• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil pemeriksaan histopatologi ginjal ayam broiler yang terinfeksi virus Marek memperlihatkan adanya perubahan-perubahan baik pada interstisium, tubulus maupun glomerulusnya. Perubahan yang terjadi pada interstium ginjal adalah terbentuknya fokus tumor akibat infeksi virus Marek. Pada tubulus terjadi perubahan berupa degenerasi dan nekrosa. Kongesti adalah perubahan yang ditemukan pada glomerulus ginjal. Hasil pemeriksaan histopatologi pada ginjal ayam yang terinfeksi virus Marek dan diberi kombinasi pakan bawang putih, kunyit dan Zn disajikan dalam Tabel 3, 4 dan 5.

Jumlah sel tumor limfoid pada ginjal

Hasil pengamatan histopatologi organ ginjal ayam broiler yang terinfeksi virus Marek kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan secara umum terlihat adanya proliferasi sel-sel limfoid yang mengakibatkan pembentukan tumor. Sel- sel limfoid akibat infeksi virus Marek terdiri dari sel limfosit besar, limfosit kecil dan limfoblas. Proliferasi pada setiap perlakuan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan jumlah sel tumor limfoid pada ginjal.

Kelompok Jumlah sel tumor limfoid

R0 R1 R2 R3

Ket: Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pebedaan yang nyata (p<0.05).

R4 136.9 ± 83.4a 140.0 ± 142.1a 115.3 ± 90.1a 156.3 ± 150.8a 139.7 ± 68.4a

R0= Pakan basal (kontrol)

R1= Pakan basal ditambah bawang putih 2.5% dan kunyit 1.5% R2= Pakan basal ditambah bawang putih 2.5% dan ZnO 120 ppm R3= Pakan basal ditambah kunyit 1.5% dan ZnO 120 ppm

R4= Pakan basal ditambah bawang putih 2.5% dan kunyit 1.5% dan ZnO 120 ppm

Calnek et al.(1997) mengemukakan sel-sel limfosit berukuran kecil dan sedang berperan penting pada kejadian Marek, sedangkan sel limfoblas merupakan sel limfosit yang belum matang. Virus yang masuk ke tubuh akan diproses oleh makrofag dan dibawa ke organ limfoid seperti bursa Fabrisius, timus, sumsum tulang dan limpa serta mengalami replikasi pada organ-organ

24

tersebut. Kemudian akan menyebabkan penurunan sistem kekebalan tubuh. Sel B dan makrofag yang akan mengalami infeksi akan lisis yang mengakibatkan Sel T teraktivasi dan ditransformasikan oleh virus membentuk tumor (Fenner et al. 1995).

LIMFOID

100.00 120.00 140.00 160.00 R 0 R 1 R 2 R 3 R 4

Gambar 4. Rataan jumlah sel tumor limfoid pada ginjal.

Hasil analisis statistik terhadap rataan pertumbuhan sel-sel limfoid di ginjal pada kelompok perlakuan tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol (p>0.05). Hal ini disebabkan ayam yang terinfeksi virus Marek akan mengalami kelainan tubuh yang menonjol yaitu pembentukan tumor pada berbagai organ tubuh seperti: hati, organ reproduksi, paru-paru, jantung, dan ginjal (Retno et al. 1998). Secara deskriptif proliferasi sel-sel limfoid dari tumor Marek terendah terjadi pada kelompok perlakuan R2, sedangkan pada kelompok R3 memiliki rataan tertinggi dari proliferasi sel-sel limfoid tumor Marek.

Hasil ini memperlihatkan kemampuan bawang putih yang berada dalam pakan lebih efektif bekerja sebagai antitumor secara tunggal dibandingkan kunyit yang juga memiliki efek sebagai antitumor ketika dikombinasikan dengan ZnO. Ini berhubungan dengan keefektifan bawang putih, karena zat aktif yang dikandungnya yaitu alisin dan scordinin. Alisin mampu melawan infeksi yang disebabkan oleh amuba, bakteri, jamur atau virus. Scordinin memiliki kemampuan meningkatkan daya tahan tubuh dan juga berfungsi sebagai antioksidan (Syamsiah & Tajudin 2005). Selain itu, ZnO yang ada dalam pakan pada kelompok R2 juga berperan dalam meningkatkan kekebalan tubuh (Pery et al.2004), sehingga membantu dalam menekan infeksi virus.

25

40µm

Gambar 5. Pertumbuhan sel-sel limfoid dalam fokus tumor Marek ( ) pada kelompok R3. (HE, bar= 40 µm).

Fenner et al. (1995) mengemukakan pengeluaran virus secara maksimum terjadi 5-6 minggu setelah infeksi, sedangkan masa inkubasi penyakit Marek di lapangan sangat beragam, namun pada umumnya berlangsung 3 hingga 4 minggu. Pada beberapa kasus dapat berlangsung beberapa bulan, dengan gejala klinis yang beragam (Jordan 1990). Kejadian penyakit Marek yang ditandai dengan pertumbuhan sel-sel tumor limfoid dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung (predisposisi). Faktor ini adalah strain virus, rute infeksi, jenis kelamin, status imun dan ketahanan genetik (Sharma & Adlakha 1995).

Degenerasi dan nekrosa tubulus

Pertumbuhan sel tumor limfoid pada ginjal dapat mengakibatkan perubahan histopatologi pada tubulus. Menurut Damjanov (1998), cedera imunologik pada tubulus ginjal dapat disebabkan oleh obat dan bahan kimia, virus atau pathogen lain. Perubahan histopatologi yang ditemukan pada epitel tubulus ginjal adalah terjadinya degenerasi hingga nekrosa sel. Pada Tabel 4, terlihat seluruh kelompok perlakuan dan kontrol mengalami degenerasi.

26

Tabel 4. Rataan presentase degenerasi dan nekrosa tubulus

Kelompok Degenerasi (%) Nekrosa (%)

R0 R1 R2 R3

Ket: Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pebedaan yang nyata (p<0.05).

R4 68 ± 5.66c 79 ± 3.83bc 86 ± 8.33ab 87 ± 14.38ab 95 ± 3.82a 92 ± 5.66a 90 ± 2.30a 91 ± 10.52a 83 ± 10.00a 91 ± 8.87a

R0= Pakan basal (kontrol)

R1= Pakan basal ditambah bawang putih 2.5% dan kunyit 1.5% R2= Pakan basal ditambah bawang putih 2.5% dan ZnO 120 ppm R3= Pakan basal ditambah kunyit 1.5% dan ZnO 120 ppm

R4= Pakan basal ditambah bawang putih 2.5% dan kunyit 1.5% dan ZnO 120 ppm

DE G E NE R A S I 60% 65% 70% 75% 80% 85% 90% 95% 100% R 0 R 1 R 2 R 3 R 4

Gambar 6. Rataan presentase degenerasi tubulus

NEKROSA 78% 80% 82% 84% 86% 88% 90% 92% 94% R 0 R 1 R 2 R 3 R 4 P e rla kua n P res en ta s e

Gambar 7. Rataan presentase nekrosa tubulus

Presentase degenerasi pada kelompok kontrol berbeda nyata (p<0.05) dengan kelompok perlakuan, begitu pula antar perlakuan. Degenerasi yang terjadi umumnya adalah degenerasi hidropis. Secara mikroskopik degenerasi hidropis terlihat adanya ruang-ruangan jernih di sitoplasma tetapi tidak sejernih kolagen ataupun lemak (Carlton & Mc Gavine 1995). Degenerasi epitel tubuli ginjal dapat terjadi karena adanya racun atau toksin, iskemia, agen biologik, zat aktif, agen fisik dan suhu ekstrim (Saleh 1996).

27

Degenerasi pada kelompok R4 berbeda nyata dibandingkan dengan kelompok kontrol (R0). Presentase kejadian degenerasi pada kelompok R4 lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok lain. Menurut Harada et al. (1999), degenerasi merupakan tanda awal kerusakan sel. Tingginya kejadian degenerasi pada R4 merupakan kerusakan sel sebagai respon awal atau proses adaptasi sel akibat infeksi virus Marek, respon awal in untuk mengeliminasi agen atau zat toksik yang masuk ke tubuh. Degenerasi dapat kembali normal jika agen-agen tersebut sudah dieliminasi. Penyakit Marek dapat juga menimbulkan lesi non neoplastik, meliputi atrofi pada bursa Fabricius dan timus, lesi degeneratif atau nekrotik pada sumsum tulang dan berbagai organ viscera. Lesi-lesi tesebut merupakan akibat infeksi sitolitik yang ekstensif dan dapat menyebabkan kematian pada ayam pada stadium awal infeksi virus penyakit Marek sebelum pembentukan tumor limfoid (Tabbu 2000). Menurut Al-Sultan (2003), ayam broiler yang diberi kunyit 2.5% dalam pakan selama 3 minggu dan 6 minggu memperlihatkan adanya dilatasi buluh empedu dan degenerasi hepatosit hati. Perlakuan kunyit dengan dosis tinggi atau ekstrak kunyit dengan etanol dengan waktu yang berbeda ditemukan dapat menyebabkan efek hepatoksik pada tikus berupa perubahan fokus nekrosa pada limpa dan ginjal.

Nekrosa sel-sel tubulus pada kelompok R4 lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini karena adanya kombinasi herbal dan Zn dalam pakan yang mampu menekan proses kematian sel. Menurut Fukamachi (1998) & Truong et al.(2000), Zn merupakan mineral essensial yang berperan penting pada pembentukan, pertumbuhan dan pemeliharaan sel-sel tubuh, dan kurkuma yang mampu mencegah kerusakan sel (Sumiati & Adnyana 2007) serta bawang putih yang berguna menekan pertumbuhan sel kanker (Dalimartha 2002). Pada kelompok R0 tingkat kejadian nekrosa paling tinggi dibandingkan kelompok lain, karena pada kelompok tersebut sel-sel tubulus mengalami degenerasi secara terus menerus dan akhirnya mengalami kematian sel berupa nekrosa. Menurut Spector dan Spector (1993), tiga penyebab utama kematian dan disfungsi sel adalah virus, kekurangan oksigen dan keracunan sel, yaitu termasuk zat-zat toksik bakteri, yang berasal dari tumbuhan dan hewan atau zat sintetis.

28

Nekrosa umumnya disebabkan oleh iskemia dan berbagai jenis agen eksogen, termasuk agen fisik (terbakar atau trauma), racun kimia, virus dan mikroorganisme lain beserta racunnya (Cheville 1999). Pada Tabel 4, terlihat seluruh kelompok perlakuan dan kontrol mengalami nekrosa sel, pada kasus penyakit Marek anak ayam yang tidak mempunyai antibodi asal induk akan menimbulkan anemia aplastika dan nekrosis fokal atau difus pada berbagai organ termasuk ginjal (Tabbu 2000).

a

c

b

Gambar 8. Nekrosa: karyolisis (a), piknosis (b) dan degenerasi (c) sel-sel tubulus ginjal pada kelompok R1 (HE, bar= 40µm).

Nekrosa tubuli ginjal yang merupakan salah satu ciri adanya infeksi virus Marek ditemukan hampir di seluruh perlakuan ditandai dengan karyolisis dan piknosis pada sel-sel epitel tubuli. Perubahan inti sel yang mengalami karyolisis yaitu inti tidak lagi mengambil warna banyak sehingga menjadi pucat dan tidak nyata, sedangkan inti sel yang mengalami piknosis menjadi tampak lebih padat dan warnanya menjadi gelap hitam (Saleh 1996).

Kerusakan yang terjadi pada tubulus akan mengakibatkan gangguan terhadap mekanisme kontrol keseimbangan elektrolit, asam dan urea, gangguan keseimbangan asam basa serta berkurangnya substansi normal urin atau sebagian rearbsorbsi zat-zat seperti glukosa, asam amino dan potasium (Govan et al. 1986).

29

Kongesti glomerulus

Perubahan ginjal ayam broiler yang terinfeksi virus Marek juga terlihat pada glomerulus. Patologi glomerulus terjadi akibat endapan kompleks imun yang beredar dalam darah atau akibat pembentukan kompleks imun in situ (Damjanov 1998). Perubahan yang terjadi pada glomerulus berupa kongesti. Dari Tabel 5 dapat dilihat kejadian kongesti glomerulus terjadi pada seluruh kelompok perlakuan ataupun kontrol dan menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.5) antara kelompok kontrol dan perlakuan, begitu pula antar kelompok perlakuan.

Tabel 5. Rataan presentase kongesti glomerulus.

Kelompok Kongesti (%)

R0 R1 R2 R3

Ket: Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pebedaan yang nyata (p<0.05).

R4 75 ± 18.58a 86 ± 6.93a 70 ± 16.49a 83 ± 11.49a 70 ± 11.55a

R0= Pakan basal (kontrol)

R1= Pakan basal ditambah bawang putih 2.5% dan kunyit 1.5% R2= Pakan basal ditambah bawang putih 2.5% dan ZnO 120 ppm R3= Pakan basal ditambah kunyit 1.5% dan ZnO 120 ppm

R4= Pakan basal ditambah bawang putih 2.5% dan kunyit 1.5% dan ZnO 120 ppm

K ONG E S T I

60% 70% 80% 90% R 0 R 1 R 2 R 3 R 4 P e rla kua n pe rs e nt a s e   ko n g e s ti

Gambar 9. Rataan presentase kongesti glomerulus

Perubahan ginjal ayam broiler yang terinfeksi virus Marek juga terlihat pada glomerulus. Patologi glomerulus terjadi akibat endapan kompleks imun yang beredar dalam darah atau akibat pembentukan kompleks imun in situ (Damjanov

30

1998). Perubahan yang terjadi pada glomerulus berupa kongesti. Dari Tabel 5 dapat dilihat kejadian kongesti glomerulus terjadi pada seluruh kelompok perlakuan ataupun kontrol dan menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.5) antara kelompok kontrol dan perlakuan, begitu pula antar kelompok perlakuan. Glomerulus telah mengalami perubahan akibat ginjal terinfeksi virus Marek dan penyakit Marek akan menyebabkan imunosupressif pada ayam (Tabbu 2000).

Gambar 10. Kongesti glomerulus ( ) pada kelompok R2 (HE, bar = 40µm).

Perubahan glomerulus berupa kongesti pada kelompok R1 memiliki presentase tertinggi dibandingkan kelompok kontrol, sedangkan kelompok R2 dan R4 memiliki presentase kongestiterendah diantara perlakuan. Pada pakan kelompok R1 ditambahkan kombinasi kunyit 1.5% dan bawang putih 2.5%, sedangkan pada kelompok R4 kombinasi pakan terdiri dari bawang putih, kunyit dan Zn. Hasil ini memperlihatkan kombinasi dari herbal dan Zn dalam pakan mampu menekan kejadian kongesti glomerulus akibat infeksi virus Marek. Barnes

et al. (2002) mengemukakan dibeberapa hewan coba bawang putih menunjukkan kemampuannya dalam mencegah dan menghambat perkembangan tumor dengan

31

menstimulasi sel imunoresponder. Daya ini berpotensi dalam menghambat dan membunuh mikroorganisme (Amagase et al. 2001). Selain itu penambahan kunyit dalam pakan berfungsi sebagai anti radang, anti oksidan dan merangsang kekebalan tubuh (Winarto 2003). Zink yang ditambahkan melalui pakan, dalam tubuh berperan untuk meningkatkan sistem imun (Mc Dowell 1992).

Menurut Smith

et al. (1972) kongesti terjadi karena meningkatnya volume darah dalam pembuluh darah yang melebar pada suatu organ atau bagian tubuh. Glomerulus merupakan kapiler komplek yang mempunyai fungsi utama dalam filtrasi. Apabila terjadi kerusakan pada glomerulus akan mengakibatkan gangguan pada daya filtrasi. Glomerulus dengan fungsi normal tidak dapat dilalui oleh molekul-molekul protein yang berukuran besar. Pada keadaan disfungsi glomerulus karena bahan-bahan toksik, bahan-bahan asing akan lolos dengan mudah dan masuk ke tubuli dalam jumlah yang tidak normal. Proses selanjutnya akan menyebabkan degenerasi atau kematian sel pada epiteli tubuli (Seely 1999). Pemberian kunyit pada hewan dengan pemakaian yang lama dan dosis yang tidak tepat dapat menimbulkan perubahan-perubahan tersebut (Al-Sultan 2003).

30

Dokumen terkait