• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

E. Pembahasan

Perjalananan Santiago dalam mencari harta karun memiliki karakteristtik yang sama dengan keenam karakteristik pada proses individuasi. Perjalanan Santiago dapat dianalogikan dengan individu yang sedang menjalani proses individuasi. Karakteristik yang pertama dapat dilihat pada teks nomor 1 dan 3 poin A. Dari kedua teks tersebut dapat dilihat bahwa Santiago adalah pemuda yang berusia kurang lebih 18 tahun. Santiago tidak berada pada tahap usia paroh baya. Santiago baru saja memulai sebagai gembala, namun dia mengalami peristiwa luar biasa yang diawali dengan mimpi yang sama sebanyak dua kali. Santiago lalu bertemu dengan Melkisedek yang ternyata adalah seorang raja yang tahu banyak hal tentang dirinya. Peristiwa ini luar biasa bagi Santiago karena jarang sekali ada raja yang mau bertemu dengan seorang gembala dan menasehati Santiago agar mengikuti mimpinya. Peristiwa tersebut mampu membuat Santiago meninggalkan cara hidupnya yang lama sebagai gembala dan mencari cara baru untuk dapat mewujudkan mimpinya. Peristiwa yang dialami Santiago sama seperti yang diungkapkan oleh Jung. Sebagian besar yang menjalani proses individuasi adalah mereka yang telah memasuki usia paroh baya, namun juga mereka yang mengalami tragedi atau peristiwa luar biasa yang membuatnya meninggalkan cara hidup yang lama (Jung dalam Fordham, 1956 ; Jung dalam Cremers, 1986).

Karakteristik yang kedua menunjukkan bahwa Santiago mengambil keputusannya sendiri tanpa paksaan dari orang lain. Teks nomor 21 dan 22 poin A menunjukkan bahwa Santiago mempertimbangkan keputusan apa yang akan diambilnya. Dalam proses individuasi, jika seseorang menyadari bahwa ada

pilihan dalam hidupnya untuk menjalani kehidupan baru, namun dia mengabaikannya maka individu tersebut tidak dapat menjalani proses individuasi. Proses individuasi membutuhkan pengambilan keputusan secara sadar dari individu untuk meninggalkan cara hidupnya yang lama dan menjalankan cara hidup yang baru dengan semua konsekuensinya (Franz, 1964).

Karakteristik ketiga pada Santiago banyak muncul sebagai akibat dari kebimbangan Santiago untuk melanjutkan perjalanan. Seperti ketika Santiago berhasil mengumpulkan uang setelah bekerja di toko kristal, Santiago sempat melupakan tujuannya ingin pergi ke Mesir dan hanya ingin kembali ke Spanyol. Selain itu Santiago juga mengalami kebimbangan ketika harus meninggalkan Fatima, wanita gurun yang dicintainya. Walaupun pada akhirnya Santiago dapat mengatasi konflik pada dirinya, namun hal itu sempat membuat Santiago mengakhiri perjalanannya. Rintangan-rintangan yang dihadapi Santiago membuatnya menempuh perjalanan yang tidak singkat, yaitu lebih dari setahun. Proses individuasi juga membutuhkan waktu yang lama karena ada banyak rasa sakit yang harus dihadapi oleh individu (Fordham, 1956 ; Franz, 1964 ; Cremers, 1986). Individu harus belajar untuk menjadi dirinya sendiri dan tidak mengikuti cara orang lain. Hal ini terkadang menumbuhkan keterasingan pada individu dan membuatnya ragu-ragu untuk meneruskan prosesnya.

Karakteristik keempat walaupun tidak begitu terlihat jelas dalam novel, namun ditunjukkan oleh perbedaan Santiago dengan orang Inggris teman seperjalanannya dalam mencari harta karun. Walaupun mereka sama-sama mencari harta karun masing-masing namun mereka memiliki caranya

sendiri-sendiri. Santiago lebih suka memperhatikan lingkungan sekitarnya dan orang Inggris tersebut lebih senang belajar dari buku. Walaupun mereka berdua mencoba mengikuti cara kawannya, namun akhirnya mereka menyadari bahwa mereka harus mengikuti cara mereka sendiri. Hal ini sesuai dengan karakteristik keempat dari proses individuasi bahwa setiap individu memiliki jalan unik yang berbeda satu sama lain dalam menjalankan proses individuasi (Franz, 1964).

Karakteristik kelima nampak pada sepanjang perjalanan Santiago bahkan sebelum Santiago memulai perjalanannya. Santiago banyak menemui peristiwa simbolik baik dalam bentuk mimpi pada saat tertidur maupun dalam bentuk peristiwa sinkronisitas seperti yang diungkapakan oleh Jung (Franz, 1964). Mimpi yang dialami Santiago merupakan titik tolak dari seluruh perjalanannya. Mimpi yang dalam proses individuasi memiliki arti yang sangat penting karena membawa pesan dari ketidaksadaran telah membawa Santiago untuk mencari harta karunnya karena Santiago tidak mengabaikannya. Santiago juga menjumpai peristiwa simbolik di sepanjang perjalanannya dan peristiwa tersebut membantunya untuk mencapai tujuannya karena Santiago berusaha mencari maknanya.

Karakteristik terakhir, yaitu ada perubahan pusat kepribadian dari ego menjadi self (Fordham, 1956 ; Cremers, 1986) sangat jelas terlihat pada saat Santiago mengubah dirinya menjadi angin. Terdapat perubahan yang cukup drastis dimana Santiago yang pada awalnya hanyalah gembala biasa, sanggup membuat keajaiban yang sulit dilakukan orang lain. Pada tahap ini Santiago

berhasil mengintegrasikan semua aspek dalam dirinya menjadi satu dengan alam semesta, karena Santiago berusaha mendengarkan pesan dari ketidaksadarannya.

Sebelum seseorang dapat mencapai individuasi, dia harus mengikuti langkah-langkah yaitu, menyadari arketipe shadow dalam dirinya diikuti dengan mengembangkan arketipe anima atau animus dan di sepanjang proses individu harus mengembangkan semua sikap dan fungsi psikologis (Franz, 1964 ; Cremers, 1986). Dari analisis terhadap perjalanan Santiago dapat disimpulkan bahwa Santiago menjalani langkah-langkah yang sama. Santiago harus menyadari

shadownya terlebih dahulu sebelum dia dapat melanjutkan perjalanan. Santiago dapat menyadari kelemahan dalam dirinya dan dapat menanggalkan persona yang menutupi jati dirinya yang sesungguhnya. Santiago sadar bahwa menjadi gembala atau menjual kristal bukanlah impiannya yang sejati, melainkan mencari harta karunnya. Peristiwa ini menjadi titik tolak bagi Santiago untuk dapat meneruskan perjalanannya.

Langkah selanjutnya bagi Santiago adalah mengembangkan arketipe

anima dalam dirinya. Anima pada Santiago dapat membantunya untuk mencapai tujuannya karena dia tidak menekannya. Santiago sejak awal perjalanannya juga selalu mengembangkan sikap dan fungsi psikologis agar terwujud suatu keseimbangan.

Analisis terhadap karakter Santiago menunjukkan bahwa Santiago adalah seorang pemuda yang memiliki pendirian teguh dan sangat mencintai pekerjaannya dan bertanggung jawab. Santiago juga tidak takut menghadapi perubahan, namun terkadang Santiago mudah menaruh prasangka pada orang lain

yang mungkin disebabkan karena Santiago lebih banyak bergaul dengan domba-dombanya daripada dengan manusia.

Selama melakukan perjalanan, Santiago digambarkan sebagai pemuda pekerja keras dan inofatif. Selain itu Santiago juga tidak segan untuk mempelajari hal-hal baru yang membuatnya mampu menyesuaikan dengan lingkungan sekitarnya. Santiago juga belajar untuk mendengarkan suara hatinya dan mengoptimalkan semua potensi dalam dirinya.

Analisis perubahan-perubahan yang terjadi pada Santiago menunjukkan bahwa Santiago memang menuju pada individuasi namun belum secara sempurna. Pusat kepribadian yang semula berada pada ego berubah menjadi self, dimana Santiago berhasil mengintegrasikan semua aspek dalam dirinya dan mencapai keutuhan. Ada banyak perubahan yang dialami oleh Santiago, yang paling utama adalah Santiago belajar untuk mendengarkan suara hatinya atau bisa juga disebut dengan mengoptimalkan ketidaksadarannya. Tantangan terberat bagi Santiago sebelum menemukan harta karunnya adalah mengubah dirinya menjadi angin. Di saat itu pula Santiago tidak hanya menyelamatkan dirinya dari kematian, namun juga Santiago mengalami perubahan yang cukup besar dalam dirinya. Santiago yang tadinya hanya seorang gembala biasa, yang kurang memperhatikan sisi lain dalam dirinya, berubah menjadi seorang pemuda yang dapat melakukan keajaiban. Santiago berubah menjadi pribadi yang baru dimana dia berhasil mengembangkan semua potensi yang ada dalam dirinya. Pada akhirnya Santiago dapat menemukan harta karun, yang ternyata bukan berada di piramida Mesir. Harta karun tersebut berada di sebuah bekas reruntuhan gereja, tepat di bawah

sakristi yang ditumbuhi pohon sycamore. Gereja tersebut berada di Spanyol dan pernah disinggahi oleh Santiago saat menjadi gembala yang diceritakan di awal novel. Di bekas gereja itulah Santiago mengalami mimpi yang sama sebanyak dua kali agar dia pergi ke Mesir mencari harta karun. Hal ini berarti bahwa Santiago harus pergi ribuan kilometer ke tempat yang baru, hanya untuk menemukan harta karun yang sebenarnya berada di negerinya sendiri.

Santiago memang menunjukkan cirri-ciri individu yang terindividuasi, namun Santiago ini bukan berarti bahwa Santiago telah berhasil mencapai individuasi secara sempurna karena dua alasan. Alasan yang pertama adalah karena proses individuasi merupakan tugas yang sulit, berat, membutuhkan waktu yang lama serta jarang dicapai secara sempurna (Schultz, 1991). Individu bahkan membutuhkan waktu sepanjang rentang kehidupannya untuk menjalani proses ini. Jung juga menyatakan sangat sedikit individu yang berhasil mencapai individuasi dan mereka yang berhasil mencapainya adalah Yesus Kristus dan Buddha (dalam Cremers, 1986). Alasan yang kedua adalah karena individuasi merupakan proses yang dinamis dan terus menerus terjadi dimana individu tidak pernah berada dalam kondisi yang statis namun akan terus berkembang (Whitmont, 1978). Santiago walaupun telah menemukan harta karun yang dicarinya, namun bukan berarti bahwa Santiago akan berhenti berproses. Hal ini terutama karena Santiago masih sangat muda dan akan menemui banyak peristiwa yang mungkin akan membuatnya mengalami kemajuan atau bahkan kemunduran.

Novel “Sang Alkemis” adalah cara Coelho untuk membagikan pengalaman spiritualnya kepada orang lain. Coelho mencoba menginspirasi pembacanya agar

mereka selalu mengikuti impiannya sesulit apapun itu dan meskipun itu berarti mereka harus meninggalkan hal-hal yang selama ini dimilikinya. Coelho mengalami keberhasilan besar karena novel ini memikat hati banyak orang dari berbagai kalangan. Coelho ingin menggambarkan bahwa harta karun yang dicari Santiago adalah metafora dari setiap mimpi yang ingin dicapai oleh seseorang. Harta karun tersebut dapat berbeda bagi setiap orang, karena setiap orang memiliki mimpi yang berbeda satu sama lain. Banyak orang yang mengikuti cara Santiago dalam mencari harta karun untuk dapat mencapai impian mereka. Banyak orang yang kemudian mengalami perubahan karena mengikuti cara Coelho melalui Santiago. Dalam surat pembaca yang ada di www.paulocoelho.com, banyak orang yang berterimakasih pada Coelho karena telah menginspirasi mereka untuk berani mewujudkan mimpinya dan menjadi diri mereka sendiri. Buku-buku Coelho selanjutnya juga memiliki tema yang kurang lebih sama, yaitu cinta dan perwujudan mimpi dan rata-rata juga mengalami kesuksesan walaupun tidak sebesar “The Alchemist”.

Hal-hal yang dapat dipelajari oleh pembaca dari Santiago adalah keberaniannya mengikuti mimpinya, karena tidak mudah bagi seseorang untuk meninggalkan sesuatu yang mapan untuk menjalani sesuatu yang beresiko. Dengan panduan dari psikologi analitis Jung, pembaca dapat menerapkannya dalam hidupnya sehari-hari. Pembaca dapat mengikuti langkah-langkah dalam mencapai individuasi. Santiago juga mengajarkan untuk selalu mendengarkan suara hati sama seperti Jung menekankan pentingnya ketidaksadaran dalam diri manusia, karena mereka menyampaikan pesan-pesan. Pembaca juga dapat belajar

bagaimana Santiago mengatasi berbagai konflik dalam dirinya, bukan dengan menyangkalnya namun mengolahnya sehingga mampu berguna bagi dirinya. Melalui berbagai kesulitan yang dihadapinya, Santiago tidak menyerah namun justru menggunakan kesulitan itu untuk belajar hal-hal baru.