• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil penelitian ini menunjukkan berdasarkan karakteristik pekerja usia produktif di Indonesia, usia terbanyak antara 25-54 tahun terutama pada usia 25-34 tahun, didominasi oleh laki-laki, dengan tingkat pendidikan terbanyak adalah rendah dan menengah, dan lebih dari separuhnya dengan status sosial miskin. Hal ini sesuai dengan hasil sensus penduduk Indonesia, yang menunjukkan proporsi penduduk bekerja terbesar adalah kelompok umur 25-44 tahun dengan persentase terbesar pada kelompok umur 30-34 tahun yaitu sebesar 14,9%.25 Pada tahun 2010 dan 2011 dilaporkan jumlah penduduk yang bekerja didominasi oleh pekerja laki-laki, dan pada tahun 2012 meliputi 62,3% (69.068.965 orang).26 Pada penelitian ini didapatkan pekerja sebagai petani merupakan jenis pekerjaan terbanyak di Indonesia sedangkan nelayan adalah yang paling sedikit, yang bertempat tinggal sedikit lebih banyak di pedesaan, terbanyak di Kawasan Jawa Bali.

Determinan kejadian cedera yang utama di Indonesia adalah umur, dimana umur remaja 15-24 tahun paling berisiko diikuti umur 25-34 tahun dibandingkan kelompok tua (55 tahun ke atas. Hasil penelitian ini sesuai dengan data kecelakaan pada pekerja periode 4 (tahun 2008-2011) yang dilaporkan kepada PT Jamsostek, terbanyak terjadi pada usia 22-35 tahun.7

Pada hasil penelitian ini didapatkan makin bertambah tua usia, kejadian cedera semakin menurun. Selain itu, pada penelitian ini penyebab kejadian cedera yang terbanyak adalah kecelakaan lalu lintas, yaitu kendaraan bermotor.

Apabila ditinjau dari tempat kejadian cedera, cedera dapat terjadi di dalam tempat kerja dan di luar tempat kerja. Dilaporkan bahwa kejadian cedera pada pekerja di luar tempat kerja setengahnya karena kecelakaan lalu lintas. (PT Jamsostek) dan dilaporkan adanya

peningkatan kecelakaan lalu lintas dalam periode 5 tahun terakhir dari 10,3% menjadi 19,7%. Hal ini dikaitkan dengan adanya kemungkinan meningkatnya kemudahan mendapatkan kendaraan bermotor. 7

Faktor perilaku mungkin berhubungan dengan perbedaan kejadian cedera, perilaku saat berkendaraan di jalan raya pada remaja kemungkinan berbeda dengan perilaku berlalu lintas pada usia yang lebih tua.

Jenis kelamin merupakan faktor yang berperan dalam kejadian cedera di Indonesia, dimana laki-laki (1,8 kali ) dibandingkan kejadian cedera pada perempuan. Hal ini sesuai dengan laporan PT Jamsostek yaitu laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. Namun ditinjau dari persentase kejadian cedera, laporan PT Jamsostek menunjukkan proporsi kecelakaan kerja laki-laki (74%−78%) tiga kali lebih tinggi dibandingkan perempuan (21%−24%) pada tahun 2008-2012. Perbedaan ini kemungkinan karena pekerja yang melaporkan kejadian cedera untuk klaim asuransi kepada PT Jamsostek adalah pekerja formal dan kejadian cedera yang dilaporkan berkaitan dengan pekerjaannya. 7

Pada penelitian ini responden merupakan pekerja formal dan informal dan kejadian cedera adalah semua kejadian cedera yang dialami baik di tempat kerja maupun di luar tempat kerja meliputi jalan raya, tempat olah raga, dan lainnya termasuk di rumah, yaitu di jalan raya 55,6%, di area kerja 19,4% dan tempat lainnya 25%.

Pada penelitian ini status perkawinan termasuk faktor penentu kejadian cedera, dimana tidak kawin berisiko lebih tinggi dibandingkan yang kawin. Status kawin berarti ada beban tanggungjawab terhadap keluarga, sehingga kemungkinan ada faktor kehati-hatian yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak mempunyai tanggungan, terutama dalam hal melakukan tindakan yang berisiko.

Pada penelitian ini tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor penentu kejadian cedera, yaitu yang berpendidikan menengah ke bawah lebih berisiko dibandingkan yang berpendidikan tinggi. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut, saat pekerja melakukan pekerjaan diperlukan keseimbangan antara beban kerja, beban tambahan karena lingkungan kerja, dan kapasitas kerja. Faktor pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kapasitas kerja. 17

Apabila ditinjau dari jenis pekerjaan, maka pada penelitian ini kejadian cedera pada pekerjaan sebagai pegawai, buruh dan lainnya sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan pekerjaan petani, nelayan, dan wiraswasta. Walaupun kejadian cedera tidak terduga dan tidak ada unsur kesengajaan namun adanya faktor unsafe human act mempunyai peranan dalam hal terjadinya cedera, yang disebutkan berkontribusi pada sebagian besar kejadian cedera yaitu lebih dari 80%, dibandingkan dengan lingkungan kerja. Pada penelitian ini didapatkan kejadian cedera terbanyak terjadi di jalan raya 42,8%, sedangkan di area industri

1,8% dan di area pertanian 6,9%.14 Selain itu dari segi penyebab cedera yang terbanyak kecelakaan lalu lintas 58,9% (dari penyebab kecelakaan lalu lintas terbanyak adalah transportasi motor 40,6%).14 Dalam kaitannya dengan kejadian cedera di jalan raya, faktor

unsafe human act merupakan faktor yang tidak dapat disingkirkan.

Selain itu, pada penelitian ini walaupun kejadian cedera di daerah industri dan pertanian relatif kecil namun adanya bahaya pada pekerjaan dapat merupakan faktor yang dapat mendatangkan bahaya, seperti bahan kimia, hewan, dan faktor lainnya.16,18

Hal ini ditunjang oleh penyebab cedera pada penelitian ini didapatkan selain kecelakaan lalu lintas, jatuh 26,4%, benda tajam/mesin 10%, terbakar bahan kimia 0,7% dan lainnya 4%. Sesuai dengan laporan kepustakaan, faktor fisik yang sering menimbulkan cedera di industri, yang mungkin tidak dapat dicegah seperti konstruksi dan pertambangan dan faktor jatuh adalah umum terjadi.19-20 Adanya mesin yang bergerak dengan tepi tajam, permukaan panas dan bahaya lainnya berpotensi menimbulkan luka bakar, luka lecet sampai luka robek.21

Faktor tingkat indeks kepemilikan berperan terhadap kejadian cedera, dimana kejadian cedera pada yang miskin cenderung lebih tinggi dibandingkan yang kaya. Kejadian cedera dapat menimpa semua tingkat sosial, namun apabila dikaitkan dengan tingkat kemiskinan kemungkinan pada yang miskin berperan status gizi dan berperan pula dalam kapasitas kerja.17

Faktor kawasan tempat tinggal merupakan faktor yang berperan terhadap kejadian cedera. Tempat tinggal di Kawasan Timur Indonesia dan Jawa Bali berisiko lebih tinggi dibandingkan dengan Kawasan Sumatera, dan kejadian cedera di perkotaan lebih tinggi dibandingkan di perdesaan. Pada penelitian ini, kejadian cedera terbanyak adalah kecelakaan lalulintas, maka tempat dan kawasan dengan transportasi yang lebih padat dapat meningkatkan kejadian kecelakaan lalu lintas. Selain kepadatan lalu lintas, beberapa faktor lain di lingkungan misalnya kondisi jalan dan penerangan yang kurang baik dapat meningkatkan kejadian cedera di jalan raya.

Pada penelitian ini didapatkan faktor penentu kejadian cedera yang lain adalah gangguan indera penglihatan. Kondisi gangguan indera penglihatan buta 1,5 kali berisiko dibandingkan yang berpenglihatan normal. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang

melaporkan faktor kesehatan dalam hal ini kelainan indera dapat mempengaruhi kapasitas kerja seorang pekerja yang meningkatkan kejadian cedera. 17

Seperti juga gangguan indera penglihatan, gangguan indera pendengaran juga merupakan faktor risiko kejadian cedera. Dibandingkan kejadian cedera pada pekerja yang tidak ada gangguan pendengaran, maka gangguan pendengaran pada kedua telinga berisiko paling tinggi terjadinya cedera diikuti gangguan satu telinga dan gangguan pendengaran yang hilang timbul. Jadi sesuai dengan kepustakaan, faktor kesehatan dalam hal ini kelainan indera pendengaran dapat mempengaruhi kapasitas kerja seorang pekerja dan dapat meningkatkan kejadian cedera. 17

Hipertensi, diabetes mellitus, dan status gizi kurus merupakan faktor yang berperan terhadap kejadian cedera pada pekerja usia produktif. Hal ini sesuai dengan kepustakaan, faktor kesehatan yaaitu tekanan darah, kadar gula darah, dan status gizi kurang dapat mempengaruhi kapasitas kerja seorang pekerja dan meningkatkan kejadian cedera. 17

Dokumen terkait