Etika Bisnis dan Profesi
PEMBAHASAN KASUS ENRON DAN WORLDCOM A. KASUS ENRON
Enron merupakan perusahaan dari penggabungan antara InterNorth (penyalur gas alam melalui pipa) dengan Houston Natural Gas. Kedua perusahaan ini bergabung pada tahun 1985. Bisnis inti Enron bergerak dalam industri energi, kemudian melakukan diversifikasi usaha yang sangat luas bahkan sampai pada bidang yang tidak ada kaitannya dengan industri energi. Diversifikasi usaha tersebut, antara lain meliputi future transaction, trading commodity non energy dan kegiatan bisnis keuangan.Kasus Enron mulai terungkap pada bulan Desember tahun 2001 dan terus menggelinding pada tahun 2002 berimplikasi sangat luas terhadap pasar keuangan global yang di tandai dengan menurunnya harga saham secara drastis berbagai bursa efek di belahan dunia, mulai dari Amerika, Eropa, sampai ke Asia. Enron, suatu perusahaan yang menduduki ranking tujuh dari lima ratus perusahaan terkemuka di Amerika Serikat dan merupakan perusahaan energi terbesar di AS jatuh bangkrut dengan meninggalkan hutang hampir sebesar US $ 31.2 milyar.
Dalam kasus Enron diketahui terjadinya perilaku moral hazard, diantaranya manipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan 600 juta Dollar AS padahal perusahaan mengalami kerugian. Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar saham tetap diminati investor, kasus memalukan ini konon ikut melibatkan orang dalam gedung putih, termasuk wakil presiden Amerika Serikat. Kronologis, fakta, data dan informasi dari berbagai sumber yang berkaitan dengan hancurnya Enron adalah sebagai berikut:
1. Board of Director (dewan direktur, direktur eksekutif dan direktur non eksekutif)
membiarkan kegitan-kegitan bisnis tertentu mengandung unsur konflik kepentingan dan mengijinkan terjadinya transaksi-transaksi berdasarkan informasi yang hanya bisa di akses oleh Pihak dalam perusahaan (insider trading), termasuk praktek akuntansi dan bisnis tidak sehat sebelum hal tersebut terungkap kepada publik.
2. Enron merupakan salah satu perusahaan besar pertama yang melakukan outsourcing secara total atas fungsi internal audit perusahaan.
a. Mantan Chief Audit Executif Enron (Kepala internal audit) semula adalah partner KAP Andersen yang di tunjuk sebagai akuntan publik perusahaan. b. Direktur keuangan Enron berasal dari KAP Andersen.
c. Sebagian besar staf akunting Enron berasal dari KAP Andersen.
3. Pada awal tahun 2001 partner KAP Andersen melakukan evaluasi terhadap kemungkinan mempertahankan atau melepaskan Enron sebagai klien perusahaan, mengingat resiko yang sangat tinggi berkaitan dengan praktek akuntansi dan bisnis enron. Dari hasil evaluasi diputuskan untuk tetap mempertahankan Enron sebagai klien KAP Andersen.
4. Salah seorang eksekutif Enron dilaporkan telah mempertanyakan praktek akunting perusahaan yang dinilai tidak sehat dan mengungkapkan kekhawatiran berkaitan dengan hal tersebut kepada CEO dan partner KAP Andersen pada pertengahan 2001. CEO Enron menugaskan penasehat hukum perusahaan untuk melakukan investigasi atas kekhawatiran tersebut tetapi tidak memperkenankan penasehat hukum untuk mempertanyakan pertimbangan yang melatarbelakangi akuntansi yang dipersoalkan. Hasil investigasi oleh penasehat hukum tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada hal-hal yang serius yang perlu diperhatikan.
5. Pada tanggal 16 Oktober 2001, Enron menerbitkan laporan keuangan triwulan ketiga. Dalam laporan itu disebutkan bahwa laba bersih Enron telah meningkat menjadi $393 juta, naik $100 juta dibandingkan periode sebelumnya. CEO Enron, Kenneth Lay, menyebutkan bahwa Enron secara berkesinambungan memberikan prospek yang sangat baik. Ia juga tidak menjelaskan secara rinci tentang pembebanan biaya akuntansi khusus (special accounting charge/expense) sebesar $1 miliar yang sesungguhnya menyebabkan hasil aktual pada periode tersebut menjadi rugi $644 juta. Para analis dan reporter kemudian mencari tahu lebih jauh mengenai beban $1 miliar tersebut, dan ternyata berasal dari transaksi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh CFO Enron.
6. Pada tanggal 2 Desember 2001 Enron mendaftarkan kebangkrutan perusahaan ke pengadilan dan memecat 5000 pegawai. Pada saat itu terungkap bahwa terdapat hutang perusahaan yang tidak di laporkan senilai lebih dari satu milyar dolar. Dengan pengungkapan ini nilai investasi dan laba yang ditahan (retained earning) berkurang dalam jumlah yang sama. 7. Enron dan KAP Andersen dituduh telah melakukan kriminal dalam bentuk penghancuran
dokumen yang berkaitan dengan investigasi atas kebangkrutan Enron (penghambatan terhadap proses peradilan.
8. Dana pensiun Enron sebagian besar diinvestasikan dalam bentuk saham Enron. Sementara itu harga saham Enron terus menurun sampai hampir tidak ada nilainya.
9. KAP Andersen diberhentikan sebagai auditor enron pada pertengahan juni 2002. sementara KAP Andersen menyatakan bahwa penugasan Audit oleh Enron telah berakhir pada saat Enron mengajukan proses kebangkrutan pada 2 Desember 2001.
10. CEO Enron, Kenneth Lay mengundurkan diri pada tanggal 2 Januari 2002 akan tetapi masih dipertahankan posisinya di dewan direktur perusahaan. Pada tanggal 4 Februari Mr. Lay mengundurkan diri dari dewan direktur perusahaan.
11. Pada 28 Februari 2002 KAP Andersen menawarkan ganti rugi 750 Juta US dollar untuk menyelesaikan berbagai gugatan hukum yang diajukan kepada KAP Andersen.
12. Pemerintahan Amerika (The US General Services Administration) melarang Enron dan KAP Andersen untuk melakukan kontrak pekerjaan dengan lembaga pemerintahan di Amerika. 13. Tanggal 14 Maret 2002 departemen kehakiman Amerika memvonis KAP Andersen bersalah
atas tuduhan melakukan penghambatan dalam proses peradilan karena telah menghancurkan dokumen-dokumen yang sedang di selidiki.
14. KAP Andersen terus menerima konsekuensi negatif dari kasus Enron berupa kehilangan klien, pembelotan afiliasi yang bergabung dengan KAP yang lain dan pengungkapan yang meningkat mengenai keterlibatan pegawai KAP Andersen dalam kasus Enron.
15. Pada tanggal 22 Maret 2002 mantan ketua Federal Reserve, Paul Volkcer, yang direkrut untuk melakukan revisi terhadap praktek audit dan meningkatkan kembali citra KAP Andersen, mengusulkan agar manajemen KAP Andersen yang ada diberhentikan dan membentuk suatu komite yang diketuai oleh Paul sendiri untuk menyusun manajemen baru.
16. Tanggal 26 Maret 2002 CEO Andersen Joseph Berandino mengundurkan diri dari jabatannya.
17. Tanggal 8 April 2002 seorang partner KAP Andersen, David Duncan, yang bertindak sebagai penanggungjawab audit Enron mengaku bersalah atas tuduhan melakukan hambatan proses peradilan dan setuju untuk menjadi saksi kunci dipengadilan bagi kasus KAP Andersen dan Enron.
18. 9 April 2002 Jeffrey McMahon mengumumkan pengunduran diri sebagai presiden dan Chief
Operating Officer Enron yang berlaku efektif 1 Juni 2002.
19. 15 Juni 2002 juri federal di Houston menyatakan KAP Andersen bersalah telah melakukan hambatan terhadap proses peradilan.
Pembahasan Masalah
Etika bisnis dan profesi memegang peranan penting yang memicu kasus ini berkembang menjadi sangat berdampak besar bagi dunia. Kasus ini juga berdampak terhadap aturan dan regulasi terkait profesi, khususnya akuntan dan auditor. Hal-hal terkait etika bisnis dan profesi yang memicu, mendukung, dan menjadi penyebab kasus ini antara lain:
1. Enron menggunakan outsourcing untuk seluruh fungsi internal audit perusahaan. Dalam hal ini, kepala internal audit, direktur keuangan, serta sebagian besar staf accounting Enron berasal dari KAP yang mengaudit Enron yaitu KAP Andersen.
2. Itikad kurang baik dari jajaran eksekutif Enron. Hal ini dilihat salah satunya dari CEO Enron yang tidak menjelaskan secara rinci tentang pembebanan biaya akuntansi khusus (special accounting charge/expense) sebesar $1 miliar yang dapat mengakibatkan dampak signifikan bagi pengambilan keputusan stakeholders, karena beban tersebut dapat menyebabkan hasil aktual pada tahun 2001 menjadi rugi $644 juta; sedangkan laporan yang dipublikasi pada tahun tersebut menyatakan Enron memperoleh keuntungan. Hal ini menimbulkan indikasi penutupan kesalahan dan manipulasi laporan keuangan demi dapat menarik investor untuk berinvestasi di Enron. 3. Enron dan KAP Andersen dituduh melakukan penghancuran dokumen yang berkaitan dengan
investigasi atas kebangkrutan Enron, tindakan kerja sama yang menyulitkan proses investigasi sehingga menimbulkan indikasi bahwa kedua pihak bekerja sama untuk dapat melarikan diri dari tanggung jawab dan sanksi yang mengancam mereka.
4. Pihak manajemen Enron telah melakukan berbagaimacam pelanggaran praktik bisnis yang sehat dengan melakukan deception, discrimination of information, coercion, bribery dan juga telah melanggar prinsip good corporate governance.
Kasus Enron dilihat dari tinjauan Bahan Kode Etik Profesi Akuntan Publik, KNKG Bab 3, dan jurnal Copeland:
1. Kode Etik Profesi Akuntan Publik
Kasus Enron, berdasarkan kode etik akuntan, telah melanggar beberapa prinsip:
a. Integritas. Auditor, dalam kasus ini Arthur Andersen, seharusnya bersikap terus terang dan jujur serta melakukan praktik secara adil dan sebenar-benarnya. Jika Andersen mengetahui ada suatu hal yang merugikan dan material, seharusnya ia melaporkan atau membuka hal tersebut. hal ini dimaksudkan agar perusahaan mempelajari kesalahannya sendiri dan dijadikan contoh bagi perusahaan lain agar tidak melakukan kesalahan yang sama.
b. Objektivitas. Andersen seharusnya tidak boleh berkompromi dalam memberikan pertimbangan profesionalnya. Ia juga tidak diperbolehkan membantu perusahaan tersebut untuk menutupi kesalahan yang ada. Andersen seharusnya tidak menggantungkan kehidupannya kepada Enron lebih daripada sepuluh persen dari total pendapatannya. Jika lebih dari jumlah itu, ada dugaan kuat bahwa Andersen sudah tidak bisa lagi bersikap netral.
c. Confidentiality. Pada prinsip ini yang melanggar adalah para insider trading yang memanfaatkan informasi yang ia ketahui dari dalam untuk kemudian “dijual” ke pihak eksternal.
d. Professional behavior. Andersen, selaku auditor eksternal dari Enron, seharusnya menahan diri dari setiap perilaku yang akan mendiskreditkan profesinya. Andersen tidak seharusnya membesar-besarkan atau menutupi kekurangan yang ada pada laporan keuangan Enron, menghancurkan dokumen-dokumen yang telah diteliti oleh tim investigasi.
Dengan ini dapat disimpulkan bahwan Arthur Andersen tidak independen dalam menjalankan profesinya sebagai seorang akuntan publik. Andersen terlalu dekat dan timbul rasa ketergantungan pada Enron, sehingga ia ikut menutupi kesalahan yang dibuat oleh internal Enron.
2. KNKG Bab III
Dalam kasus Enron, perusahaan tidak memiliki nilai-nilai yang cukup untuk menggambarkan sikap moral perusahaan yang baik dalam pelaksanaan usahanya. Enron belum memiliki rumusan etika bisnis yang disepakati oleh seluruh organ perusahaan berserta seluruh jajaran dibawahnya. Kedua hal tersebut terbukti dengan sikap Board of Directors yang membiarkan kegiatan-kegitan bisnis tertentu mengandung unsur konflik kepentingan dan mengijinkan terjadinya transaksi-transaksi insider
trading, termasuk praktek akuntansi dan bisnis tidak sehat sebelum hal tersebut terungkap kepada
publik. Seandainya Enron sudah menerapkan moral yang baik dan rumusan etika bisnis tersebut disetujui oleh seluruh organ perusahaan, maka mau tidak mau seluruh bagian dari perusahaan harus mengikuti aturan main yang telah disepakati bersama tersebut.
Enron juga seharusnya melakukan induksi terhadap karyawan baru, melakukan pendidikan dan pelatihan mengenai etika, menjalankan sistem reward and punishment bagi seluruh bagian perusahaan tanpa memandang siapa atau apa jabatan yang tengah diduduki saat ini. Selain itu, Enron harus terus melakukan pemantauan atas pelaksanaan etika bisnis perusahaan tersebut dan melakukan benchmarking dengan perusahaan lain yang sepadan, agar lebih mudah dalam membandingkan setiap masalah yang ada serta cara mengatasinya.
3. Copeland
Pemerintah Amerika Serikat sebaiknya menekankan peraturan mengenai etika (terlebih untuk pelaksanannya) dan isu-isu pelaporan keuangan. Manajemen perusahaan juga seharusnya menerapkan budaya kepemimpinan yang penuh etika dalam perusahaan. Sehubung dalam kasus Enron manajemen perusahaan tidak memiliki intergritas yang cukup, maka sebaiknya manajemen perusahaan juga ikut diganti dengan yang lebih baik. Penggunaan jasa KAP yang bergilir. Setiap tiga tahun sekali, KAP yang mengaudit suatu perusahaan harus diganti dengan partner yang baru. Partner lama boleh kembali mengaudit atau bergabung menjadi salah satu bagian dari perusahaan tersebut setelah melewati masa cooling down selama minimal satu tahun. KAP juga memiliki peran yang sama untuk mendorong perilaku beretika untuk para auditornya. Namun yang terpenting adalah semua pihak memusatkan perhatiannya mulai dari universitas dengan membentuk individu yang nantinya akan terjun ke dalam profesi akuntansi dan audit memiliki pondasi etika dan moral.
Menurut teori fraud ada 3 komponen utama yang menyebabkan orang melakukan kecurangan, menipulasi, korupsi dan sebangsanya (prilaku tidak etis), yaitu opportunity; pressure; dan rationalization, ketiga hal tersebut akan dapat kita hindari melalui meningkatkan moral, akhlak, etika, perilaku, dan lain sebagainya, karena kita meyakini bahwa tindakan yang bermoral akan memberikan implikasi terhadap kepercayaan publik (public trust). Praktik bisnis Enron yang menjadikannya bangkrut dan hancur serta berimplikasi negatif bagi banyak pihak. Pihak yang dirugikan dari kasus ini tidak hanya investor Enron saja, tetapi terutama karyawan Enron yang menginvestasikan dana pensiunnya dalam saham perusahaan serta investor di pasar modal pada umumnya (social impact). Milyaran dolar kekayaan investor terhapus seketika dengan meluncurnya harga saham berbagai perusahaaan di bursa efek.
Jika dilihat dari Agency Theory, Andersen sebagai KAP telah menciderai kepercayaan dari pihak stock holder atau principal untuk memberikan suatu fairrness information mengenai pertanggungjawaban dari pihak agent dalam mengemban amanah dari principal. Pihak agent dalam hal ini manajemen Enron telah bertindak secara rasional untuk kepentingan dirinya (self interest oriented) dengan melupakan norma dan etika bisnis yang sehat. Enron dan KAP melakukan sebuah ketidakjujuran, kebohongan dan praktik bisnis yang tidak etis sehingga menyebabkan sebuah kehancuran yang menyisakan penderitaan bagi banyak pihak disamping proses peradilan dan tuntutan hukum.
Dampak Akibat Kasus Enron dan KAP Andersen
Kasus ini memberikan dampak di Amerika bahkan di Indonesia. Kasus ini mempunyai implikasi terhadap pembaharuan tatanan kondisi maupun regulasi praktik bisnis di Amerika Serikat antara lain :
1. Pemerintah AS menerbitkan Sarbanes-Oxley Act (SOX) untuk melindungi para investor dengan cara meningkatkan akurasi dan reabilitas pengungkapan yang dilakukan perusahaan publik. Selain itu, dibentuk pula PCAOB (Public Company Accounting Oversight Board) yang bertugas:
Mendaftar KAP yang mengaudit perusahaan publik
Menetapkan atau mengadopsi standar audit, pengendalian mutu, etika, independensi dan standar lain yang berkaitan dengan audit perusahaan publik
Menyelidiki KAP dan karyawannya, melakukan disciplinary hearings, dan mengenakan sanksi jika perlu
Melaksanakan kewajiban lain yang diperlukan untuk meningkatkan standar professional di KAP
Meningkatkan ketaatan terhadap SOX, peraturan-peraturan PCAOB, standar professional, peraturan pasar modal yang berkaitan dengan audit perusahaan publik. 2. Perubahan-perubahan yang ditentukan dalam Sarbanes-Oxley Act
a.Untuk menjamin independensi auditor, maka KAP dilarang memberikan jasa non audit kepada perusahaan yang diaudit. Berikut ini adalah sejumlah jasa non audit yang dilarang :
oPembukuan dan jasa lain yang berkaitan.
oDesain dan implementasi sistem informasi keuangan. oJasa appraisal dan valuation
oOpini fairness
oFungsi-fungsi berkaitan dengan jasa manajemen
oBroker, dealer, dan penasihat investasi • Membutuhkan persetujuan dari audit committee perusahaan sebelum melakukan audit. Setiap perusahaan memiliki audit committee ini
karena definisinya diperluas, yaitu jika tidak ada, maka seluruh dewan komisaris menjadi audit committee.
• Melarang KAP memberikan jasa audit jika audit partnernya telah memberikan jasa audit tersebut selama lima tahun berturut-turut kepada klien tersebut.
• KAP harus segera membuat laporan kepada audit committee yang menunjukkan kebijakan akuntansi yang penting yang digunakan, alternatif perlakuan-perlakuan akuntansi yang sesuai standar dan telah dibicarakan dengan manajemen perusahaan, pemilihannya oleh manajemen
dan preferensi auditor.
• KAP dilarang memberikan jasa audit jika CEO, CFO, chief accounting officer, controller klien sebelumnya bekerja di KAP tersebut dan mengaudit klien tersebut setahun sebelumnya.
3. SOX melarang pemusnahan atau manipulasi dokumen yang dapat menghalangi investigasi pemerintah kepada perusahaan yang menyatakan bangkrut. Selain itu, kini CEO dan CFO harus membuat surat pernyataan bahwa laporan keuangan yang mereka laporkan adalah sesuai dengan peraturan SEC dan semua informasi yang dilaporkan adalah wajar dan tidak ada kesalahan material. Sebagai tambahan, menjadi semakin banyak ancaman pidana bagi mereka yang melakukan pelanggaran ini.
4. International Federation Accountants (IFAC), pada akhir tahun 2001 merevisi kode etik bagi para akuntan yang bekerja agar menjadi whitstleblower sebagai berikut “ para profesional dituntut bukan hanya bersikap profesional dalam kaidah-kaidah aturan profesi saja tetapi profesional juga dalam menyatakan kebenaran pada saat masyarakat akan dirugikan atau ada tindakan-tindakan perusahaan yang tidak sesuai dengan hukum yang berlaku”.
5. AICPA dan The Big Five KAP di Amerika mendukung inisiatif Reform yang melarang KAP untuk menawarkan jasa internal audit dan jasa konsultasi lainnya kepada perusahaan yang menjadi klien audit KAP yang bersangkutan.
6. Jhon Whitehead dan Ira Millstein, ketua bersama Blue Ribbon Committe SEC,mengeluarkan rekomendasi tentang perlunya kongres menyusun Undang-Undang yang mengharuskan perusahaan Go Public melaksanakan dan melaporkan ketaatanyan terhadap pedoman corporate governance.
7. Securities Exchange Commission (SEC) dan New York Stock Exchange (NYSE), menyerukan bahwa auditor internal harus lebih mempertajam peran dalam pemeriksaan ketaatan, mengelola resiko, dan mengembangkan operasi bisnis, dan setiap perusahaan diwajibkan untuk memiliki fungsi audit intern (James : 2003).
Adapun dampak lain dari kasus ini , dikutip dari sebuah artikel yang berjudul “Audit Eksternal
dan Hubungannya dengan Komite Audit”
(Oleh IKAI). Dalam artikel tersebut dijelaskan menurut Agus Kretarto-Anggota Komite Audit PT Bank BII, Tbk dalam pembahasannya tentang “Kriteria Pemilihan Auditor Eksternal” bahwa profesi akuntan publik saat ini sedang mendapatkan sorotan tajam bahkan sinis dari masyarakat umum akibat terjadinya skandal-skandal besar di negara maju seperti AS yaitu kasus Enron dan WorldCom. Akibat kasus-kasus tersebut kini kredibilitas akuntan publik menjadi jatuh terutama disebabkan oleh keterlibatan Arthur Andersen salah satu KAP terbesar di dunia di dalam skandal tersebut. Akuntan Publik tidak lagi dipandang sebagai profesi yang unik melainkan sebagai industri yang tidak lepas dari kepentingan bisnis yang sempit.
Fenomena ini telah mendorong berbagai upaya untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan publik. Contoh yang paling nyata adalah inisiatif Sarbanes-Oxley yang merekomendasikan pembentukan badan pengawas akuntan publik di pasar modal. Indonesia sendiri tidak terlepas dari pengaruh skandal tersebut sehingga berbagai pihak seperti IAI dan BAPEPAM kini tengah membahas pengawasan kompetensi dari Akuntan publik terutama yang terlibat di pasar modal Indonesia.
Bagi perusahaan di Indonesia sendiri, pelajaran dari AS tersebut harus menjadi acuan agar tidak sampai terulang di Indonesia. Untuk itu di dalam menunjuk auditor eksternalnya perusahaan harus memiliki kriteria yang mampu meminimalkan resiko manipulasi audit.
Kesimpulan
Dari kasus tersebut dapat simpulkan bahwa Enron dan KAP Arthur Andersen sudah melanggar kode etik yang seharusnya menjadi pedoman dalam melaksanakan tugasnya dan bukan untuk dilanggar. Mungkin saja pelanggaran tersebut awalnya mendatangkan keuntungan bagi Enron, tetapi akhirnya dapat menjatuhkan kredibilitas bahkan menghancurkan Enron dan KAP Arthur Andersen. Dalam kasus ini, KAP yang seharusnya bisa bersikap independen tidak dilakukan oleh KAP Arthur Andersen. Karena perbuatan mereka inilah, kedua-duanya menuai kehancuran dimana Enron bangkrut dengan meninggalkan hutang milyaran dolar. KAP Arthur Andersen sendiri kehilangan keindependensian dan kepercayaan dari masyarakat terhadap KAP tersebut, juga berdampak pada karyawan yang bekerja di KAP Arthur Andersen dimana mereka menjadi sulit untuk mendapatkan pekerjaan akibat kasus ini.
B. KASUS WORLDCOM
WorldCom merupakan salah satu perusahaan besar dalam bidang telekomunikasi di Amerika Serikat dan merupakan perusahaan penyedia layanan telepon jarak jauh. Selama tahun 1990-an WorldCom melakukan beberapa akuisisi terhadap perusahaan telekomunikasi lainnya seperti MCI serta membeli UUNet, Compuserve, dan jaringan data AOL. Hal tersebut kemudian meningkatkan pendapatannya dari $152 juta pada tahun 1990 menjadi $392 milyar pada tahun 2001.
Sayangnya pada tahun 2002,WorldCom terjerat kasus skandal keuangan. Auditor internal perusahaan, Cynthia Cooper, menemukan perlakuan akuntansi yang tidak wajar atas beban sebesar $3,8 milyar selama lima kuartal. Salah saji tersebut menyebabkan hingga 33.000 orang pekerja WorldCom diberhentikan sampai dengan tahun 2006. Sementara harga saham WorldCom menurun drastic dari kisaran mencapai hampir $60 hingga menjadi 20 sen per lembarnya.
Hal ini bermula dari CEO WorldCom yakni Bernard Ebbers yang mempengaruhi bawahannya agar melakukan fraud dengan memanipulasi akun akrual perusahaan dan mengakui operating expense sebagai
capital expenditures. Prinsip akuntansi tersebutlah yang dilanggar oleh WorldCom. CFO WorldCom,
Scott Sullivan memindahkan milyaran dollar operating expenses dari akun yang seharusnya dan mengalokasikannya ke dalam akun „property yang merupakan tipikal akun capital expense. Hal ini membuat WorldCom dapat membebankan operating expenses tersebut secara perlahan dan dalam jumlah yang lebih kecil per periode. Dampaknya adalah akun beban operasional yang dicatat lebih rendah dari seharusnya dan akun aset menjadi lebih tinggi karena beban kapitalisasi dijadikan sebagai beban investasi. Sehingga di tahun 2001, WorldCom melaporkan laba sebesar $1,4 milyar. Faktanya bila fraud tersebut tidak dilakukan, WorldCom mengalami kerugian di tahun 2001 dan kuartal pertama tahun 2002. Setelah fraud tersebut dibongkar oleh Cynthia Cooper kepada kepala komite audit Max Bobbit pada bulan Juni, Bobbit langsung meminta KPMG selaku auditor eksternal saat itu untuk melakukan investigasi lebih lanjut. Scott Sullivan dipecat karena masalah ini dan David F. Myers, controller WorldCom saat itu langsung mengundurkan diri. Sebelumnya, KAP Arthur Andersen selaku auditor eksternal WorldCom KPMG, mengaku bahwa Sullivan tidak pernah mengkonsultasikan penyajian tersebut kepada Arthur Andersen.
Pihak berwenang di Amerika Serikat menyatakan bahwa berdasarkan dokumen-dokumen internal dan e-mail WorldCom diketahui adanya indikasi bahwa eksekutif-eksekutif WorldCom sudah mengetahui adanya salah saji material tersebut sejak awal musim panas tahun 2000. Yang juga menjadi perhatian