• Tidak ada hasil yang ditemukan

CG oecd 5

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "CG oecd 5"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUNGKAPAN & TRANSPARANSI

A. OECD Principle 5: Disclosure and Transparency (Pengungkapan & Transparansi) Kerangka tata kelola perusahaan harus memastikan bahwa pengungkapan yang tepat waktu dan akurat dibuat pada semua hal material mengenai perusahaan, termasuk situasi keuangan, kinerja, kepemilikan, dan tata kelola perusahaan.

a) Pengungkapan harus mencakup informasi material tentang: 1. Hasil keuangan dan operasi perusahaan.

2. Tujuan perusahaan.

3. Kepemilikan saham mayoritas dan hak suara.

4. Kebijakan remunerasi bagi anggota dewan dan eksekutif, dan informasi tentang anggota dewan, termasuk kualifikasi mereka, proses seleksi, direktur perusahaan lain dan apakah mereka dianggap independen oleh dewan.

5. Transaksi dengan pihak terkait. 6. Faktor risiko mendatang.

7. Isu mengenai karyawan dan stakeholders lainnya.

8. Struktur dan kebijakan tata kelola, khususnya isi kebijakan tata kelola perusahaan dan proses yang diimplementasikan.

b) Informasi harus disiapkan dan diungkapkan sesuai dengan standar kualitas akuntansi yang tinggi dan pengungkapan keuangan dan non-keuangan.

c) Audit tahunan harus dilakukan oleh auditor independen, kompeten dan berkualitas dalam rangka memberikan jaminan eksternal dan obyektif kepada dewan dan pemegang saham bahwa laporan keuangan cukup mewakili posisi keuangan dan kinerja perusahaan dalam semua hal yang material.

d) Auditor eksternal harus bertanggung jawab kepada pemegang saham dan berkewajiban kepada perusahaan untuk melakukan kerja profesional dalam melakukan audit.

e) Saluran untuk menyebarkan informasi harus memberikan akses yang adil, tepat waktu, dan akses yang hemat biaya kepada informasi yang relevan oleh pengguna.

f) Kerangka CG harus dilengkapi dengan pendekatan yang efektif yang membahas dan mempromosikan penyediaan analisis atau nasihat oleh analis, broker, lembaga pemeringkat dsb, yang relevan dengan keputusan oleh investor, bebas dari konflik kepentingan material yang mungkin meragukan integritas analisis atau nasihat mereka.

B. CG, Disclosure and Its Evidence in Indonesia (Part 1+2)

Artikel ini ditulis oleh Profesor Siddharta Utama, salah satu staf pengajar Akuntansi di FEUI. Beliau membagi artikel ini menjadi dua bagian, dan keduanya pernah dimuat di majalah Manajemen Usahawan edisi April dan Mei 2003. Berikut ini adalah rangkuman artikel tsb.

PART 1 Pendahuluan

Isu CG mulai populer sejak krisis ekonomi 1997, karena salah satu alasan terjadinya krisis ekonomi di Indonesia adalah kurangnya penerapan GCG.

Menurut The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) (2000), definisi corporate governance adalah proses dan struktur yang diterapkan dalam menjalankan

(2)

perusahaan dengan tujuan utama untuk meningkatkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya.

Isu CG timbul karena ada pemisahan antara kepemilikan dan control. Pemisahan tugas ini bisa menimbulkan konflik kepentingan (agency problem) di antara pihak-pihak tertentu, misalnya antara manajemen, pemegang saham, kreditor, dsb.

Manfaat yang dapat diperoleh dengan implementasi GCG adalah:

 Mengurangi biaya agensi (agency costs), dengan mengendalikan konflik kepentingan antara pemilik (principal) dan manajer (agent).

 Mengurangi biaya modal (cost of capital), dengan memberi sinyal positif bagi penyedia modal.

 Meningkatkan reputasi perusahaan.

 Menambah nilai perusahaan, yang dihasilkan dari pengurangan biaya modal (cost of capital), peningkatan kinerja finansial, dan peningkatan persepsi stakeholders tentang kinerja perusahaan di masa depan.

Menurut OECD, ada lima prinsip CG (1999)* 1. The rights of shareholders

2. The equitable treatment of shareholders

3. The role of stakeholders in corporate governance 4. Disclosure and transparency

5. The responsibilities of the board

*Artikel ini masih mengacu pada prinsip OECD versi lama. Prinsip OECD kemudian direvisi menjadi enam prinsip (2004).

Terkait dengan prinsip ke-4 yaitu pengungkapan dan transparansi, Fujinuma (2000) menyatakan factor pendorong perkembangan prinsip ini:

1. Peningkatan focus oleh regulator tentang kualitas audit.

2. Peningkatan permintaan informasi oleh pengguna (stakeholders). 3. Peningkatan harapan untuk peran akuntan dalam memerangi korupsi. Asimetri informasi dan pentingnya prinsip pengungkapan

GCG mutlak diperlukan jika ada potensi konflik kepentingan di antara pihak tertentu. Hal ini terjadi karena adanya asimetri informasi (information asymmetry), yaitu keadaan di mana salah satu pihak memiliki pengetahuan yang tidak dimiliki pihak lain.

Ada dua tipe utama asimetri informasi:

 Adverse selection: satu pihak atau lebih yang melangsungkan transaksi usaha potensial memiliki informasi lebih atas pihak-pihak lain. Contoh: informasi internal perusahaan kepada investor yang dibatasi oleh manajer.

 Moral hazard: satu pihak atau lebih tidak dapat mengamati tindakan pihak lain, padahal tindakan tsb mempengaruhi kepentingan semua pihak dalam transaksi tsb. Contoh: memotivasi usaha manajer (terkait dengan pemisahan tugas).

Cara mengatasi:

 Adverse selection: bisa diatasi dengan menerapkan prinsip pengungkapan menyeluruh (full-disclosure principle), yaitu dengan mengkonversi informasi internal menjadi informasi eksternal. Contoh: laporan keuangan untuk penilaian investor.

(3)

 Moral hazard: laporan keuangan dan laba bersih (net income) bisa menjadi control yang baik, karena bisa menjadi ukuran (proxy) kinerja manajerial.

Biaya pengungkapan:

 Out-of-pocket costs: biaya administrasi, bahan baku, dsb.

 Indirect costs: biaya untuk mengungkapkan informasi kepada kompetitor (potensial). Perusahaan akan meningkatkan jumlah pengungkapan selama manfaat pengungkapan melebihi biaya yang dikeluarkan.

Menurut penelitian dan bukti empiris, terdapat asosiasi negative antara:  Tingkat pengungkapan dan cost of equity capital. Ada dua penjelasan:

o Peningkatan pengungkapan meningkatkan likuiditas pasar saham dan mengurangi cost of equity capital, bisa melalui pengurangan biaya transaksi atau peningkatan permintaan untuk saham perusahaan.

o Peningkatan pengungkapan mengurangi risiko estimasi yang disebabkan estimasi investor tentang parameter return asset.

 Tingkat pengungkapan dan cost of debt. Alasan: lenders dan underwriters mempertimbangkan kebijakan pengungkapan perusahaan dalam estimasi mereka tentang default risk.

Menurut Andrew Sheng (2000), manfaat pengungkapan adalah: untuk memelihara integritas dan untuk berfungsi secara adil dan efisien, pasar perlu informasi berkualitas tinggi, pengungkapan tepat waktu, dan akses efisien untuk informasi tsb. Para investor butuh informasi ini untuk membuat keputusan investasi dan untuk berdagang.

Sebenarnya tanpa regulasi pun, perusahaan memiliki insentif pribadi untuk melakukan pengungkapan informasi. Alasan:

 Perusahaan mengadakan kontrak dengan berbagai pihak. Kontrak ini perlu informasi untuk mengawasi apakah hak dan kewajiban tiap pihak sudah terpenuhi.

 Tekanan pasar (pasar modal dan tenaga kerja). Manajer yang berkinerja baik akan dinilai tinggi oleh pasar, apalagi jika manajer bisa meningkatkan nilai perusahaan.

Praktik pengungkapan di negara Asia Timur

Ada dua penelitian yang berusaha menyelidiki praktik pengungkapan di negara Asia Timur. Penelitian pertama dilakukan oleh OECD.

Tujuan penelitian: mengevaluasi peran CG di lima negara yang paling dipengaruhi oleh krisis ekonomi Asia (Indonesia, Korea, Malaysia, Filipina, Thailand).

Temuan: negara tsb memiliki transparansi buruk dan praktik pengungkapan tidak memadai. Ada beberapa factor penyebab:

 Tidak ada tradisi pengungkapan di antara pihak internal perusahaan, yang umumnya terdiri dari keluarga.

 Standar akuntansi yang tidak memadai dan implementasi lemah, termasuk kegagalan untuk menerapkan penalti / hukuman untuk pelaporan keuangan palsu / curang.

Saran / rekomendasi:

 Membuat entitas pengawasan untuk mengatur praktik akuntansi, auditing, dan pelaporan keuangan dan untuk menegakkan standar.

(4)

 Mewajibkan semua perusahaan public yang listed menunjuk direktur independen dan subkomite audit eksternal dan memberi mandate fungsi dan tanggung jawab mereka kepada investor public.

 Penerapan penalty / hukuman yang setimpal untuk fraud reporting.

Penelitian kedua: M Zubaidur Rahman (2000), The Role of Accounting Disclosure in the East Asian Financial Crisis: Lessons Learned?

Penelitian ini menunjukkan perbandingan antara praktik pengungkapan saat ini di beberapa bank dan perusahaan terbesar di enam negara (Korea, Thailand, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Jepang) dengan praktik akuntansi yang diterima secara internasional.

Ada enam area laporan keuangan yang diinvestigasi: 1. Related party lending and borrowing

2. Foreign currency debt

3. Derivative financial instruments 4. Segment information

5. Contingent liabilities

6. Additional disclosure in bank financial statements

Hasil: sebagian besar perusahaan dan bank di lima negara (kecuali Jepang) tidak mengikuti International Accounting Standards (IAS) dalam mengungkapkan area yang diinvestigasi.

 Skor yang didapat untuk kepatuhan rata-rata di semua area adalah 40%  Derivative financial instruments = di bawah 20%

 Foreign currency debt = sekitar 35%

Penelitian ini berargumen bahwa kurangnya pengungkapan mempengaruhi pengguna laporan keuangan dalam mendeteksi kondisi finansial yang memburuk sebelum krisis ekonomi terjadi di negara tsb.

Penelitian ketiga: SM Saudagaran & JG Diga (1997), Financial Reporting in Emerging Capital Markets: Characteristics and Policy Issues

Karakteristik laporan keuangan di Emerging Capital Markets (ECMs), yaitu pasar modal di ekonomi yang kurang berkembang dan masih dalam masa transisi.

Kriteria untuk mengevaluasi dan membandingkan laporan keuangan adalah:  Information availability

 Reliability  Comparability

Kesimpulannya, semua penelitian ini menemukan bahwa semua negara Asia Timur (termasuk Indonesia) memiliki praktik pengungkapan yang buruk.

Efektivitas mekanisme insentif pribadi dan pasar untuk mengurangi asimetri informasi di Indonesia

Di Indonesia, merupakan hal yang umum untuk menemukan perusahaan yang memiliki struktur kepemilikan yang dikuasai oleh keluarga atau pemegang saham terbatas.

Menurut Claessens et al (2000), 67.3% perusahaan terbuka dikuasai oleh keluarga, sedangkan hanya 6.6% yang dimiliki oleh umum. Konsentrasi dalam kepemilikan dan control ini menimbulkan asimetri informasi antara pemegang saham mayoritas dan minoritas.

(5)

Mekanisme partisipasi pemegang saham minoritas dalam pengambilan keputusan perusahaan bisanya lemah, partisipasi pemegang saham pasif, dan perlindungan hukum bagi mereka tidak memadai.

OECD (2000) menyatakan bahwa dominasi pemegang saham pengendali oleh keluarga menyebabkan dewan direksi menjadi mekanisme pengawasan yang tidak efektif untuk kepentingan semua pemegang saham. Faktanya sering terjadi bahwa ketua dewan direksi juga merangkap ketua tim manajemen.

IAI (2000) menyatakan bahwa karena umumnya keluarga mengendalikan perusahaan, maka tidak ada pemisahan tugas antara kepemilikan dan manajemen sehingga bisa menyebabkan manajemen hanya menguntungkan pemegang saham mayoritas saja.

Utang, terutama pinjaman bank merupakan sumber pendanaan terbesar di Indonesia. Meskipun begitu, menurut OECD (2000), bank sebagai kreditor di Indonesia umumnya hampir tidak pernah ikut campur dalam manajemen dan keputusan perusahaan, dan peran pengawasan mereka lemah. Ada beberapa alasan:

1. Tata kelola kreditor yang buruk, internal control lemah, dan kerangka peraturan institusi keuangan yang tidak memadai.

2. Kurangnya kompetisi di antara para kreditor, ditambah dengan fakta bahwa banyak di antaranya dimiliki konglomerat atau keluarga yang sama dengan perusahaan.

3. Jaminan pinjaman pemerintah secara implisit dan eksplisit, sehingga menyebabkan insentif kreditor untuk mengawasi non-performing loan (NPL) menjadi lemah.

Hal-hal tsb di atas menunjukkan bahwa insentif pribadi dalam mengungkapkan informasi melalui kontrak telah gagal untuk menghasilkan pengungkapan yang memadai untuk mengendalikan efek negative asimetri informasi.

Analisis tentang peran pasar dalam meningkatkan pengungkapan di Indonesia:

 Pasar modal di mayoritas negara Asia Timur tidak berkembang baik, termasuk di Indonesia. Hal ini juga yang menyebabkan banyak perusahaan lebih bergantung pada utang bank. Pasar modal di Indonesia tidak efisien dibandingkan negara lainnya dalam hal informasi relevan yang dinyatakan dalam harga saham.

 Pasar tenaga kerja juga kurang berkembang di Indonesia. Pengawasan kinerja manajer menjadi tidak efektif karena manajer adalah bagian dari keluarga pemilik. Hal ini menyebabkan disinsentif bagi manajer untuk dinilai baik di pasar tenaga kerja.

 Pasar untuk corporate control termasuk tidak aktif di Indonesia. Hal ini sebagian adalah fungsi kebijakan pemerintah, dan juga merefleksikan kesulitan untuk ambil bagian ketika stuktur kepemilikan sangat terkonsentrasi.

Seluruh kondisi ini menghambat efektivitas mekanisme pasar dalam menyediakan insentif bagi perusahaan untuk melakukan pengungkapan memadai. Karena semua hal ini termasuk masalah serius, otoritas pusat wajib ikut campur dan mengatur pengungkapan informasi.

Tingkat Pengungkapan Perusahaan Terbuka di Indonesia

Penelitian pertama: Juniati Gunawan (2000), Analisis Tingkat Pengungkapan Laporan Tahunan pada Perusahaan yang Terdaftar di BEJ, Thesis, Master FEUI Akuntansi

Penelitian ini menggunakan disclosure score yang dikembangkan oleh Botosan (1997).

Penilaiannya mencakup pengungkapan di laporan tahunan untuk informasi wajib (mandatory) dan sukarela (voluntary). Sampel yang digunakan adalah 104 dari 274 perusahaan yang terdaftar di BEJ tahun 1998 dan laporan tahunan yang diteliti adalah untuk tahun 1998.

(6)

Ada lima hal yang perlu pengungkapan, berikut hasilnya tertera di table: Skor pengungkapan untuk sample perusahaan yang terdaftar di BEJ*

No. Description Actual / max score (%)

1 Informasi latar belakang 44.25

2 Ikhtisar kinerja finansial 84.9

3 Informasi non-finansial 17.7

4 Proyeksi / perkiraan (forecast) 4.4

5 Analisis dan pembahasan umum oleh manajemen 55.7

Overall score 41.9

*Diproses dari J. Gunawan, Table IV.3, hal. 45-46

Kesimpulan: perusahaan terbuka di Indonesia cenderung hanya mengungkapkan informasi wajib (mandatory), dan bahkan untuk informasi jenis ini, beberapa hal tidak diungkapkan.

Tingkat pengungkapan berbanding positif dengan ukuran perusahaan dan financial leverage.  Perusahaan skala besar memiliki insentif pribadi lebih tinggi untuk mengungkapkan

informasi karena mereka membuat kontrak dengan berbagai pihak.

 Perusahaan dengan leverage lebih tinggi menghasilkan biaya agensi lebih tinggi dan untuk mengendalikan biaya ini, mereka dipaksa untuk mengungkapkan lebih banyak. Kronologi Kasus Praktik Insider Trading Transaksi Saham PT PGN

Pada tanggal 8 Januari 2007 telah terjadi suatu transaksi yang tidak wajar atas saham PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk di mana dalam harga pembukaan perdagangan Rp. 10.850,- per lembar saham, dan pada harga penutupan perdagangan jatuh ke harga Rp. 7.400,-per lembar sahamnya (31,8 %).

Kemudian pada tanggal 11 Januari 2007, transaksi harga perdagangan dibuka pada Rp. 9.650,-per lembar saham dan pada harga penutupan 9.650,-perdagangan jatuh kembali ke posisi Rp. 7.400,- 9.650,-per lembar sahamnya atau terjadi lagi penurunan sebesar (23,36 %). Pemicunya ternyata PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk terlambat memberitahukan kepada publik tentang penyelesaian proyek pipanisasi South Sumatera – West Java (SSWJ), akibatnya terjadi panic selling yang melanda investor asing maupun lokal. Faktor penurunan harga saham PGAS tersebut erat kaitannya dengan koreksi atas rencana besarnya volume gas yang akan dialirkan, yaitu mulai dari (paling sedikit) 150 MMSCFD menjadi 30 MMSCFD. Selain itu, juga dinyatakan bahwa tertundanya gas in (dalam rangka komersialisasi) yang semula akan dilakukan pada akhir Desember 2006 tertunda menjadi Maret 2007. Informasi yang diberitahukan kepada publik tersebut, sebenarnya sudah diketahui oleh manajemen PGAS sejak tanggal 12 September 2006 (informasi tentang penurunan volume gas) serta sejak tanggal 18 Desember 2006 (informasi tertundanya gas in).

Atas kejadian tersebut, Bursa Efek Jakarta (BEJ) mencurigai adanya sesuatu yang tidak benar dari transaksi tersebut sehingga BEJ men-suspend atau menghentikan sementara perdagangan saham tersebut pada tanggal 15 Januari 2007, suspensi dilakukan karena melihat penurunan saham PGAS yang sangat tajam hingga 23,36% dan melaporkannya kepada Bapepam-LK selaku pengawas pasar modal.

(7)

Kemudian pada tanggal 1 Februari 2007, Bapepam-LK telah menginformasikan kepada publik mengenai perkembangan pemeriksaan terhadap PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk terkait dengan penurunan harga saham PGAS yang signifikan dan telah melakukan review atas dokumen-dokumen serta melakukan pemeriksaan terhadap jajaran direksi PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, akuntan publik dari PGAS, dan koordinator pelaksana proyek dan manajer proyek SSWJ. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan tersebut, Bapepam-LK telah memperoleh cukup bukti bahwa PGAS telah melakukan pelanggaran terhadap Ketentuan Undang-Undang Pasar Modal dan Peraturan Nomor X.K.1. tentang Keterbukaan Informasi Yang Harus Segera Diumumkan Kepada Publik dan Bapepam-LK juga melakukan pemeriksaan atas transaksi saham PGAS yang dilakukan oleh Perusahaan Efek Anggota Bursa.

Berdasarkan keterangan pers yang dikeluarkan oleh Ketua Bapepam-LK, Bapak Fuad Rahmany, Bapepam-LK telah menjatuhkan sanksi administrative berupa denda kepada PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk sebesar Rp. 35.000.000,00 (tiga puluh lima juta rupiah) atas keterlambatan penyampaian keterbukaan informasi terkait penundaan pipanisasi SSWJ selama 35 (tiga puluh lima) hari atas pelanggaran Pasal 86 Undang-Undang Pasar Modal Jo. Peraturan Bapepam Nomor X.K.1. tentang Keterbukaan Informasi Yang Harus Segera Diumumkan Kepada publik. Di samping itu, Bapepam-LK juga memberikan sanksi denda sebesar Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) kepada direksi dan mantan direksi PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk yang menjabat pada periode Juli 2006 sampai dengan Maret 2007 atas pelanggaran tentang pemberian keterangan yang secara material tidak benar, yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 Undang-Undang Pasar Modal.

Selanjutnya Bapepam-LK telah menemukan titik terang terhadap kasus anjloknya harga saham PGAS, titik terang ini diperoleh, setelah Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bapepam-LK memeriksa direksi PGAS dan beberapa staf PGAS. Hasilnya dugaan adanya insider trading dalam kasus anjloknya saham PGAS semakin menguat. Dugaan ini disampaikan Kepala Biro Pemeriksaan dan Penyidikan (PP) Bapepam-LK, Bapak Wahyu Hidayat. Adanya dugaan insider trading ini dikatahui setelah mendapatkan laporan dari Biro Transaksi Lembaga Efek (TLE) Bapepam-LK. Dalam menangani kasus PGAS ini, Bapepam-LK telah membentuk 2 (dua) tim pemeriksa. Tim pemeriksa pertama bertugas untuk memeriksa dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh direksi PGAS, khususnya mengenai keterbukaan informasi dan pelanggaran lainnya. Tim ini juga bertugas untuk mencari bukti adanya dugaan insider trading. Sedangkan tim pemeriksa kedua bertugas untuk melakukan pemeriksaan terhadap adanya dugaan perdagangan saham yang dilakukan oleh orang dalam.

Keterangan dari Kepala Biro Perundang-Undangan dan Bantuan Hukum Bapepam-LK, Bapak Robinson Simbolon, bahwa untuk mengungkapkan kasus insider trading tidak mudah apalagi kalau melibatkan investor dan sekuritas asing. Hal senada dikemukakan pula oleh Ketua Bapepam-LK bahwa sistem hukum Indonesia saat ini belum mengakui data elektronik sebagai bukti hukum di pengadilan sehingga untuk melakukan pembuktian tentang terjadinya praktek insider trading di pasar modal terbentur dengan sistem pembuktian yang ada sekarang ini.

Adapun informasi material yang terlambat disampaikan oleh PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk kepada publik / masyarakat yang dapat mempengaruhi harga saham di bursa efek berdasarkan pemeriksaan Bapepam-LK adalah pertama, mengenai terjadinya koreksi atas rencana besarnya volume gas yang akan dialirkan, yaitu mulai dari (paling sedikit) 150

(8)

MMSCFD menjadi 30 MMSCFD dan, kedua, mengenai tertundanya gas in (dalam rangka komersialisasi) yang semula akan dilakukan pada akhir Desember 2006 tertunda menjadi Maret 2007. Informasi yang diberitahukan kepada publik tersebut, sebenarnya sudah diketahui oleh manajemen PGAS sejak tanggal 12 September 2006 (informasi tentang penurunan volume gas) serta sejak tanggal 18 Desember 2006 (informasi tertundanya gas in). Kedua informasi tersebut di atas dikategorikan sebagai informasi yang material dan dapat mempengaruhi harga saham di bursa efek. Hal tersebut tercermin dari penurunan harga saham PGAS pada tanggal 12 Januari 2007.

Orang dalam perusahaan dari PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk yang melakukan transaksi saham PGAS pada periode 12 September 2006 sampai dengan 11 Januari 2007, yaitu Adil Abas (mantan direktur pengembangan), Nursubagjo Prijono, WMP Simanjuntak (mantan Direktur Utama dan sekarang Komisaris), Widyatmiko Bapang (mantan sekretaris perusahaan), Iwan Heriawan, Djoko Saputro, Hari Pratoyo, Rosichin, dan Thohir Nur Ilhami.

Masing-masing dari orang dalam perusahaan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk tersebut telah dijatuhi sanksi administratif dari Bapepam-LK berupa sanksi denda yang besarnya berbeda-beda antara satu orang dengan orang dalam lainnya. Sanksi denda yang terendah sebesar Rp. 9.000.000,00 (sembilan juta rupiah) dan sanksi denda yang tertinggi adalah sebesar Rp. 2.330.000.000,00 (dua miliar tiga ratus tiga puluh juta rupiah), dengan total keseluruhan denda sebesar Rp. 2.800.000.000,00 (dua miliar delapan ratus juta rupiah). Sanksi denda tersebut ditetapkan oleh Bapepam-LK dengan mempertimbangkan pola transaksi dan akses yang bersangkutan terhadap informasi orang dalam.

Insider Trading

Insider trading merupakan istilah teknis yang hanya dikenal dalam pasar modal. Istilah tersebut mengacu kepada praktek di mana orang dalam (corporate insider), melakukan transaksi sekuritas dengan menggunakan informasi eksklusif yang mereka miliki yang belum tersedia bagi masyarakat atau investor.

Praktek insider trading bertentangan dengan prinsip keterbukaan. Keterbukaan merupakan suatu kewajiban bagi setiap perusahaan yang menjual sahamnya melalui bursa efek. Prinsip keterbukaan (disclosure principle) merupakan sesuatu yang harus ada, baik untuk kepentingan pengelola bursa (BEJ), pengawas (Bapepam), dan calon investor.

Oleh karena itu, dapat ditentukan bahwa perdagangan efek dapat tergolong sebagai praktek insider trading apabila memenuhi tiga unsur minimal yaitu:

a. Adanya orang dalam (insider);

b. Informasi material yang belum tersedia bagi masyarakat atau belum di-disclosed (unpublished inside information);

c. Orang dalam melakukan transaksi dengan menggunakan informasi material yang belum tersedia untuk umum tersebut (insider trading).

Insider trading berbahaya bagi mekanisme pasar yang fair dan efisien. Dampak negative insider trading adalah:

a. Pembentukan harga yang tidak fair. Pembentukan harga tersebut disebabkan kurangnya informasi yang merata yang dimiliki para pelaku bursa, artinya hanya dimiliki oleh orang dalam atau sekelompok orang tertentu yang mempunyai akses terhadap orang dalam.

(9)

b. Berbahaya bagi kelangsungan hidup pasar modal. Hilangnya kepercayaan investor terhadap bursa akan menyebabkan perubahan kebijakan investasinya dan akhirnya bursa tidak lagi dianggap sebagai alternatif sumber pembiayaan yang menguntungkan.

c. Menurunkan kepercayaan investor atas pasar saham karena ambiguitas dan rendahnya reliabilitas informasi yang mengemuka, sehingga menghambat perkembangan pasar modal yang pada akhirnya dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi karena menurunnya minat investasi

d. Memperburuk citra emiten. Hilangnya kepercayaan investor terhadap emiten merupakan salah satu penyebab hilangnya image positif investor, dan apabila hal tersebut terjadi maka sulit bagi emiten merebut kembali simpati masyarakat. Hal ini berdampak negatif secara luas dari aspek ekonomis, sumber daya serta pangsa pasar yang ada.

e. Kerugian bagi investor. Kerugian tersebut disebabkan karena investor membeli efek pada harga yang mahal dan menjualnya pada harga yang murah, sehingga investor merasa dirugikan dan tidak mendapatkan perlindungan.

f. Menurunkan nilai perusahaan yang tercermin dari turunnya harga g. Mencegah pembeli potensial dari better deal on the stock

h. Menurunkan likuiditas saham maupun likuiditas pasar

Kualitas Pelaporan Keuangan dan Peran Auditor Eksternal dalam GCG  Ada tiga alasan buruknya akuntansi (poor accounting), yaitu:

1. Subversion of sound accounting principles  Banyak praktik-praktik saat ini, seperti front-end revenue recognition, cookie jar reserving, off-balance-sheet financing yang merupakan pelanggaran-pelanggaran dari berbagai prinsip yang ada (seperti

pengakuan pendapatan, expense matching, dan pengakuan kewajiban), bukan merupakan kegagalan prinsip. Hal ini disebabkan konflik kepentingan (pada bagian dari directors, auditor, pembuat kebijakan, dan politikus) yang mendorong terjadinya praktik pelanggaran.

2. Bentuk dari regulasi akuntansi  Penulis mengacu pada rekomendasi “bright line” yang mendorong bentuk mengungguli substansi, pelaksanaan regulasi daripada menangkap ekonomi. Perdebatan tentang “benar dan wajar” mengesampingkan pembicaraan tentang isu ini. Bentuk regulasi akuntansi memiliki kelemahan yang mendukung poor accounting itu sendiri.

3. Pemanfaatan regulasi yang buruk itu sendiri, yang “dipermainkan” oleh pihak-pihak yang telah berpikiran buruk untuk memanfaatkan celah regulasi akuntansi yang ada  Praktik-praktik yang diduga keliru diberikan sanksi oleh GAAP yang mengacu pada Kerangka Konseptual. Banya praktik telah terasosiasi dengan nama kualitas, seperti IBM, Microsoft. Aktor yang terlibat mungkin berkonflik tetapi adakah kesalahan kegagalan berpikir tentang bagaimana akuntansi yang baik seharusnya?

(10)

 Penulis berpandangan bahwa pemegang saham “membeli earnings” sehingga kualitas earnings merupakan fitur penting dari produk laporan keuangan  Pemegang saham membeli perusahaan untuk menghasilkan uang, dan earnings merupakan jawaban atas pertanyaan “Apa yang telah saya hasilkan tahun ini?”. Analis memperkirakan earnings sebagai sebuah indikasi seberapa besar sebuah saham tersebut berharga.

 Investor tentu saja tidak membeli earnings saat ini. Sehingga kualitas earnings merupakan, hal pertama dan utama, sebuah pertanyaan mengenai kualitas earnings berikutnya.

 Jika kita memperkirakan GAAP earnings maka kita akan salah menilai perusahaan karena GAAP earnings tidak mencukupi/kurang baik  Earnings saat ini merupakan input bagi perkiraan earnings pada masa mendatang. Adanya kontroversi terhadap pro forma earnings. Angka dalam pro forma telah diketahui lebih dahulu untuk perkiraan (as in First Call) dan untuk laporan hasil aktual (in press releases). Banyak angka dalam pro forma telah dikritisi sebagai angka earnings dengan kualitas rendah. Tetapi orang cenderung fokus pada angka pro forma jika GAAP earnings berkualitas buruk.

Pengalaman dalam bubble baru-baru ini menyarankan sebuah standar untuk menjawab pertanyaan ini: earnings tidak bisa digunakan dalam sebuah skema piramida untuk mendorong anggapan spekulatif (dan mendorong bubbles). Skema piramida bekerja dengan dua cara, yaitu (1) momentum earnings dapat dibuat dalam mekanisme alami dimana pendapatan secara agresif diakui atau beban diabaikan (2) memoentum dapat diangkat (levered up) dengan menagajak manajemen dalam aktivitas untuk meningkatkan angka piramida tersebut, untuk merugikan investor yang tak awas. Angka pro forma seperti EBIT dan skema pembiayaan off-balance-sheet (mendorong skema piramida dan skema peminjaman) serta EBITDA (mendorong subtitusi modal untuk tenaga kerja yang menghasilkan kapasitas berlebih serta menyediakan insentif untuk mengkapitalisasi beban.

A Loose Anchor: The Poor Quality of GAAP Earnings

 GAAP melanggar shareholder perspective karena memberi celah untuk melakukan pyramiding (Cara meningkatkan posisi keuangan menggunakan profit yang masih unrealized dari perdagangan untuk meningkatkan margin).

 Sehingga pembeli earnings (para pemegang saham) harus berhati-hati dan para analis fundamental yang berdedikasi harus membuat penyesuaian atas hal tersebut.

The Quality of Financial Reporting GAAP is Forward-Looking

 Penggunaan paling penting dari pelaporan keuangan adalah untuk membantu investor mencari tahu pendapatan di masa depan dan perbedaannya dari pendapatan yang sekarang. Dengan demikian, laporan keuangan diharapkan menyajikan sesuatu yang lebih dari current earning. Walaupun pendapatan sekarang dapat digunakan sebagai indikator pendapatan di masa depan dengan menggunakan analisis laporan keuangan yang lebih luas, namun itu masih dirasakan kurang cukup untuk memprediksi laba akuntansi dalam beberapa tahun.  Analisis laporan keuangan membantu peramalan ke depan karena struktur dari model

pelaporan keuangan. Berfokus pada pendapatan operasi, bila pendapatannya komprehensif, yaitu: Operating income = free cash flow + change in net operating assets

(11)

Peraturan Bapepam LK

KUALITAS PELAPORAN KEUANGAN

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal Bab X Pelaporan dan Keterbukaan Informasi

Pasal 86

Pelaporan keuangan merupakan kewajiban bagi perusahaan publik yang terdaftar di bursa efek. Kewajiban tersebut berupa:

a. menyampaikan laporan secara berkala kepada Bapepam dan mengumumkan laporan tersebut kepada masyarakat; dan

b. menyampaikan laporan kepada Bapepam dan mengumumkan kepada masyarakat tentang peristiwa material yang dapat mempengaruhi harga Efek selambat-lambatnya pada akhir hari kerja ke-2 (kedua) setelah terjadinya peristiwa tersebut.

Selanjutnya pada ayat 2 dinyatakan bahwa Emiten atau Perusahaan Publik yang Pernyataan Pendaftarannya telah menjadi efektif dapat dikecualikan dari kewajiban untuk menyampaikan laporan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Bapepam. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kewenangan kepada Bapepam untuk menetapkan persyaratan tertentu di mana Emiten atau Perusahaan Publik yang Pernyataan Pendaftarannya telah menjadi efektif tidak diwajibkan menyampaikan laporan. Persyaratan dimaksud, antara lain, berupa penentuan maksimal jumlah pemegang saham dan modal disetor Perusahaan Publik yang tidak diwajibkan untuk menyampaikan laporan. Ketentuan ini tidak berarti bahwa Perusahaan Publik yang Pernyataan Pendaftarannya telah menjadi efektif tidak wajib menyampaikan laporan meskipun tidak memenuhi persyaratan sebagai Perusahaan Publik.

AUDITOR EKSTERNAL

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal Pasal 68

Akuntan yang terdaftar pada Bapepam yang memeriksa laporan keuangan Emiten, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, dan Pihak lain yang melakukan kegiatan di bidang Pasar Modal wajib menyampaikan pemberitahuan yang sifatnya rahasia kepada Bapepam selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) hari kerja sejak ditemukan adanya hal-hal sebagai berikut :

a. pelanggaran yang dilakukan terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya; atau

b. hal-hal yang dapat membahayakan keadaan keuangan lembaga dimaksud atau kepentingan para nasabahnya.

Pasal 69

Laporan keuangan yang disampaikan kepada Bapepam wajib disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Yang dimaksud dengan “prinsip akuntansi yang berlaku umum” adalah Standar Akuntansi Keuangan yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dan praktik akuntansi lainnya yang lazim berlaku di Pasar Modal.

(12)

Tanpa mengurangi ketentuan, Bapepam dapat menentukan ketentuan akuntansi di bidang Pasar Modal. Meskipun pengaturan suatu hal tertentu sudah diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan, tetapi apabila belum mencakup hal-hal yang dibutuhkan di Pasar Modal seperti dalam rangka memenuhi asas keterbukaan, Bapepam dapat menetapkan ketentuan mengenai hal tersebut secara khusus untuk melindungi kepentingan publik.

 Peraturan Bapepam no. VIII.A.1 tentang Pendaftaran Akuntan yang Melakukan Kegiatan di Pasar Modal

Peraturan ini mengatur tentang persyaratan dan berkas yang harus dipenuhi oleh Akuntan Publik yang ingin melakukan kegiatan di Pasar Modal. Peraturan ini untuk mencegah masuknya

Akuntan Publik yang kurang kompeten dalam mengaudit perusahaan yang listing di BEI.  Peraturan Bapepam no. VIII.A.2 tentang Independensi Akuntan yang Memberikan Jasa di

Pasar Modal

Ketentuan mengenai independensi Akuntan yang memberikan jasa di Pasar Modal, diatur dalam Peraturan Nomor VIII.A.2 sebagaimana dimuat dalam Lampiran Keputusan ini. Keputusan ini berlaku sekaligus mencabut Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-310/BL/2008 tanggal 1 Agustus 2008 tentang Independensi Akuntan yang Memberikan Jasa di Pasar Modal dan dinyatakan tidak berlaku. Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal 28 Februari 2011.

Dalam memberikan jasa profesional, khususnya dalam memberikan opini, Akuntan wajib mempertahankan sikap independen. Akuntan tidak independen apabila selama Periode Audit dan selama Periode Penugasan Profesionalnya, baik Akuntan, Kantor Akuntan Publik, maupun Orang Dalam Kantor Akuntan Publik:

a. mempunyai kepentingan keuangan langsung atau tidak langsung yang material pada klien, seperti:

1) investasi pada klien; atau

2) kepentingan keuangan lain pada klien yang dapat menimbulkan benturan kepentingan. b. mempunyai hubungan pekerjaan dengan klien, seperti:

1) merangkap sebagai Karyawan Kunci pada klien;

2) memiliki Anggota Keluarga Dekat yang bekerja pada klien sebagai Karyawan Kunci dalam bidang akuntansi atau keuangan;

3) mempunyai mantan rekan atau karyawan profesional dari Kantor Akuntan Publik yang bekerja pada klien sebagai Karyawan Kunci dalam bidang akuntansi atau keuangan, kecuali setelah lebih dari satu tahun tidak bekerja lagi pada Kantor Akuntan Publik yang bersangkutan; atau

4) mempunyai rekan atau karyawan profesional dari Kantor Akuntan Publik yang sebelumnya pernah bekerja pada klien sebagai Karyawan Kunci dalam bidang akuntansi atau keuangan, kecuali yang bersangkutan tidak ikut melaksanakan audit terhadap klien tersebut dalam Periode Audit.

c. mempunyai hubungan usaha secara langsung atau tidak langsung yang material dengan klien, atau dengan Karyawan Kunci yang bekerja pada klien, atau dengan pemegang saham utama klien. Hubungan usaha dalam butir ini tidak termasuk hubungan usaha dalam hal Akuntan, Kantor Akuntan Publik, atau Orang Dalam Kantor Akuntan Publik memberikan jasa audit,

(13)

review, atestasi lainnya, dan/atau non atestasi kepada klien, atau merupakan konsumen dari produk barang atau jasa klien dalam rangka menunjang kegiatan rutin.

d. memberikan jasa non atestasi kepada klien seperti:

1) pembukuan atau jasa lain yang berhubungan dengan catatan akuntansi klien atau laporan keuangan;

2) desain sistem informasi keuangan dan implementasi; 3) audit internal;

4) konsultasi manajemen;

5) konsultasi sumber daya manusia; 6) penasihat keuangan;

7) jasa perpajakan, kecuali telah memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari Komite Audit. Persetujuan Komite Audit tersebut tidak termasuk jasa perpajakan untuk mewakili klien di dalam maupun di luar pengadilan perpajakan dan/atau bertindak untuk dan atas nama klien dalam perhitungan dan pelaporan perpajakan; atau

8) jasa-jasa lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan.

e. memberikan jasa atau produk kepada klien dengan dasar Fee Kontinjen atau komisi, atau menerima Fee Kontinjen atau komisi dari klien, kecuali Fee Kontinjen ditetapkan oleh pengadilan sebagai hasil penyelesaian hukum, temuan badan pengatur dan/atau perpajakan. f. memiliki sengketa hukum dengan klien.

Kantor Akuntan Publik wajib mempunyai sistem pengendalian mutu dengan tingkat keyakinan yang memadai bahwa Kantor Akuntan Publik atau karyawannya dapat menjaga sikap independen dengan mempertimbangkan ukuran dan sifat praktik dari Kantor Akuntan Publik tersebut.

Pembatasan Penugasan Audit

a. Pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan klien hanya dapat dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik paling lama untuk 6 (enam) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang Akuntan paling lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut.

b. Kantor Akuntan Publik dan Akuntan dapat menerima penugasan audit kembali untuk klien tersebut setelah satu tahun buku tidak mengaudit klien tersebut.

c. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b tidak berlaku bagi laporan keuangan interim yang diaudit untuk kepentingan Penawaran Umum.

d. Kantor Akuntan Publik yang memberikan jasa di Pasar Modal yang melakukan perubahan komposisi Akuntan sehingga jumlah Akuntannya 50% (lima puluh perseratus) atau lebih berasal dari Kantor Akuntan Publik yang telah memberikan jasa di Pasar Modal, diberlakukan sebagai kelanjutan Kantor Akuntan Publik asal Akuntan yang bersangkutan dan tetap diberlakukan pembatasan penyelenggaraan audit atas laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

Dalam penerimaan penugasan profesional, Akuntan wajib mempertimbangkan secara profesional dan memiliki independensi yang dapat dipertanggungjawabkan sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).

(14)

Dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan pidana di bidang Pasar Modal, Bapepam dan LK dapat mengenakan sanksi terhadap setiap pelanggaran ketentuan Peraturan ini, termasuk kepada Pihak yang menyebabkan terjadinya pelanggaran tersebut.

 Peraturan Bapepam no X.J.1 tentang Laporan Kepada Bapepam oleh Akuntan

Akuntan yang memeriksa Laporan Keuangan Emiten, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan

Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, dan Pihak lain yang melakukan kegiatan di Pasar Modal wajib menyampaikan pemberitahuan yang sifatnya rahasia (sampai ditetapkan lebih lanjut oleh Bapepam) kepada Bapepam selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) hari kerja sejak ditemukan adanya hal-hal sebagai berikut:

a. pelanggaran yang dilakukan terhadap ketentuan dalam Undang-undang Pasar Modal dan atau peraturan pelaksanaannya;

b. hal-hal yang dapat membahayakan keadaan keuangan lembaga dimaksud atau kepentingan para nasabahnya.

Kasus Telkom

Kasus laporan keuangan Telkom bermula dari adanya penolakan laporan keuangan PT Telkom oleh Komisi Sekuritas dan Bursa AS (US SEC). PT Telkom ialah sebuah perusahaan besar yang sahamnya dual listed di bursa efek Indonesia dan di NYSE (New York Stock Exchange), hal ini menyebabkan PT Telkom harus mengikuti peraturan yang ditetapkan oleh SEC dimana PT Telkom diwajibkan mengirimkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh Auditor yang diakui oleh SEC, dan SEC memiliki otoritas dalam memberikan keputusan terkait permasalahan PT Telkom.

Penolakan SEC atas filling Laporan Keuangan yang dilakukan oleh PT Telkom disebabkan beberapa asalan, antara lain yaitu :

1. SEC merasa bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Telkom, yaitu KAP Eddy Pianto tidak memenuhi salah satu peraturan Standar Audit di US yaitu (AU 543). Standar ini mengatur tentang referensi auditor terhadap opini auditor lain yang telah mengaudit laporan keuangan anak perusahaan yang akan di konsolidasikan kedalam laporan keuangan perusahaan induk yang diaudit. Dalam hal ini PT Telkom memiliki anak perusahaan yaitu PT Telkomsel yang mana Laporan Keuangannya diaudit oleh PwC. 2. Masih terkait dengan permasalahan tersebut, PwC tidak mengijinkan KAP Eddy Pianto

untuk menggunakan opininya atas LK 2002 (audited) Telkomsel untuk dijadikan acuan dalam LK 2002 (audited) Telkom. Lebih lanjut, PwC dan SEC serta KAP Eddy Pianto mengalami salah tafsir masing-masing atas AU 543 tersebut, dimana PwC dan SEC mengacu pada standar audit tersebut bahwa KAP Eddy Pianto perlu meminta izin kepada PwC jika ingin menggunakan opini atas LK 2002 (audited) Telkomsel dalam Form 20 F dari LK Telkom 2002. Sedangkan KAP Eddy Pianto menafsirkan bahwa ia tidak perlu meminta izin kepada PwC, cukup menginformasikan saja bahwa ia akan menggunakan hasil audit dan opini PwC dalam audit yang ia laksanakan. Misleading AU 543 oleh SEC inilah yang menyebabkan SEC menolak Form 20 F LK Telkom 2002 Sehingga menyimpulkan LK Telkom 2002 unaudited.

(15)

Untuk lebih lengkapnya berikut korespondensi antar KAP dan SEC untuk permasalahan ini :

20 Januari 2003: EP mengirim Audit Instructions kepada HS, yang mencakup

ketentuan-ketentuan AU 543 atau PSA 543. HS memberi konfirmasi tertulis bahwa Audit Instructions telah diterima;

19 Februari 2003: HS mengirimkan laporan yang diminta EP sesuai Audit Instructions, termasuk dokumen yang menyatakan bahwa HS independen;

17 Maret 2003: EP mengirim surat ke HS akan melakukan reference terhadap audit yang dilakukan HS di Telkomsel. Laporan audit (Telkom) direncanakan keluar pada tanggal 25 Maret 2003;

24 Maret 2003: HS membalas surat ke EP 17 Maret 2003. HS menyatakan, tidak memberi izin kepada EP untuk menggunakan opininya atas LK 2002 (audited) Telkomsel untuk dijadikan acuan dalam LK 2002 (audited) Telkom;

25 Maret 2003: HS mengirimkan copy dari audit report Telkomsel untuk dikonsolidasikan ke Telkom. Dalam surat pengantarnya, HS menyatakan, “At the date of this letter, we fully stand behind our opinion as far as they relate to the financial statements of Telkomsel for the year ended December 31, 2002.”

31 Maret 2003: HS kembali mengingatkan EP bahwa HS tidak mengizinkan EP menggunakan opini atas LK 2002 (audited) Telkomsel dalam Form 20 F dari LK Telkom 2002.

9 April 2003: HS mengirim surat ke Preskom dan Ketua Komite Audit Telkomsel, menjelaskan keputusannya tidak memberi izin kepada EP menggunakan opini audit LK 2002 Telkomsel. Bahwa tindakan itu telah sesuai dengan AU 543.

Pada 22 Mei 2003: SEC menyetujui dilakukannya credentialling review terhadap EP sehubungan pelaksanaan AU 543. Heinz & Associates LLP dari Denver, Colorado, AS ditunjuk sebagai pelaksana.. Kesimpulan Heinz & Associates LLP adalah: “We found the firm’s (KAP Eddy Pianto) conclusion in connection with this matter (US GAAS AU Section 543) to have merit and generally consistent with practices we have observed by other auditing firm.”

5 Juni 2003: SEC mengirim surat kepada Telkom. SEC menyatakan, EP tidak mendemonstrasikan kompetensinya dalam menerapkan US GAAS, dan karenanya SEC menolak laporan 20-F Telkom.

21 Juni 2003: EP mengirim surat ke SEC untuk menjelaskan mengenai interpretasi yang benar atas AU 543.

25 Juni 2003: EP melakukan teleconference dengan SEC, juga untuk menjelaskan mengenai interpretasi yang benar atas AU 543. Dalam diskusi itu, tidak ada sanggahan dari SEC mengenai interpretasi yang disampaikan Eddy Pianto.

Berikut standar audit US 543 yang dimaksud :

para 10 (c) (i), yang menjadi dasar penolakan HS memberi izin kepada EP. Aturan SEC itu berbunyi, (10) Whether or not the principal auditor decides to make reference to the audit of the other auditor, he should make inquiries.... These inquiries and other measures may include such as the following: (c) Ascertain through communication with the other

(16)

auditor: (i) that he is aware that the financial statements of the components he is auditing are to be included in the financial statements on which the principal auditor will report and that the other auditors report will be relied upon (and referred to) by the principal auditor.

Adanya misleading PwC dan SEC dengan KAP Eddy Pianto dengan standar ini lantas memunculkan isu baru, bahwa ada konspirasi tingkat tinggi yang dimainkan PwC dan SEC agar menggagalkan audit yang dilakukan oleh KAP Eddy pianto, dimana isu tersebut didukung fakta bahwa Pejabat SEC yang menangani Telkom adalah Craig C. Olinger, Deputy Chief Accountant SEC. Dia adalah bekas anak buah Wayne Carnall, yang kini menjadi Senior Executive PwC. Apalagi setelah permasalahan ini terjadi PT Telkom menunjuk PwC agar melakukan review atas audit yang dilakukan oleh KAP Eddy Pianto

Karena Sikap PwC ini, maka KAP Eddy Pianto melaporkan PwC ke IAI, dan dilakukan pengusutan atas masalah ini, dan fakta didapat berdasarkan keputusan KPPU bahwa PwC bersalah dan wajib membayar denda 20 Milyar rupiah ke kas negara.

3. Penyebab lainnya atas penolakan SEC terkait dengan permasalahan ini ialah adanya pencabutan dukungan oleh GT Internasional auditing firm di US terhadap kerja audit yang dilakukan oleh KAP Eddy pianto yang berafiliasi kepada PT GTI indonesia yang merupakan partner dari GT Internasional, yang mana GT Internasional menyatakan bahwa ia tidak akan bertanggung jawab atas hasil audit yang dilakukan oleh KAP Eddy Pianto. Karena pencabutan dukungan dari GT International itu pula, LK TLKM akhirnya ditolak oleh US SEC. Sebagaimana yang diketahui bahwa GT Internasional merupakan Auditing firm yang diakui di US, dan atas dasar partner dan afiliasi dengan GT

Internasional itulah KAP Eddy Pianto boleh melakukan Audit atas LK Telkom 2002, maka apabila GT internasional mengatakan bahwa ia tidak akan bertanggung jawab atas hasil Audit KAP Eddy Pianto, maka dalam hal ini SEC mengambil tindakan bahwa KAP Eddy Pianto tidak boleh melakukan audit atas LK Telkom 2002.

Analisis

Terkait dengan kasus TLKM dan persaingan CPA Firms dalam proses audit LK, terdapat kelalaian manajemen dalam pemilihan CPA Firms. TLKM yang merupakan perusahaan besar dua listing membutuhkan treatment khusus terkait pelaporan keuangan mengingat informasi perusahaan sangat penting dalam proses perumusan kepentingan investor. TLKM (dual listing) memiliki persyaratan yang lebih rumit terkait penerbitan LK, diantaranya terkait dengan pemilihan CPA Firms. KAP Eddy Pianto memenangkan tender, dengan payung “GT” dan bermodal 15 staff audit. Setalah penyelidikan, terdapat “hubungan” antara Eddy Pianto dan Arief Arryman, ketua komite audit TLKM. Disamping TLKM sedang sibuk dengan lobi terkait tarif, hal seperti ini disinyalir terdapat penyalahan aturan open tender. Eddy Pianto seharusnya profesional, karena kompetensi masih kurang terkait pencabutan kemitraan dengan GT International.

Selain kelalain manajemen dalam pemilihan CPA Firms, terdapat pula penyelewengan penerapan kebijakan akuntansi dan audit. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan hasil audit EP dan HS berkisar antara 4% - 20% dengan empat hal pokok, yaitu:

(17)

1. Biaya untuk penghargaan kepada karyawan berdasarkan lama masa kerja sebagai pencadangan. Pada masa-masa sebelumnya, laporan keuangan Telkom tidak pernah memasukkan biaya untuk penghargaan karyawan berdasarkan lama masa kerja tersebut sebagai pencadangan. Namun, auditor dari kantor akuntan publik PricewaterhouseCoopers (PwC) yang melakukan audit ulang laporan keuangan tahun 2002 tersebut, memasukkannya sebagai pencadangan.

2. Biaya perawatan kesehatan karyawan berdasarkan asumsi. Dalam hal biaya ini, telah dibuat kecenderungan biaya sejak dari tahun 2000, 2001, dan 2002. Kecenderungan tersebut dibuat berdasarkan asumsi-asumsi sehingga ketika auditor menggunakan asumsi berbeda, harus dilakukan penyesuaian.

3. Pajak yang ditangguhkan. Sebelumnya, Telkom telah melakukan transaksi-transaksi material seperti kepemilikan silang dengan Indosat dan penjualan Telkomsel. Karena waktu audit sebelumnya transaksi tersebut masih berlangsung dan belum selesai, oleh kantor akuntan publik Eddy Pianto kewajiban pajak tersebut belum dimasukkan dalam laporan keuangan yang dibuat, dan ditangguhkan menjadi masuk kewajiban tahun berikutnya. Ketika audit ulang dilakukan PwC, transaksi material itu sudah selesai sehingga pajak yang tadinya ditangguhkan tersebut dimasukkan dalam laporan keuangan 2002.

4. Transaksi pembelian kembali seluruh kontrak dari beberapa mitra kerja sama operasi (KSO) Pada tahun 2002, Telkom tengah menyelesaikan pembelian PT Pramindo Ikat Nusantara yang mengelola Divisi Regional I Sumatera dan PT Aria West International yang mengelola Divisi Regional III Jawa Barat dan Banten.

Terdapat juga permasalahan pada kompetensi atas CPA Firm. Kompetisi antar CPA Firms yang ketat menyebabkan munculnya sikap “ambisius” dalam CPA Firms dalam memenangkan tender. Lobbying terhadap client terkait cost yang ditawarkan EP kepada TLKM merupakan pelanggaran integritas auditor. Selain itu, quality control yang sulit dilakukan oleh GTI terhadap EP menyebabkan pencabutan kemitraan pada awal tahun 2003.

Terkait pelaporan keuangan, LK TLKM tidak cukup reliable karena kualitas CPA Firms yang kurang settle. Dampaknya, penerbitan laporan keuangan tersendat dan kontan menyebabkan saham TLKM di bursa turun. Penalti dari Bapepam LK kepada EP berupa larangan audit perusahaan di lantai bursa. Namun, dari sisi persaingan usaha. Terdapat indikasi monopoli usaha dari HS dengan konspirasi hubungan Deputy Chief Accountant SEC dan Senior Chief Executive PwC. HS mendapat penalti KPPU berupa denda 20 Miliar Rupiah.

Dalam kasus TLKM terkait proses pelaporan keuangan, terdapat beberapa langkah yang perlu diambil sebagai preventive act. Diantaranya

# Pengkajian menyeluruh oleh manajemen TLKM dalam menciptakan proses pelaporan keuangan yang sehat

# Upaya complience terhadap aturan akuntansi

# Integritas yang harus diterapkan oleh EP dalam proses penilaian client # Etos Persaingan usaha yang sehat oleh HS

(18)

Masalah Korupsi di Indonesia terkait Good Public Governance : Kasus Jaksa

Urip dan PT Agung Podomoro Land, Tbk

2.1 World Bank Institute, New empirical frontiers in fighting corruption and improving governance – a few selected issues, February 2001

2.1.1 What’s The Issue?

Paper yang disampaikan oleh Daniel Kaufmann di Brussels pada 30-31 Januari 2011 untuk OSCE Economic Forum ini secara umum mengusung tiga isu utama, yakni:

a.Apakah korupsi, apa penyebabnya dan apa konsekuensinya (dari korupsi tersebut)? b. Apakah tata kelola, dan kapan (tata kelola) dinyatakan ‘baik’?

c.Apakah strategi untuk menurunkan tingkat korupsi dan menaikkan tata kelola?

Sebelum menjelaskan lebih lanjut di papernya, Kaufmann mendefinisikan keyword pokok dari papernya, yakni:

a. Korupsi adalah penyalahgunaan hak milik publik untuk keuntungan pribadi.

b. Tata kelola mencakup proses memilih, memonitor, dan mengganti pemerintah. Tata kelola juga mencakup kemampuan untuk memformulasikan dan mengimplementasikan kebijakan, dengan asumsi terdapat kepatuhan dari para rakyatnya.

Dengan melihat definisi diatas, maka Kaufmann memecah konsep government menjadi enam aspek, dan mengembangkan ukuran yang berlaku secara internasional untuk masing-masing aspeknya. Aspek-aspek tersebut adalah:

a. Suara dan akuntabilitas; mencakup kebebasan penduduk sipil dan kemerdekaan pers b. Efektivitas pemerintah; mencakup kualitas dari pembuatan kebijakan dan penyampaian

jasa untuk publik c. Kualitas dari regulasi;

d. Peraturan hukum; mencakup perlindungan terhadap hak intelektual dan peradilan yang independen

e. Kontrol terhadap korupsi.

Bisa dilihat, korupsi merupakan satu dari enam komponen penting dalam pemerintahan. Namun, efek yang mampu ditimbulkan sangat besar sehingga pemerintah merasa perlu mengambil tindakan serius untuk setiap dugaan korupsi.

2.1.2 The evidence

Berdasarkan bukti yang telah didapatkan World Bank, dapat ditarik kesimpulan bahwa negara yang memiliki pemerintahan yang transparan dan baik dapat diasosiasikan dengan tingginya pertumbuhan pendapatan dan GDP. Hal ini dapat dilihat dari negara industri seperti Polandia, Slovenia, dan Bostwana – serta bukti-bukti sejak 20 tahun lalu dari Singapura dan Spanyol.

Terlebih lagi, bukti tersebut menantang argumen yang menyatakan bahwa hanya negara yang memiliki tingkat perekonomian tinggi saja yang mampu menerapkan tata kelola yang baik. Sebaliknya, bukti penelitian tersebut menyarankan bahwa tata kelola yang baiklah yang dapat meningkatkan perekonomian suatu negara. Sebagai perumpamaan, jika Rusia mampu mengontrol tindak korupsinya seperti Republik Czech dan Indonesia mampu mengontrol tindak korupsinya seperti Korea, peningkatan perekonomian yang mungkin terjadi adalah kenaikan GDP per kapita sebesar 3 kali lipat, penurunan tingkat kematian bayi sebesar 3 kali lipat, dan penurunan angka buta huruf sebesar 20% dalam jangka panjang.

(19)

Korupsi dan tata kelola yang tidak baik sangat merugikan bagi warga negara miskin – karena mereka hanya menerima sedikit jasa sosial seperti kesehatan dan pendidikan, dan memiliki sumber daya yang minim untuk membayar sogok dan denda yang seringkali diminta oleh berbagai pihak. Rezim korupsi kerap menggagalkan kontrak untuk membuat klinik dan sekolah di area kumuh. Tentu saja hal ini membuat akses ke barang-barang publik hanya tersedia di kota-kota besar. Di Ekuador, rakyat miskin harus membayar 3 kali lipat dari penduduk normal untuk mendapatkan akses barang-barang publik – karena mereka harus menyogok untuk mendapatkan barang tersebut.

2.1.3 Who Benefits From The Bribery?

Bukti-bukti terkini menunjukkan bahwa perusahaan yang melangsungkan praktek sogok menyogok (misal: dalam memperoleh lisensi) sebenarnya tidak mendapat keuntungan sama sekali. Demikian juga untuk komunitas bisnis dan masyarakat secara umum. Sebaliknya, biaya yang dikeluarkan untuk mengembangkan bisnis yang sarat korupsi sangatlah besar. Sebuah survei menunjukkan bahwa perusahaan yang mengadopsi sistem perekonomian transisi (dari komunis ke nonkomunis) yang memiliki tingkat korupsi cukup tinggi memiiki tingkat pertumbuhan dan investasi yang lebih rendah, dan keamanan dari hak intelektualnya pun tidak baik. Sebaliknya, perusahaan yang mengadopsi sistem pemerintahan hukum parlementer, dekrit presiden, dan pengaruh di bank sentral mendapat keuntungan di jangka pendek; walau korupsi yang mengakar itu telah menciptakan permasalahan yang merusak untuk perkembangan perusahaan itu sendiri.

2.1.4 Causes of Corruption

Studi empiris terkait penyebab korupsi masih tergolong langka, namun bukti-bukti mengarah bahwa penyebabnya adalah gejala dari lemahnya kontrol institusional.

Korupsi timbul karena rendah dan lemahnya hak-hak politik, termasuk pemilihan umum yang demokratis, adanya pihak legislatif, partai oposisi, dan lemahnya kebebasan warga sipil – yang juga mencakup hak untuk bersuara, media yang independen, dan kebebasan berbicara. Peningkatan bukti-bukti menghubungkan antara pemberdayaan masyarakat sipil dengan strategi efektif dalam mengetahui penyebab korupsi. Bukti survei perusahaan dari ekonomi transisi menyarankan bahwa penangkapan oleh polisi dan jerat hukum untuk perusahaan tersebut terasosiasi dengan tidak adanya kemerdekaan penuh untuk rakyat sipil. Bukti empiris lain (yang berlaku di seluruh dunia) menunjukkan bahwa penyertaan perempuan – baik itu dalam jumlah di parlemen maupun hak-hak sosial – berjalan searah dengan semakin kuatnya penduduk sipil. Devolusi, seperti desentralisasi fiskal, juga mampu membantu dalam mengontrol korupsi.

Korupsi banyak terjadi di negara yang memiliki tingkat kepemilikan tinggi di ekonomi, peraturan bisnis dan pajak yang berlebihan, pengaplikasian peraturan yang sewenang-wenang, dan hambatan perdagangan. Ekonomi yang dimonopolisasi juga memiliki kecenderungan terjadinya korupsi.

Tenaga sipil yang professional, baik dalam pelatihan, perekrutan, dan promosi, juga kerap diasosiasikan dengan tingkat korupsi yang lebih rendah. Berbanding terbalik dengan kepercayaan konvensional, bukti yang ada justru ambigu bahwa gaji pegawai sipil yang rendah mengakibatkan korupsi. Karena, kenaikan tingkat gaji pun tidak menyebabkan penurunan yang signifikan dalam korupsi.

(20)

2.1.5 The Need For A Multifaceted Anticorruption Strategy Which Tackles The Fundamental Incentives and Prevention

Dengan banyaknya faktor penentu tata kelola yang baik dan korupsi, sesungguhnya program apa sajakah yang dapat berdampak positif? Terdapat beberapa program, yakni:

a. Menerapkan mekanisme check and balances dalam masyarakat b. Mempromosikan suara dan partisipasi masyarakat,

c. Mengurangi insentif bagi elit perusahaan utnuk bergabung dalam state capture, d. Menegakkan hukum.

2.1.6 Details and Priorities In A Multifaceted Strategy Will Vary From Country To Country

a. Entry And Competition

Strategi yang harus diterapkan adalah meningkatkan kompetisi. Dalam negara transisi dan berkembang, sumber korupsi adalah terkonsentrasinya ekonomi dalam monopoli yang mencakup pengaruh politik dalam pemerintahan untuk kepentingan pribadi. Hal ini banyak dijumpai di negara yang memiliki sumber daya alam melimpah, seperti gas alam, minyak, dan alumunium. Demonopolisasi, deregulasi, fasilitas untuk masuk dan keluar (melalui likuidasi asset dan prosedur kebangkrutan yang efektif) dan promosi kompetisi menjadi hal yang sangat penting untuk mengurangi korupsi.

b. Political Leadership Accountability

Beberapa negara dapat melakukan hal berikut untuk meningkatkan akuntabilitas politiknya:

a. Memberitahukan ke publik mengenai jumlah suara di parlemen b. Mencabut imunitas parlemen

c. Memberitahukan ke publik mengenai sumber dan jumlah keuangan partai politik d. Memberitahukan ke publik mengenai pendapatan dan aset dari senior public officials

dan pihak-pihak yang terkait

e. Peraturan yang bertentangan dengan konflik kepentingan public officials f. Proteksi untuk whistleblower

c. Professionalization Of The Civil Service

Reformasi di bidang ini mencakup pembentukan pegawai sipil yang independen, professional, dan memperkenalkan sistem performa manajemen yang menghubungkan gaji dan promosi dengan performa. Selain itu, keuntungan non-tunai dan hal-hal sejenis sebaiknya disimplifikasi dan dibuat secara transparan.

d. The Budget, Public Expenditures, And Procurement

Untuk merealisasikan hal ini, diperlukan anggaran yang komprehensif, proses penganggaran yang telah dikonsultasikan, tranparansi dalam penggunaan anggaran negara, usaha mendapat pengakuan publik yang kompetitif, dan audit eksternal yang independen.

e. The Power of Empirics: In-depth Governance Diagnostic Surveys

Dalam berbagai negara, survei dapat membantu untuk memberdayakan masyarakat sipil dalam menyediakan diagnostik yang bermanfaat terhadap pemerintah. Instrumen survei

(21)

dapat mengumpulkan data perilaku – bahkan di negara yang memiliki pemerintahan yang disfungsi sekalipun.

f. The Importance of Civil Liberties and Voice

Bukti dari lebih 1500 finance project yang diadakan World Bank menunjukkan bahwa kebebasan warga sipil dan partisipasi rakyat merupakan hal penting untuk development outcomes. Bergantung dengan ukuran kebebasan masyarakat sipil yang digunakan, jika suatu negara meningkatkan kebebasan warga sipil dari ‘buruk’ menjadi ‘sangat baik’, maka economic rate of return dari project tersebut akan meningkat sebesar 22.5%

Tata kelola lebih dari sekedar memerangi korupsi. Meningkatkan tata kelola perlu dilihat sebagai proses integrasi tiga komponen vital, yakni:

a. Pengetahuan, dengan data yang teliti dan analisis empiris, termasuk in-country diagnostic dan diseminasi, dengan menggunakan teknologi yang terkini

b. Kepemimpinan dalam politik, masyarakat sipil, dan arena internasional,

c. Aksi kolektif melalui partisipasi sistematis dan pendekatan concensus-building dengan stakeholder kunci di masyarakat.

Tidak semua negara bisa mengaplikasikan ini, namun untuk meningkatkan tata kelola, hal ini bisa menjadi jalan yang dapat diterapkan.

2.2 Transparency International, Coruption Perception Index

Transparancy International (TI) merupakan sebuah organisasi non-pemerintah internasional yang banyak berusaha untuk mendorong pemberantasan korupsi, membawa orang secara bersama-sama dalam koalisi yang kuat di seluruh dunia untuk mengakhiri dampak buruk dari korupsi pada pria, wanita, dan anak-anak di seluruh dunia. TI juga merupakan sebuah jaringan global NGO anti korupsi yang mempromosikan transparansi dan akuntabilitas kepada lembaga-lembaga negara, partai politik, bisnis, dan masyarakat sipil.

Misi TI adalah untuk menciptakan perubahan menuju dunia yang bebas dari korupsi. TI juga memiliki jaringan global termasuk lebih dari 90 perwakilan dan badan lokal didirikan. Perwakilan dan badan lokal ini bertujuan untuk melawan kegiatan-kegiatan korupsi di area nasional di dalam lingkup mereka dengan berbagai cara. Perwakilan/badan ini secara bersama-sama dengan pemerintah, masyarakat sipil, bisnis dan media untuk mempromosikan transparansi dalam pemilihan, administrasi publik, dalam pengadaan, dan dalam bisnis.

Disisi lain, Transparency International Indonesia (TII) merupakan salah satu chapter Transparency International. Bersama lebih dari 90 chapter lainnya, TII berjuang membangun dunia yang bersih dari praktik dan dampak korupsi di seluruh dunia.

TII memadukan kerja-kerja think-tank dan gerakan sosial. Sebagai think-tank, TII melakukan review kebijakan, mendorong reformasi lembaga penegak hukum, dan secara konsisten melakukan pengukuran korupsi melalui Indeks Persepsi Korupsi, Crinis project, dan berbagai publikasi riset lainnya. Di samping itu TII mengembangkan Pakta Integritas sebagai sistem pencegahan korupsi di birokrasi pemerintah.

2.2.1 Corruption Perception Index

Salah satu produk dari Transparency International adalah Corruption Perceptions Index. Corruption Perception Index (CPI) adalah sebuah indeks untuk mengukur tingkat/level korupsi yang dirasakan (perceived) di sektor publik (pemerintahan). Pengukuran CPI dilakukan oleh sebuah organisasi yang bernama CPI memiliki skor 10

(22)

(paling bersih dari korupsi) sampai 0 (paling korup). CPI diukur untuk setiap negara dan dilakukan perangkingan dari yang paling bersih sampai yang paling korup. CPI diperoleh dengan melakukan survey opini dan penilaian bisnis yang berbeda oleh institusi yang bereputasi dan independen. Survey dan penilaian ini berisi pertanyaan tentang peyuapan pejabat pemerintah, kicback dalam pengadaan barang publik, penggelapan dana publik, dan pertanyaan terkait kekuatan dan kelemahan usaha sektor publik dalam mengatasi korupsi.

tingkat persepsi korupsi di Indonesia sejak tahun 2001, kemudian 2010, dan terakhir 2011 mengalami peningkatan kearah yang lebih baik. Namun meskipun CPI kian membaik, masalah korupsi di Indonesia ini masih cukup serius. Tingkat Korupsi di Indonesia sangat buruk, meskipun lebih baik daripada Vietnam dan Filipina. Indonesia harus mencontoh keberhasilan pemerintah Singapura dalam menangani Korupsi karena CPI Singapura sangat tinggi.

Tingginya level korupsi di Indonesia diakibatkan lemahnya penegakan hukum dan hukuman kepada para koruptor sangatlah ringan bahkan sering mendapatkan remisi. Selain itu, para pejabat pemerintah yang melakukan korupsi juga dapat dengan mudahnya menghilangkan jejak ke luar negeri. Kasus penyuapan yang sering terjadi di Indonesia juga membuat skor CPI Indonesia sangat tinggi. Berikut ini adalah trend CPI Indonesia dari tahun 2001 s.d 2011 yang dibilang sangat buruk

2.3. KNKG, Pedoman Umum Good Public Governance

Good Public Governance (GPG) merupakan sistem atau aturan perilaku terkait dengan pengelolaan kewenangan oleh para penyelenggara negara dalam menjalankan tugasnya secara bertanggung-jawab dan akuntabel. GPG pada dasarnya mengatur pola hubungan antara penyelenggara negara dan masyarakat dan antara penyelenggara negara dan lembaga negara serta antar lembaga negara. Penerapaan GPG mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perwujudan Good Corporate Governance oleh dunia usaha dan penyelenggara Negara. Sinergi diantara diharapkan keduanya dapat menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, yang pada gilirannya mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan kesejahteraan rakyat. Pelaksanaan GPG terutama sangat penting melalui penegakan kepatuhan terhadap hukum sehingga dapat dicegah terjadinya praktik suap, korupsi dan sejenisnya.

GPG wajib dilaksanakan oleh para penyelenggara negara di setiap lembaga negara, baik di ranah legislatif, eksekutif maupun yudikatif, bahkan juga di lembaga-lembaga non struktural. Untuk menciptakan sistem birokrasi yang baik, pemerintah telah mengambil langkah-langkah agar good governance diterapkan dilingkungan pemerintahan, khususnya dalam penyelenggarakan pelayanan publik. Upaya pemerintah tersebut tentunya akan memperoleh hasil yang maksimal apabila didukung pula oleh penerapan good governance di lembaga-lembaga legislatif dan pengawasan serta yudikatif.

Dalam konteks pemberantasan korupsi, good governance sering diartikan sebagai penyelenggaraan negara yang bersih dari praktik korupsi. Dalam proses demokratisasi good governance sering mengilhami para aktivis untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang memberikan ruang partisipasi bagi pihak diluar penyelenggaraan itu sendiri, sehingga ada pembagian peran dan kewajiban yang seimbang dalam arti luas, termasuk peran partai politik, masyarakat sipil, dan para pelaku usaha. Adanya pembagian peran yang seimbang dan saling melengkapi antara ketiga unsur tersebut, bukan hanya memungkinkan terciptanya “check and balance”, tetapi juga menghasilkan sinergi antar ketiganya dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat.

(23)

2.4.4 Proses Penanganan Pengaduan

Pengaduan Masyarakat diterima di KPK melalui berbagai cara, yaitu dengan menerima pelapor langsung, melalui Surat, Faks, e-Mail, Telepon, SMS atau secara online melalui aplikasi KPK Whistleblower's Sistem di website KPK.

1.1 Kasus Tindak Pidana Korupsi Jaksa Urip

Pemberantasan korupsi di Indonesia menghadapi berbagai tantangan baik secara internal maupun eksternal. Diungkapkannya berbagai kasus Tipikor tidak serta merta mengemukakan semua kasus yang masih belum terungkap, ibarat fenomena gunung es yang baru terapungkan sebagian kecil atas puncaknya. Salah satu kasus yang sempat memperoleh perhatian publik adalah kasus Tipikor yang melibatkan Jaksa Urip Tri Gunawan.

Jaksa Urip Tri Gunawan merupakan satu di antara 35 jaksa yang ditunjuk sebagai anggota Tim Jaksa Penyelidik Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), dan kemudian diangkat sebagai Ketua Tim. Tim Jaksa dibentuk untuk melaksanakan penyelidikan atas dugaan tindak pidana atas pengaliran dana BLBI senilai Rp 28 trilliun bagi Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang dimiliki pengusaha Sjamsul Nursalim. Sebagaimana kasus BLBI di institusi perbankan lain, tindak pidana yang diselidiki berkaitan dengan dugaan penyelewengan dana BLBI oleh para taipan perbankan.

Pengungkapan Tipikor yang dilakukan Jaksa Urip bermula ketika KPK melaksanakan penggrebekan di kediaman Sjamsul Nursalim, di Jalan Hang Lekir RT 06/ 08, Kavling WG, Kelurahan Grogol Selatan, Kebayoran, Jakarta di tanggal 2 Maret 2008. Saat itu, Jaksa Urip diketemukan tengah mengadakan pertemuan dengan Artalyta Suryani, disertai oleh keberadaan uang tunai senilai 660.000 USD. Keseluruhan uang kemudian disita beserta Toyota Kijang bernomor polisi DK 1832 CH untuk dibawa bersama kedua orang tersebut menuju Kantor KPK. Malam hari di tanggal tersebut, Jaksa Urip ditetapkan sebagai tersangka. Paska penetapan, Jaksa Urip masih berkilah bahwa uang tersebut diperuntukkan bagi pembayaran bisnis permata yang dijalaninya.

Berdasarkan hasil penyelidikan, penyidikan, dan pemeriksaan, dibuktikan bahwa uang tunai yang diketemukan diberikan sebagai bentuk suap atas jasa Jaksa Urip menghentikan penyelidikan Kasus BLBI di BDNI. Jasa yang diberikan Jaksa Urip sejak tanggal Februari 2007 meliputi melaksanakan pendekatan kepada Jaksa Hendro Dewanto dan Pemeriksa Badan pemeriksa Keuangan (BPK) bernama Adi. Sebagai hasil, temuan atas penyelewengan dana BLBI senilai Rp 4,758 trilliun tidak diungkapkan dalam hasil penyelidikan. Kasus ini melibatkan pula pejabat teras di lingkungan Kejaksaan Agung seperti Jaksa Agung Muda (JAM) Pidana Khusus (Pidsus) Kemas Yahya Rahman. JAM Pidsus Kemas merupakan penentu akhir atas penghentian penyelidikan kepada Jaksa Urip, sehingga penyelidikan resmi dihentikan per tanggal 29 Februari 2008.

Selama persidangan, Jaksa Urip tetap membantah dakwaan yang dikenakan terhadapnya, dibumbui penyangkalan Artalyta Suryani bahwa uang diperuntukkan bagi usaha perbengkelan. Bantahan tersebut menjadi tidak berarti di mata hakim tatkala KPK menyajikan rekaman hasil penyadapan ke muka persidangan, yang melibatkan pembicaraan antara Jaksa Urip, JAM Kemas, dan Artalyta Suryani.

Seiring persidangan, diketemukan dugaan Tipikor lain berupa diterimanya uang senilai Rp 1 milliar dari Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Glenn Yusuf, melalui Pengacara Reno Iskandarsyah. Penerimaan tersebut diperoleh Jaksa Urip

Referensi

Dokumen terkait

Set kesempatan investasi tidak mampu memoderasi hubungan antara keputusan pendanaan terhadap nilai pemegang saham, dengan nilai signifikan sebesar 0,998 lebih dari 0,05. Kata kunci

“Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham,pengurus perusahaan,pihak kreditur, pemerintah,karyawan,serta para pemegang kepentingan internal

PE Audit Intern berasal dari karyawan BPR Tanjung Pratama yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham ataupun hubungan keluarga dengan Pemegang

Sejak diterbitkannya persetujuan Penawaran Langsung Wilayah Kerja sampai dengan proses Penawaran Langsung Wilayah Kerja, pemegang saham mayoritas Badan Usaha, Bentuk

pemegang saham merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi harga saham. Perusahaan sektor pertambangan merupakan sektor usaha yang mempunyai kinerja yang cukup signif- ikan

P T Jaya Raya Utama (“JRU”) sebagai pemegang saham utama Perseroan secara tidak langsung melalui Grafiti yang akan melaksanakan seluruh HMETD yang dimiliknya yaitu, sebesar

Tidak semua stakeholder relevan bagi perusahaan. Contohnya: Perusahaan perorangan, tidak mempunyai pemegang saham. Bisnis penjualan langsung tidak mempunyai pedagang besar

1341 value yang tinggi akan mencerminkan tingkat kemakmuran yang tinggi pula bagi pemegang saham, dimana kemakmuran pemegang saham menjadi tujuan utama dari suatu perusahaan.Terdapat