• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilakukan pada 30 penderita OMSK benigna dewasa dan 30 dewasa normal (kontrol), yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pada sampel dan kontrol dilakukan pemeriksaan lateral cephalometric radiography dan penyimpanan hasil pencitraan secara digital cephalogram. Pengukuran parameter kraniofasial dilakukan pada hasil digital cephalogram, kami telah membandingkan hasil identifikasi titik dan pengukuran panjang dan sudut garis pada film cephalogram konvensional dengan digital cephalogram, hasilnya tidak ditemukan perbedaan.

Hasil penelitian Schulze et al di Jerman mendapatkan bahwa ketepatan dan kemampuan untuk mengidentifikasi landmark pada digital cephalogram dibandingkan dengan film cephalogram konvensional adalah sama (Schulze, 2002).

Pada pembahasan ini, kami tidak melakukan pembahasan data dari tabel 5.1, tabel 5.2, tabel 5.3 dan tabel 5.4, karena data ini tidak mengambarkan keadaan epidemiologi penderita OMSK benigna yang sebenarnya. Pada penelitian ini kami telah membatasi rentang umur subjek penelitian (20 – 40 tahun) dan dibatasi oleh kriteria inklusi dan kriteria ekslusi. Dari tabel-tabel tersebut kami hanya ingin mengambarkan keadaan subjek pada penelitian ini.

Sebelum membahas data pada penelitian ini, sebaiknya diketahui bahwa titik-titik yang berhubungan dengan tuba Eustachius (mep dan ptm) pada penelitian ini bukan merupakan titik anatomi sesungguhnya. Titik ptm yang digunakan sebagai indikator ujung tuba Eustachius di nasofaring merupakan titik antara batas posterior maksila dan batas anterior lamina pterygoideus, yang berarti bahwa titik ini tidak terletak pada medial lamina pterygoideus yang merupakan lokasi sesungguhnya ujung tuba Eustachius di nasofaring. Karena itu, panjang garis mep-ptm sebaiknya dianggap sebagai ukuran dimana tempat tuba Eustachius berlokasi, bukan merupakan ukuran panjang sesungguhnya tuba Eustachius.

Tabel 5.5, tabel 5.7 dan tabel 5.9 menunjukkan hasil pengukuran garis dan sudut referensi parameter kraniofasial pada kelompok kontrol. Tabel 5.5 dari hasil pengukuran panjang mep-pmp dan mep-ma menunjukkan bahwa pneumatisasi sel udara mastoid pada kontrol berkembang dengan baik. Hasil ukuran panjang mep-ta dan ukuran panjang ta-ptm, menunjukkan bahwa panjang bagian tulang tuba Eustachius dan panjang bagian tulang rawan pada kontrol hampir sama panjangnya. Hasil ukuran panjang ptm-pns dan ukuran panjang ta-pns, menunjukkan bahwa pada kontrol didapatkan panjang bagian vertikal otot tensor veli palatini lebih pendek dibandingkan dengan panjang bagian horizontal otot tensor veli palatini. Dari tabel 5.7 diperoleh hasil pengukuran s-ba dan pengukuran s-n memperlihatkan bahwa pada kontrol panjang basis kranial posterior (posterior cranial base / PCB) lebih pendek dibandingkan panjang basis kranial anterior (anterior cranial

base / ACB). Dari tabel 5.9 didapatkan hasil pengukuran s-go dan pengukuran n-me yang memperlihatkan bahwa pada kontrol tinggi wajah posterior (posterior face height /PFH) lebih pendek dibandingkan tinggi wajah anterior (anterior face height/AFH). Ukuran s-pns dan ukuran n-ans menunjukkan tinggi wajah posterior bagian atas (posterior upper face height/PUFH) lebih pendek dibandingkan dengan tinggi wajah anterior bagian atas (anterior upper face height / AUFH). Hasil pengukuran go-pg dan pengukuran ar-go memperlihatkan bahwa panjang corpus mandibulae lebih panjang dibandingkan dengan ramus mandibulae. Hasil pengukuran sudut NSL/PL dan SBaL/PL memperlihatkan bahwa posisi palatum terhadap basis kranial anterior membentuk sudut lebih kecil dibandingkan posisi palatum terhadap basis kranial posterior.

Tabel 5.6, tabel 5.8 dan tabel 5.10 menunjukkan hasil pengukuran garis dan sudut referensi parameter kraniofasial pada penderita OMSK benigna dewasa. Dari tabel 5.6 hasil pengukuran mep-pmp dan pengukuran mep-ma menunjukkan bahwa pneumatisasi sel udara mastoid rendah. Hasil ukuran mep-ta dan ukuran ta-ptm, menunjukkan bahwa panjang bagian tulang tuba Eustachius dan panjang bagian tulang rawan pada penderita OMSK benigna dewasa hampir sama panjangnya. Hasil ukuran ptm-pns dan ukuran ta-pns, menunjukan bahwa pada penderita OMSK benigna dewasa didapatkan panjang bagian vertikal otot tensor veli palatini lebih pendek dibandingkan dengan panjang bagian horizontal otot tensor veli palatini. Dari tabel 5.8 diperoleh hasil pengukuran s-ba dan pengukuran s-n

memperlihatkan bahwa pada penderita OMSK benigna dewasa panjang basis kranial posterior (posterior cranial base / PCB) lebih pendek dibandingkan panjang basis kranial anterior (anterior cranial base / ACB). Dari tabel 5.10 didapatkan hasil pengukuran s-go dan pengukuran n-me yang memperlihatkan bahwa pada penderita OMSK benigna dewasa tinggi wajah posterior (posterior face height /PFH) lebih pendek dibandingkan tinggi wajah anterior (anterior face height/AFH). Ukuran s-pns dan ukuran n-ans menunjukkan tinggi wajah posterior bagian atas (posterior upper face height/PUFH) lebih pendek dibandingkan dengan tinggi wajah anterior bagian atas (anterior upper face height / AUFH). Hasil pengukuran go-pg dan pengukuran ar-go memperlihatkan bahwa panjang corpus mandibulae lebih panjang dibandingkan dengan ramus mandibulae. Hasil pengukuran sudut NSL/PL dan SBaL/PL memperlihatkan bahwa posisi palatum terhadap basis kranial anterior membentuk sudut lebih kecil dibandingkan posisi palatum terhadap basis kranial posterior.

Menurut kepustakaan faktor predisposisi terjadinya otitis media supuratif adalah telinga dengan pneumatisasi sel udara mastoid rendah (< 8 cm2). Menjadi kroniknya otitis media supuratif menunjukkan tidak berfungsinya struktur sel udara mastoid dalam mengatur dan mempertahankan fluktuasi tekanan telinga tengah. Pada berbagai bentuk otitis media, terjadi tekanan negatif di telinga tengah dan pengaturan tekanan ini tidak dapat dilakukan pada kasus dengan pneumatisasi sel udara mastoid rendah (Ahmet, 2004)

Pada penelitian lain, Sade melaporkan pada 72 penderita OMSK dewasa didapatkan 52,2% dengan pneumatisasi sel udara mastoid rendah (< 8 cm2) dan 20% dengan pneumatisasi sel udara mastoid baik (> 8 cm2). Pada 150 telinga normal didapatkan rata-rata volume pneumatisasi sel udara mastoid 12,9±4 cm2. Sade berpendapat bahwa otitis media supuratif dan komplikasinya terjadi setelah perkembangan dan maturasi sistem sel udara mastoid. Dia juga berpendapat bahwa proses inflamasi (seperti pada otitis media supuratif) menyebabkan terjadinya keseimbangan negatif gas-gas di telinga tengah. Menurut Sade dan Hadas, prognosis otitis media sangat tergantung pada volume sistem sel udara mastoid. Semua penelitian menunjukan bahwa tingkat pneumatisasi sel udara mastoid merupakan faktor penting dalam prognosis otitis media (Ahmet, 2004)

Pada orang dewasa, tuba Eustachius lebih panjang dibandingkan dengan bayi dan anak-anak. Panjang tuba Eustachius yang terpendek 30 mm dan terpanjang 40 mm, tetapi berdasarkan literatur rata-rata panjang tuba Eustachius adalah antara 31 – 38 mm. Pada sepertiga posterior tuba Eustachius orang dewasa merupakan bagian tulang yang panjangnya 11 – 14 mm, dan duapertiga anterior merupakan bagian tulang rawan yang panjangnya 20 – 25 mm. Pada orang dewasa tuba Eustachius membentuk sudut 450 terhadap bidang horizontal dan pada anak-anak hanya 100. Anatomi basis kranial sangat berhubungan dengan panjang tuba Eustachius, yang juga berhubungan dengan faktor predisposisi terjadinya penyakit telinga tengah (Bluestone, 2006).

Dari tabel 5.11 pada penelitian ini diperoleh hasil uji t-independent rata-rata ukuran parameter garis dan sudut referensi yang berhubungan dengan sistem mastoid-telinga tengah-tuba Eustachius antara kelompok penderita OMSK benigna dewasa dengan kelompok kontrol terdapat perbedaan yang bermakna pada ukuran panjang kedalaman mastoid

(mep-pmp) nilai p = 0,0001 (p <0,05), tinggi mastoid (mep-ma) nilai p = 0,0001 (p <0,05), panjang bagian vertikal otot tensor veli palatini (ptm-pns) nilai p = 0,0001 (p <0,05), sudut tuba Eustachius (mep.ptm.pnsangle) nilai p = 0,045 (p <0,05), sudut posisi tuba Eustachius terhadap basis kranial posterior (SBaL/TLangle) nilai p = 0,0001 (p <0,05) dan sudut posisi tuba Eustachius terhadap basis kranial anterior (NSL/TLangle) nilai p = 0,023 (p <0,05). Pada penderita OMSK benigna dewasa panjang rata-rata kedalaman mastoid (28,054±5,809 mm) dan panjang tinggi mastoid (26,148±3,624 mm) secara bermakna lebih pendek dibandingkan dengan panjang rata-rata kedalaman mastoid dewasa normal (44,991±6,034mm) dan panjang rata-rata tinggi mastoid dewasa normal (31,851±4,454 mm), ukuran ini menunjukkan bahwa pneumatisasi sel udara mastoid pada kontrol berkembang lebih baik dibandingkan dengan penderita OMSK benigna dewasa. Panjang rata-rata bagian vertikal otot tensor veli palatini pada penderita OMSK benigna dewasa (9,274±1,318 mm) secara bermakna lebih pendek jika dibandingkan dengan kontrol (12,550±1,551 mm), dari hasil ini diperkirakan bahwa kemungkinan kerja otot vertikal tensor veli palatini pada kontrol lebih maksimal dibandingkan penderita OMSK benigna dewasa.

Besar sudut rata-rata tuba Eustachius pada penderita OMSK benigna dewasa (112,622±6,6450) secara bermakna lebih kecil dibandingkan dengan besar sudut rata-rata tuba Eustachius pada kontrol (116,020±6,2110), besar sudut rata-rata posisi tuba Eustachius terhadap basis kranial posterior pada penderita OMSK benigna dewasa (67,743±4,3850) secara bermakna lebih kecil dibandingkan dengan kontrol (73,423±5,9680) dan besar sudut rata-rata posisi tuba Eustachius terhadap basis kranial anterior pada penderita OMSK benigna dewasa (20,623±3,7980) secara bermakna lebih kecil dibandingkan dengan kontrol (22,903±3,7250). Pada penelitian ini, dari hasil pengukuran sudut-sudut yang berhubungan dengan tuba Eustachius menunjukkan posisi tuba Eustachius pada penderita OMSK benigna dewasa lebih datar (horizontal) jika dibandingkan dengan posisi tuba Eustachius pada kontrol. Tidak ditemukan perbedaan yang bermakna pada ukuran panjang total tuba Eustachius (mep-ptm), panjang bagian tulang tuba Eustachius (mep-ta), panjang bagian tulang rawan tuba Eustachius (ta-ptm), panjang bagian horizontal otot tensor veli palatini (ta-pns) dan panjang garis yang menghubungkan titik mep dan s (mep-s).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Kemaloğlu et al (1995) di Turki, penelitian pada 30 anak-anak OMSK dan 30 anak-anak normal mendapatkan hasil panjang kedalaman sistem sel udara mastoid (mep-pmp) dan panjang bagian tulang tuba Eustachius (mep-ta) sangat bermakna lebih pendek pada kasus OMSK dibandingkan dengan subjek normal (p <0,01), dan panjang bagian vertikal otot tensor veli palatini (ptm-pns) juga mempunyai perbedaan

yang bermakna (p <0,05). Akan tetapi ketinggian sel udara mastoid (mep-ma), panjang total tuba Eustacius (mep-ptm), panjang bagian tulang rawan tuba Eustachius (ta-ptm), panjang bagian horizontal otot tensor veli palatini (ta-pns) dan sudut tuba Eustachius (mep.ptm.pns) tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kasus OMSK dan subjek normal. Kemaloğlu et al (1999) di Jepang penelitian pada 37 anak-anak Jepang yang terdiri dari 12 penderita celah palatum saja, 25 penderita bibir sumbing unilateral disertai celah palatum dan 40 anak normal, mendapatkan hasil panjang kedalaman sistem sel udara mastoid (mep-pmp) dan ketinggian sistem sel udara mastoid (mep-ma) secara bermakna lebih pendek pada kasus celah palatum dengan OMSK dibandingkan dengan subjek normal (p <0,02 dan p < 0,03), panjang bagian tulang tuba Eustachius (mep-ta) juga mempunyai perbedaan yang bermakna (p <0,05) dan sudut posisi tuba Eustachius terhadap basis kranial posterior (SBaL/TLangle) secara bermakna lebih kecil pada kasus celah palatum dengan OMSK (p <0,05). Namun tidak menunjukan perbedaan yang bermakna pada ukuran panjang total tuba Eustachius (mep-ptm), panjang bagian vertikal otot tensor veli palatini (ptm-pns) dan panjang dimensi ukuran yang berhubungan dengan basis kranial posterior (s-ptm) (Kemaloğlu, 1995; Kemaloğlu, 1999).

Menurut kepustakaan abnormalitas fungsi tuba Eustachius merupakan dasar patogenesis terjadinya otitis media. Tuba Eustachius pada bayi dan anak lebih pendek, lebih horizontal dan fungsinya belum sempurna dibandingkan orang dewasa. Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi

fungsi tuba Eustachius seperti obstruksi fungsional atau kelainan anatomi tuba Eustachius (seperti kelainan fungsi otot tensor veli palatini) dan abnormalitas mukosa (Parisier, 1974; Kenna, 2006). Sandoz et al telah menekankan bahwa pembukaan bagian superior lumen tuba Eustachius diakibatkan oleh kontraksi otot tensor veli palatini yang menarik lamina lateralis pada tulang rawan inferolateral tuba Eustachius. Hipotesa ini memberikan suatu implikasi bahwa hubungan anatomis yang berbeda antara otot tensor veli palatini dan lamina lateralis tulang rawan tuba Eustachius dapat menjadi suatu faktor yang penting dalam memahami perobahan fungsi ventilasi yang dihubungkan dengan peningkatan prevalensi otitis media pada anak-anak dan usia lanjut. Suzuki et al (2003) mendapatkan bahwa panjang tempat perlengketan otot tensor veli palatini di lamina lateral tulang rawan tuba Eustachius masih pendek pada masa anak-anak dan terus bertambah dengan meningkatnya usia, selanjutnya menetap antara usia 17 sampai 38 tahun. Sebaliknya, tempat perlengketan otot tensor veli palatini berkurang pada usia lanjut, dimana panjang tempat perlengketan otot tensor veli palatini

lebih pendek secara bermakna pada 3 subjek usia lebih dari 70 tahun (p <0,01). Penemuan Suzuki et al mendukung kenyataan bahwa terjadi peningkatan prevalensi otitis media pada anak-anak dan usia lanjut (Suzuki, 2003).

Dalam kepustakaan lain disebutkan luasnya pneumatisasi tulang temporal bervariasi untuk masing-masing individu. Hal ini ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor heriditer dan faktor lingkungan. Terjadinya otitis media

pada masa bayi dan anak-anak dapat menghambat pneumatisasi dan mengakibatkan sklerosis mastoid. Dilain pihak terdapat bukti bahwa pneumatisasi yang terbatas merupakan faktor predisposisi untuk infeksi telinga (Austin 1994). Sel udara mastoid mempunyai peranan penting terhadap fungsi fisiologis telinga tengah. Turmarkin dan Holmquist menyatakan bahwa sel udara mastoid berperan sebagai rongga udara pada telinga tengah dan bertanggungjawab terhadap pengaturan tekanan telinga tengah. Menurut Wittmaack’s (teori endodermal), mukosa telinga tengah yang normal merupakan syarat mutlak untuk terjadinya pneumatisasi normal sel udara mastoid, tetapi proses tersebut dapat dihambat oleh inflamasi atau kelainan fungsi tuba Eustachius (Virapongse, 1985; Ahmet, 2004)

Sethi et al (2006) di India, penelitian pada 50 penderita OMSK unilateral mendapatkan bahwa pneumatisasi sistem sel udara mastoid tergantung pada banyak faktor. Infeksi kronik telinga tengah terlihat jelas berpengaruh pada proses pneumatisasi sel udara mastoid, ini terbukti dengan ditemukannya pengecilan ukuran sel udara mastoid pada kasus OMSK unilateral. Akan tetapi lamanya infeksi tidak menunjukan hubungan langsung dengan derajat pneumatisasi. Fungsi tuba Eustachius tidak mempunyai pengaruh lansung pada proses pneumatisasi (Sethi 2006).

Dari tabel 5.12 pada penelitian ini didapatkan hasil uji t-independent rata-rata ukuran parameter garis dan sudut referensi yang berhubungan dengan tulang basis kranial dan nasofaring antara kelompok penderita OMSK benigna dewasa dengan kelompok kontrol didapatkan perbedaan yang

bermakna pada ukuran panjang total basis kranial (n-ba) nilai p = 0,017 (p <0,05), ukuran dimensi yang berhubungan dengan basis kranial posterior (s-ptm) nilai p = 0,0001 (p <0,05) dan sudut basis kranial (ba.s.nangle) dengan nilai p = 0,032 (p <0,05). Pada penderita OMSK benigna dewasa rata-rata panjang total basis kranial (112,193±6,748 mm) secara bermakna lebih pendek dibandingkan dengan rata-rata panjang total basis kranial kontrol (116,183±5,813 mm). Panjang rata-rata ukuran dimensi yang berhubungan dengan basis kranial pada penderita OMSK benigna dewasa (44,682±3,701 mm) secara bermakna lebih panjang jika dibandingkan dengan kontrol (41,506±2,833 mm). Besar sudut rata-rata basis kranial pada penderita OMSK benigna dewasa (129,344±5,7300) secara bermakna lebih kecil dibandingkan dengan besar sudut rata-rata basis kranial pada kontrol (132,273±4,5060). Selanjutnya pada penelitian ini mendapatkan panjang rata- rata basis kranial anterior (s-n) pada penderita OMSK benigna dewasa (73,311±4,192 mm) cenderung lebih pendek jika dibandingkan dengan kontrol (75,191±4,488), meskipun dari hasil uji t independent tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (p = 0,099). Tidak ditemukan perbedaan yang bermakna pada ukuran yang lainnya, seperti panjang basis kranial posterior (s-ba), lebar foramen magnum (m-ba), panjang dimensi ukuran yang berhubungan dengan basis kranial posterior (ba-ptm), panjang bagian anterior tulang sphenoidale (s-sep), kedalaman daerah nasoethmoidalale (sep-n) dan kedalaman nasofaring (ba-pns).

Dari tabel 5.13 pada penelitian ini didapatkan hasil uji t-independent rata-rata ukuran parameter garis dan sudut referensi yang berhubungan dengan tulang fasial (wajah) antara kelompok penderita OMSK benigna dewasa dengan kelompok kontrol terdapat perbedaan yang bermakna pada tinggi wajah anterior bagian atas (anterior upper face height / AUFH) (n-ans) nilai p = 0,0001 (p <0,05), sudut posisi ‘ans’ terhadap basis kranial anterior (s.n.ans) dengan nilai p = 0,005 (p <0,05) dan sudut posisi palatum terhadap basis kranial anterior (NSL/PLangle) dengan nilai p = 0,0001 (p <0,05). Penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata tinggi wajah anterior bagian atas (anterior upper face height / AUFH) pada penderita OMSK benigna dewasa (57,512±3,039 mm) secara bermakana lebih rendah jika dibandingkan dengan kontrol (61,343±3,311 mm). Besar sudut rata-rata posisi ‘ans’ terhadap basis kranial anterior pada penderita OMSK benigna dewasa (87,223±3,5800) secara bermakna lebih besar jika dibandingkan dengan kontrol (84,772±2,8880) dan besar sudut rata-rata posisi palatum terhadap basis kranial anterior pada penderita OMSK benigna dewasa (7,221±3,4890) secara bermakna lebih kecil jika dibandingkan dengan besar sudut rata-rata posisi palatum terhadap basis kranial anterior pada kontrol (10,430±2,3700). Selanjutnya dari penelitian ini juga mendapatkan ukuran rata-rata panjang maksila (ans-pns) pada penderita OMSK benigna dewasa (53,790±3,536 mm) cenderung lebih pendek jika dibandingkan dengan kontrol (55,032±3,269), tetapi dari hasil uji t independent tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (p = 0,162). Tidak ditemukan perbedaan yang

bermakna pada ukuran yang lainnya, seperti tinggi wajah posterior (posterior face height / PFH) (s-go), tinggi wajah posterior bagian atas (posterior upper face height / PUFH) (s-pns), panjang maksila / maxillary depth (ans-pns), tinggi wajah anterior (anterior face height / AFH) (n-me), tinggi wajah anterior bagian bawah (anterior lower face height / ALFH) (ans-me), panjang corpus mandibulae (go-pg), panjang ramus mandibulae (ar-go), sudut posisi anterior maksila terhadap anterior mandibula(facial profile angle) (sm.n.ssangle), sudut nasofaring (ba.s.pnsangle), sudut wajah posterior (s.n.goangle), sudut mandibula (ar.go.meangle), sudut posisi palatum terhadap basis kranial posterior (SBaL/PLangle), ratio antara panjang garis s-pns dan s-go (PFR) dan ratio antara panjang garis n-ss dan n-me (AFR).

Sebagai perbandingan, penelitian oleh Kemaloglu et al (2000) di Jepang pada 50 orang Jepang dewasa (25 orang laki-laki dan 25 orang perempuan) menunjukkan bahwa panjang total basis kranial (n-ba), tinggi wajah posterior bagian atas (posterior upper face height /PUFH) (s-pns) dan kedalam maksila (ans-pns) jelas berpengaruh pada ukuran-ukuran letak tuba Eustachius berlokasi (mep-ptm/panjang tuba Eustachius). DiFrancesco et al (2003) penelitian pada 32 kasus OMSK benigna dewasa dan 34 dewasa normal, mendapatkan bahwa sudut basis kranial (ba.s.n), tinggi wajah anterior bagian atas (anterior upper face height / AUFH) (n-ans) dan tinggi wajah anterior (anterior face height / AFH) (n-me) secara bermakna lebih kecil pada kasus OMSK benigna dewasa dibandingkan dewasa normal (p <0,05). Dari penelitian ini DiFrancesco et al berkesimpulan bahwa ada

empat ukuran parameter kraniofasial yang dapat digunakan untuk meramalkan perkembangan otitis media, yaitu : panjang basis kranial anterior (s-n), sudut antara basis kranial (ba.s.n angle), sudut kedalaman

maksila (sudut perpotongan garis pog-n dan or-po) dan anterior upper face height / AUFH (n-ans) (Kemaloglu, 2000; DiFrancesco, 2003; DiFrancesco, 2007).

Dari hasil penelitian yang kami lakukan terhadap 30 penderita OMSK benigna dewasa dan 30 kontrol, didapatkan bahwa pada penderita OMSK benigna dewasa terjadi pemendekan ukuran dan pengecilan sudut pada 10 ukuran parameter kraniofasial yaitu: pemendekan kedalaman sel udara mastoid (mep-pmp), pemendekan ukuran parameter ketinggian sel udara mastoid (mep-ma), pemendekan ukuran parameter panjang bagian vertikal otot tensor veli palatine (ptm-pns), pengecilan sudut tuba Eustachius (mep.ptm.pnsangle), pengecilan sudut posisi tuba Eustachius terhadap basis kranial posterior (SBaL/TLangle), pengecilan sudut posisi tuba Eustachius terhadap dasar fossa kranial anterior (NSL/TLangle), pemendekan panjang total basis kranial (n-ba), pengecilan sudut basis kranial (ba.s.nangle), pemendekan tinggi wajah anterior bagian atas (anterior upper face height / AUFH) (n-ans), dan pengecilan sudut posisi palatum terhadap basis kranial anterior (NSL/PLangle). Terdapat pemanjangan ukuran dan pembesaran sudut pada 2 ukuran parameter kraniofasial, yaitu: pemanjang dimensi ukuran yang berhubungan dengan basis kranial posterior (s-ptm) dan pembesaran sudut posisi ‘ans’ terhadap basis kranial anterior (s.n.ansangle),. Hasil penelitian ini

menunjukkan terjadinya perubahan pada dimensi titik, garis dan sudut parameter kraniofasial. Ditemukan perubahan ukuran parameter kraniofasial pada komplek tulang basis kranial dan komplek tulang fasial (nasomaksilaris), tetapi tidak ditemukan perubahan ukuran parameter kraniofasial pada mandibula. Penemuan ini sesuai dengan pernyataan bahwa proses pertumbuhan dan perkembangan tulang kraniofasial merupakan gabungan komulatif dari unit-unit pertumbuhan tulang-tulang yang berbeda dan terdapat hubungan antara bagian-bagian tersebut. Enlow (1996) menyatakan bahwa perubahan pertumbuhan pada bagian-bagian yang berbeda tulang kraniofasial memepengaruhi satu sama lainnya. Basis kranial, komplek nasomaksilaris dan mandibula merupakan unit-unit perkembangan utama pada tulang kraniofasial. Tuba Eustachius dan otot-ototnya berlokasi diantara basis kranial posterior dan maksila. Diketahui bahwa basis kranial posterior bergerak tumbuh ke arah anterior bersama-sama lamina pterygoidei dan komplek nasomaksilaris sebagai akibat dari berpindahnya letak fossa kranial media ke anterior sebagai hasil dari pembesaran otak. Komplek nasomaksilaris bergerak ke arah bawah dan ke depan oleh pergerakan primer dan aktifitas deposisi dan reposisi pada maksila posterior. Aktifitas pertumbuhan pada bagian maksila posterior menyebabkan peningkatan tinggi wajah posterior bagian atas (posterior upper face height /PUFH) (s-pns), dimensi ukuran yang berhubungan dengan basis kranial posterior (s-ptm) dan kedalam maksila (ans-pns) yang merupakan variabel utama pada ukuran parameter letak tuba Eustachius (panjang tuba Eustachius).

Pertumbuhan daerah dimana tuba Eustachius berada tergantung pada aktifitas pertumbuhan kedua basis kranial (basis kranial anterior dan basis kranial posterior) dan maksila posterior.

DiFrancesco et al (2007) mendapatkan bahwa perbedaan ukuran parameter kraniofasial antara penderita OMSK benigna dewasa dan kontrol terjadi pada komplek basis kranial dan maksila, tidak ditemukan perbedaan ukuran yang bermakna pada ukuran parameter mandibula. Kemaloğlu et al (2000) dari penelitian yang dilakukan, berkesimpulan bahwa perkembangan tuba Eustachius sangat berhubungan dengan perkembangan dan pertumbuhan komplek basis kranial dan nasomaksilaris (Kemaloğlu, 2000; DeFrancesco, 2007).

Dokumen terkait