• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASILPENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan Penelitian

1. Kondisi Fisik Lingkungan

Berdasarkan hasil pengukuran klimatik dapat diketahui bahwa suhu udara di lokasi penelitian rata-rata sebesar 31.7oC yang didapatkan dari pengukuran suhu pagi, siang, dan sore hari.Suhu udara di lokasi penelitian lebih tinggi dibandingkan dengan suhu udara yang dikehendaki untuk pertumbuhan sawi yaitu ± 15.6oC pada malam hari dan ±21.1oC pada siang hari. Meskipun demikian, Rahmat Rukmana (1994) memaparkan bahwa beberapa varietas sawi yang tahan (toleran) terhadap suhu panas, dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di daerah yang suhunya 27-32oC.

Kelembaban udara rata-rata yang tercatat adalah antar 48-60%. Suhu dan kelembaban udara sangat berpengaruh terhadap fisiologi tanaman terutama laju transpirasi. Suhu udara yang rendah akan menyebabkan kelembaban udara relatif tinggi, sehingga tekanan uap air dalam rongga daun dan udara selisihnya menjadi kecil dan laju transpirasi semakin terhambat.

Rata-rata intesitas cahaya yang tercatat penelitian ini adalah 8.367 lux.Seperti yang diungkapkan oleh Otis dan Daniel (1950), intensitas cahaya berpengaruh nyata

terhadap sifat morfologi tanaman.Intesistas cahaya yang tinggi tidak seluruhnya dapat dipergunakan oleh tanaman.

Pada dasarnya tanaman sawi membutuhkan penyinaran 10-13 jam per harinya (Rahmat Rukmana, 1994: 34) Pada saat penelitian dilakukan yaitu di green house

biologi FMIPA UNY, cuaca di lokasi baik siang maupun malam terpantau cukup cerah sehingga intensitas cahaya yang diterima oleh tanaman pada siang hari cukup optimal.

2. Kondisi Edafik

Faktor edafik adalah yang bergantung pada tanah dalam keadaannya sebagai tanah. Tanah dapat dianggap sebagai bahan lapisan permukaan bumi yang terdapat di bawah setiap vegetasi di dalam udara danseresah yang belum membusuk, dan meluas ke bawah sampai batas yangmasih berpengaruh terdapat tumbuhan yang hidup di atas permukaannya. Faktor edafik yang digunakan pada penelitan ini meliputi suhu dan pH media tanam.

Suhu media tanam mempengaruhi rata-rata penguapan air dan pertumbuhan dari akar. Suhu udara yang rendah pada musim dingin mendorong pernafasan yang cepat. Sementara suhu media tanam yang rendah mengurangi kecepatan penguapan air oleh akar. Dalam keadaan seperti ini, tumbuhan yang tumbuh sangat lebat, namun beberapa jenis tanaman ada yang tidak cocok dengan kondisi ini sehingga mati akibat kelebihan air dalam tanah. Suhu media tanam dipengaruhi oleh suhu udara, intensitas cahaya matahari yang masuk ke tanah, dan juga air dalam tanah (Ance, 2006: 62). Pada penelitian ini teracatat suhu media tanam berkisar antara 23-25oC.

Kondisi pH media tanam pada penelitian ini menunjukkan kisaran antara 6.32- 6.82, yaitu netral cenderung asam. Berdasarkan data yang didapatkan pH media berada pada kondisi cukup baik sebagai media tanam tanaman sawi hijau. pH media tanam yang optimum berkisar antara 6.0-7.0, maka pH media yang tercatat di atas masih dalam taraf wajar sebagai media tanam sawi hijau.

3. Kandungan Media Tanam dan Variasinya

Penelitian ini menggunakan lumut sebagai media tanam. Media tumbuh merupakan salah satu unsur penting dalam menunjang pertumbuhan tanaman, karena sebagian besar unsur hara yang dibutuhkan tanaman dipasok melalui media tumbuh, selanjutnya diserap dan digunakan oleh akar untuk pertumbuhan serta tempat memperkokoh berdirinya tanaman. Sehingga di dalam media tumbuh harus tersedia unsur hara yang dibutuhkan tanaman (Hanafiah, 2007: 13-15).

Lumut dipilih sebagai media karena ketersediannya yang melimpah di sekitar kita dan biasanya diabaikan begitu saja bahkan seringkali diangap sebagai pengganggu karena dapat melapukkan batu atau tembok-tembok. Secara ekologis lumut berperan penting di dalam fungsi ekosistem. Seperti lahangambut sangat tergantung pada lapisan atau tutupan lumut. Sehingga keberadaan lumut sebagai penutup permukaan tanah juga mempengaruhi produktifitas, dekomposisi serta pertumbuhan komunitas di hutan (Saw dan Goffinet, 2000). Lumut memainkan peranan penting pada suksesi tumbuhan. Lumut biasanya menjadi tumbuhan pertama yang mengkoloni permukaan batuan dan celah-celah yang kemudian akan memulai proses pemecahan yang akhirnya bisa menghasilkan tanah. Sekresi asam dari rizhoid

yang secara bertahap akan melapukkan batuan dapat meninggalkan kantong kecil tanah sebagai tumbuhan suksesi mendapatkan kandungan organiknya. Benih dari tumbuhan lain akan berkecambah pada kantung tanah ini dan membentuk komunistas tumbuhan yang lebih kompleks (Langenheim dan Kenneth, 1982: 134).

Pada penelitian ini digunakan juga cocopeat dan arang sekam sebagai bahan campuran media tanam.Serbuk sabut kelapa berasal dari sabut kelapa yang sudah dipisahkan dari seratnya, dan telah direbus untuk menghilangkan zat tanin (zat yang dapat mematikan tanaman). Kelebihan serbuk sabut kelapa (cocopeat) sebagai media tanam adalah memiliki kemampuan mengikat air dan menyimpan air dengan kuat, serbuk sabut kelapa mengandung unsur-unsur hara esensial, seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg), kalium (K), natrium (Na), dan Fosfor (P) serta dapat menetralkan keasaman tanah (Prayugo, 2007).

Arang sekam berasal dari sekam padi yang disangrai sampai hitam tetapi bentuknya masih utuh dan tidak sampai menjadi abu. Proses sangrai ini, sekam menjadi arang sekaligus disterilkan, karena dengan suhu yang tinggi benih penyakit yang tersisa akan mati.Arang sekam merupakan media tanam yang porous dan memiliki kandungan karbon (C) yang tinggi sehingga membuat media tanam ini menjadi gembur (Prayugo, 2007). Kelemahan penggunaan arang sekam adalah mudah hancur dan harus rajin melakukan penggantian media tanam. Arang sekam disarankan sebagai bahan campuran media, tetapi digunakan sekitar 25% saja, karena dalam jumlah banyak akan mengurangi kemampuan media dalam menyerap air (Junaedhie, 2007).

Prayugo (2007) menyebutkan bahwa media tanam yang baik harus memiliki persyaratan-persyaratan sebagai tempat berpijak tanaman, memiliki kemampuan mengikat air dan menyuplai unsur hara yang dibutuhkan tanaman, mampu mengontrol kelebihan air (drainase) serta memiliki sirkulasi dan ketersediaan udara (aerasi) yang baik, dapat mempertahankan kelembaban di sekitar akar tanaman dan tidak mudah lapuk atau rapuh.

Salah satu syarat media tanam yang baik adalah porositas yaitu kemampuan media dalam menyerap air dan steril. Tingkat porositas tanaman di setiap daerah berbeda-beda, di daerah dataran rendah yang berudara panas, tingkat penguapannya tinggi, media harus mampu menahan air sehingga tidak mudah kering. Media harus terbebas dari organisme yang dapat menyebabkan penyakit, seperti bakteri, spora, jamur dan telur siput (Harsono, 1992). Syarat yang ideal untuk media tanaman sawi yaitu, subur, gembur, banyak mengandung bahan organik, tidak menggenang, tata udara dalam media tanam berjalandengan baik, dan pH antara 6-7 (Rahmat Rukmana, 1994:35).

C-organik dalam tanah merupakan hasil dari pelapukan sisa sisa tanaman atau binatang yang bercampur dengan bahan mineral lain didalam tanah pada lapisan atas tanah, yang mempunyai fungsi yaitu:memperbaiki struktur tanah, memperbaiki aerasi tanah, meningkatkan daya penyangga air tanah, menekan laju erosi, menyangga dan menyediakan hara tanaman, meningkatkan efisiensi pemupukan, menetralkan sifat racun Al dan Fe, sumber energi bagi jasad renik / microba tanah yang mampu melepaskan hara bagi tanaman. Jenis media tanam yang memiliki kandungan C-

Organik paling tinggi berdasarkan hasil analisis adalah media C (arang sekam) sejumlah 41,13%. Akan tetapi meskipun demikian kandungan C-Organik tersebut kurang memberikan hasil yang maksimal pada pertumbuhan dan produksi tanaman sawi hijau. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya peran mikroorganisme dalam siklus perombakan C-Organik. Seperti yang dikemukakakan oleh Andre (2012), karbon didaur secara aktif antara CO2 anorganik dan macam-macam bahan organik

penyusun sel hidup. Metabolisme ototrof jasad fotosintetik dan khemolitotrof menghasilkan produksi primer dari perubahan CO2 anorganik menjadi C-organik.

Metabolisme respirasi dan fermentasi mikroba heterotrof mengembalikan CO2

anorganik ke atmosfer. Proses perubahan dari C-organik menjadi anorganik pada dasarnya adalah upaya mikroba dan jasad lain untuk memperoleh energi.

Proses perombakan bahan organik mengalami dua hal penting, yaitu dekomposisi dan humifikasi. Dekomposisi merupakan proses peruraian bahan organik menjadi bagian atau molekul yang lebih sederhana. Penguraian ini dibantu oleh mikroorganisme. Hasil akhir dari dekomposisi adalah humus, yang terbentuk melalui proses humifikasi.

Sutanto (2005) menuliskan bahwa terdapat 3 proses utama yang tumpang tindih pada proses dekomposisi, yaitu:

a. Proses biokimia

Proses ini merupakan tahap awal proses dekomposisi yang terjadi setelah jaringan tanaman atau hewan mati. Tahapan ini terjadi sebelum proses hidrolisis dan oksidasi yang memecahkan senyawa polimer (pati menjadi gula,

protein menjadi peptin dan asam amino), serta oksidasi senyawa bentuk cincin (fenol) menjadi senyawa pewarna.

b. Penguraian mekanis

Menjadi bagian lebih kecil oleh kegiatan makrofauna dan mesofauna. Pada tahapan ini, bahan organik diurai menjadi bahan yang lebih halus tanpa mengalami perubahan komposisi.

c. Penguraian oleh mikroorganisme heterotrofik dan saprofitik.

Pada tahapan ini komposisi bahan organik menjadi lebih sederhana. Hasil penguraian dimanfaatkan untuk pertumbuhan dan sumber energi. Tahap akhir peruraian oleh mikroorganisme adalah oksidasi (respirasi) yang menghasilkan CO2 dan H2O serta melepaskan energi. Pada saat yang

bersamaan, N yang masih berbentuk NH4 akan mengalami nitrifikasi menjadi NO3-. P berbentuk senyawa fosfat, S sebagai sulfat, serta K, Ca, dan Mg berbentuk bebas atau ion yang terikat dengan senyawa lain.

Nitrogen (N) merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman, pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan begian-bagian vegetaitf tanaman seperti daun, batang, dan akar. Selain itu nitrogen juga berperan dalam proses fotosintesis tanaman. Dari hasil analisis diketahui jenis media tanam yang memiliki kandungan N paling tinggi yaitu media A (lumut) dengan jumlah 0.60%.

Fungsi dari fosfor (P) dalam tanaman dapat mempercepat pertumbuhan akar serta dapat mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi dewasa. Dari hasil analisis diketahui jenis media tanam yang memiliki kandungan P paling tinggi yaitu media kontrol yaitu tanah, diikuti dengan media C yaitu arang sekam sebesar 293 mg/100gr.

Kalium (K) diserap dalam bentuk ion K+ (terutama pada tanaman muda). Kalium berperan dalam membantu pembentukan protein dan karbohidrat. Perlakuan B yaitu campuran antara lumut + arang sekam menunjukkan kandungan K yang paling tinggi diantara media yang lain dengan nilai 190 mg/100gr.

4. Pertumbuhan Tanaman Sawi a. Tinggi Tanaman

Parameter pertumbuhan yang diukur adalah tinggi, berat basah, dan berat kering tanaman.Tinggi tanaman dihitung dari pangkal batang hingga ruas batang terakhir sebelum bunga. Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang sering diamati sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter untuk mengukur pengaruh lingkungan atau perlakuan yangditerapkan karena tinggi tanaman merupakan ukuran pertumbuhan yang paling mudah dilihat (Sitompul dan Guritno, 1995).

Tinggi tanaman merupakan salah satu parameter yang diukur pada penelitian ini.Hasil uji ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% pada penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan media tanam lumut, lumut+sekam dan lumut+cocopeat, arang sekam, cocopeat dan tanah sebagai kontrol ini

memberikan pengaruh yang signifikan secara nyata terhadap tinggi tanaman sawi hijau. Hasil pengukuran tinggi tanaman rata-rata tertinggi mencapai 16.45 cm pada tanaman sawi hijau yang ditanam di media lumut+sekam. Kurva pertumbuhan dengan parameter tinggi tanaman sawi hijau dapat dilihat pada gambar 12.

Gambar 12. Grafik Pertumbuhan Tinggi Tanaman Sawi Hijau

Pada grafik di atas terlihat pertumbuhan tinggi tanaman sawi mengalami peningkatan yang signifikan terlihat pada setiap minggunya. Media A dan B dengan komposisi masing-masing adalah lumut dan lumut+sekam menunjukkan pengaruh yang tergolong paling tinggi, kemudian disusul oleh media D (lumut + cocopeat) dan Kontrol.

Pertambahan tinggi tanaman dapat dipengaruhi oleh unsur N, P, dan K selaku unsur makro inti yang diperlukan oleh tumbuhan. Pada penelitian ini, media tanam yang memberikan pengaruh paling tinggi terhadap parameter tinggi tanaman ialah komposisi media B (lumut+sekam). Dari hasil pengujian

0 5 10 15 20 25 30 1 MINGGU 2 MINGGU 3 MINGGU 4 MINGGU 5 MINGGU 6 MINGGU Ti n g g i Tan am an (Cm ) KONTROL A B C D E

kandungan zat hara yang telah dilakukan, media ini memiliki kandungan unsur K tertinggi dibandingkan dengan media lain dengan nilai 190 mg/100 gr. Unsur K yang tinggi tersebut dimungkinkan sebagai faktor terbentuknya tinggi tanaman yang rata-ratanya paling besar pada media ini. Kalium akan mempengaruhi metabolisme N dan sintesis protein, percepatan pertumbuhan dan perkembangan jaringan meristem (Hanafiah, 2007).

b. Jumlah Daun

Daun sangat penting peranannya bagi tanaman karena organ ini mampu melakukan perombakan energi radiasi menjadi energi kimia. Daun memiliki stomata yang merupakan tempat masuknya udara dan unsur yang berasal dari udara. Jumlah daun yan banyak, dapat menyerap cahaya, CO2 dan air dalam

jumlah yang banyak, sehingga fotosintesis meningkat dan akan terbentuk senyawa organik seperti karbohidrat. Hasil fotosintesis tersebut kemudian akan disalurkan ke bagian tanaman lain dan untuk proses pembelah, pemanjangan serta diferensiasi sel, sehingga tanaman dpat tumbuh dan berkembang. Apabila laju pembelahan dan pemanjangan sel serta pembentukan jaringan berjalan cepat, maka pertumbuhan akar, batang, dan daun juga akan cepat (Hidayanto dkk, 2003: 3-7).

Daun merupakan produsen fotosintat pertama. Variabel pengamatan jumlah daun sangat diperlukan sebagai indikator pertumbuhan dan sebagai penunjang untuk menjelaskan bagaimana proses pertumbuhan yang terjadi, seperti

pembentukan biomassa tanaman (Sitompul dan Guritno, 1995: 93). Hasil uji ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% pada penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan media tanam lumut, lumut+sekam dan lumut+cocopeat, arang sekam, cocopeat dan tanah sebagai kontrol ini memberikan pengaruh yang signifikan secara nyata terhadap jumlah daun tanaman sawi hijau pada usia 1-6 minggu. Kurva pertumbuhan dengan parameter tinggi tanaman sawi hijau dapat dilihat pada gambar 12.

Gambar 13. Grafik Pertumbuhan Jumlah Daun Tanaman Sawi Hijau

Dapat dilihat pada gambar 13, pertumbuhan tanaman sawi yang ditunjukkan dengan parameter jumlah daun mengalami peningkatan dari minggu ke minggu. Walaupun pada titik tertentu jumlah daun terlihat fluktuatif, hal ini disebabkan oleh busuknya daun tanaman sawi. Penyebab busuknya daun tanaman sawi pada penelitian ini adalah karena adanya hama yang diduga sebagai kutu putih. Meski pada saat penelitian peneliti sudah berusaha membuat pelindung tanaman yang terbuat dari plastik, akan tetapi hama tersebut tetap masih bisa

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 MINGGU 2 MINGGU 3 MINGGU 4 MINGGU 5 MINGGU 6 MINGGU Ju m lah d au n (h e lai ) KONTROL A B C D E

masuk ke dalamnya. Beruntung serangan hama tersebut dapat segera peneliti tangani dengan menggunakan biopestisida buatan sendiri dengan bahan ekstrak daun pepaya yang disemprotkan ke tanaman yang terserang hama, dengan tujuan untuk mematikan telur dan hama itu sendiri. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Julaily dan Setyawati, (2013), getah daun pepaya mengandung kelompok enzim sistein protease seperti papain dan kimopapain. Daun pepaya juga menghasilkan senyawa-senyawa golongan alkaloid, terpenoid, flavonoid dan asam amino nonprotein yang sangat beracun bagi serangga pemakan tumbuhan. Tindakan preventif lain yang dilakukan ialah dengan mengecek dan membersihkan satu-persatu daun yang ditempeli oleh telur-telur hama.

Peningkatan jumlah daun sangat dipengaruhi oleh unsur nitrogen, fosfor, dan kalium selain faktor lingkungan seperti suhu dan cahaya.Hal ini juga tidak telepas dari fungsi ketiga unsur tersebut bagi tanaman, yaitu dapat memacu pertumbuhan (Siti dan Meryanto, 2008).

c. Kadar Klorofil

Pada tumbuhan, nitrogen mula-mula berbentuk ammonia dan selanjutnya ammonia mengalami perubahan menjadi asam glutamat, dikatalisis oleh enzim glutamin sintetase. Asam glutamate berfungsi sebagai bahan dasar di dalam bio sintesisasam amino dan asam nukleat (Nyakpa dkk,1988). Asam glutamate akan membentuk asam aminolevulinat (ALA) yang berperan sebagai prazat cincin porfirin pembentukan klorofil (Robinson, 1995).

Jumlah kandungan nitrogen tanaman dapat berpengaruh terhadap hasil fotosintesis melalui enzim fotosintetik maupun kandungan klorofil yang terbentuk. Pada penelitian ini, berdasarkan analisis ragam yang dilakukan, jenis media yang digunakan pada penelitian berpengaruh secara nyata terhadap rerata kadar klorofil total tanaman sawi hijau. Hal ini dibuktikan dengan nilai signifikansi > 0.05 yaitu 0.00.

Seperti yang telah dikemukakan oleh Purwowidodo (1992), bahwa unsur yang berperan dalam pembentukan klorofil adalah nitrogen (N). Unsur ini memegang peranan penting sebagai penyusun klorofil yaitu menjadikan daun berwarna hijau. Kandungan nitrogen yang tinggi dapat menjadikan daun lebih hijau dan bertahan lebih lama. Pada penelitian ini, kadar klorofil total tertinggi dimiliki oleh tanaman sawi yang ditanam pada media B yaitu percampuran antara lumut dan arang sekam dengan nilai 3.8 mg. Kandungan unsur N pada media ini adalah sebesar 0.42%, walaupun prosentase tersebut nilanya tergolong tinggi apabila dibandingkan dengan media tanam lain yang digunakan pada penelitian ini, nilai tersebut belum mencukupi untuk rerata kadar klorofil yang optimal. Selain unsur N, keberadaan unsur K yang tidak diberikan secara cukup, maka efisiensi N akan rendah, dengan demikian maka produksi yang tinggi tidak dapat diharapkan. Kalium berperan dalam membantu pembentukan protein dan karbohidrat, mengeraskan bagian kayu dari tanaman, meningkatkan resistensi tanaman terhadap penyakit, meningkatkan kualitas biji/buah.

5. Produksi Tanaman Sawi a. Bobot Basah

Bobot basah tanaman dapat menunjukkan aktifitas metabolisme tanaman dan nilai bobot basah tanaman dipenaruhi oleh air jaringan, unsur hara dan hasil metabolisme (Sitompul dan Guritno, 1995: 88-93). Bobot basah yang dihasilkan produksi tanaman sawi pada penelitian ini tergolong rendah apabila dibandingkan dengan tanaman sawi produksi sawah yang beredar di pasaran. Menurut Anonim (2012), 1 kilogram sawi terdiri atas ±10 tanaman dengan bobot 100 gr/tanaman.

Menurut Cahyono (2003), kelembaban tanah yang baik akan meningkatkan metabolisme tanaman yang diikuti dengan meningkatnya pertumbuhan tanaman. Hal ini disebabkan karena proses penyerapan zat hara dapat berlangsung baik. Pada kelembaban tanah yang baik akar akan lebih mudah menyerap zat nitrogen dan phospat. Kelembaban udara dan kelembaban tanah yang sesuai akan memberikan pertumbuhan tanaman yang baik dan produksi yang tinggi.

b. Bobot Kering

Hasil rerata bobot kering tanaman sawi pada penelitian ini dapat dikatakan kecil, karena bobot basah yang diukur sebelumnya sudah menunjukkan angka- angka yang tidak terlalu besar. Menurut Schuzle dan Cadwell (1995),

ketersediaan hara terutama unsur N akan meningkatkan alokasi biomassa tanaman terutama pada daun dan batang. Semakin meningkat bobot kering menunjukkan bahwa proses fotosintesis berjalan dengan baik dan berarti pertumbuhan berjalan baik pula. Kecilnya hasil rerata bobot basah dan bobot kering pada penelitian ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah kurang maksimalnya penyerapan oleh tanaman sawi terhadap kandungan dari media tanam lumut dan variasinya yang digunakan.

Pada penelitian kali ini bobot kering merupakan salah satu parameter produksi tanaman sawi hijau, karena bobot kering merupakan hasil fotosintesis dan sebagai penghasil fotosintat yang menentukan produktivitas tanaman. Menurut Salisbury F dan Ross W (1995:128), komponen utama bahan kering adalah polisakarida dan lignin pada dinding sel, ditambah komponen sitoplasma yaitu protein, lipid, asam amino, asam organik, serta unsur kalium yang berbentuk ion.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait