• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penurun suhu udara mikro 0.081 8.1

Penyerap polutan di udara 0.022 2.2

5 Produksi 0.066 6.6 5

Perikanan darat 0.008 0.8

Kebun campuran 0.046 4.6

Irigasi lahan pertanian 0.012 1.2

Total Bobot 1.000 100.0 100.0

Sumber: Hasil pembobotan AHP

Bobot sub-fungsi yang tercantum dalam diagram pohon (Gambar 36) merupakan bobot yang dihitung berdasarkan fungsi masing-masing dari riparian. Bobot sub-fungsi keseluruhan dihitung kembali untuk mengetahui prioritas sub- fungsi dari keseluruhan sub-fungsi yang ada. Setelah dihitung bobot sub-fungsi secara keseluruhan, maka didapatkan bahwa sub-fungi riparian sebagai taman pinggir sungai menempati prioritas utama dengan nilai 20.2%, diikuti dengan sub- fungsi untuk memperkuat atau stabilisasi lereng (16.6%), konservasi tumbuhan (14.9%) dan sub-fungsi lainnya (Tabel 18).

Analisis Sensitivitas Fungsi Lanskap Riparian Sungai Ciliwung

Hasil dari analisis sensitivitas bermanfaat untuk melihat tingkat prioritas masing-masing fungsi lanskap riparian pada setiap segmen dari Sungai Ciliwung (Gambar 37). Tiga garis berwarna pada grafik sensitivitas menunjukkan segmen pada Sungai Ciliwung, dengan keterangan berturut-turut, yaitu garis biru adalah adalah segmen hulu, garis merah adalah segmen tengah dan garis biru adalah segmen hilir. Sumbu axis (x) merupakan keterangan fungsi lanskap riparian yang diperbandingkan pada setiap segmen Sungai Ciliwung. Sedangkan sumbu ordinat (y) adalah nilai atau presentase prioritasnya.

Keterangan: (1) MSDA: Manajemen Sumber Daya Air, (2) Pr: Produksi, (3) KB: Konservasi Biodiversitas, (4) PPK: Penyerap dan Penyimpan Karbon, dan (5) EL: Estetika Lanskap

Gambar 37 Grafik sensitivitas prioritas fungsi lanskap riparian terhadap setiap segmen Sungai Ciliwung

Pada fungsi manajemen sumber daya air (MSDA) dengan nilai prioritas 32.0%, ternyata lebih diutamakan untuk diterapkan pada segmen hulu. Hal ini dapat dilihat pada grafik sensitivitas kolom manajemen sumber daya air, dimana garis biru (hulu) berada pada posisi paling atas dibandingkan garis hijau (hilir) dan merah (tengah). Begitu pula dengan fungsi produksi (Pr) dan konservasi biodiversitas (KB). Hasil dari analisis kedua fungsi ini menunjukkan bahwa segmen hulu menjadi prioritas utama dalam penerapan fungsi riparian untuk produksi dan konservasi biodiversitas.

Berbeda dengan fungsi sebelumnya, hasil analisis fungsi riparian sebagai penyerap dan penyimpan karbon (PPK) menunjukkan bahwa segmen hilir merupakan kawasan utama untuk penerapan fungsi ini. Begitu pula dengan fungsi estetika lanskap (EL) yang memberikan nilai tinggi untuk diterapkan pada segmen hilir. Keseluruhan hasil analisis sensitivitas ini akan digunakan dalam penentuan fungsi dan pemanfaatan lanskap riparian pada setiap segmen di Sungai Ciliwung.

Penentuan Fungsi dan Pemanfaatan Lanskap Riparian Sungai Ciliwung

Berdasarkan hasil dari sintesis tergabung AHP, setiap fungsi riparian memiliki prioritas yang berbeda pada setiap segmen Sungai Ciliwung (Tabel 19).

MSDA Pr KB PPK EL

Hilir Hulu Tengah

Urutan prioritas fungsi pada masing-masing segmen disusun berdasarkan hasil grafik sensitivitas. Prioritas fungsi riparian pada setiap segmen menjadi dasar dari pemilihan alternatif pemanfaatan lanskap riparian Sungai Ciliwung (Tabel 20). Komponen pemanfaatan lanskap riparian adalah sub-fungsi (alternative) pada struktur AHP (Gambar 14).

Tabel 19 Prioritas fungsi lanskap riparian Sungai Ciliwung per segmen

Fungsi riparian Prioritas per segmen

Hulu (%) Tengah (%) Hilir (%)

Manajemen Sumber Daya Air (MSDA) 46.9 23.1 30.1

Produksi (Pr) 55.8 30.6 13.6

Konservasi Biodiversitas (KB) 57.4 25.7 16.9

Penyerap dan Penyimpan Karbon (PPK) 29.2 27.7 43.1

Estetika Lanskap (EL) 7.1 21.6 71.3 Urutan prioritas 1. KB 1. Pr 1. EL 2. Pr 2. PPK 2. PPK 3. MSDA 3. KB 3. MSDA 4. PPK 4. MSDA 4. KB 5. EL 5. EL 5. Pr

Tabel 19 menjelaskan bahwa masing-masing segmen memiliki prioritas fungsi lanskap riparian yang berbeda, yaitu (1) fungsi konservasi biodiversitas (KB) di hulu, (2) fungsi Produksi (Pr) di tengah, dan (3) fungsi estetika lanskap (EL) di hilir. Dengan demikian, masing-masing fungsi akan mendominasi pada masing-masing segmen riparian Sungai Ciliwung. Akan tetapi, fungsi lain yang tidak menjadi prioritas, masih dapat diaplikasikan pada setiap segmen walaupun porsinya tidak mendominasi fungsi utama.

Pada riparian Sungai Ciliwung segmen hulu, fungsi KB memperoleh prioritas paling tinggi, diikuti oleh fungsi Pr di urutan kedua. Hal ini sangat sesuai, mengingat penutupan lahan riparian segmen hulu yang masih didominasi oleh vegetasi, baik alami maupun budidaya. Pemanfaatan lanskap riparian diprioritaskan untuk konservasi tumbuhan, satwa, serta pereduksi zat kimia, seperti pupuk dan pestisida yang terbawa dari lahan produksi (Tabel 20).

Pada riparian Sungai Ciliwung segmen tengah, setiap fungsi memiliki tingkat prioritas yang hampir sama (tidak signifikan). Akan tetapi, fungsi Pr sebagai peraih nilai tertinggi, tetap akan diprioritaskan pada segmen ini. Sedangkan fungsi lain seperti PPK, KB, MSDA, dan EL juga dapat diterapkan di sepanjang riparian segmen tengah. Pemanfaatan riparian diprioritaskan dalam bentuk kebun campuran dan perikanan darat (Tabel 20).

Pada riparian Sungai Ciliwung segmen hilir, fungsi EL memperoleh prioritas paling tinggi, diikuti oleh fungsi PPK di urutan kedua. Hal ini sangat sesuai, mengingat segmen hilir merupakan wilayah dalam perkotaan dan membutuhkan ruang-ruang publik untuk berekreasi. Pemanfaatan lanskap riparian

diprioritaskan dalam bentuk taman tepi sungai, wisata atau rekreasi air, dan fasilitas transportasi air seperti dermaga perahu (Tabel 20).

Tabel 20 Prioritas pemanfaatan lanskap riparian Sungai Ciliwung per segmen Fungsi

Riparian

Prioritas Pemanfaatan Lanskap Riparian

Hulu Tengah Hilir

MSDA Resapan air

Stabilisasi lereng

Retensi air Stabilisasi lereng

Retensi air Stabilisasi lereng

Pr Irigasi pertanian *Kebun campuran Kebun campuran

Kebun campuran *Perikanan darat

Perikanan darat

KB *Konservasi tumbuhan Konservasi tumbuhan Konservasi tumbuhan

*Konservasi satwa Konservasi satwa Konservasi satwa

*Pereduksi zat kimia Stabilisasi lereng Stabilisasi lereng

PPK Penyerap polutan Penyerap polutan Penyerap polutan

Penurun suhu Penurun suhu

EL Taman tepi sungai Taman tepi sungai *Taman tepi sungai

Wisata air *Wisata air

*Transportasi air

Keterangan: *prioritas utama

Fungsi MSDA pada analisis sensitivitas tidak menunjukkan fungsi yang mendominasi pada setiap segmen (Tabel 19). Akan tetapi, jika dilihat dari analisis fungsi lanskap riparian secara keseluruhan, fungsi MSDA menepati urutan tertinggi (Gambar 35 dan 36). Oleh karena itu, fungsi ini harus diterapkan pada setiap segmen riparian Sungai Ciliwung dengan pemanfaatan yang berbeda, yaitu resapan air dan stabilisasi lereng pada segmen hulu, serta retensi air dan stabilisasi lereng pada segmen tengah dan hilir (Tabel 20).

Manajemen Lanskap Riparian Sungai Ciliwung

Konsep manajemen lanskap riparian bertujuan untuk menciptakan lanskap riparian berkelanjutan. Terdapat tiga pilar keberlanjutan (Kight 2012) yang dapat diwakilkan oleh fungsi riparian Sungai Ciliwung, yaitu (1) pilar ekologi dari fungsi KB, (2) pilar ekonomi dari fungsi Pr, dan (3) pilar sosial dari fungsi EL (Gambar 38). Walaupun masing-masing fungsi merupakan prioritas pada segmen tertentu, tetapi setiap fungsi dapat tetap diterapkan di setiap segmen. Pendekatan untuk mencapai lanskap riparian berkelanjutan dilakukan dengan konsep restorasi sungai yang bertujuan untuk mengembalikan bentuk alami sungai, dan teknik eco- engineering yaitu teknik alternatif penguatan tebing sungai (stabilisasi lereng) dengan material alami (tidak dengan tanggul masif).

Pada segmen hulu, Sungai Ciliwung menunjukkan topografi yang masih relatif curam yaitu 16-45%, aliran air relatif lebih cepat, yaitu 10 m/det, sehingga pola sinuositas sungai yang terbentuk juga sebatas berliku (sinuous). Berdasarkan hasil AHP, konsep manajemen lanskap riparian pada segmen hulu diarahkan pada fungsi KB (Tabel 21) baik tumbuhan maupun satwa. Fungsi MSDA riparian sebagai resapan air (water catchment) juga sangat diutamakan, mengingat pada segmen ini curah hujan cukup tinggi yaitu berkisar antara 3600-3900 mm/tahun.

Dengan penghijauan pada kawasan riparian dengan menggunakan tumbuhan lokal, maka fungsi konservasi biodiversitas dan resapan air dapat tercapai.

Sungai Ciliwung pada segmen tengah memiliki kemiringan yang lebih landai daripada segmen hulu, yaitu 2-15%. Kondisi ini menjadikan pola sinuositas sungai menjadi meandering (1.88) dengan kecepatan alirannya 5 m/det. Konsep manajemen lanskap riparian pada segmen tengah akan diarahkan pada fungsi Pr (Tabel 21), dalam bentuk kebun campuran dan perikanan darat (keramba). Fungsi MSDA riparian mengutamakan fungsi retensi air, yaitu memperbanyak tampungan air. Tampungan air ini dapat diaplikasikan dengan memperluas badan air sungai, kemudian memanfaatkannya untuk keperluan produksi. Selain itu, pada wilayah perkotaan, tampungan air ini bisa difungsikan dalam bentuk ruang publik tepi sungai. Tanggul-tanggul buatan yang sudah ada sebaiknya diganti dengan material yang lebih alami seperti penanaman vegetasi riparian atau dengan formasi batu kali pada tepi sungai.

Sungai Ciliwung pada segmen hilir memiliki topografi yang relatif datar, yaitu 0-8%. Kondisi ini menjadikan pola sinuositas sungai menjadi meandering

(1.62) dengan kecepatan alirannya 2 m/det. Segmen hilir merupakan segmen terakhir yang dilalui oleh sungai dan merupakan kawasan dimana air limpasan terakumulasi. Tidak heran pada segmen ini kerap kali terjadi banjir akibat luapan air sungai di musim hujan. Oleh karena itu, konsep manajemen lanskap riparian yang diutamakan pada segmen ini yaitu memperbanyak tampungan air. Tampungan air ini dapat diwujudkan dengan memperluas badan air sungai sehingga volume yang dapat ditampung oleh sungai juga meningkat. Konsep ini juga dapat dikombinasikan dengan fungsi ruang publik tepi sungai yang dapat meningkatkan estetika lanskap sungai di perkotaan (Tabel 21). Selain itu, dominasi vegetasi pada ruang publik (taman tepi sungai) ini juga bermanfaat untuk meningkatkan kenyamanan kota, karena fungsi dari tanaman yang dapat menyerap karbon dan menurunkan suhu lingkungan dalam skala mikro.

Manajemen Riparian Sungai Ciliwung Segmen Hulu

Hasil analisis lebar riparian menunjukkan bahwa lebar riparian segmen hulu yang terletak di luar wilayah perkotaan adalah 100 m. Akan tetapi, standar Garis Sempadan Sungai (GSS) berdasarkan Permen PUPR dan PPRI tetap digunakan, dalam hal ini sebagai batas zona lindung yang harus bebas dari bangunan. Oleh karena itu, riparian dengan lebar 50 m dari tepi sungai akan diarahkan sebagai zona penyangga dalam bentuk hutan riparian yang juga berfungsi sebagai habitat bagi tumbuhan dan satwa ekosistem riparian sungai. Sedangkan penambahan 50 m hasil analisis akan diarahkan untuk fungsi dan pemanfaatan lanskap riparian sesuai hasil AHP.

Fungsi manajemen sumber daya air sebagai fungsi yang memperoleh prioritas paling tinggi pada hasil AHP, akan diterapkan pada segmen hulu dengan memaksimalkan resapan air (water cathcment). Hal ini dipertimbangkan karena pada segmen hulu curah hujan masih cukup tinggi (3600-3900 mm/tahun) dan kemiringan lereng masih relatif curam (16-45%). Oleh karena itu, untuk menghambat laju air limpasan, diperlukan zona-zona dengan fungsi resapan air. Fungsi ini dapat dicapai dengan adanya penghijauan seperti hutan pada riparian yang efektif dalam penyerapan air limpasan, dimana koefisien air limpasan untuk tutupan lahan berupa hutan adalah 0.05-0.25 (Bouman 2009).

Salah satu lokasi penerapan konsep manajemen lanskap riparian pada segmen hulu dengan memaksimalkan fungsi resapan air terdapat di Kabupaten Bogor, tepatnya di perbatasan antara Desa Pandansari dan desa Cipayung Datar (Gambar 39 dan 40). Pada lokasi ini masih dapat ditemukan sawah dan hutan pada riparian sungainya. Okupasi lahan terbangun juga sudah terdapat pada lokasi ini. Akan tertapi, rencana lanskap yang dilakukan tetap harus mengembalikan zona riparian sebagai kawasan penyangga yang bebas dari bangunan.

Berdasarkan hasil AHP, riparian Sungai Ciliwung pada segmen hulu diarahkan pada fungsi riparian untuk konservasi biodiversitas (KB) sebagai prioritas utama dan produksi (Pr) sebagai prioritas kedua. Oleh karena itu, pada zona penambahan 50 m hasil analisis pemanfaatan lanskap riparian akan diarahkan untuk konservasi tumbuhan dan satwa, pereduksi zat kimia, lahan produksi seperti sawah, kebun campuran, dan perikanan darat.

Konsep ruang terbuka biru (RTB) yang diusulkan pada segmen ini, adalah penambahan luasan badan air dalam bentuk kolam-kolam retensi dan saluran air irigasi lahan pertanian. Adanya inisiasi RTB ini dapat menambah volume tampungan air, mengingat kontribusi volume banjir pada segmen hulu cukup besar yaitu 9 592 034 m3 (BPTKPDAS 2012). Selain untuk menambah volume tampungan air, inisiasi RTB juga dapat dimanfaatkan bagi masyarakat untuk produksi perikanan darat ataupun ruang publik untuk berekreasi.

Konsep restorasi sungai diusulkan pada segmen ini. Konsep ini bertujuan untuk mengembalikan kondisi alami sungai, khususnya untuk sungai-sungai yang sudah rusak akibat aktivitas pembangunan. Dengan penghijauan atau adanya hutan pada riparian, maka kondisi alami tersebut dapat tercapai. Tanggul-tanggul masif ataupun retaining wall yang sudah ada pada riparian sungai, seharusnya diganti dengan material yang lebih alami sebagai penguatan tebing sungai (eco- engineering). Salah satu alternatif material alami yang dapat digunakan untuk penguatan tebing sungai adalah dengan menggunakan formasi batu kali, tanah, dan tumbuhan riparian. Akar dari tumbuhan riparian dapat memperkuat agregat tanah dan meningkatkan stabilisasi lereng sehingga dapat memperkecil resiko erosi pada tebing sungai. Dengan menggunakan material alami, diharapkan ekosistem sungai dan ripariannya akan tetap terjaga, sehingga biota yang terdapat di dalamnya dapat terus melangsungkan kehidupannya.

Pemilihan tumbuhan pada riparian diutamakan adalah tumbuhan lokal dengan fungsi dan pemanfaatan hasil AHP, seperti tumbuhan untuk konservasi biodiversitas, stabilisasi lereng, pereduksi zat kimia, produksi (pertanian dan perkebunan), dan resapan air. Contoh tumbuhan untuk konservasi antara lain

Adenanthera pavonina, Muntingia calabura, Erythrina crista-galli, Mimusoph elengi, Khaya senegalensis, Ficus benjamina, dan Araucaria cunninghamii. Tumbuhan untuk stabilisasi lereng dengan kualifikasi perakaran yang kuat sehingga dapat memperkuat agregat tanah, antara lain Ficus benjamina, Calliandra calothrysus, Ficus lyrata, Spathodeacampanulata, dan Artocarpus communis. Tumbuhan yang berfungsi sebagai pereduksi zat kimia antara lain

Cyperus papyrus, Vetiveria zizanioides, Fimbristylis umbellaris, dan Boehmeria nivea. Sedangkan tumbuhan untuk produksi antara lain Melastoma candidum, Myristica fragrans, Syzygium polyanthum, Averrhoa carambola, Moringa oleifera, Arenga pinnata, Lansium domesticum, dan Nephelium lappaceum.

Keanekaragaman hayati baik satwa maupun tumbuhan yang terdapat pada ekosistem riparian Sungai Ciliwung menjadi indikator kualitas lingkungan atau ekosistem riparian itu sendiri. Jenis satwa yang dikonservasi pada riparian maupun Sungai Ciliwung itu sendiri antara lain jenis burung seperti perkutut, raja udang, kutilang, jenis ikan seperti ikan nila, mujaer, julung-julung, bawal, belut dan paray, jenis amfibi seperti katak, kodok dan kongkang, jenis reptil seperti ular, tokek dan kadal, siput, jenis serangga sepert capung dan kunang-kunang, serta jenis krustasea seperti udang dan kepiting.

Jenis ikan yang terdapat pada Sungai Ciliwung jumlahnya kian menurun. Dari 187 spesies ikan yang diidentifikasi oleh LIPI tahun 1910, kini hanya tersisa sekita 20 spesies ikan (Sigit 2012). Spesies ikan yang sudah hilang antara lain ikan gobi, arelot, soro, berot dan belida. Hal ini terjadi karena degradasi lingkungan yang terjadi baik pada riparian maupun badan air dari Sungai Ciliwung itu sendiri. Tidak hanya ikan, satwa lain seperti burung, reptil, dan amfibi, kini juga semakin berkurang akibat kerusakan sekosistem sungai dan riparian Sungai Ciliwung.

Konservasi terhadap tumbuhan, satwa dan lingkungannya menjadi sangat penting dilakukan pada Sungai Ciliwung. Upaya konservasi dapat dilakukan dengan restorasi ekosistem riparian sehingga satwa dan tumbuhan dapat kembali hidup pada ekosistem riparian. Upaya lain adalah dengan menghadirkan kembali satwa atau tumbuhan yang sudah hilang pada ekosistem Sungai Ciliwung. Keberhasilan upaya konservasi ini dapat dilihat dari eksistensi satwa yang menempati posisi puncak pada piramida makanan (Gambar 41). Jika satwa pada tingkat konsumen III sudah ada, maka dapat diperkirakan bahwa eksistensi satwa lain (konsumen I dan konsumen II) hingga tumbuhan sebagai produsen juga sudah terpenuhi pada ekosistem riparian tersebut.

Gambar 41 Konsep piramida makanan pada ekosistem sungai

Manajemen Riparian Sungai Ciliwung Segmen Tengah

Hasil analisis lebar riparian menunjukkan bahwa lebar riparian segmen tengah yang terletak di dalam perkotaan seperti Kota Bogor, Depok dan Jakarta Selatan adalah 50 m. Sedangkan untuk riparian yang berada di luar perkotaan (Kabupaten Bogor) lebar ripariannya adalah 100 m. Standar Garis Sempadan Sungai (GSS) berdasarkan Permen PUPR dan PPRI tetap dipertimbangkan, dalam hal ini sebagai batas zona penyangga yang harus bebas dari bangunan. Sedangkan penambahan hasil analisis akan diarahkan untuk fungsi dan pemanfaatan lanskap riparian sesuai hasil AHP.

Berdasarkan hasil AHP, riparian Sungai Ciliwung pada segmen tengah diarahkan pada fungsi riparian untuk produksi (Pr) sebagai prioritas utama serta penyerap dan penyimpan karbon (PPK) sebagai prioritas kedua. Oleh karena itu,

Produsen -- sumber makanan. Contoh: tumbuhan riparian, fitoplankton air tawar

Konsumen I -- satwa herbivora, pemakan tumbuhan pada tingkat produsen. Contoh: belalang, ulat, ikan kecil Konsumen III – stwa karnivora, pemakan konsumentingkat di bawahnya.

Contoh: Ular, burung elang, ikan besar

Konsumen II -- satwa karnivora, pemakan konsumen I.

pada zona penambahan hasil analisis pemanfaatan lanskap riparian akan diarahkan untuk penanaman tanaman produksi dalam bentuk kebun campuran, kolam produksi perikanan darat, penanaman tanaman yang memiliki fungsi tinggi dalam menyerap polutan di udara dan dapat menurunkan suhu dalam skala mikro.

Fungsi manajemen sumber daya air sekaligus konsep ruang terbuka biru pada segmen tengah adalah dengan memaksimalkan retensi air (water retention), karena pada segmen ini kemiringan lereng sudah relatih landai (2-15%). Oleh karena itu, untuk menghambat laju air limpasan, diperlukan penambahan kawasan yang dapat menampung air. Hal ini dapat dicapai dengan adanya inisiasi riverside pond atau cekungan pada tepi sungai yang dapat menampung kelebihan air limpasan. Cekungan ini direncanakan pada sisi luar dari setiap lengkung sungai, sehingga dapat memperlambat laju aliran air dan menurunkan resiko erosi tebing sungai (Gambar 42). Selain manambah volume tampungan air, cekungan tepi sungai juga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan produksi seperti perikanan darat atau menjadi area rekreasi bagi masyarakat.

Gambar 42 Inisiasi meander dan cekungan tepi sungai (riverside pond) Untuk bagian sungai yang telah mengalami pelurusan (normalisasi), inisiasi pembentukan kelokan sungai dapat dilakukan dengan penanaman tumbuhan riparian secara berselang-seling. Setelah kelokan terbentuk, cekungan tepi sungai (riverside pond) dapat dibuat pada sisi luar lengkung sungai (Gambar 42). Inisiasi pembentukan kelokan ini termasuk dalam konsep restorasi sungai, yaitu upaya untuk mengembalikan sungai pada kondisi alaminya. Pada riparian yang sudah ditanggul (retaining wall), dapat diganti dengan alternatif material penguatan tebing yang lebih alami (eco-engineering) seperti dengan formasi batu

Riverside pond atau cekungan tepi sungai Penanaman tumbuhan riparian untuk membentuk kelokan sungai Sungai utama

Menampung kelebihan air saat musim hujan dan menyediakan cadangan air pada saat musim kemarau

Riverside pond dengan pemanfaatan untuk perikanan darat atau area rekreasi

kali, tanah, dan tumbuhan riparian. Kunci keberhasilan dalam mewujudkan konsep restorasi sungai ini adalah kerja sama dari seluruh pihak yang terkait (stakeholder) dalam pengelolaan Sungai Ciliwung, mulai dari pemerintah, akademisi, swasta, LSM, serta masyarakat (Giller 2005).

Salah satu lokasi penerapan konsep manajemen lanskap riparian pada segmen tengah dengan inisiasi cekungan tepi sungai (riverside pond) terdapat di Kota Bogor, tepatnya di perbatasan antara Kelurahan Kedung Badak dengan Kelurahan Cibuluh (Gambar 43 dan 44). Okupasi lahan tebangun yang sudah ada pada lokasi ini diusulkan untuk dibebaskan dan dikembalikan menjadi zona penyangga. Inisiasi cekungan tepi sungai dibuat pada sisi luar lengkung sungai yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk produksi perikanan darat. Sedangkan pada ripariannya dapat dimanfaatkan untuk kebun campuran yang dapat diambil hasilnya oleh masyarakat baik untuk keperluan sehari-hari ataupun dijual kembali guna menambah pendapatan masyarakat.

Gambar 43 Contoh rencana lanskap riparian Sungai Ciliwung segmen tengah Pemilihan tumbuhan pada riparian diutamakan adalah tumbuhan lokal dengan fungsi dan pemanfaatan hasil AHP, seperti tumbuhan untuk produksi, stabilisasi lereng, penyerap polutan di udara dan penurun suhu udara mikro. Tumbuhan untuk produksi antara lain Sandoricum koetjape, Mangifera indica, Psidium guajava, Averrhoa carambola, Moringa oleifera, Lansium domesticum, Syzygium polyanthum, dan Aleurites moluccana. Tumbuhan untuk stabilisasi lereng antara lain Ficus lyrata, Morinda citrifolia, Nephelium lappaceum, Gigantochloa apus, dan Terminalia catappa. Tumbuhan untuk penyerap polutan dan penurun suhu antara lain Dillenia philipinensis, Leucaena leucocephala, Artocarpus heterophyllus, Caesalpinia pulcherrima dan Hevea brasiliensis.

57

Manajemen Riparian Sungai Ciliwung Segmen Hilir

Hasil analisis lebar riparian menunjukkan bahwa lebar riparian segmen hilir terletak di dalam wilayah perkotaan (Ibukota Jakarta) adalah 50 m. Standar Garis Sempadan Sungai (GSS) berdasarkan Permen PUPR dan PPRI selebar 15 m tetap dipertimbangkan, dalam hal ini sebagai batas zona penyangga yang harus bebas dari bangunan. Sedangkan penambahan 35 m hasil analisis akan diarahkan untuk fungsi dan pemanfaatan lanskap riparian sesuai hasil AHP.

Berdasarkan hasil AHP, riparian Sungai Ciliwung pada segmen hilir diarahkan pada fungsi riparian untuk estetika lanskap (EL) sebagai prioritas utama serta penyerap dan penyimpan karbon (PPK) sebagai prioritas kedua. Oleh karena itu, pada zona penambahan 35 m hasil analisis pemanfaatan lanskap riparian akan diarahkan untuk taman-taman tepi sungai, dermaga untuk rekreasi air ataupun transportasi air, serta penanaman tanaman yang memiliki fungsi tinggi dalam menyerap polutan di udara dan dapat menurunkan suhu dalam skala mikro.

Fungsi manajemen sumber daya air sekaligus konsep ruang terbuka biru pada segmen hilir tidak jauh berbeda dengan segmen tengah, yaitu dengan memaksimalkan retensi air (water retention), karena pada segmen ini kemiringan lereng sudah relatif datar (0-8%). Oleh karena itu, untuk menghambat laju air limpasan, diperlukan penambahan kawasan yang dapat menampung air. Hal ini dapat dicapai dengan adanya inisiasi riverside pond atau cekungan pada tepi sungai yang dapat menampung kelebihan air limpasan (Gambar 42). Selain manambah volume tampungan air, cekungan tepi sungai pada segmen hilir dapat dimanfaatkan untuk area rekreasi bagi masyarakat dan meningkatkan kenyamanan

Dokumen terkait