• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Pertimbangan Keputusan dan Asumsi Model

Evaluasi pertimbangan keputusan dilihat dari jawaban peserta mengenai motivasi mengikuti percobaan ekonomi (Lampiran 5). Evaluasi ini untuk mengetahui apakah kita dapat mengontrol lingkungan atau perilaku pelaku ekonomi dalam percobaan. Hasil evaluasi pertimbangan keputusan menunjukkan lebih dari 90% atau sebagian besar peserta percobaan A (97%) dan peserta percobaan B (92%) melakukan transaksi pembiayaan di perbankan bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa teori Induced Value dapat dipenuhi, sehingga karakteristik atau perilaku peserta percobaan dapat dikontrol.

Analisis yang digunakan dalam percobaan ini adalah analisis ragam. Untuk itu perlu dilakukan pengujian asumsi-asumsi yang mendasari analisis ragam, karena tidak terpenuhinya asumsi akan berakibat kepada kesensitifan dalam pengujian (tingkat nyatanya maupun kepekaan uji F atau t). Hasil pemeriksaan asumsi pada percobaan A seperti kenormalan galat, kehomogenan ragam galat, keacakan galat dan keaditifan model terpenuhi. Demikian pula pada percobaan B, kecuali pada respons besar pinjaman (hasil pada Lampiran 6 dan 7).

Pada respons besar pinjaman percobaan B, dikarenakan begitu banyak transformasi yang dilakukan tidak juga menghasilkan terpenuhinya uji asumsi analisis ragam, maka khusus untuk respons ini digunakan metode non parametrik. Pada metode non parametrik ini tidak memperhatikan bentuk sebaran data dan asumsi analisis ragam lainnya. Dikarenakan rancangan percobaannya adalah RAK maka uji yang biasa digunakan adalah uji Friedman, suatu uji yang didasarkan atas data sebelumnya yang diberi peringkat (ranking) untuk respons perlakuan dalam setiap kelompok sehingga uji ini menentukan apakah jumlah peringkat dari setiap perlakuan berbeda secara nyata.

Tingkat Inflasi dan Pendapatan Usaha

Pada percobaan ini risiko usaha digambarkan dengan tingkat inflasi yang terjadi dan pendapatan usaha yang diperoleh debitur melalui pengacakan. Kisaran terjadinya tingkat inflasi usaha low risk adalah 1.5% - 2.5% dan usaha high risk 2% - 5%. Sedangkan kisaran pendapatan usaha low risk 110% - 118% dan pada usaha high risk 105% - 118%. Sebaran peluang kisaran tersebut pada Lampiran 8. Percobaan dilakukan tiap periode dan per periode yang dimaksud adalah tahun. Hasil pengacakan tingkat inflasi dan pendapatan usaha yang terjadi pada percobaan ekonomi yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 3.

Hasil percobaan A, rata-rata pendapatan usaha pada kondisi low risk adalah 114% dengan tingkat inflasi 2.2%, sementara rata-rata pendapatan usaha pada kondisi high risk adalah 115% dengan tingkat inflasi 3.7%. Perbedaan pendapatan usaha low risk dan high risk hanya 1% mengakibatkan faktor risiko usaha kurang terlihat pengaruhnya.

Tabel 3 Tingkat inflasi dan pendapatan usaha tiap periode

PERCOBAAN A

Low Risk High Risk

Periode Periode

(%)

1 2 3 4 5

Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata

Tk.Inflasi 2.3 1.9 2.2 2.0 2.4 2.2 2.5 4.2 4.6 3.8 3.6 3.7

Pendapatan 113 117 111 115 116 114 115 113 115 118 116 115

PERCOBAAN B

Low Risk High Risk

Periode Periode (%) 1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata Tk.Inflasi 1.9 2.3 1.6 2 1.9 1.9 2.6 3.2 4.9 3.1 3.3 3.4 Pendapatan 111 115 112 117 118 115 106 115 117 115 107 112

Pada percobaan B rata-rata pendapatan usaha pada kondisi low risk adalah 115% dengan tingkat inflasi 1.9%, sedang rata-rata pendapatan pada usaha pada kondisi high risk adalah 112% dengan tingkat inflasi 3.4%. Perbedaan pendapatan 3% ini memberi gambaran lebih jelas akan pengaruh faktor risiko usaha dibandingkan pada percobaan A.

Analisis Ragam Percobaan A

Hasil analisis ragam percobaan A pada Tabel 4 menunjukkan bahwa secara umum sistem pembiayaan, periode berpengaruh secara nyata pada á = 10% serta ada interaksi. Koefisien keragaman (KK) berkisar 9-26%, artinya keragaman relatif terhadap besaran data sebesar 9-26%. Koefisien determinasi (R2) menjelaskan besar keragaman Y yang dapat dijelaskan oleh model.

Tabel 4 Hasil analisis ragam berbagai respon pada percobaan A

Percobaan A Sumber

DB JK KT F P Uji Lanjut 1)

Respon besar pinjaman (Y1)

Sistem pembiayaan 2 11895211 5947606 9.41 0.001 **) BH-HR A Risiko usaha 1 1243589 1243589 1.97 0.176 JB-HR A Periode 4 11145751 2786438 4.41 0.010 **) B-HR A Sistem*Risiko 2 4279753 2139876 3.39 0.054 *) BH-LR A Error 20 12638730 631936 JB-LR B Total 29 41203034 KK = 9.93% R2 = 0.6932 B-LR A

Respon keuntungan bank (Y2)

Sistem pembiayaan 2 5510888 2755444 8.60 0.002 **) BH-HR A Risiko usaha 1 643282 643282 2.01 0.172 JB-HR A Periode 4 6440816 1610204 5.03 0.006 **) B-HR A Sistem*Risiko 2 3179560 1589780 4.96 0.018 **) BH-LR A Error 20 6405916 320396 JB-LR B Total 29 22180461 KK = 9.13% R2 = 0.7112 B-LR A

Respon keuntungan debitur (Y3)

Sistem pembiayaan 2 25835 12918 0.21 0.813 4 A Risiko usaha 1 4663 4663 0.08 0.796 5 A B Periode 4 1264734 315933 5.12 0.005 **) 2 A B Sistem*Risiko 2 572 286 0.00 0.995 1 C B Error 20 123439360 61718 3 C Total 29 2529164 KK = 26.10% R2 = 0.5119 **) nyata pada á = 5% *) nyata pada á = 10% 1) = hasil rinci di Lampiran 8

BH = sistem bagi hasil LR = low risk JB = sistem jual beli HR = high risk

B = sistem bunga

Besar Pinjaman

Dari Tabel 4, sistem pembiayaan perbankan pada respons besar pinjaman (Y1) berbeda secara statistik pada á = 10%. Hal ini berarti sistem pembiayaan berpengaruh nyata terhadap jumlah pinjaman atau kredit yang diambil debitur.

Periode juga menunjukkan pengaruh nyata terhadap keputusan debitur dalam menentukan besarnya pinjaman, artinya periode membentuk kelompok atau blok sehingga keputusan yang dibuat antar periode ada yang berbeda. Meski risiko usaha tidak menunjukkan beda nyata, namun ada interaksi antara sistem pembiayaan dan risiko usaha. Hal ini menunjukkan antara sistem pembiayaan dan risiko usaha saling bergantung dalam mempengaruhi respons.

Kombinasi perlakuan yang berbeda nyata selanjutnya diuji lanjut dengan uji Duncan (rinci di Lampiran 9). Hasil uji pada interaksi memperlihatkan pengaruh sistem pembiayaan terhadap besar pinjaman yang diambil debitur, tergantung pada risiko usaha dan sebaliknya risiko bergantung pada sistem pembiayaan, dimana pada kondisi high risk tidak berbeda nyata diantara sistem pembiayaan yang diteliti (bagi hasil, jual beli dan bunga), tetapi pada kondisi low risk sistem jual beli berbeda nyata dengan sistem pembiayaan lain yang diteliti. Hal ini dikarenakan pada sistem jual beli margin bank cukup tinggi sehingga debitur kurang berani berspekulasi.

Secara deskriptif (Tabel 5 dan Gambar 3), pada sistem bagi hasil secara umum menunjukkan rata-rata besar pinjaman lebih tinggi dari sistem lainnya. Juga ada kecenderung besar pinjaman sistem bagi hasil lebih tinggi dari kondisi high risk. Pinjaman yang relatif tinggi pada sistem bagi hasil serta kecenderungan pada kondisi high risk, menunjukkan bahwa debitur lebih berani berspekulasi mengambil pinjaman dengan sistem bagi hasil. Hal ini karena pada sistem ini keuntungan dan kerugian usaha dibagi bersama antara debitur dan pihak bank.

Gambaran deskriptif faktor periode (Lampiran 11), meski berfluktuasi menunjukkan ada kecenderungan semakin berani berspekulasi dalam menentukan besar pinjaman. Kecenderungan tersebut relatif lebih konsisten pada sistem bagi hasil. Artinya sistem bagi hasil cenderung dipilih setelah dipahami debitur.

Tabel 5 Statistik deskriptif besar pinjaman pada percobaan A

Sistem Pembiayaan

Risiko Bagi Hasil Jual Beli Bunga

N 5 5 5 Mean 8500 6399 8517 Low Risk Std. Deviation 500.17 744.39 456.10 N 5 5 5 Mean 8583 7850 8204 High Risk Std. Deviation 666.50 1774.14 1158.45

Rata-rata Besar Pinjam an 0 2000 4000 6000 8000 10000 LR HR BH JB B

Gambar 3 Rata-rata besar pinjaman pada percobaan A

Keuntungan Bank

Respons keuntungan bank (Y2) pada percobaan A juga menunjukkan bahwa sistem pembiayaan, periode berbeda secara statistik pada á = 10%, artinya sistem pembiayaan dan periode berpengaruh nyata terhadap keuntungan yang diterima bank. Meskipun risiko usaha menunjukkan tidak nyata pada á = 10% tetapi ada interaksi antara sistem pembiayaan dan risiko usaha.

Uji lanjut dengan Duncan (rinci di Lampiran 9) pada interaksi memperlihatkan bahwa pengaruh sistem pembiayaan terhadap keuntungan bank tergantung pada risiko usaha dan sebaliknya risiko usaha bergantung pada sistem pembiayaan, dimana pada kondisi high risk tidak berbeda nyata diantara sistem pembiayaan yang diteliti (bagi hasil, jual beli dan bunga), tetapi pada kondisi low risk sistem jual beli berbeda nyata dengan sistem lain yang diteliti dengan rata-rata keuntungan terendah. Hal ini tentu saja akibat darirata-rata-rata-rata besar pinjaman yang kecil pada sistem jual beli sehingga keuntungan yang diperoleh juga rendah. Tabel 6 dan Gambar 4 menggambarkan deskriptif respons keuntungan bank. Disini sistem bagi hasil memberi keuntungan bank lebih besar dibanding sistem lainnya. Hal ini dikarenakan pada sistem bagi hasil bila pendapatan usaha tinggi maka keuntungan yang diterima bank juga akan besar. Sementara pendapatan usaha pada percobaan dari hasil pengacakan rata-rata cukup tinggi sehingga keuntungan yang diterimapun juga tinggi.

Tabel 6 Statistik deskriptif keuntungan bank pada percobaan A

Sistem Pembiayaan

Risiko Bagi Hasil Jual Beli Bunga

N 5 5 5 Mean 6710 5077 6380 Low Risk Std. Deviation 523.07 594.94 351.26 N 5 5 5 Mean 6729 6266 6049 High Risk Std. Deviation 589.57 1185.78 840.87

Dokumen terkait