• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil analisis pada gaya kelekatan aman dan konsep diri menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0,215 dengan signifikansi atau probabilitas (p) sebesar 0,052 sehingga dapat dikatakan bahwa hipotesis tersebut ditolak. Gaya kelekatan aman tidak terbukti secara signifikan berhubungan dengan konsep diri pada remaja di panti asuhan.

Individu dengan gaya kelekatan aman tidak mudah marah, tidak memiliki keinginan untuk bermusuhan dengan orang lain, dan mengharapkan hasil yang positif dari konflik (Mikulincer dalam Baron dan Bryne, 2005). Menurut Shaver dan Brennan dalam Baron dan Bryne (2005), individu dengan kelekatan aman mampu membentuk hubungan dengan orang lain dalam jangka waktu yang lama, memiliki komitmen yang tinggi, dan memuaskan dalam hubungannya dengan orang lain.

Konsep diri merupakan hasil belajar melalui hubungan individu tersebut dengan orang lain. Ketika individu sering mengalami kegagalan dalam lingkungannya (karena tujuannya tidak sesuai dengan kemampuannya) akan mendapatkan penilaian negatif dari lingkungannya

kemudian hal tersebut semakin memperburuk konsep dirinya. Demikian juga individu yang tidak memiliki keterampilan sosial akan sulit mempertahankan dan menjalin relasi dengan sesama (Susana dkk, 2006). Ketika individu mendapatkan penilaian yang negatif dari lingkungan dan individu tersebut kesulitan mempertahankan serta menjalin relasi dengan sesama maka individu tersebut kehilangan kesempatan untuk mengembangkan dirinya menjadi lebih positif.

Dalam penelitian ini 80,5% subjek mengaku bahwa ia dekat dengan pengasuh panti dan 97,6% mengaku bahwa ia memiliki teman dekat. Hal tersebut cukup mampu membantu individu untuk mengembangkan konsep diri yang positif karena melalui orang lain individu dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan dirinya sehingga individu tahu apa yang harus lebih dikembangkan dan diperbaiki dari dalam dirinya. Namun, hipotesis dalam penelitian ini ditolak. Hal tersebut dikarenakan dalam penelitian ini 30,5% subjek mengaku bahwa alasan ia tinggal di panti asuhan karena faktor ekonomi dan permintaan orang tua. Hal tersebut mengindikasikan bahwa individu akan mengalami kesulitan untuk mempertahankan dan menjalin relasi dengan sesama sehingga individu kehilangan kesempatan untuk mengembangkan diri.

Hasil pada analisis gaya kelekatan takut-menghindar dan konsep diri pada remaja di panti asuhan menunjukkan koefisien korelasi sebesar - 0,309 dengan nilai signifikansi atau probabilitas 0,005. Hal ini berarti ada hubungan negatif antara gaya kelekatan takut-menghindar dengan konsep

diri. Namun, hubungannya termasuk dalam kategori rendah atau lemah.Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa hipotesis penelitian ini diterima.

Baron dan Bryne (2005) menyatakan bahwa individu dengan gaya kelekatan takut-menghindar cenderung meminimalkan kedekatan interpersonal dan menghindari hubungan akrab. Levy dkk dalam Baron dan Bryne (2005) juga menyatakan bahwa individu dengan gaya kelekatan takut-menghindar memiliki hubungan yang negatif dengan orang tuanya. Individu dengan gaya kelekatan ini juga memiliki hubungan interpersonal yang negatif dan memiliki rasa cemburu yang berlebihan (McGowan dkk dalam Baron dan Bryne, 2005).

Subjek dalam penelitian ini ada yang menghindari relasi yang dekat dengan figur kelekatannya, yaitu 8,5% subjek yang mengaku bahwa subjek memiliki relasi tidak dekat dengan pengasuh panti. Selain itu, ada 2,4% subjek yang tidak memiliki teman dekat. Dengan demikian, dapat diduga bahwa individu dengan gaya kelekatan ini akan memiliki konsep diri yang negatif. Hal tersebut dikarenakan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dalam diri individu untuk membentuk konsep diri yang positif maka individu membutuhkan orang lain. Sedangkan individu dengan gaya kelekatan takut-menghindar memiliki hubungan interpersonal yang negatif. Oleh karena itu, individu dengan gaya kelekatan takut- menghindar kehilangan kesempatan untuk mendapatkan evaluasi dari

orang lain tentang dirinya yang mungkin hal tersebut akan membantu individu untuk mengembangkan konsep dirinya menjadi positif.

Hasil pada gaya kelekatan terpreokupasi dan konsep diri pada remaja di panti asuhan menunjukkan koefisien korelasi sebesar -0,595 dengan nilai signifikansi atau probabilitas 0,000. Hal ini berarti ada hubungan antara gaya kelekatan terpreokupasi dengan konsep diri namun bersifat negatif. Sehingga dapat dikatakan bahwa hipotesis penelitian ini diterima.

Individu dengan gaya kelekatan terpreokupasi akan mengkombinasikan antara pandangan yang negatif tentang dirinya (self) dan harapan yang positif bahwa orang lain akan mencintai dan menerimanya. Cooley dalam Calhoun dan Acocella (1995) menyatakan bahwa individu menggunakan orang lain sebagai cermin untuk menunjukkan siapa dirinya. Baldwin dan Holmes (dalam Calhoun dan

Acocella, 1995) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “orang lain”

adalah orang tua, kawan sebaya, dan masyarakat. Orang tua adalah kontak sosial yang paling awal dan paling kuat. Oleh karena itu, segala sesuatu yang dikomunikasikan oleh orang tua kepada anak lebih diingat daripada informasi lain yang diterima anak sepanjang hidupnya. Anak menduga apapun perlakuan orang tua terhadap dirinya merupakan perlakuan yang pantas diterima. Nilai atas diri anak berasal dari nilai yang diberikan orang tua kepada anak (Coopersmith dalam Calhoun dan Acocella, 1995).

Dalam penelitian ini terdapat 30,5% subjek yang tinggal di panti asuhan dengan alasan faktor ekonomi dan permintaan orang tua, 4,9% subjek tinggal di panti asuhan dengan alasan faktor ekonomi, permintaan orang tua, keinginan sendiri, dan sering nakal. Selain itu, 2,4% subjek tinggal di panti asuhan dengan alasan faktor ekonomi dan orang tua bercerai. Ketika orang tua meminta anaknya untuk tinggal di panti asuhan ada kemungkinan beberapa anak merasa tertolak. Hal tersebut juga menimbulkan rasa kecewa dalam diri anak . Selain itu, perceraian orang tua juga menyumbang rasa kecewa pada diri anak. Oleh karena itu, individu memiliki pandangan yang negatif tentang dirinya dan berharap orang lain akan mencintai dan menerimanya. Akibatnya, individu akan mencari kedekatan yang berlebihan dengan orang lain tetapi ia juga mengalami kecemasan dan rasa malu karena mereka merasa tidak pantas menerima cinta dari orang lain (Lopez dkk dalam Baron dan Bryne, 2005). Individu dengan gaya kelekatan ini juga akan cenderung depresi ketika hubungannya dengan orang lain sedang buruk. Hal tersebut dikarenakan kebutuhannya untuk dicintai dan diakui.

Hasil pada gaya kelekatan menolak dan konsep diri pada remaja di panti asuhan menunjukkan koefisien korelasi sebesar -0,217 dengan nilai signifikansi atau probabilitas 0,050. Hal ini berarti ada hubungan negatif antara gaya kelekatan terpreokupasi dengan konsep diri. Namun, hubungannya termasuk dalam kategori rendah atau lemah.Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa hipotesis penelitian ini diterima.

Dalam penelitian ini terdapat 30,5% subjek yang tinggal di panti asuhan dengan alasan faktor ekonomi dan permintaan orang tua, 4,9% subjek tinggal di panti asuhan dengan alasan faktor ekonomi, permintaan orang tua, keinginan sendiri, dan sering nakal. Selain itu, 2,4% subjek tinggal di panti asuhan dengan alasan faktor ekonomi dan orang tua bercerai. Adanya rasa kecewa karena penolakan dan orang tua bercerai maka individu memilih melakukan mekanisme pertahanan diri, yaitu reaksi formasi. Reaksi formasi adalah individu mengadakan pembentukan reaksi ketika berusaha menyembunyikan motif dan perasaan sebenarnya kemudian individu menampilkan dalam bentuk yang berlawanan. Individu dengan gaya kelekatan menolak akan melihat dirinya berharga, independen, dan sangat layak untuk mendapatkan hubungan yang dekat. Namun, orang lain akan lebih melihat individu tersebut secara tidak lebih positif. Selain itu, orang lain akan mendeskripsikan individu tersebut tidak ramah dan keterampilan sosialnya terbatas (Baron dan Bryne, 2005). Individu dengan gaya kelekatan ini akan menghindari interaksi langsung dan lebih memilih kontak impersonal melalui catatan atau e-mail (Daniels dan Bryne dalam Baron dan Bryne, 2005).

92

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa gaya kelekatan aman tidak berkorelasi dengan konsep diri. Hasil analisis korelasi diperoleh nilai koefisien sebesar 0,215 dengan nilai signifikansi sebesar 0,052 (p > 0,05). Sedangkan gaya kelekatan takut-menghindar berkorelasi negatif dan termasuk dalam kategori lemah dengan konsep diri. Hasil analisis korelasi diperoleh koefisien sebesar - 0,309 dengan nilai signifikansi sebesar 0,005 (p < 0,05). Kemudian gaya kelekatan terpreokupasi berkorelasi negatif dengan konsep diri. Hasil analisis korelasi diperoleh koefisien sebesar -0,595 dan nilai signifikansi 0,000 (p < 0,05). Lalu gaya kelekatan menolak berkorelasi negatif dan termasuk dalam kategori lemah dengan konsep diri. Hasil analisis korelasi diperoleh koefisien sebesar -0,217 dengan nilai signifikansi 0,050 (p = 0,05).

Dokumen terkait