi sel–sel radang sebagai fungsi hipersekresi mucus; di saluran napas kecil terjadi fibrosis, di parenkim paru terjadi emfisema, serta di pembuluh darah pulmonal berupa infilterasi sel– sel radang pada dinding pembuluh darah pulmonal (PDPI, 2011).
menyebabkan air trappingdan hambatan aliran udara yang progresif. Inflamasi dan perubahan struktur pada saluran napas ini akan berlanjut sesuai dengan derajat penyakit meskipun telah berhenti merokok (PDPI, 2011).
2.2.4 Patogenesis
Inflamasi yang terjadi pada saluran pernapasan pasien COPD merupakan respons inflamasi saluran pernapasan terhadap iritan kronik seperti asap rokok dan pertikel terinhalasi lainnya.. Mekanisme ini secara bersamaan menimbulkan karakteristik perubahan patologi pada COPD, seperti yang terlihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Patogenesis COPD (PDPI, 2010).
membelah menjadi tipe yang lain) dengan peningkatan jumlah sel goblet dan pembesaran kelenjar submukosa akibat iritasi asap rokok dan zat terinhalasi lainnya. Beberapa mediator dan protease akan merangsang hipersekresi mukus. Sejumlah protease berasal dari sel inflamasi dan sel epitel jumlahnya meningkat pada pasien COPD. Protease memerantai kerusakkan dan elastin, komponen jaringan konektif utama, yang merupakan bagian penting terjadinya empisema dan bersifat ireversibel (PDPI, 2011).
2.3 Klasifikasi
Berdasarkan Gold (2010) klasifikasi COPD terdiri dari beberapa jenis ( Tabel 2.2.)
Tabel 2.2 Klasifikasi COPD
Derajat Gambaran klinis Nilai faal paru Derajat 1: COPD
adanya tanda – tanda gagal napas dan kualitas hidup memburuk
VEP1/ KVP <70%.
VEP1 <30% prediksi
atau VEP1<50%
(Sumber :Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2011)
2.4 Diagnosis
Tabel 2.3 Diagnosis pada pasien COPD
Gejala Keterangan
Sesak Progresif (sesak bertambah berat seiring
berjalannya waktu)
Persisten (Sepanjang hari)
Pasien mengeluh berupa perlu berusaha untuk bernapas seperti merasa berat, terengah - engah Batuk kronik Hilang timbul dan mungkin tidak berdahak
Batuk kronik berdahak Setiap batuk kronik berdahak dapat mengindikasi COPD
Riwayat terpajan faktor risiko
Asap rokok Debu
Bahan kimia di tempat kerja
(Sumber : Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2011)
2.5 Pengelolaan COPD
Menurut Gold (2011), tujuan pngobatan COPD mencakup beberapa komponen yaitu:
a. Mengurangi gejala
b. Mencegah progresivitas penyakit c. Meningkatkan toleransi latihan d. Meningkatkan status kesehatan e. Mencegah dan menangani komplikasi f. Mencegah dan menangani eksaserbasi 2.5.1 Edukasi
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala prioritas bahan edukasi sebagai berikut:
a. Berhenti merokok, disampaikan pertama kali kepada pasien pada waktu diagnosis COPD ditegakkan.
b. Penggunaan obat – obatan c. Penggunaan oksigen.
d. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen. e. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya.
f. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi.
g. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas ( Riyanto, 2006). 2.5.2 Pelaksanaan Pengobatan
a. Bronkodilator : Diberikan tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Macam – macam bronkodilator :
i. Golongan antikolinergik : Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi mukus.
ii. Golongan agonis β-2 : Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. iii. Kombinasi antikolinergik dan agonis β-2 : Kombinasi kedua golongan obat ini
akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda
Adapun cara menilai derajat dan rekombinasi pengobatan COPD dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Derajat dan rekombinasi pengobatan COPD
Derajat Karakteristik Rekombenasi dan pengobatan Derajat I
a. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih bronkodilator: b. Rehabilitasi (edukasi, nutrisi,
rehabilitasi respirasi)
c. Terapi oksigen jangka panjang bila gagal napas
2.6 Rekam Medis
Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan, dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada saran pelayanan kesehatan, untuk itu rekam medis harus dijaga dan dipelihara dengan baik. Rekam medis untuk pasien rawat inap sekurang – kurangnya harus membuat dan menangani:
a. identitas pasien b. anamnesis c. riwayat penyakit
d. hasil pemeriksaan laboratorium e. diagnosis
f. persetujuan tindakan medis (informed consent)
g. tindakan/pengobatan h. catatan perawat
i. catatan observasi klinis dan hasil pengobatan, dan j. resume akhir dan evaluasi pengobatan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif yaitu penelitian dengan mengkaji informasi atau mengambil data yang telah lalu (Strom dan Kimel, 2006).
3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi
Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh data rekam medis pasien COPD di RSUP H.Adam Malik Medan. Subjek yang dipilih harus memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi merupakan persyaratan umum yang dapat diikutsertakan ke dalam penelitian.
Adapun yang menjadi kriteria inklusi adalah :
a. Rekam medis dengan diagnosis COPD tanpa penyakit penyerta, yang dirawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan Periode Januari – Juni 2012
b. Kategori semua gender (laki-laki dan perempuan). c. Kategori semua usia.
d. Pasien yang pulang dengan cara berobat jalan atau sembuh.
3.2.3 Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana (simple random
sampilng).pengambilan sampel dilakukan dengan menggunankan rumus Krejcie
dan Morgan ( Krejcie,et al.,1970).
dengan beberapa asumsi, maka rumus di atas di turunkan lagi menjadi
)
Populasi target pasien COPD rawat inap pada tahun 2012 adalah sebanyak 302 pasien, maka jumlah sampel yang di ambil menurut table Krejcie-Morgan atau dengan menggunakan rumus di atas adalah 173.
3.3 Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan pada bulan Agustus - September 2013.
3.4 Rancangan Penelitian 3.4.1 Pengumpulan Data
3.4.2 Teknik Pengumpulan Data
Pengambilan data dilakukan dengan mengumpulkan rekam medis pasien COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease) rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan Periode Januari – Juni 2012 menjadi beberapa kelompok.
Adapun rekam medis yang dikelompokkan dalam penelitian ini adalah : a. Mengelompokkan data rekam medis berdasarkan inklusi.
b. Mengolompokkan identitas, pengobatan yang diberikan dandata klinis. c. Mengidentifikasi DRPs berdasarkan studi literatur.
3.5 Analisis Data
3.6Diagram Alir penelitian
Adapun gambaran pelaksanaan penelitian adalah seperti Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Gambar pelaksanaan penelitian. Rekam medis
P i mengelompokkan
data berdasarkan kriteria inklusi
Identifikasi DRPs
Penentuan Indikasi tanpa obat
Penentuan obat tanpa indikasi
Penentuan obat salah
Penentuan dosis obat kurang Penentuan dosis
obat lebih Penentuan reaksi
obat merugikan Penentuan interaksi
obat Analisi data
3.7 Langkah Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Meminta rekomendasi Dekan Fakultas Farmasi USU untuk dapat melakukan
penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan.
b. Menghubungi Direktur Utama RSUP H. Adam Malik Medan untuk mendapatkan izin melakukan penelitian dan pengambilan data dengan membawa surat rekomendasi dari fakultas.
c. Mengumpulkan data berupa rekam medis yang tersedia di RSUP H. Adam Malik Medan.
d. Menganalisis data dan informasi yang sehingga di dapatkan kesimpulan dari penelitian.
3.8 Definisi Operasional
a. DRPs adalah kejadian yang tidak diinginkan pasien terkait terapi obat, dan secara nyata maupun potensial berpengaruh pada outcome yang diinginkan pasien.
b. Indikasi tanpa obat adalah pasien mempunyai kondisi medis yang membutuhkan terapi obat tetapi pasien tidak mendapatkan obat untuk indikasi tersebut.
c. Obat tanpa indikasi adalah pasien mempunyai kondisi medis dan menerima obat yang tidak mempunyai indikasi medis yang valid.
d. Obat salah adalah pasien mendapatkan obat yang tidak aman, tidak paling efektif dan kontraindikasi dengan kondisi pasien tersebut.
d. Dosis obat berlebih adalah pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat yang benar tetapi dosis obat tersebut lebih.
e. Reaksi obat merugikan adalah pasien mempunyai kondisi medis akibat reaksi obat yang merugikan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan sampel yang diambil dari catatan rekam medis di RSUP H. Adam Malik periode Agustus – Desember 2012 diperoleh seluruh data pasien COPD di instalasi rawat inap di RSUP H. Adam Malik sebanyak 173 pasien. Data yang diperoleh dari rekam medis yang memenuhi kriteria inklusi adalah sebanyak 63 pasien yaitu pasien yang pulang dengan cara berobat jalan sedangkan yang tidak memenuhi syarat sebagai subjek (eksklusi) sebanyak 110 pasien, yaitu 10 pasien meninggal, pasien dengan pulang atas permintaan pasien sendiri dan 92 pasien data pasien yang tidak sesuai dalam penelitian seperti yang di tunjukkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Jumlah pasien berdasarkan cara pulang
No. Cara Pulang Jumlah Pasien (n=173)
%
1 Pulang Berobat Jalan (PBJ) 63 36,42 2 Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) 8 4,62
3 Meninggal (Exitus) 10 5,78
4 Data Tidak Sesuai 92 53,18
4.1 Karakteristik Umum Subjek Penelitian
Berdasarkan sampel yang diambil dari 63 rekam medis pasien COPD rawat inap di RSUP H. Adam Malik periode Januari- Juni tahun 2012, diperoleh gambaran umum karakteristik subjek seperti di tunjukkan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Karakteristik subjek penelitian
No. Karakteristik subjek Jumlah Pasien (n=63) % 1 Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
59 4
93,65 6,35 2 Kelompok Usia
40 – 50 51 – 60 61 – 70 71 – 80 81 – 95
11 17,46
12 19,05
16 25,40
21 33,33
3 4,76
Pasien COPD yang paling banyak mendapat terapi adalah laki–laki yaitu 93,65%; sedangkan perempuan 6,35%. Hal ini dikarenakan laki-laki adalah perokok aktif dengan indeks Brinkman bervariasi dari ringan sampai berat, merokok adalah faktor risiko penting penyebab COPD; risiko rokok terhadap kejadian COPD berdasarkan dose dependent 50% perokok mengalami gangguan obtruksi dengan penurunan nilai VEP (Volume Ekpirasi Paksa) 50-75 ml per tahun. ini sesuai dengan survei yang dilakukan pada tahun 2004 menyatakan bahwa prevalensi perokkok di Indonesia lebih dari 50% laki – laki (PDPI, 2010).
mempengaruhi nilai Volume Ekspirasi Paksa Pertama (VEP1) khususnya perokok
(PDPI, 2010).
4.2 Gambaran Kejadian DRPs Subjek
Berdasarkan analisis terhadap lembar rekam medis pasien rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2012, dari 63 lembar rekam medis pasien COPD terdapat 22 pasien (34,92%) yang mengalami DRPs (DRPs (+) dan 41 pasien (65,08%) tidak mengalami DRPs (DRPs (-) seperti ditunjukkan pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Grafik kejadian DRPs pada pasien COPD di instalasi rawat inap RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2012.
Adapun angka kejadian masing- masing kategori yaitu indikasi tanpa obat sebanyak 7 kasus (25%); obat tanpa indikasi sebanyak 15 kasus (53,57%); obat salah tidak ada kasus (0%); dosis obat kurang tidak ada kasus (0%); dosis obat lebih tidak ada kasus (0%); reaksi obat merugikan tidak ada kasus (0%); dan interaksi obat sebanyak 6 kasus (21,43%). Gambaran umum kejadian DRPs secara keseluruhan ditunjukkan pada Tabel 4.3.
0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00%
DRPS(+) DRPS(-)
34.92%
65.08%
P
ersen
tas
e )
%
Tabel 4.3 DRPs yang terjadi pada pasien COPD di instalasi rawat inap RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2012.
4.3. Pembahasan
4.3.1 Indikasi Tanpa Obat
Indikasi tanpa obat adalah kondisi medis pasien yang membutuhkan terapi tetapi tidak mendapatkan obat untuk indikasi yang sesuai (Priyanto, 2009). Hasil penelitian terkait dengan indikasi tanpa obat menunjukkan bahwa terdapat pasien yang tidak mendapatkan terapi sesuai kondisi medisnya (Tabel 3.4).
Tabel 4.4 Jenis obat penyebab DRPs kategori indikasi tanpa obat pada pasien COPD rawat inap RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari - Juni 2012
Berdasarkan Tabel 4.4 di atas, terdapat 4 kasus (14,29%) pasien yang tidak mendapatkan tambahan terapi pasien tidak mendapatkan tambahan terapi mukolitik yaitu gliseril guayakolat. Pada pasien COPD ringan pemberian mukolitik dapat membantu menurunkan sputum yang terkumpul serta akan menstimulasi koloni bakteri maupun infeksi virus, karena terbentuknya sputum
No. Jenis DRPs Jumlah
kasus
%
1 Indikasi tanpa obat 7 25
2 Obat tanpa indikasi 15 53,57
3 Obat salah 0 0
4 Dosis obat kurang 0 0
5 Dosis obat lebih 0 0
6 Reaksi obat merugikan 0 0
7 Interaksi obat 6 21,43
Total 90 100
Penyebab Obat Jumlah
Kasus
% Pasien dengan kondisi terbaru
membutuhkan terapi obat yang terbaru
GG (gliseril guayakolat)
4 14,29
membuat terjadinya inflamasi ataupun peradangan pada neutrofil dan makrofag (Yunus, 1993).
Pada penelitian ini juga terdapat 3 kasus (10,71%) pasien yang tidak mendapatkan tambahan terapi antipiretik padahal suhu tubuh pasien sudah mencapai 39,8°C; 40°C; dan 39,8°C; peningkatan suhu tubuh pada pasien COPD terjadi akibat infeksi. Demam memang dimungkinkan dapat memperkuat kemampuan melawan infeksi karena pertumbuhan bakteri terganggu pada temperatur tinggi, akan tetapi pasien akan merasakan ketidaknyamanan akibat peningkatan suhu tubuh, peningkatan konsumsi O2 sebanyak 13% dan kebutuhan
kalori serta cairan yang meningkat (Harrison, 1990). 4.3.2Obat Tanpa Indikasi
Obat tanpa indikasi adalah kondisi medis pasien yang menerima pengobatan yang tidak sesuai terhadap indikasi medis tersebut. Ada dua kriteria yang masuk kategori pemberian obat tanpa adanya indikasi penyakit dan adanya duplikasi penggunaan obat (Priyanto, 2009). Distribusi obat tanpa indikasi secara rinci pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Jenis obat dan penyebab DRPs kategori obat tanpa indikasi pada pasien COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease) rawat inap RSUP H. Adam Malik Medan Periode Januari- Juni 2012
NO. Penyebab Obat Jumlah
Kasus
% 1 Pasien diberikan multiple drugs
Berdasarkan Tabel 4.5 di atas ditemukan pemberian antasida yang tidak sesuai dengan kondisi klinis pasien saat itu sebanyak 7 kasus (24,99%). Antasida adalah kelompok dasar menetralkan asam hidrokolat di dalam sekresi lambung. Antasida seharusnya tidak diberikan karena tidak adanya tanda dan gejala yang menunjukkan pasien mengalami gangguan lambung serta pemberian obat ini akan mempengaruhi kinerja dari obat lain yang bekerja dengan lambung (AHFS, 2004).
Pada penelitian ini juga terdapat penggunaan obat DMP (dekstrometropan) sirup yang tidak tepat indikasi sebanyak 1 kasus (3,57%). Pada kasus ini obat diberikan bersamaan dengan mukolitik, sehingga pemberian obat ini tidak efektif terhadap kondisi pasien yang mengalami batuk berdahak dan ini termasuk pemberian polifarmasi terhadap pasien yang akan memicu keadaan kondisi pasien memburuk serta dapat terbentuknya penyakit baru (Yunus, 1993).
Pemberian digoxin juga tidak sesuai dengan kondisi klinis pasien saat itu sebanyak 2 kasus (7,14%). Digoxin biasa digunakanuntuk mengobati gangguan irama jantung dari atrium (ruang atas jantung yang memungkinkan darah mengalir ke jantung). Sedangkan kondisi klinis pasien saat itu tidak menunjukkan adanya masalah gangguan jantung. Efek samping dari penggunaan obat ini akan menimbulkan kondisi penyakit baru terhadap pasien yang berhubungan dengan denyut jantung yang cepat maupun lambat, serta penglihatan kabur maupun kuning (Tabrani, 1996).
berhubungan dengan angina, bekerja dengan meningkatkan pasokan darah dan oksigen ke jantung, pemberian obat ini tidak seharusnya diberikan karena tidak ada tanda dan gejala yang menunjukkan pasien mengalami nyeri dada maupun angina, dan ini juga termasuk polifarmasi yang didapat terhadap pasien yang akan menimbulkan efek buruk terhadap kondisi klinis pasien maupun memperburuk kondisi penyakit tersebut (Priyanto, 2009).
Penggunaan obat captopril pada pasien tidak tepat indikasi sebanyak 1 kasus (3,57%), captopril merupakan golongan ACE Inhibitor yang mengatasi hipertensi berat maupun ringan, yang memiliki efek samping batuk, insidensnya 10-20% dan terjadi pada malam hari, penyebabnya adalah bradikinin dan prostaglandin di saluran nafas dan paru - paru yang dirombak oleh ACE inhibitor tetapi penghambatannya terakumulasi di saluran pernapasan. Sehingga penggunaan obat ini akan memperburuk kondisi pasien COPD (Depkes, 2000).
Pada penelitian ini juga ditemukan penggunaan asiklovir dalam pengobatan sebanyak 1 kasus (3,57%). Obat ini merupakan antivirus yang biasa digunakan terhadap virus Herpes Simpleks, seharusnya obat ini tidak diberikan karena tidak ada tanda dan gejala yang menunjukkan pasien mengalami infeksi dari virus tersebut, ini merupakan polifarmasi yang diberikan kepada pasien, yang dapat memberikan efek samping terhadap kondisi klinis pasien maupun dalam kinerja obat terapi yang lain (Tan dan Rahrdja, 2002).
farmakokinetik akan membuat terjadinya penyakit baru terhadap pasien (Daniel, 2006).
4.3.3 Obat Salah
Obat salah adalah pasien mendapatkan obat yang tidak aman, tidak paling efektif dan kontraindikasi dengan kondisi pasien tersebut (Priyanto, 2009). Berdasarkan hasil penelitian, tidak ditemukan pemberian obat salah pada pasien COPD rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan Periode Januari - Juni 2012. 4.3.4 Dosis Obat Kurang
Dosis obat kurang adalah pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat yang benar tetapi dosis obat tersebut kurang (Priyanto, 2009). Berdasarkan hasil penelitian, tidak ditemukan pemberian dosis obat kurang pada pasien COPD rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan Periode Januari - Juni 2012.
4.3.5 Dosis Obat Lebih
Dosis obat berlebih adalah pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat yang benar tetapi dosis obat tersebut lebih (Priyanto, 2009). Berdasarkan hasil penelitian, tidak ditemukan pemberian dosis obat lebih pada pasien COPD rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan Periode Januari - Juni 2012.
4.3.6 Reaksi Obat Merugikan
Reaksi obat merugikan adalah pasien mempunyai kondisi medis akibat reaksi obat yang merugikan (Priyanto, 2009). Berdasarkan hasil penelitian, tidak ditemukan reaksi obat merugikan pada pasien COPD rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan Periode Januari - Juni 2012.
Pada penelitian ini ditemukan pasien yang mengalami interaksi obat potensial (Tabel 4.6)
Tabel 4.6 Jenis obat dan penyebab DRPs kategori interaksi obat pada pasien COPD rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan Periode Januari- Juni 2012.
Interaksi obat yang terjadi adalah ciprofloxacin dan metilprednisolon sebanyak 1 kasus (3,57%). Penggunaan bersamaaan kortikosteroid dan quinolon mungkin meningkatkan risiko tendonitis, efek ini umumnya terjadi pada tendon achiles, namun laporan lainnya juga terjadi pada lengan tangan, bisep dan tendon lainnya (Drugs.com, 2013).
Interaksi obat juga ditemukan antara ranitidin dan furosemid sebanyak 3 kasus (10,72%). Ranitidin diberikan bersamaan dengan furosemid akan meningkatkan biovabilitas furosemid, efek furosemid mungkin ditingkatkan oleh ranitidin namun signifikansi klinisnya rendah (Drug.com, 2013).
Interaksi obat juga terjadi antara ciprofloxacin dan dexamethasone sebanyak 1 kasus (3,57%). Penggunaan kortikosteroid dan quinolon diberikan secara bersamaan meningkatkan resiko tendonitisefek ini umumnya terjadi pada tendon achiles, namun laporan lainnya juga terjadi pada lengan tangan, bisep dan tendon lainnya (Drugs.com, 2013).
Penyebab Obat Jenis Interaksi Tingkat
keparahan interaksi
Jumlah Kasus
%
Interaksi Obat
Ciprofloxacin- Metilprednisolon
Unknown Moderate 1 3,57
Ranitidin- Furosemid
Farmakokinetika Minor 3 10,72
Ciprofloxacin- Dexamethasone
Unknown Moderate 1 3,57
Furosemid- Aspirin
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 63 rekam medis pasien dengan diagnosis COPD terdapat 22 pasien (34,92%) mengalami DRPs. Jenis DRPs yang paling banyak terjadi adalah obat tanpa indikasi sebanyak 15 kasus (53,57%). DRPs lain berturut- turut adalah indikasi tanpa obat sebanyak 7 kasus (25%), interaksi obat sebanyak 6 kasus (21,43%), dosis obat kurang sebanyak , dosis obat berlebih obat salah, reaksi obat merugikan tidak ditemukan (0%). 5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan
a. kepada dokter dapat mengisi anamnesis dengan lengkap sesuai kondisi awal pasien masuk rumah sakit maupun kondisi saat dirawat di rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2002). Informasi Obat Nasional Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 14, 52, 531- 548.
Cipolle, R.J., Strand, L.M., Morley, P.C. (2004). Pharmaceutical Care Practice:
The Clinician’s Guid. Edisi ke-2. New York: McGraw-Hill. Diunduh dari
oad. Diakses tanggal 3 juli 2012.
Daniel. (2006). Medikasi Spesifik Diabetes Melitus Tipe 2. Majalah Farmasi
Indonesia. 9(1): 14-20.
Depkes RI. (2000). Pharmaceutical care untuk penyakit Tuberkulosis. Jakarta: Depkes RI. Halaman 47.
Dina, A. (2007). Profil penggunaan Obat Pada Pasien PPOK Di Instalasi Rawat
Inap RSUD Sleman Yogyakarta Periode 2007-2009. Jurnal PPOK.
Diunduh dari : free_akses_download. Di akses 19 Agustus 2013.
Drug.com. (2013). Drug Interaction Checker.
Diakses tanggal 2 September 2013.
Gold. (2010). Global Strategy for The Diagnosis, Management, and Prevention
of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. National Institutes of Health.
Diunduh dari: Harison. (1990). Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Jakarta: EGC.
Halaman 100, 1312.
Ikawati, Z. (2011). Penyakit Sistem Pernafasan dan Tatalaksana Terapinya.
Bursa Ilmu. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Halaman 86. Diunduh dari
Kumar, N.B., Allen, K., dan Bell, H. (2005). Perioperative Herbal Supplement Use In Cancer Patients Potential Implications and Recommendations for Presusgical Screening Cancer Control. Ann Intern Med. 12(3): 149-57 Loren, J. (2009). Gambar Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatra Utara Terhadap Merokok. Skripsi. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara. Halaman 24-36.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). (2010). Penyakit Paru Obtruksi
Kronis (PPOK). Edisi pertama. Jakarta: PDPI. Halaman 4-83.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). (2011). Penyakit Paru Obtruksi
Kronis (PPOK). Edisi pertama. Jakarta: PDPI. Halaman 4-30.
Priyanto. (2009). Farmakoterapi dan Terminologi Medis. Bandung. Pusat Penerbitan Departemen Farmakologi LKF FFUI. Halaman 44-46.
Riyanto, B.S., dan Hisyam, B. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen IPD FKUI. Halaman 984.
Sari, I.P. (2004). Penelitian Farmasi Komunitas dan Klinis. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Halaman 44.
Stockley, I.H. (2008). Stockley’s Drug Interaction. Edisi ke-8. New Zealand: Pharmaceutikal Press. Halaman 948.
Strand, L.M., Morley, P.C., Cipolle, R.J., dan Ramsey, R. (1990). DICP. Drug-
Related Problems: Their Sructure and Function. 24(11): 1093-1097.
Tabrani. (1996). Prinsip Gawat Paru. Edisi II. Jakarta. EGC. Diunduh dari
Tan, T.H., dan Rahardja, K. (2002). Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan
dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi Kelima. Jakarta: Elex Media
Komputindo. Halaman 79, 181, 256, 297-298, 301, 551.
Trisna, Y. (2004). Idialisme Farmasi Klinik di Rumah Sakit. Jakarta: Elex Media Komputindo. Halaman 54.
WHO. (2013). The Treatment of COPD. Geneva. Diunduh dari
Diakses tanggal 12 September 2013.
13 50.90.87 SN JAMKESMAS COPD Eksaserbasi
akut L 89 tahun 22/03/2012 28/03/2012
19 50.07.45 AI JAMKESMAS COPD Eksaserbasi
Dulcolax 3 x C1 PO √ √
Alprazolam 3 x 1 tab
PO √ √ √ √
Lampiran 3 Lampiran 3. Rekapitulasi DRPs pasien
LLNo. No.RM Nama Obat DRP Penyebab
1 50.44.18 LS Ciprofloxacin-
Methylprednisolon G Interaksi obat- obat
2 50.68.51 AJ Parasetamol A Pasien dengan kondisi terbaru membutuhkan terapi obat yang terbaru
3 50.23.97 NP GG A Pasien dengan kondisi terbaru membutuhkan terapi obat yang terbaru
4 50.29.57 BO Digoxin B Pasien mendapatkan pengobatan yang tidak tepat untuk indikasi pada saat itu
5 51.58.83 MS Parasetamol A Pasien dengan kondisi terbaru membutuhkan terapi obat yang terbaru
6 41.36.59 PN GG A Pasien dengan kondisi terbaru membutuhkan terapi obat yang terbaru
Antasida B Pasien mendapatkan pengobatan yang tidak tepat untuk indikasi pada saat itu
7 50.96.86 SB Paracetamol A Pasien dengan kondisi terbaru membutuhkan terapi obat yang terbaru
8 50.47.95 HS GG A Pasien dengan kondisi terbaru membutuhkan terapi obat yang terbaru
9 51.45.62 PD DMP B Pasien dengan multiple drugs untuk kondisi dimana hanya single drug therapy dapat digunakan
10 50.60.11 RS ISDN B Pasien mendapatkan pengobatan yang tidak tepat untuk indikasi pada saat itu
11 51.15.65 AN Antasida B Pasien mendapatkan pengobatan yang tidak tepat untuk indikasi pada saat itu
13 50.90.87 SN Antasida B Pasien mendapatkan pengobatan yang tidak tepat untuk indikasi pada saat itu
14 50.88.13 HI Antasida B Pasien mendapatkan pengobatan yang tidak tepat untuk indikasi pada saat itu
15 51.01.35 WJ Metformin B Pasien mendapatkan pengobatan yang tidak tepat untuk indikasi pada saat itu
16 51.08.25 SO Antasida B Pasien mendapatkan pengobatan yang tidak tepat untuk indikasi pada saat itu
17 51.18.58 AI Acyclovir B Pasien mendapatkan pengobatan yang tidak tepat untuk indikasi pada saat itu
Ranitidin - Furosemid G Interaksi Obat - obat
18 50.07.45 AI Captropil B Pasien mendapatkan pengobatan yang tidak tepat untuk indikasi pada saat itu
19 50.80.79 AS ISDN B Pasien mendapatkan pengobatan yang tidak tepat untuk indikasi pada saat itu
Furosemid-Aspirin G Interaksi obat- obat
20 51.45.93 MH Digoxin B Pasien mendapatkan pengobatan yang tidak tepat untuk indikasi pada saat itu
Antasida B Pasien mendapatkan pengobatan yang tidak tepat untuk indikasi pada saat itu
Ranitidin - furosemid G Interaksi obat - obat
21 51.04.26 NS Ciprofloxacin-
dexamethason G Interaksi obat-obat
Antasida B Pasien mendapatkan pengobatan yang tidak tepat untuk indikasi pada saat itu