• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Tepung Gaplek

Menurut Soetanto (2008), umbi ketela atau singkong umumnya dapat dipanen saat tanaman berumur 6-12 bulan setelah tanam. Pada penelitian ini bahan dasar tepung gaplek adalah singkong kuning yang dipanen pada umur 6-9 bulan. Proses pembuatan tepung gaplek meliputi pengupasan, pencucian dan perendaman dalam air mengalir selanjutnya singkong dikeringkan dan digiling (dihaluskan) dan diayak sehingga diperoleh tepung gaplek.

Tahap awal dalam pembuatan tepung gaplek adalah pengupasan dan pencucian singkong segar. Setelah itu dilakukan perendaman dengan air. Perendaman juga merupakan proses pencucian karena secara tidak langsung memiliki efek membersihkan. Perendaman dapat menghilangkan seluruh sianida bebas karena proses pencucian dalam air mengalir cukup ampuh untuk mencegah terbentuknya HCN yang beracun (Astawan 2004).

Proses selanjutnya adalah pengeringan. Pengeringan dilakukan dengan sinar matahari selama 5-7 hari sampai singkong kering. Pengeringan berlangsung dalam waktu yang cukup lama karena singkong dikeringkan dalam bentuk utuh tanpa diiris-iris. Hasil dari pengeringan adalah gaplek utuh yang kemudian digiling dan diayak sehingga diperoleh tepung gaplek.

Gambar 3 Tepung gaplek Rendemen Tepung Gaplek

Rendemen merupakan perbandingan berat akhir tepung dengan berat awal bahan baku yang digunakan. Nilai rendemen dapat digunakan untuk mengetahui nilai ekonomis suatu produk. Semakin tinggi nilai rendemen maka semakin ekonomis suatu produk, begitu juga sebaliknya (Melani 2002). Nilai rendemen tepung gaplek adalah sebesar 29,2%. Rendahnya nilai rendeman tepung gaplek karena singkong mentah memiliki kadar air yang tinggi yaitu 60% (Depkes 2005), sehingga ketika dikeringkan bobotnya menyusut lebih dari setengahnya.

Komposisi Zat Gizi Tepung Gaplek

Komposisi zat tepung gaplek yang dianalisis antara lain adalah kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, dan kadar serat makanan. Tabel 9 menampilkan komposisi zat gizi tepung gaplek.

Tabel 9 Komposisi zat gizi tepung gaplek hasil analisis

Komposisi zat gizi per 100 g Tepung gaplek SNI*

Energi (kkal) 390 - Protein (g) 1,6 - Lemak (g) 0,5 - Karbohidrat (g) 94,9 Min. 68 Serat (g) 5,5 Maks.5 Abu (g) 2,7 Maks. 3 Air (g) 9,2 Maks. 14

*Sumber: Badan Standarisasi Nasional (SNI.No.01.2905.1992)

Hasil analisis tepung gaplek menunjukkan bahwa tepung gaplek yang dibuat telah memenuhi SNI untuk tepung gaplek untuk kadar karbohidrat, kadar abu dan kadar air. Namun, hasil analisis kadar serat tepung yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan SNI kadar serat tepung gaplek.

Pengolahan Berbagai Jenis Tiwul Tiwul Konvensional

Tiwul konvensional adalah tiwul yang dibuat sendiri oleh peneliti. Pada pembuatan tiwul konvensional, bahan yang digunakan adalah tepung gaplek dan air tanpa adanya tambahan pemanis dan garam sehingga tiwul yang dihasilkan tawar. Pembuatan tiwul konvensional dilakukan dengan menambahkan air sedikit demi sedikit pada tepung gaplek ke dalam tampah dengan perbandingan 1:1 (air:tepung), kemudian tampah diputar hingga diperoleh gumpalan (granula). Granula tiwul kemudian dikukus selama 20 menit sampai matang (Lampiran 1).

Tiwul Instan Tinggi Protein

Tiwul instan tinggi protein adalah tiwul yang dibuat sendiri oleh peneliti. Berbeda dengan tiwul konvensional yang umumnya berasal dari tepung gaplek yang diperciki air kemudian dikukus, tiwul instan tinggi protein ini berbentuk kering sehingga dapat tahan lebih lama. Proses pengolahan untuk menyajikan tiwul instan tinggi protein ini adalah dengan menambahkan air. Setelah penambahan air, tiwul dikukus sampai matang dan disajikan. Proses pembuatan tiwul instan tinggi protein terdapat pada Lampiran 1. Peningkatan nilai gizi tiwul dapat dilakukan dengan penambahan protein sehingga tiwul tidak hanya sebagai pangan sumber karbohidrat tetapi mampu membantu mencukupi kebutuhan

32

protein. Protein yang terdapat pada produk ini berasal dari penambahan tepung isolat protein kedelai (ISP).

Trial and error telah dilakukan sebelumnya untuk memperoleh cara pembuatan tiwul yang sesuai. Trial and error ini dilakukan untuk mengetahui jumlah air yang ditambahkan dan waktu pengukusan yang tepat untuk menghasilkan tiwul dengan kematangan yang sempurna. Berdasarkan hasil trial and error, perbandingan yang digunakan untuk penambahan jumlah air adalah 1:1 untuk air berbanding tiwul kering. Untuk menyajikan 100 g tiwul instan tinggi protein kering ditambahkan dengan 100 ml air yang dituangkan kedalam tiwul, kemudian didiamkan selama ±3 menit. Selanjutnya adalah proses pengukusan yang berlangsung selama 20 menit. Setelah matang tiwul siap disajikan. Hasil trial and error ini juga didukung oleh hasil penelitian Yuliawati (1999), mengenai penambahan berbagai jenis tepung dalam pembuatan tiwul modifikasi. Pada pembuatan tiwul modifikasi, perbandingan jumlah air dan tepung yang digunakan adalah 1:1 dengan waktu pengukusan 20 menit pada suhu 100ºC.

Perlakukan tiwul instan tinggi protein dibedakan berdasarkan dua faktor yaitu campuran tepung gaplek dan tepung singkong serta penambahan konsentrasi isolat protein kedelai. Penambahan konsentrasi isolat protein kedelai ditetapkan berdasarkan Acuan Label Gizi (ALG) tahun 2007 yang menjelaskan bahwa suatu produk yang menyatakan kaya dalam setiap suatu zat gizi harus mengandung zat gizi tersebut paling sedikit 20% ALG dalam setiap ukuran saji (BPOM 2007). Berdasarkan ALG (2007), protein untuk kelompok usia umum adalah 60 g. Oleh karena itu, penambahan konsentrasi isolat protein kedelai dibedakan menjadi 3 taraf yaitu 25%, 30%, dan 35% dari total jumlah tepung gaplek dan tepung singkong yang digunakan. Formula pembuatan tiwul instan tinggi protein terdiri atas tepung gaplek, tepung singkong, isolat protein kedelai, sukralosa, garam, dan flavour powder. Penambahan bahan-bahan tersebut dimaksudkan agar tiwul instan tinggi protein yang dibuat memiliki penampakan dan rasa yang hampir sama dengan produk tiwul instan komersial. Berikut adalah tabel formulasi tiwul instan tinggi protein.

Tabel 10 Formulasi tiwul instan tinggi protein Bahan Pangan Formula (g) F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 Tepung gaplek 50,00 50,00 50,00 66,67 66,67 66,67 33,33 33,33 33,33 Tepung singkong 50,00 50,00 50,00 33,33 33,33 33,33 66,67 66,67 66,67 Isolat Protein Kedelai (ISP) 25,00 30,00 35,00 25,00 30,00 35,00 25,00 30,00 35,00 Sukralosa 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 Flavour 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 Garam 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 Keterangan:

F1 : Formula 1:1 (tepung gaplek:tepung singkong), 25% ISP F2 : Formula 1:1 (tepung gaplek:tepung singkong), 30% ISP F3 : Formula 1:1 (tepung gaplek:tepung singkong), 35% ISP F4 : Formula 2:1 (tepung gaplek:tepung singkong), 25% ISP F5 : Formula 2:1 (tepung gaplek:tepung singkong), 30% ISP F6 : Formula 2:1 (tepung gaplek:tepung singkong), 35% ISP F7 : Formula 1:2 (tepung gaplek:tepung singkong), 25% ISP F8 : Formula 1:2 (tepung gaplek:tepung singkong), 30% ISP F9 : Formula 1:2 (tepung gaplek:tepung singkong), 35% ISP

Gambar 4 Penampakan formula tiwul instan tinggi protein

Pada pembuatan tiwul instan tinggi protein, sukralosa digunakan sebagai pengganti dari gula merah yang umum digunakan dalam pembuatan tiwul sebagai pemberi rasa manis. Penggunaan sukralosa dipilih sebagai pemanis karena sukralosa menghasilkan 600 kali kemanisan daripada gula biasa (sukrosa), sukralosa tidak menyebabkan risiko neurologik, gangguan reproduksi, maupun efek karsinogenik. Keunggulan lain dari sukralosa adalah relatif stabil terhadap panas, sehingga tingkat kemanisan tidak banyak berubah (Brannen et al. 1990). Tingkat kemanisan sukralosa yang lebih tinggi dibandingkan sukrosa dapat memperkecil jumlah pemanis yang digunakan. Selain itu, ukuran partikel sukralosa yang lebih kecil dibandingkan gula biasa (sukrosa) memudahkan dalam proses pencampuran bahan-bahan pada saat dry mixing. Sukralosa yang digunakan pada penelitian ini sebesar 0,02% dimana jumlahnya masih dalam rentang aman digunakan. Berdasarkan peraturan BPOM (2004), batas maksimum penggunaan sukralosa sebesar 0-15 mg/kg BB.

34

Pencampuran tepung gaplek dan tepung singkong pada pembuatan tiwul instan tinggi protein bertujuan untuk memperbaiki tekstur tiwul sehingga tiwul yang dihasilkan memiliki tekstur kenyal. Selain itu, pada pembuatan tiwul instan tinggi protein juga ditambahkan flavour powder. Flavour powder yang digunakan adalah capucino flavour. Penggunaan capucino flavour ditujukan untuk mengurangi aroma apek yang diberasal dari tepung gaplek dan tepung singkong. Pemilihan capucino flavour didasarkan pada hasil trial and error. Jumlah capucino flavour yang digunakan sebanyak 0,09% dimana jumlahnya masih dalam rentang aman digunakan. Menurut Peraturan Menkes RI No.235/Men.Kes/Per/VI/79 penggunaan penyedap rasa dan aroma tidak dibatasi, namun sesuai dengan kebutuhan atau digunakan secukupnya (Sulaeman 1990).

Proses pencampuran semua bahan-bahan tiwul instan tinggi protein dilakukan manual dengan cara dry mixing. Proses dry mixing dalam formulasi ini dilakukan dengan memasukan bahan-bahan tiwul instan tinggi protein yang telah ditimbang ke dalam plastik kemudian diisikan udara kedalam plastik tersebut sampai plastik mengembung dan plastik diputar hingga membentuk lingkaran sehingga tidak ada udara yang keluar. Plastik yang berisi bahan-bahan tersebut kemudian digerakan dengan cara mengocoknya hingga semua bahan tersebut tercampur. Pengocokan dilakukan selama ± 5 menit.

Proses pencampuran dua material padat atau lebih untuk menghasilkan suatu campuran padat yang homogen disebut dry mixing. Dibandingkan dengan proses wet mixing, dry mixing memiliki beberapa kelebihan, antara lain proses lebih sederhana, biaya proses lebih murah, menghindari terjadinya reaksi antar bahan, dan lebih fleksibel terhadap perubahan resep.

Tiwul Instan Komersial

Tiwul instan komersial merupakan tiwul yang diproduksi oleh salah satu perusahaan yang berada di daerah Gunung Kidul, Yogyakarta. Tiwul instan komersial yang digunakan adalah tiwul dengan merek “X” dengan rasa gula jawa yang dibeli pada bulan Agustus 2011. Komposisi tiwul instan komerisial yang terdapat pada kemasan terdiri tepung singkong, tepung jagung, tepung terigu, garam, gula jawa, vitamin A dan mineral (zat besi dan iodium). Cara penyajian tiwul instan komersial dapat dilihat pada Lampiran 1.

Uji Organoleptik

Pada penelitian ini dilakukan dua kali uji organoleptik. Uji organoleptik pertama dilakukan pada sembilan macam formula (F1-F9) tiwul instan tinggi

protein untuk menentukan satu formula terpilih. Uji organoleptik kedua dilakukan pada ketiga jenis tiwul yang akan diukur indeks glikemiknya yaitu tiwul konvensional, tiwul instan tinggi protein, dan tiwul instan komersial. Tujuan uji organoleptik kedua adalah untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap berbagai jenis tiwul dan juga untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap tiwul instan tinggi protein sebagai produk baru bila dibandingkan dengan jenis tiwul yang sudah umum beredar di masyarakat.

Uji organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan (hedonik) dan mutu hedonik. Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap tiwul instan tinggi protein meliputi warna, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan. Sedangkan uji mutu hedonik dilakukan untuk mengetahui kesan spesifik tiwul terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur.

Uji organoleptik melibatkan 30 panelis semi terlatih yang terdiri dari mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat. Hasil uji organoleptik diolah dengan menggunakan analisis sidik ragam dan apabila terdapat pengaruh nyata (p<0,05), maka dilakukan uji lanjutan dengan Uji Duncan untuk menguji perbedaan dari semua pelalakuan.

Uji Organoleptik I (Tiwul Instan Tinggi Protein)

Uji organoleptik pertama dilakukan untuk menentukan satu formula terpilih dari sembilan formula tiwul instan tinggi protein. Uji organoleptik ini meliputi uji hedonik (uji kesukaan) dan uji mutu hedonik.

Uji Mutu Hedonik

Menurut Setyaningsih et al. (2010), uji mutu hedonik digunakan untuk mengetahui kesan panelis terhadap sifat produk secara lebih spesifik. Berdasarkan penilaian 30 panelis terhadap mutu hedonik tiwul instan tinggi protein, diketahui bahwa sembilan formula tiwul instan tinggi protein memiliki sifat mutu hedonik yang berbeda. Parameter yang diamati pada uji hedonik meliputi warna, aroma, rasa, dan tekstur.

Warna. Warna merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam

pembuatan produk dan turut menentukan mutu produk. Warna tiwul instan tinggi protein ini dipengaruhi oleh bahan baku tepung gaplek, tepung singkong, dan isolat protein kedelai. Skor penilaian yang digunakan untuk menilai mutu hedonik warna produk dilakukan dengan cara menilai produk pada skala 1-7, yaitu (1) coklat kehitaman, (2) coklat tua, (3) coklat muda, (4) coklat kekuningan, (5)

36

kuning kecoklatan, (6) kuning tua, dan (7) kuning. Grafik hasil uji mutu hedonik warna tiwul instan tinggi protein disajikan pada Gambar 5.

*) keterangan: Angka-angka yang diikuti superscript yang berbeda pada grafik menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

Gambar 5 Grafik hasil uji mutu hedonik warna tiwul instan tinggi protein

Berdasarkan hasil uji mutu hedonik, warna tiwul instan tinggi protein memperoleh skor antara 2,17 sampai 3,60 (coklat tua hingga coklat kekuningan). Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berupa perbandingan campuran tepung gaplek dan tepung singkong serta penambahan konsentrasi isolat protein kedelai berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap penilaian panelis pada parameter warna (Lampiran 6). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan warna tiwul pada ke-9 formula. Pengaruh campuran tepung gaplek dan tepung singkong serta penambahan isolat protein kedelai dapat terlihat pada skor mutu hedonik warna memiliki superscript yang berbeda pada masing-masing fomula (Gambar 5).

Aroma. Menurut Vaclavik & Christian (2003), aroma merupakan hasil

kombinasi antara rasa dan bau. Aroma dapat dideteksi melalui ephitelium olfaktori yang terdapat pada bagian atas dari rongga hidung. Skor penilaian yang digunakan untuk menilai mutu hedonik aroma produk dilakukan dengan cara menilai produk pada skala 1-7 yaitu, (1) sangat apek, (2) apek, (3) agak apek, (4) tidak apek/tidak harum, (5) agak harum, (6) harum, dan (7) sangat harum. Grafik hasil uji mutu hedonik aroma tiwul instan tinggi protein disajikan pada Gambar 6.

*) keterangan: Angka-angka yang diikuti superscript yang berbeda pada grafik menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

Gambar 6 Grafik hasil uji mutu hedonik aroma tiwul instan tinggi protein

Berdasarkan hasil uji mutu hedonik, aroma tiwul instan tinggi protein memperoleh skor antara 2,97 sampai 3,50 (agak apek hingga agak tidak apek/tidak harum). Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berupa perbandingan campuran tepung gaplek dan tepung singkong serta penambahan konsentrasi isolat protein kedelai tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap penilaian panelis pada parameter aroma (Lampiran 6).

Rasa. Menurut Winarno (2008), rasa merupakan salah satu faktor

penentu daya terima konsumen terhadap suatu produk pangan. Rasa suatu bahan pangan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti senyawa kimia, temperatur, konsistensi dan interaksi dengan komponen rasa lain serta jenis dan lama pemasakan. Skor penilaian yang digunakan untuk menilai mutu hedonik rasa produk dilakukan dengan cara menilai produk pada skala 1-7 yaitu, (1) sangat pahit, (2) pahit, (3) agak pahit, (4) hambar (tidak berasa manis atau pahit), (5) agak manis, (6) manis, dan (7) sangat manis. Grafik hasil uji mutu hedonik rasa tiwul instan tinggi protein disajikan pada Gambar 7.

38

*) keterangan: Angka-angka yang diikuti superscript yang berbeda pada grafik menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

Gambar 7 Grafik hasil uji mutu hedonik rasa tiwul instan tinggi protein

Berdasarkan hasil penilaian uji mutu hedonik, rasa tiwul instan tinggi protein memperoleh skor antara 3,43 sampai 4,20 (agak pahit hingga hambar atau tidak manis dan tidak pahit). Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berupa perbandingan campuran tepung gaplek dan tepung singkong serta penambahan konsentrasi isolat protein kedelai berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap penilaian panelis pada parameter rasa (Lampiran 6). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rasa pada ke-9 formula tiwul. Pengaruh campuran tepung gaplek dan tepung singkong serta penambahan isolat protein kedelai dapat terlihat pada skor mutu hedonik rasa memiliki superscript yang berbeda pada masing-masing fomula (Gambar 7).

Tekstur. Tekstur merupakan salah satu faktor penting dalam penentuan

mutu produk. Pengindraan tekstur dapat berasal dari sentuhan dan ditangkap oleh permukaan kulit, tetapi biasanya untuk mengetahui tekstur suatu bahan dapat melalui ujung jari (Setyaningsih et al. 2010). Skor penilaian yang digunakan untuk menilai mutu hedonik tekstur produk dilakukan dengan cara menilai produk pada skala 1-7 yaitu, (1) sangat keras, (2) keras, (3) agak keras, (4) kenyal, (5) agak lembek, (6) lembek, dan (7) sangat lembek. Grafik hasil uji mutu hedonik tekstur tiwul instan tinggi protein disajikan pada Gambar 8.

*) keterangan: Angka-angka yang diikuti superscript yang berbeda pada grafik menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

Gambar 8 Grafik hasil uji mutu hedonik tekstur tiwul instan tinggi protein

Berdasarkan hasil penilaian uji mutu hedonik, tekstur tiwul instan tinggi protein memperoleh skor antara 3,03 sampai 4,50 (agak keras hingga agak lembek). Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berupa perbandingan campuran tepung gaplek dan tepung singkong serta penambahan konsentrasi isolat protein kedelai berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap penilaian panelis pada parameter tekstur. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tekstur pada ke-9 formula (Lampiran 6). Pengaruh campuran tepung gaplek dan tepung singkong serta penambahan isolat protein kedelai dapat terlihat pada skor mutu hedonik rasa memiliki superscript yang berbeda pada masing-masing fomula (Gambar 8).

Uji Hedonik

Menurut Setyaningsih et al. (2010), penentuan penerimaan terhadap produk makanan dapat dilakukan melalui uji hedonik atau uji kesukaan. Pada uji hedonik, panelis diminta tanggapannya mengenai kesukaan dan ketidaksukaan terhadap suatu produk. Uji hedonik bertujuan untuk mengetahui respon panelis terhadap sifat-sifat produk yang umum misalnya warna, aroma, tekstur, dan rasa (Rahayu 1998). Parameter yang diamati pada uji hedonik tiwul instan tinggi protein meliputi warna, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan. Skor penilaian yang digunakan untuk menilai tingkat kesukaan produk dilakukan dengan cara menilai produk pada skala 1-7, yaitu (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) agak tidak suka, (4) biasa, (5) agak suka, (6) suka, dan (7) sangat suka. Semakin

40

tinggi skor yang diberikan panelis maka semakin tinggi pula tingkat kesukaan panelis terhadap produk tersebut.

Warna. Warna sangat penting bagi makanan, baik makanan yang tidak

diolah maupun makanan yang diolah. Bersama-sama dengan aroma, rasa, dan tekstur, warna memegang peranan penting dalam penerimaan makanan. Secara visual, faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan sebelum mempertimbangkan faktor lain (Winarno 2008). Grafik hasil uji hedonik warna tiwul instan tinggi protein disajikan pada Gambar 9.

*) keterangan: Angka-angka yang diikuti superscript yang berbeda pada grafik menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

Gambar 9 Grafik hasil uji hedonik warna tiwul instan tinggi protein

Hasil uji hedonik terhadap warna tiwul instan tinggi protein menunjukkan bahwa penilaian panelis berkisar antara 3,45 sampai 4,70 (biasa hingga agak suka). Berdasarkan penilaian tersebut dapat diketahui bahwa warna tiwul yang paling disukai oleh panelis adalah tiwul dengan formula F9 (formula 1:2 (tepung gaplek:tepung singkong) dengan 35% ISP) sedangkan warna tiwul yang paling tidak disukai adalah tiwul dengan formula F4 (formula 2:1 (tepung gaplek:tepung singkong) dengan 25% ISP).

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berupa campuran tepung gaplek dan tepung singkong serta penambahan konsentrasi isolat protein kedelai berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan panelis pada parameter warna tiwul (Lampiran 8). Uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa kesukaan panelis pada parameter warna berbeda nyata. Tingkat kesukaan warna yang paling disukai (formula F9) berbeda nyata dengan formula F1, F2,

F3, F4, F6 dan F8. Namun, formula F9 tidak berbeda nyata dengan formula F5 dan F7.

Aroma. Menurut Winarno (2008), aroma suatu produk pangan ikut

menentukan penerimaan produk tersebut. Aroma atau bau suatu produk dapat tercium ketika zat-zat volatil dari produk tersebut masuk kedalam saluran nasal dan diterima oleh sel-sel olfaktori. Jumlah zat volatil dalam produk dapat dipengaruhi oleh suhu serta sifat alami dari bahan penyusun produk (Meilgaard 1999). Grafik hasil uji hedonik aroma tiwul instan tinggi protein disajikan pada Gambar 10.

*) keterangan: Angka-angka yang diikuti superscript yang berbeda pada grafik menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

Gambar 10 Grafik hasil uji hedonik aroma tiwul instan tinggi protein

Hasil uji hedonik terhadap aroma tiwul instan tinggi protein menunjukkan bahwa penilaian panelis berkisar antara 3,56 sampai 4,16 (biasa). Berdasarkan penilaian tersebut dapat diketahui bahwa aroma tiwul yang paling disukai oleh panelis adalah tiwul dengan formula F1 (formula 1:1 (tepung gaplek:tepung singkong) dengan 25% ISP) sedangkan aroma tiwul yang paling tidak disukai adalah tiwul dengan formula F2 (formula 1:1 (tepung gaplek:tepung singkong) dengan 30% ISP). Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berupa campuran tepung gaplek dan tepung singkong serta penambahan konsentrasi isolat protein kedelai tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap tingkat kesukaan panelis pada parameter aroma tiwul (Lampiran 8).

Rasa. Menurut Winarno (2008), rasa merupakan salah satu faktor

42

dapat dikenali dan dibedakan oleh kuncup-kuncup yang terletak pada papila. Indra pengecapan dapat membedakan 4 rasa utama yaitu asin, asam, manis, dan pahit. Grafik hasil uji hedonik rasa tiwul instan tinggi protein disajikan pada Gambar 11.

*) keterangan: Angka-angka yang diikuti superscript yang berbeda pada grafik menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

Gambar 11 Grafik hasil uji hedonik rasa tiwul instan tinggi protein

Hasil uji hedonik terhadap rasa tiwul instan tinggi protein menunjukkan bahwa penilaian panelis berkisar antara 3,35 sampai 4,02 (agak tidak suka hingga biasa). Berdasarkan penilaian tersebut dapat diketahui bahwa rasa tiwul yang paling disukai oleh panelis adalah tiwul dengan formula F5 (formula 2:1 (tepung gaplek:tepung singkong) dengan 30% ISP) sedangkan rasa tiwul yang paling tidak disukai adalah tiwul dengan formula F8 (formula 1:2 (tepung gaplek:tepung singkong) dengan 30% ISP). Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berupa campuran tepung gaplek dan tepung singkong serta penambahan konsentrasi isolat protein kedelai tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap tingkat kesukaan panelis pada parameter rasa tiwul (Lampiran 8).

Tekstur. Menurut Meilgaard (1999), tekstur merupakan manifestasi

sensorik terhadap struktur atau sifat suatu produk yang berasal dari reaksi stres (dihitung berdasarkan sifat mekanik antara lain kekerasan, adhesi, kohesi, kerenyahan serta kekentalan bahan yang diketahui melalui indra kinetik seperti sentuhan dari tangan, jari, lidah, atau bibir) dan rangsangan taktikel atau kelembaban bahan (dapat diketahui berdasarkan syaraf taktiel pada permukaan

kulit tangan, bibir atau lidah). Grafik hasil uji hedonik tekstur tiwul instan tinggi protein disajikan pada Gambar 12.

*) keterangan: Angka-angka yang diikuti superscript yang berbeda pada grafik menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

Gambar 12 Grafik hasil uji hedonik tekstur tiwul instan tinggi protein

Hasil uji hedonik terhadap tekstur tiwul instan tinggi protein menunjukkan bahwa penilaian panelis berkisar antara 3,26 sampai 4,34 (agak tidak suka hingga biasa). Berdasarkan penilaian tersebut dapat diketahui bahwa tekstur tiwul yang paling disukai oleh panelis adalah tiwul dengan formula F7 (formula 1:2 (tepung gaplek:tepung singkong) dengan 25% ISP) sedangkan tekstur tiwul yang paling tidak disukai adalah tiwul dengan formula F8 (formula 1:2 (tepung gaplek:tepung singkong) dengan 30% ISP).

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berupa campuran tepung gaplek dan tepung singkong serta penambahan konsentrasi isolat protein

Dokumen terkait