• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Situasional Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Topografi dan Iklim

Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung merupakan kawasan dengan luas 368.10 km² dan panjang sungai utamanya adalah 117 km. Secara geografis, kawasan ini terletak pada 106º47’43” - 107º0’15” BT dan 6º6’12” - 6º34’56” LS. Kawasan DAS Cliwung berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, dengan Kabupaten Cianjur dan Sukabumi di sebelah selatan, dengan DAS Krukut serta Grogol di sebelah barat, dan DAS Cipinang, Sunter, Buaran-Jatikramat, serta Cakung di sebelah timur. Sungai Ciliwung memiliki hulu di kawasan puncak Kabupaten Bogor, kemudian mengalir melalui beberapa kota seperti Bogor, Depok, Jakarta dan pada akhirnya bermuara di Teluk Jakarta. Berdasarkan toposekuensnya, DAS Ciliwung dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian hulu, tengah dan hilir (Gambar 9). Setiap kawasan yang dilalui Sungai Ciliwung memiliki karakteristik topografi yang berbeda-beda (Gambar 16 dan Tabel 9).

Gambar 16 Peta kelas kemiringan lereng DAS Ciliwung

Hulu Tengah Hilir

Tabel 9 Kelas kemiringan lereng dan luasannya di DAS Ciliwung

Kelas Klasifikasi Kemiringan Luas

(%) ha %

I Datar 0 ≤ x ≤ 8 25 530.55 66.12

II Landai 8 < x ≤ 15 4 563.09 11.82

III Agak curam 15 < x ≤ 25 2 856.06 7.40

IV Curam 25 < x ≤ 45 3 599.29 9.32

V Sangat curam x > 45 2 060.73 5.34

Jumlah 38 609.72 100.00

Sumber: BPDAS Citarum – Ciliwung (2013)

Bagian hulu memiliki luas 152 km² atau 39% dari luas total DAS Ciliwung. Bagian ini terletak sebagian besar di Kabupaten Bogor, seperti Kecamatan Cisarua, Megamendung, Ciawi dan Sukaraja, serta sebagian kecil termasuk ke dalam wilayah Kota Bogor, seperti Kecamatan Bogor Timur dan Bogor Selatan. Bagian ini merupakan daerah pegunungan dan berada pada ketinggian 300-3000 m dpl dengan topografi yang agak curam (16-25%) sampai sangat curam (> 45%). Kecepatan aliran air pada bagian ini masih tergolong cepat yaitu mencapai 10 m/det. Stasiun pengamatan arus pada bagian ini terdapat di Bendung Katulampa, Kota Bogor. Bagian hulu DAS Ciliwung sampai bendung Katulampa berbentuk dendritik. Bentuk ini mengindikasikan daerah hulu memberikan kontribusi aliran permukaan yang cukup besar.

Bagian tengah memiliki luas 169 km² atau 44% dari luas total DAS Ciliwung. Bagian ini meliputi Kabupaten Bogor (Kecamatan Sukaraja, Cibinong, dan Bojonggede), Kota Bogor (Kecamatan Bogor Timur, Bogor Tengah, Bogor Utara, dan Tanah Sareal), Kota Depok (Kecamatan Pancoran Mas, Sukmajaya, Cimanggis dan Beji) dan sebagian wilayah Jakarta Selatan (Kecamatan Jagakarsa, Pasar Rebo, Pasar Minggu dan Kramat Jati). Bagian ini merupakan daerah bergelombang dan berbukit-bukit dengan variasi kemiringan 2-15%. Bagian ini berada pada ketinggian 100-300 m dpl. Kecepatan aliran air pada bagian ini yaitu 5 m/det. Stasiun pengamatan arus pada bagian DAS Ciliwung tengah terdapat di Kelurahan Ratujaya, Kecamatan Cipayung, Depok.

Bagian hilir memiliki luas 65 km² atau 17% dari luas total DAS Ciliwung. Bagian ini meliputi Jakarta Selatan, Jakata Pusat, Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Bagian ini berada pada ketinggian 0-100 m dpl dan memiliki kemiringan lereng yang landai yaitu 0-8%. Landainya karakteristik topografi pada bagian ini menyebabkan aliran air mengalir dengan kecepatan yang lebih rendah dari bagian hulu dan tengah. Kecepatan aliran air pada bagian ini mencapai 2 m/det. Stasiun pengamatan arus pada bagian ini terdapat di Pintu Air Manggarai, Jakarta Selatan. Curah hujan rata-rata di wilayah DAS Ciliwung yaitu sebesar 2913 mm/tahun dan termasuk kategori tinggi. Setiap kawasan di DAS Ciliwung memiliki curah hujan yang berbeda-beda (Gambar 17). Berdasarkan klasifikasi Schmidth dan Ferguson, tipe iklim di DAS Ciliwung adalah tipe iklim A, dimana memiliki Bulan Basah (CH >100 mm/bulan) 10 bulan, Bulan Lembab 2 bulan (CH 60-100 mm/bulan), dan tidak memiliki bulan kering. Sedangkan menurut tipe iklim Oldeman, DAS Ciliwung juga memiliki tipe iklim A karena memiliki Bulan basah 9 bulan berturut-turut.

Gambar 17 Peta curah hujan DAS Ciliwung

Hidrogeologi

Bentuk DAS Ciliwung bagian hulu secara umum menyerupai kipas. Anak- anak sungai di bagian hulu mengalir ke sungai utama dari bagian kiri dan kanan yang mengalir terkonsentrasi ke satu titik di sekitar Katulampa, dengan bentuk

outlet menyerupai leher botol. Wilayah DAS bagian tengah memiliki bentuk seperti pipa. Berdasarkan data dari Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan (1986), Daerah Aliran Sungai Ciliwung bagian tengah merupakan daerah terdapatnya air tanah dan akuifer produktif. Sedangkan untuk konfigurasi akuifer di bagian hilir, batuan-batuan sedimen membentuk sistem akuifer yang sangat heterogen dan kompleks.

Struktur geologi atau jenis batuan berkaitan erat dengan jenis tanah yang akan terbentuk di suatu kawasan. Berdasarkan geologinya, jenis formasi batuan yang paling dominan di DAS Ciliwung adalah Kipas Aluvial dan Endapan Batuan Gunung api tua (Tabel 10). Hal ini menandakan bahwa jenis batuan di DAS Ciliwung dominan adalah batuan beku yang berasal dari batuan gunung api tua dan aluvial.

Tabel 10 Geologi dan luasannya di DAS Ciliwung

Geologi Luas (ha) Luas (%)

Aliran lava basal G. Geger bentang 1 482.61 3.84

Aliran lava termuda 59.45 0.15

Aluvial 1 388.45 3.60

Batuan gunung api muda 186.58 0.48

Breksi & lava G.Kencana & G. Limo 1 907.71 4.94

Endapan batuan gunung api tua 13 246.55 34.31

Endapan breksi dan lahar Gunung Gede 159.77 0.41

Endapan dataran banjir 3 144.48 8.14

Endapan muda lahar andesit 470.14 1.22

Endapan punggungan pantai 181.29 0.47

Formasi serpong 44.28 0.11

Kipas aluvial 16 248.45 42.08

Lahar 90.49 0.23

Luas Total 38 610.25 100.00

Sumber: BPDAS Citarum – Ciliwung (2013) Jenis Tanah dan Geomorfologi

Jenis tanah di DAS Ciliwung merupakan hasil dari rombakan batuan induk berupa tufa vulkanik. Jenis tanah yang paling banyak terdapat di DAS Ciliwung adalah asosiasi latosol merah, latosol coklat kemerahan, dan laterit air tanah dengan luas penyebaran sebesar 17 543.67 ha atau 45.44% dari total luasan DAS Ciliwung (Tabel 11 dan Gambar 18).

Tabel 11 Jenis tanah dan luasannya di DAS Ciliwung

Jenis Tanah Luas (ha) Luas (%)

Aluvial hidromorf 882.71 2.29

Aluvial kelabu tua 2 559.01 6.63

Andosol coklat kekuningan 246.04 0.64

As latosol merah, coklat dan laterit air tanah 17 543.67 45.44

As andosol coklat dan regosol coklat 5 209.12 13.49

As glei humus rendah dan Aluvial kelabu 3.30 0.01

As latosol coklat kemerahan dan latosol coklat 4 018.26 10.41

Latosol coklat tua kemerahan 2 681.50 6.95

Litosol coklat 5 466.66 14.16

Jumlah 38 610.26 100.00

Sumber: BPDAS Citarum – Ciliwung (2013)

Berdasarkan keadaan geomorfologinya, DAS Ciliwung bagian hulu didominasi oleh dataran vulkanik tua dengan bentuk wilayah bergunung (mountainous) seluas 3 767.76 ha dan sebagian kecil merupakan aluvial sungai seluas 255.33 ha. Dengan kondisi pegunungan dan perbukitan yang curam, bagian hulu mempunyai tingkat kerawanan banjir yang rendah. Pada bagian tengah, wilayah Kabupaten Bogor dan Kota Bogor berada pada geomorfologi satuan daerah pedataran kipas aluvial. Aliran sungainya berpola sejajar dengan lembah sungai utama. Sedangkan saat memasuki wilayah Kota Depok, keadaan geomorfologinya merupakan pedataran aluvium sungai dengan pola aliran sungai

berkelok atau meander. Pola meander ini berlanjut hingga ke bagian hilir dan memiliki tingkat kerawanan banjir yang lebih tinggi.

Gambar 18 Peta jenis tanah DAS Ciliwung

Penggunaan Lahan

Berdasarkan hasil klasifikasi lahan dari BPDAS Citarum-Ciliwung (2013), penggunaan lahan di DAS Ciliwung dibagi menjadi 12 kategori (Tabel 12 dan Gambar 19). Penggunaan lahan yang mendominasi adalah kawasan terbangun berupa permukiman yang mencapai 21 466.65 ha atau 55.59% dari luas total DAS Ciliwung. Hal ini disebabkan karena peningkatan jumlah penduduk pada DAS Ciliwung sehingga kebutuhan akan tempat tinggal dan fasilitas penunjang lainnya juga meningkat. Besarnya luasan lahan permukiman mengindikasikan bahwa air limpasan pada DAS ciliwung juga besar. Hal ini disebabkan karena pembangunan lahan permukiman akan menutup tanah sehingga dapat mengurangi infiltrasi air ke dalam tanah. Air hujan yang tidak dapat meresap akan terakumulasi dalam bentuk air limpasan menuju bagian yang lebih rendah yaitu hilir. Penggunaan

lahan berupa permukiman banyak dijumpai pada bagian tengah dan hilir DAS Ciliwung yang termasuk dalam wilayah perkotaan.

Penggunaan lahan berupa hutan (hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder dan hutan tanaman) masih dapat ditemukan di bagian hulu dan sedikit di bagian tengah DAS Ciliwung. Akan tetapi, persentasenya semakin sedikit yaitu hanya tersisa 16.04%. Pembukaan lahan di bagian hulu, yang semula adalah hutan, berubah menjadi pertanian lahan kering, seperti perkebunan teh, juga mengakibatkan berkurangnya tingkat infiltrasi air ke dalam tanah. Pembangunan sudah banyak dilakukan pada bagian hulu, baik berupa pemukiman penduduk maupun fasilitas penunjang lainnya.

Penggunan lahan berupa badan air atau ruang terbuka biru (RTB), seperti danau, situ, embung, kolam, kanal dan sungai, hanya terhitung 581.78 ha atau sekitar 1.50% dari luas total DAS Ciliwung. Hal ini disebabkan oleh maraknya alih fungsi lahan yang mengorbankan lahan RTB untuk dikembangkan menjadi kawasan permukiman. Menurut Arifin et al. (2014), faktor pendorong yang menyebabkan perubahan atau alih fungsi lahan RTB menjadi kawasan terbangun, seperti permukiman, antara lain: (1) jarak dari pusat kota, (2) jarak dari jalan utama, (3) kemiringan lereng, (4) jenis tanah, dan (5) kepadatan penduduk.

Pertanian lahan kering campuran atau kebun campuran, masih dapat ditemui khususnya pada bagian tengah DAS Ciliwung seperti di Kecamatan Bojong Gede dan Kota Depok. Penggunaan lahan berupa sawah pun hanya tersisa sekitar 39.16 ha atau 0.26% dari luas total DAS Ciliwung. Sedangkan penggunaan lahan yang paling sedikit yaitu berupa tanah terbuka, luasnya hanya 20.31 ha atau 0.05% dari luas keseluruhan luas DAS Ciliwung.

Tabel 12 Penggunaan lahan dan luasannya di DAS Ciliwung

Penutupan Lahan Luas (ha) Luas (%)

Terbangun

Pemukiman 21 466.65 55.59

Bandara dan pelabuhan 38.26 0.10

Non-terbangun

Hutan lahan kering Primer 465.20 1.20

Hutan Lahan Kering Sekunder 1 555.34 4.03

Hutan Tanaman 4 174.62 10.81

Badan air 581.78 1.50

Perkebunan 544.45 1.41

Pertanian Lahan Kering 9 166.35 23.74

Pertanian Lahan Kering Campuran 456.79 1.18

Sawah 100.65 0.26

Semak Belukar 39.16 0.10

Tanah Terbuka 20.31 0.05

Luas Total 38 610.25 100.00

Sumber: BPDAS Citarum – Ciliwung (2013)

Setiap kategori penggunaan lahan atau penutupan lahan mempunyai kemampuan yang berbeda dalam meresapkan air hujan ke dalam tanah (infiltrasi). Proporsi air hujan yang mengalir di atas permukaan tanah pada setiap penggunaan lahan dikenal dengan istilah koefisien aliran permukaan atau koefisien limpasan.

Besarnya koefisien limpasan dipengaruhi oleh tipe tanah dan pengelolaan atau manajemen lahan pada suatu kawasan.

Perbedaan manajemen lahan dan permukaan lahan, menyebabkan nilai koefisien limpasan di daerah permukiman juga berbeda-beda (Zaida 2012). Permukiman yang berada di pinggiran perkotaan dan perdesaan memiliki nilai koefisien limpasan 25-40%, permukiman di dalam kawasan perkotaan 35-70%, permukiman di dalam kawasan industri 50-90%, dan permukiman di dalam kawasan perkotaan dan perdagangan 50-95%. Untuk kawasan pertanian, besarnya koefisien limpasan berkisar 21-65%, dan di dalam kawasan penggembalaan 17- 23%. Koefisien limpasan terkecil ditunjukkan oleh penggunaan lahan berupa hutan, yaitu koefisiennya hanya 2-15%. Oleh karena itu, kawasan hutan menjadi kawasan yang sangat efektif dalam menyerap air atau dengan kata lain sangat efektif dalam mengurangi volume air limpasan. Berdasarkan luas dan nilai koefisien limpasan, kawasan permukiman adalah kawasan yang terbesar dalam menyumbang air limpasan penyebab banjir, disusul oleh kawasan pertanian dalam bentuk tegalan dan kebun campuran.

Analisis Lanskap Riparian Sungai Ciliwung

Riparian atau sempadan Sungai Ciliwung dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga segmen, yaitu riparian pada segmen hulu, tengah dan hilir. Setiap segmen riparian memiliki karakteristik lanskap serta penggunaan yang berbeda- beda. Penggunaan lanskap riparian ini sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dan perilaku masyarakat yang tinggal di sekitar riparian sungai. Penggunaan lanskap serta fungsi riparian menjadi pertimbangan dalam penentuan lebar riparian serta analisis karakteristik lanskap riparian Sungai Ciliwung.

Penentuan Lebar Riparian Sungai Ciliwung

Berdasarkan kawasan yang dilaluinya, riparian Sungai Ciliwung dibagi menjadi dua macam, yaitu riparian yang terdapat di dalam wilayah perkotaan dan di luar wilayah perkotaan. Riparian pada wilayah perkotaan meliputi riparian Sungai Ciliwung yang melintasi Kota Bogor, Depok dan Jakarta. Sedangkan, riparian yang termasuk di luar wilayah perkotaan merupakan riparian Sungai Ciliwung yang melintasi Kabupaten Bogor. Riparian pada wilayah luar perkotaan umumnya memiliki standar yang lebih lebar daripada riparian pada wilayah dalam perkotaan. Hal ini disebabkan karena tuntutan lahan di luar perkotaan untuk pembangunan relatif lebih rendah daripada di wilayah dalam perkotaan.

Penentuan lebar riparian Sungai Ciliwung dilakukan dengan cara mempertimbangkan tiga standar penentuan lebar riparian sungai (Gambar 20 dan Tabel 13), yaitu (1) standar lebar riparian berdasarkan kajian literatur dan jurnal (Bertulli (1981), Castelle et al. (1994), serta Smardon dan Felleman (1996)), (2) standar lebar riparian sungai berdasarkan Permen PUPR No 28 Tahun 2015 dan PPRI No 38 Tahun 2011, serta (3) standar lebar riparian sungai menurut Maryono (2009). Lebar riparian sungai tidak bertanggul, berdasarkan Permen PUPR dan PPRI menunjukkan angka yang relatif kecil, yaitu 15 m (dalam perkotaan), dan 50 m (luar perkotaan). Sedangkan, menurut Maryono (2009), lebar riparian ideal sebuah sungai adalah 50 m (dalam perkotaan) dan 75-100 m (luar perkotaan). Hasil ini tidak jauh berbeda dengan lebar riparian menurut Bertulli (1981), Castelle et al. (1994), serta Smardon dan Felleman (1996), dimana riparian dengan fungsi perlindungan banjir setidaknya harus memiliki lebar 45-90 m. Dengan pertimbangan luapan air limpasan dan resiko erosi pada tebing sungai, keputusan lebar riparian mengacu pada hasil analisis, yaitu minimal 50 m untuk riparian dalam perkotaan dan minimal 100 m untuk riparian luar perkotaan.

Gambar 20 Analisis penentuan lebar riparian Sungai Ciliwung Hasil analisis

Literatur dan jurnal Maryono (2009)

PUPR No 28 Tahun 2015; PPRI No 38 Tahun 2011

Tabel 13 Penentuan lebar riparian Sungai Ciliwung Wilayah yang dilalui Literatur dan jurnal PUPR No 28 Tahun 2015; PP No 38 Tahun 2011 Maryono (2009) Hasil analisis Kriteria Lebar Riparian Kriteria Lebar Riparian Lebar Riparian Perkotaan 45-90 m

Kedalaman 15 m Lebar sungai 50 m 50 m

3-20 m > 15 m

Luar Perkotaan

Luas DAS 50 m Luas DAS 75-100 m 100 m

≤ 500 km² > 300 km²

Hasil ini mengindikasikan bahwa bangunan yang berdiri pada kawasan riparian hasil analisis seharusnya ditertibkan dengan mengutamakan upaya persuasif. Sedangkan, pada beberapa kasus dimana lebar riparian melebihi standar hasil analisis, maka kawasan ini diutamakan untuk konservasi (penghijauan) jika merupakan zona bantaran banjir, ataupun dapat menjadi lokasi rumah susun untuk pemindahan warga bantaran sungai, jika bukan zona lebih ini bukan merupakan zona bantaran banjir.

Riparian Sungai Ciliwung Segmen Hulu

Riparian Sungai Ciliwung pada segmen hulu didominasi vegetasi (Lampiran 2), yaitu vegetasi dalam bentuk lahan produksi seperti sawah, maupun lahan pertanian kering seperti perkebunan (Gambar 21). Hal ini menunjukkan bahwa pada segmen hulu, air sungai masih dimanfaatkan oleh warga untuk irigasi lahan pertanian maupun perkebunan. Lahan pertanian ini hampir dapat ditemukan pada riparian di setiap desa dan kelurahan di hulu Sungai Ciliwung.

Sumber: Dokumentasi lapang (2015)

Gambar 21 Lahan produksi berupa sawah (kiri) dan perkebunan (kanan) pada riparian Sungai Ciliwung segmen hulu

Selain lahan pertanian, pada riparian bagian hulu masih ditemui penutupan lahan riparian berupa hutan dan vegetasi alami riparian berupa semak belukar. Penutupan lahan berupa hutan dapat ditemukan di Telaga Warna, Desa Tugu Utara serta Desa Tugu Selatan. Aliran air yang keluar dari Telaga Warna masih berupa sungai kecil (anak Sungai Ciliwung) dengan vegetasi riparian berupa kombinasi semak belukar dengan pohon (Gambar 22).

Sumber: Dokumentasi lapang (2015)

Gambar 22 Vegetasi alami berupa hutan (kiri) dan semak belukar (kanan) pada riparian Sungai Ciliwung segmen hulu

Okupasi lahan terbangun pada kawasan riparian segmen hulu pun sudah terjadi. Lahan terbangun dapat ditemukan pada riparian di setiap desa dan kelurahan di hulu Sungai Ciliwung, walaupun luasannya tidak sebanyak lahan pertanian dan hutan. Penggunaan lahan terbangun di kawasan ini dapat berupa lahan permukiman maupun area komersial seperti tempat rekreasi dan restoran (Gambar 23). Pada riparian yang terokupasi lahan terbangun umumnya sudah dibangun tanggul atau talud untuk menahan erosi tebing sungai. Okupasi lahan terbangun juga mengakibatkan adanya sampah rumah tangga yang dibuang langsung ke Sungai Ciliwung.

Sumber: Dokumentasi lapang (2015)

Gambar 23 Lahan terbangun berupa permukiman (kiri) dan restoran tepi sungai (kanan) pada riparian Sungai Ciliwung segmen hulu

Berdasarkan lebar riparian standar Permen PUPR dan PPRI, lahan terbangun pada segmen ini telah mengokupasi 9.53% luas riparian. Sedangkan, jika dihitung berdasarkan hasil analisis lebar riparian, kawasan riparian hulu telah terokupasi oleh lahan terbangun sebesar 12.46% (Tabel 14). Lahan terbangun mulai terlihat dari Desa Tugu Utara dan Desa Tugu Selatan. Semakin menuju ke hilir (utara), lahan terbangun cenderung lebih padat ditemukan pada segmen ini.

Tabel 14 Analisis penutupan lahan riparian Sungai Ciliwung segmen hulu Keterangan Kota/

Kabupaten

Kecamatan Desa/Kelurahan Riparian

PUPR; PPRI Analisis Panjang

sungai: 16.74 km

Kabupaten Bogor

Cisarua Tugu Utara Lebar: Lebar:

Tugu Selatan 15 m (kota) 50 m (kota)

Batu Layang 50 m (kab) 100 m (kab)

Cisarua Jarak dua

lembah sungai: 13.41 km

Jogjogan Luas: Luas:

Cilember 164.55 ha 330.75 ha Leuwimalang Kopo Non- terbangun Non- terbangun Megamendung Megamendung 148.86 ha 289.54 ha Sinuositas sungai: 1.24 Cipayung Girang 90.47% 87.54% Cipayung Datar

Gadog Terbangun Terbangun

Ciawi Pandansari 15.68 ha 41.20 ha

Sukaraja Cibanon 9.53% 12.46%

Kota Bogor

Bogor Timur Sindangrasa

Katulampa

Sumber: Hasil analisis penutupan lahan

Riparian Sungai Ciliwung Segmen Tengah

Riparian Sungai Ciliwung pada segmen tengah terdapat pada wilayah (1) luar perkotaan yaitu Kabupaten Bogor, dan (2) dalam perkotaan seperti Kota Bogor, Kota Depok dan sebagian wilayah Kota Jakarta Selatan. Penutupan lahan pada riparian yang melintasi Kabupaten Bogor didominasi oleh vegetasi (Lampiran 1), baik vegetasi alami riparian, seperti jajaran bambu atau kombinasi pohon dan semak belukar (Gambar 24).

Sumber: Dokumentasi lapang (2015)

Gambar 24 Vegetasi alami berupa jajaran bambu di Kelurahan Waringin Jaya (kiri) dan semak belukar di Kelurahan Karadenan (kanan) pada riparian Sungai

Pada Sungai Ciliwung segmen tengah juga masih banyak ditemukan pemanfaatan riparian untuk lahan prosuksi dalam bentuk kebun campuran (Gambar 25), seperti pada Kelurahan Kedung Halang di Kota Bogor, Kelurahan Sukahati di kabupaten Bogor dan Kelurahan Tirtajaya di Kota Depok. Pemanfaatan riparian sungai sebagai kebun campuran didukung oleh jenis tanah yang baik. Jenis tanah pada riparian Sungai Ciliwung segmen tengah didominasi oleh asosiasi latosol merah dan latosol coklat kemerahan yang mudah menyerap air dan merupakan tanah yang subur. Selain kebun campuran, pemanfaatan riparian Sungai Ciliwung sebagai lahan produksi juga ditemukan dalam bentuk keramba yang terdapat di Kelurahan Sempur, Kota Bogor (Gambar 26).

Sumber: Dokumentasi lapang (2014, 2015)

Gambar 25 Kebun campuran di Kelurahan Kedung Halang (kiri), Kelurahan Sukahati (kanan atas) dan Kelurahan Tirtajaya (kanan bawah) pada riparian

Sungai Ciliwung segmen tengah

Sumber: Dokumentasi lapang (2014)

Penutupan lahan riparian berupa lahan terbangun juga banyak dijumpai pada riparian Sungai Ciliwung segmen tengah (Gambar 27) terutama di wilayah dalam perkotaan, seperti di Kota Bogor dan Depok. Hal ini dikarenakan tuntutan lahan untuk pembangunan kawasan permukiman serta sarana penunjang lainnya sangat besar terjadi di perkotaan. Tidak jauh berbeda dengan di hulu, lahan terbangun pada riparian di segmen tengah ini juga umumnya telah dibangun tanggul atau talud untuk menahan erosi tebing sungai. Akan tetapi, struktur tanggul tidak sepenuhnya menjamin keamanan berdirinya permukiman di atas riparian ini. Hal ini terbukti dengan adanya longsor yang terjadi di Kelurahan Sempur, Kota Bogor (Gambar 28).

Sumber: Dokumentasi lapang (2014, 2015)

Gambar 27 Lahan terbangun berupa permukiman di Kelurahan Sempur, Bogor (kiri) dan Kelurahan Pasir Gunung Selatan, Depok (kanan) pada riparian Sungai

Ciliwung segmen tengah

Sumber: Dokumentasi lapang (2014)

Gambar 28 Longsor pada riparian Sungai Ciliwung Kelurahan Sempur Pada riparian Sungai Ciliwung segmen tengah, penutupan lahan terbangun mencapai 16.02% jika dihitung berdasarkan pada standar lebar riparian Permen

PUPR dan PPRI. Sedangkan, jika dihitung berdasarkan hasil analisis lebar riparian, kawasan riparian tengah telah terokupasi oleh lahan terbangun sebesar 37.11% (Tabel 15). Angka okupasi lahan terbangun pada segmen ini lebih besar jika dibandingkan dengan okupasinya di segmen hulu.

Tabel 15 Analisis penutupan lahan riparian Sungai Ciliwung segmen tengah Keterangan Kota/

Kabupaten

Kecamatan Desa/Kelurahan Riparian

PUPR; PPRI Analisis Panjang

sungai: 67.52 km

Kota Bogor

Bogor Timur Katulampa Lebar: Lebar:

Tajur 15 m (kota) 50 m (kota)

Baranangsiang 50 m (kab) 100 m (kab)

Sukasari Jarak dua

lembah sungai: 35.83 km

Bogor Tengah Babakan Pasar Luas: Luas:

Kebun Raya Bogor 319.26 ha 841.97 ha Sempur

Bogor Utara Bantar Jati Non-

terbangun Non- terbangun Cibuluh 268.11 ha 529.55 ha Sinuositas sungai: Kedung Halang 83.98% 62.89%

Tanah Sareal Tanah Sareal

1.88 Kedung Badak Terbangun Terbangun

Sukaresmi 51.14 ha 312.41 ha

Kabupaten Bogor

Sukaraja Pasir Jambu 16.02% 37.11%

Cilebut Timur

Cibinong Karadenan

Sukahati Tengah Pondok Rajeg Bojong Gede Waringin Jaya

Kedung Waringin Bojong Gede Bojong Baru Rawa panjang Kota Depok

Cilodong Kali Mulya

Cipayung Pondok Jaya

Ratu Jaya Pancoran Mas Depok Sukmajaya Tirta Jaya

Mekar Jaya Bakti Jaya

Beji Kemiri Muka

Pondok Cina

Cimanggis Tugu

Keterangan Kota/ Kabupaten

Kecamatan Desa/Kelurahan Riparian

PUPR; PPRI Analisis Jakarta

Selatan

Jagakarsa Srengseng Sawah Lenteng Agung Tanjung Barat Pasar Minggu Pejaten Timur

Pancoran Rawajati

Jakarta Timur

Pasar Rebo Kali Sari Kampung Baru Cijantung Kampung Gedong Kramat Jati Bale Kambang

Cililitan

Sumber: Hasil analisis penutupan lahan

Riparian Sungai Ciliwung Segmen Hilir

Riparian Sungai Ciliwung pada segmen hilir seluruhnya terdapat pada wilayah dalam perkotaan, yaitu dari Kelurahan Rawajati di Jakarta Selatan sampai Kelurahan Ancol di Jakarta Utara dan bermuara di Teluk Jakarta. Penutupan lahan pada riparian Sungai Ciliwung hilir didominasi oleh lahan terbangun, terutama permukiman (Gambar 29). Selain lahan terbangun, pada riparian Sungai Ciliwung hilir juga masih dapat ditemukan tutupan lahan berupa vegetasi riparian (Gambar 30), walaupun luasannya relatif kecil yaitu hanya 10.28% dari total luas riparian pada segmen hilir.

Sumber: Dokumentasi lapang (2015)

Gambar 29 Lahan terbangun di Kelurahan Bukit Duri (kiri) dan Kelurahan Kampung Melayu (kanan) pada riparian Sungai Ciliwung segmen hilir

Pada riparian Sungai Ciliwung segmen hilir, penutupan lahan terbangun mencapai 89.72% jika merunut pada standar lebar riparian menurut Permen PUPR dan PPRI. Sedangkan, jika dihitung berdasarkan hasil analisis lebar riparian, kawasan riparian segmen hilir telah terokupasi oleh lahan terbangun sebesar

Dokumen terkait