• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ikan kerapu bebek merupakan salah satu spesies penting dari kelompok kerapu (grouper) dalam industri marikultur di Indonesia. Pemilihan ikan kerapu bebek sebagai hewan uji, didasarkan pada kenyataan bahwa budidaya intensif yang dilakukan di sebagian wilayah Indonesia dihadapkan pada kendala yakni kinerja pertumbuhan ikan yang lambat dan status kesehatan yang rendah. Pembesaran ikan kerapu bebek dari ukuran 10 g membutuhkan waktu 14 bulan untuk mencapai berat 500 g (Sutarmat et al. 2003). Salah satu penyebab status kesehatan ikan menurun adalah keberadaan bakteri patogen yang menyebabkan infeksi. Penyakit vibriosis pada ikan kerapu diketahui merupakan salah satu penyebab rendahnya kelangsungan hidup baik pada usaha pembenihan maupun pembesaran (Murjani 2002).

Penanganan penyakit bakterial yang dilakukan oleh sebagian besar pembudidaya ikan di Indonesia umumnya menggunakan antibiotik. Namun penggunaan antibiotik dapat menyebabkan perubahan komposisi mikrobiota di saluran pencernaan ikan. Selain itu, penggunaan antibiotik dalam jangka panjang dapat menyebabkan populasi bakteri resisten yang dapat membahayakan terhadap kesehatan masyarakat (Verschuere et al. 2000; Denev et al. 2009). Penggunaan probiotik atau kombinasi probiotik dan prebiotik yang dikenal sebagai sinbiotik, bisa menjadi metode alternatif dalam penanggulangan penyakit (Wanget al. 2008; Nayak 2010), meningkatkan pertumbuhan, respons imun dan resistensi terhadap penyakit (Ai et al. 2011; Lin et al. 2012; Giri et al. 2013), meningkatkan daya cerna pakan, retensi nutrien, aktivitas enzim pencernaan, dan mikroflora intestinal (Carnevali et al. 2006; Mazurkiewicz et al. 2007; Kesarcodi-Watson et al. 2008; Mohapatraet al. 2012).

Bakteri kandidat probiotik pada penelitian ini diperoleh dari isolasi bakteri pada saluran pencernaan ikan kerapu bebek. Sebanyak 58 isolat bakteri yang telah berhasil diisolasi, diseleksi berdasarkan kemampuannya dalam menghidrolisis karbohidrat, protein, dan lemak. Pada tahap ini didapatkan 9 isolat potensial yang kemudian diseleksi kembali berdasarkan aktivitas enzim amilase, lipase, dan proteasenya. Hasil pada tahap ini diperoleh 6 isolat yang memiliki aktivitas enzim tertinggi yakni isolat RM2, RM3, RM4, RM5, RM7, dan RM8. Setelah dilanjutkan dengan uji antagonistik terhadap bakteri patogen Vibrio alginolyticus, uji patogenisitas, uji ketahanan asam-basa, uji penempelan, dan uji fase pertumbuhan bakteri, meloloskan 4 isolat bakteri yaitu RM3, RM4, RM5 dan RM7. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa isolat RM3 memiliki kemiripan 99.3% dengan Ewingella americana, RM4 memiliki kemiripan 86.0% dengan Vibrio alginolyticus, RM5 memiliki kemiripan 99.4% dengan Sphingomonas paucimobilis, dan RM7 memiliki kemiripan 96.9 % dengan Pseudomonas fluorescens.

Isolat RM3 (E. americana) berhasil diisolasi dan ditumbuhkan pada media mengandung minyak zaitun. Berdasarkan Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology, bakteri ini mampu memfermentasi karbohidrat termasuk D- mannitol, D-mannose, dan trehalosa, D-glucose dan beberapa karbohidrat dikatabolisme dengan memproduksi asam (Holtet al. 1994).

Isolat RM4 (V. alginolyticus), juga berhasil ditumbuhkan pada media mengandung minyak zaitun, Secara umum bakteri ini dikenal sebagai bakteri patogen pada pemeliharaan ikan dan udang. Namun hasil uji patogenitas menunjukkan isolat RM4 tidak bersifat patogen pada ikan kerapu. Selain itu, probiotik RM4 pada penelitian ini memiliki aktivitas amilolitik dan lipolitik tertinggi pada uji in vitro. Berdasarkan Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology, spesies ini mampu memfermentasi karbohidrat termasuk maltose, D-mannose, dan trehalosa (Holtet al. 1994). Hasil penelitian Austinet al. (1995) menjelaskan bahwa V. alginolyticus, merupakan probion yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen Aeromonas salmonicida, V. alginolyticus, danV. ordalii.

RM5 Sphingomonas paucimobilisberhasil diisolasi dan ditumbuhkan pada media mengandung susu dan satu-satunya kandidat probiotik pada penelitian ini yang berasal dari Lampung. Informasi mengenai spesies ini sangat terbatas, namun San Miguel et al. (2009) melaporkan bahwa S. paucimobilis dapat dimanfaatkan sebagai bioremediator naphthalene, karena memiliki biosurfaktan, sehingga bisa diaplikasikan sebagai bioremediator untuk tanah dan air. RM7 Pseudomonas fluorescens, berhasil diisolasi dan ditumbuhkan pada media mengandung pati. Melalui seleksi antagonistik, bakteri RM7 mampu menekan pertumbuhan bakteri patogen V. alginolyticusdari 1.77 X 1010menjadi 2.30 x 103 atau sebesar 70% melalui kultur bersama. Berdasarkan Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology,bakteri ini mampu memanfaatkan glukosa dan trehalosa (Holtet al. 1994).

Aplikasi kandidat bakteri probiotik yang telah diseleksi terhadap ikan kerapu bebek dalam uji in vivo, menunjukkan bahwa probiotik mampu berkolonisasi disaluran pencernaan dengan rata-rata populasi isolat RM3 sebanyak 4.10±0.49 log CFU/mL, RM4 sebanyak 4.29±0.19 log CFU/mL, RM5 sebanyak 4.18±0.15 log CFU/mL, dan RM7 sebanyak 3.89±0.25 log CFU/mL. Populasi bakteri total pada saluran pencernaan ikan yang diberi pakan mengandung probiotik RM3, RM4, RM5, dan RM7 juga lebih tinggi dibandingkan kontrol. Perlakuan RM3, RM4, dan RM5 menghasilkan aktivitas enzim pencernaan, retensi protein, retensi lemak, dan laju pertumbuhan harian yang lebih tinggi (P<0,05) serta rasio konversi pakan yang lebih rendah (P<0,05) dibandingkan kontrol. Sedangkan pada perlakuan RM7 tidak berbeda nyata dibandingkan kontrol (P>0,05). Modulasi jumlah mikroflora intestinal pada perlakuan probiotik RM3, RM4, dan RM5 mampu meningkatkan aktivitas enzim pencernaan dan memperbaiki kinerja pertumbuhan ikan kerapu bebek.

Penambahan prebiotik pada penelitian tahap III yang dikombinasikan dengan bakteri probiotik RM3, RM4, RM5, dan RM7 yang selanjutnya disebut sebagai sinbiotik ternyata mampu meningkatkan kecernaan protein dan kecernaan total Diantara empat komposisi sinbiotik yang diteliti, perpaduan antara 2% prebiotik dengan masing-masing kandidat probiotik RM4 dan RM7 menghasilkan pertambahan bobot, laju pertumbuhan spesifik, rasio konversi pakan, retensi protein dan rasio RNA/DNA terbaik diantara semua perlakuan dan kontrol (Tabel 12). Prebiotik yang diekstraksi dari ubi jalar varietas sukuh (I. batatas) sesuai dengan perlakuan RM4 dan RM7, tetapi untuk parameter pertumbuhan pada perlakuan RM3 dan RM5 tidak berbeda dengan kontrol. Percobaan sinbiotik pada yellow croaker, Larimichtys crocea juga menunjukkan hal yang sama, bahwa

tidak terdapat interaksi yang signifikan antara Bacillus subtilis dan fruktooligosakarida yang diamati di bawah kondisi penelitian (Ai et al. 2011). Selanjutnya dijelaskan bahwa prebiotik secara selektif dapat difermentasi oleh bakteri usus spesifik dan memodulasi pertumbuhan dan/atau aktivitas bakteria tersebut, efek sinbiotik juga secara potensial dipengaruhi oleh spesies dan lingkungan.

Aplikasi probiotik secara tunggal (penelitian tahap II) atau dikombinasikan dengan prebiotik (penelitian tahap III), menunjukkan hasil yang spesifik untuk setiap spesies bakteri kandidat probiotik. Probiotik RM3, RM4, dan RM5 menunjukkan hasil terbaik pada saat diaplikasikan secara tunggal, tetapi probiotik RM7 tidak berbeda nyata dengan tanpa pemberian sinbiotik (P>0.05). Aplikasi sinbiotik pada penelitian tahap III, menunjukkan bahwa hasil terbaik diperoleh probiotik RM4 dan RM7, keadaan ini diduga bahwa probiotik RM4 dan RM7 mampu memfermentasi dan memanfaatkan prebiotik dari ekstraksi ubi jalar sukuh (I. batatas) sebagai substrat.

Penambahan probiotik pada pakan, mampu memodulasi pertumbuhan mikroflora menguntungkan di saluran pencernaan. Secara in vivo pemberian probiotik terbukti mampu meningkatkan jumlah bakteri di saluran pencernaan. Meskipun jumlah kandidat probiotik berada di bawah populasi bakteri yang dominan, tetapi keberadaannya mampu memodulasi bakteri endogen, dan secara bersama berkontribusi menghasilkan enzim yang dibutuhkan dalam pencernaan bahan pakan.

Pencernaan di lambung dan usus terjadi secara efektif karena adanya aktivitas enzim pencernaan. Kandidat probiotik yang diisolasi dari saluran pencernaan ikan kerapu bebek dan disuplementasikan ke dalam pakan dapat berfungsi sebagai penyedia enzim eksogen dan membantu proses penyederhanaan makro molekul pakan menjadi mikro molekul yang mudah diserap sehingga dapat digunakan sebagai sumber energi atau senyawa pemula dalam sintesis komponen sel.

Respons fisiologi ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung berbagai sinbiotik dapat dilihat dari kadar glukosa darah, trigliserida darah, glikogen hati, dan glikogen otot. Kadar glukosa darah pada ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung berbagai sinbiotik berkisar 61.54 – 81.97 mg/dL lebih rendah dibandingkan ikan kerapu bebek yang diberti pakan tanpa sinbiotik yaitu 104.81±6.12 mg/dL. Rendahnya kadar glukosa darah pada ikan yang mengkonsumsi pakan sinbiotik menunjukkan turnover rate glukosa lebih cepat. Penurunan ini diduga sebagai konsekuensi dari interaksi antara peningkatan absorbsi glukosa ke dalam sel dan adanya kerja insulin.

Glukosa yang telah masuk ke dalam sel akan segera dimetabolisme untuk mencukupi kebutuhan energi sehingga menghindari penggunaan sejumlah asam amino sebagai sumber energi metabolik. Keadaan ini pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan dan deposisi materi pertumbuhan seperti protein dan lemak. Glikogen merupakan bentuk simpanan karbohidrat dalam hati dan otot. Tetapi karena kemampuan hati dan otot untuk menyimpan glikogen terbatas, maka kelebihan karbohidrat disimpan dalam bentuk lemak (lipogenesis).

Pertumbuhan ikan dapat diprediksi melalui estimasi rasio RNA/DNA (Glémet & Rodriguez 2007). Bulow (1987) mengatakan RNA adalah komponen essensial yang diperlukan untuk sintesa protein, konsentrasinya di dalam jaringan

menggambarkan laju pertumbuhan dan sintesa protein. Rasio RNA/DNA pada perlakuan RM4 dan RM7 masing-masing 1.45±0.12 dan 1.39±0.13, secara signifikan lebih tinggi dari perlakuan lainnya dan kontrol (P<0.05; Tabel 3). Hasil ini konsisten dengan pertambahan berat ikan pada akhir penelitian masing-masing 54.51±1.73 g dan 55.95±3.96 g masing-masing untuk perlakuan RM4 dan RM7, serta nilai retensi protein masing-masing 55.76±3.3 % untuk RM4 dan 44.83±4.94 % untuk RM7. Menurut Avella et al. (2010), prediksi pertumbuhan juga dapat dilihat dari ekspresi gen yang terlibat dalam metabolisme pertumbuhan seperti Insulin-like Growth Factor1 (IGF1) dan myostatin. Hasil penelitian Avellaet al. (2010), menunjukkan bahwa larva sea bream yang diberi probiotik multi-spesies Bacillus sp menunjukkan ekspresi gen IGF1 yang lebih tinggi dibandingkan kontrol, sedangkan ekspresi gen myostatin lebih rendah daripada kontrol.

Pemberian sinbiotik pada ikan kerapu bebek mampu meningkatkan status kesehatan ikan. Berdasarkan data Tabel 13 terlihat bahwa hampir semua benih ikan kerapu yang diberi perlakuan RM3, RM4, RM5, dan RM7 memiliki nilai hemoglobin, hematokrit dan aktivitas fagositik yang lebih tinggi dibandingkan kontrol. Status kesehatan ikan yang diberi perlakuan sinbiotik selama 40 hari terlihat lebih siap untuk menghadapi serangan penyakit atau lebih protektif.

Pengaruh pemberian sinbiotik cukup kuat, dilihat dari nilai hemoglobin hematokrit, dan aktivitas fagositik pascainfeksi dengan V. alginolyticus pada perlakuan RM3, RM4, RM5, dan RM7 masih lebih baik dibandingkan dengan tanpa pemberian sinbiotik. Pemberian sinbiotik RM3, RM4, RM5, dan RM7 mampu meningkatkan status kesehatan ikan dibandingkan dengan pemberian tanpa sinbiotik pascainfeksi pada hari ke-45 dan ke-50. Pemberian sinbiotik RM7 menunjukkan hasil terbaik dibanding kontrol dan perlakuan lainnya.

6 SIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait