• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan kisaran normal nilai hematokrit tikus putih jantan

Parameter yang diamati pada penelitian tahap ini adalah nilai hematokrit tikus putih jantan dari jam ke-0 hingga jam ke-5 pada pemberian makan dan minum ad libitum. Hasil pengamatan disajikan pada Tabel 2 dibawah ini.

Tabel 2 Rata-rata nilai hematokrit tikus jam ke-0 sampai jam ke-5 Jam ke- Rata-rata Nilai Hematokrit ± SD (%)

0 48.17 ± 1.60 a 1 48.00 ± 1.41 a 2 47.83 ± 0.75 a 3 47.00 ± 0.89 a 4 47.83 ± 0.98 a 5 47.17 ± 0.98 a

Keterangan : superscript yang berbeda pada lajur yang sama menunjukan beda nyata/signifikan (P < 0,05).

Hasil penelitian menunjukan bahwa selama enam kali (5 jam percobaan) pengambilan data PCV, tidak terlihat perbedaan yang nyata baik secara ANOVA maupun uji lanjut Duncan (Tabel 2). Dari hasil penelitin ini juga terlihat bahwa nilai PCV tikus putih jantan berkisar antar 47,00-48,17 %. Hal ini sesuai dengan laporan Zutphen et al. (1993) serta (Malole dan Pramono 1989) yang menyatakan bahwa nilai normal hemato krit tikus putih jantan berkisar antara 36-48 %.

Penentuan dosis efektif bisacodyl

Parameter yang diamati pada penelitian tahap ini adalah kecepatan terjadinya diare dan efek yang ditimbulkannya serta nilai PCV tikus putih jantan dengan pemberian bisacodyl dosis 2,5 mg/ekor dan dosis 5 mg/ekor peroral pada setiap jam selama 19 jam dimulai dari awal pemberian bisacodyl. Kecepatan terjadinya diare, ditetapkan dengan pengamatan secara kualitatif dengan kriteria yang ditetapkan sebagai berikut:

1) Bila tidak terjadi diare, dalam hal ini feses yang dihasilkan masih dalam kondisi normal, belum ditemukan kotoran di sekitar anus, diberi tanda ( - ).

31

2) Bila diare ringan, dalam hal ini kondisi feses yang dihasilkan lunak namun masih berbentuk, telah ditemukan sedikit kotoran di sekitar anus, diberi tanda ( + ).

3) Bila diare sedang, dalam hal ini feses yang dihasilkan lunak dan sudah tidak berbentuk, telah ditemukan kotoran yang cukup banyak di sekitar anus, diberi tanda ( ++ ).

4) Bila diare berat, kondisi feses yang dihasilkan cair dan terdapat sedikit lendir, telah ditemukan bercak cairan berwarna kuning dan sedikit berlendir di sekitar anus, diberi tanda ( +++ ).

5) Bila diare parah, dalam hal ini kondisi feses yang dihasilkan cair dan terdapat lendir yang cukup banyak, telah ditemukan lebih banyak bercak cairan berwarna kuning dan berlendir disekitar anus, diberi tanda ( ++++ ).

6) Bila diare sangat parah, dalam hal ini feses yang dikeluarkan hanya berupa lendir, terdapat banyak bercak lendir disekitar anus, diberi tanda ( +++++ ).

Hasil percobaan untuk melihat pengaruh bisacodyl terhadap kecepatan terjadinya diare disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Kecepatan terjadinya diare dan kondisi diare yang terjadi

Jam ke 2,5 mg/ekor 5 mg/ekor

0 - - 1 - - 2 - - 3 - - 4 + + 5 + ++ 6 + +++ 7 + +++ 11 ++ ++++ 19 ++ +++++

Keterangan : - : tidak terjadi diare + : diare ringan ++ : diare sedang +++ : diare berat ++++ : diare parah +++++: diare sangat parah

32

Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa baik pada pemberian bisacodyl dosis 2,5 mg/ekor maupun 5 mg/ekor diare dimulai pada jam ke-4. Hal ini menjelaskan bahwa onset bisacodyl terjadi pada jam ke-4. Pemberian bisacodyl dosis 2,5 mg/ekor pada jam ke-5 sampai jam ke-7 masih menunjukkan tanda diare ringan namun berbeda dengan pemberian bisacodyl 5 mg/ekor, tikus telah menunjukkan tanda diare sedang pada jam ke-5 dan pada jam ke-6 telah terjadi diare berat. Pada pemberian bisacodyl dosis 2,5 mg/ekor tanda diare sedang baru terlihat pada jam ke-11 dan berlanjut hingga jam ke-19. Sedangkan pada pemberian bisacodyl dosis 5 mg/ekor, tikus telah mengalami diare berat pada jam ke-7 dan telah terjadi diare parah pada jam ke-11 serta tikus telah mengalami diare yang sangat parah pada jam ke-19.

Sejalan dengan terjadinya diare, maka gambaran nilai PCV juga diukur. Gambaran pengaruh pemberian bisacodyl terhadap nilai PCV disajikan pada Tabel 4 dan Gambar 16 di bawah ini.

Tabel 4 Perbandingan rata-rata nilai hematokrit tikus putih jantan setelah pemberian bisacodyl dosis 2,5 mg/ekor dengan dosis 5 mg/ekor.

Jam ke Dosis Bisacodyl

2,5 mg/ekor 5 mg/ekor

Nilai PCV (%) Perbandingan Nilai PCV Terhadap Nilai

PCV Jam Ke-0

Nilai PCV (%) Perbandingan Nilai

PCV Terhadap Nilai PCV Jam Ke-0 0 48.16 ± 1.60hgef - 48.00 ± 1.79 hgef - 1 46.83 ± 2.14hgf ? 2,74 % 49.16± 2.23 dgef ? 2,42 % 2 45.33 ± 1.97h ? 5,86 % 50.33± 1.97 de ? 4,85 % 3 46.33 ± 1.75hg ? 3,79 % 48.50± 2.17 dgef ? 1,04 % 4 46.86 ± 2.32hgf ? 2,69 % 50.50± 2.51 de ? 5,20 % 5 46.33 ± 2.34hg ? 3,79 % 51.33± 3.01 dc ? 6,93 % 6 47.50 ± 2.43hgef ? 1,37 % 53.50± 2.43 bc ? 11,45 % 7 46.83 ± 2.48hgf ? 2,74 % 54.66± 2.25 ba ? 13,89 % 11 48.00 ± 2.37hgef ? 0,3 % 55.33± 3.27 ba ? 15,25 % 19 49.66 ± 2.25def ? 3,11 % 57.00± 2.28 a ? 18,75 %

Keterangan : superscript yang berbeda pada lajur dan baris yang sama menunjukan beda nyata/signifikan (P < 0,05).

: ( ? ) mengalami peningkatan nilai PCV : ( ? ) mengalami penurunan nilai PCV

33 40 42 44 46 48 50 52 54 56 58 0 1 2 3 4 5 6 7 11 19 jam ke % 2,5 mg/ekor 5 mg/ekor

Gambar 16 Perbandingan rata-rata nilai hematokrit tikus putih jantan setelah pemberian bisacodyl dosis 2,5 mg/ekor dengan dosis 5 mg/ekor.

Hasil pengamatan menunjukan bahwa kondisi diare dapat menyebabkan peningkatan nilai hematokrit darah. Peningkatan nilai hematokrit setelah tikus mengalami diare umumnya terjadi pada saat tikus mengalami kondisi diare sedang, hal ini dikarenakan pada saat diare sedang feses menjadi lunak dan tidak berbentuk akibat konsentrasi air di dalam feses cukup tinggi. Nilai hematokrit semakin tinggi saat tikus mengalami diare berat hingga diare sangat parah. Hal ini dikarenakan jumlah air yang terkandung di dalam feses semakin meningkat seiring dengan bertambahnya tingkat keparahan diare. Tingginya konsentrasi air di dalam feses menyebabkan kandungan air di dalam tubuh berkurang yang berakibat pada peningkatan nilai hematokrit. Suharyono (1985) mengungkapkan bahwa bila suatu individu mengalami diare akut maka akan mengakibatkan dehidrasi. Ganong (2002) mengatakan bahwa dehidrasi adalah suatu kondisi saat tubuh kehilangan sejumlah cairan yang mengakibatkan konsentrasinya berkurang. Keadaan dehidrasi dapat meningkatkan nilai hematokrit dan konsentrasi sodium plasma di dalam tubuh (Alper et al. 1982).

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95 % perbandingan rata-rata nilai hematokrit tikus putih jantan pada jam ke-0 dengan pemberian bisacodyl 2,5 mg/ekor dan 5 mg/ekor secara statistik memberikan hasil yang tidak berbeda nyata (P > 0,05) begitu pula terjadi pada jam ke-1 dan jam 3. Sedangkan pada jam 2, jam 4, jam 5, jam 6, jam 7, jam ke-11 dan jam ke-19, hasil pengamatan menunjukkan perbandingan rata-rata nilai

34

hematokrit tikus putih jantan secara statistik memberikan hasil yang berbeda nyata (P < 0,05) (Tabel 4).

Awal terjadinya perbedaaan yang nyata terjadi pada jam ke-2. hal ini ditunjukkan dengan rata-rata nilai hemato krit tikus putih jantan pada pemberian bisacodyl 5 mg/ekor lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata nilai hematokrit tikus pada pemberian bisacodyl 2,5 mg/ekor di jam ke-2, tetapi pada jam ke-3 tidak mengalami perbedaan yang nyata (Tabel 4), hal ini disebabkan karena perbedaan yang terjadi pada jam ke-2 bukan disebabkan oleh efek bisacodyl karena pada jam tersebut tikus putih jantan belum mengalami diare (Tabel 3).

Perbandingan rata-rata nilai hematokrit tikus putih jantan mengalami perbedaan yang nyata kembali pada jam ke-4 (Tabel 4). Hal ini disebabkan pada jam ke-4 efek bisacodyl sudah terlihat, yang ditandai dengan diare (Tabel 3). Pada jam ke-4 ini, merupakan waktu awal dari onset bisacodyl. Hal ini sesuai dengan Wikipedia (2007), yang menyatakan bahwa diare dapat menyebabkan dehidrasi yang parah pada individu. Keadaan dehidrasi dapat meningkatkan nilai hematokrit dan konsentrasi sodium plasma di dalam tubuh (Alper et al. 1982).

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa rata-rata nilai hematokrit tikus putih jantan dengan pemberian bisacodyl sebanyak 5 mg/ekor lebih menunjukan efek yang nyata jika dibandingkan dengan pemberian bisacodyl sebanyak 2,5 mg/ekor, hal ini dibuktikan dengan cepatnya peningkatan rata-rata nilai hematokrit tikus yang terjadi pada pemberian bisacodyl sebanyak 5 mg/ekor jika dibandingkan dengan pemberian 2,5 mg/ekor (Tabel 4 dan Gambar 16) serta efek diare yang ditimbulkan pada pemberian bisacodyl sebanyak 5 mg/ekor lebih parah jika dibandingkan dengan pemberian 2,5 mg/ekor (Tabel 3). Sehingga dosis efektif bisacodyl yang didapat pada penelitian ini adalah sebesar 5 mg/ekor.

Jika dilihat secara khusus pada pemberian bisacodyl sebanyak 5 mg/ekor, hasil pengamatan menunjukan rata-rata nilai hematokrit tikus putih jantan seiring dengan bertambahnya waktu mengalami peningkatan, rata-rata nilai hematokrit tersebut secara statistik memberikan hasil yang berbeda nyata (P < 0,05). Selanjutnya dilakukan uji lanjut Duncan dan didapatkan hasil bahwa rata-rata nilai hematokrit pada jam ke-0 berbeda nyata dengan rata-rata nilai hematokrit pada

35

jam ke-5, jam ke-6, jam ke-7, jam ke-11 dan jam ke-19, tetapi tidak berbeda nyata dengan rata-rata nilai hematokrit pada jam ke-1, jam ke-2, jam ke-3 dan jam ke-4. Pada jam ke-19 rata-rata nilai hematokrit mengalami perbedaan yang nyata dengan rata-rata nilai hematokrit pada jam ke-1, jam ke-2, jam ke-3, jam ke-4, jam ke-5 dan jam ke-6, tetapi tidak mengalami perbedaan yang nyata dengan rata-rata nilai hematokrit pada jam ke-7, jam ke-8 dan jam ke-11 (Tabel 4).

Pemberian bisacodyl sebanyak 5 mg/ekor menunjukan peningkatan rata-rata nilai hematokrit tikus putih jantan pada jam ke-1 dan jam ke-2, tetapi terjadi penurunan rata-rata nilai hematokrit tikus putih jantan pada jam ke-3 (Gambar 16), hal ini disebabkan karena kelompok tikus mengalami keadaan stres. Sesuai dengan pernyataan Elizabeth et al. (2002), mengatakan bahwa stress akan meningkatkan total glukosa dalam serum darah dan subfraksinya. Peningkatan tersebut diakibatkan oleh terjadinya peningkatan glukokortikoid dalam tubuh pada saat stres. Peningkatan kadar glukosa dalam darah mengakibatkan plasma darah akan meningkat. Ganong (2002) mengatakan bahwa keadaan stres dapat meningkatkan sekresi ACTH yang akan mengakibatkan peningkatan kadar glukokortikoid di dalam darah. Peningkatan tersebut menyebabkan kadar glukosa darah meningkat, karena glukokortikoid dapat merangsang peningkatan glikoneogenesis di dalam hati.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai hematokrit tikus putih jantan dengan pemberian bisacodyl sebanyak 5 mg/ekor pada jam ke-6 adalah sebesar 53,50 %. Hal ini menyatakan bahwa pada jam ke-6 rata-rata nilai hamatokrit tikus putih jantan telah meningkat kurang lebih sebesar 11,45 % jika dibandingkan dengan jam ke-0 (Tabel 4). Peningkatan rata-rata nilai hematokrit tikus putih jantan tersebut telah melebihi kisaran normalnya, dapat disimpulkan bahwa kelompok tikus tersebut telah mengalami dehidrasi berat. Dehidrasi berat adalah suatu kondisi ketika tubuh kehilangan lebih dari 10 % total cairan tubuh (Anonimus 2007b). Hal ini sejalan dengan pernyataan Alper et al. (1982), yang menyebutkan bahwa keadaan dehidrasi dapat meningkatkan nilai hematokrit dan konsentrasi sodium plasma di dalam tubuh.

36

Uji coba hewan model dehidrasi dan rehidrasi

Parameter yang diamati pada penelitian tahap ini adalah nilai PCV setiap jam dan jumlah konsumsi air setelah dilakukan usaha rehidrasi. Hasil pengamatan terhadap gambaran nilai hematokrit tikus pada percobaaan ini dapat disajikan pada Tabel 5 dan Gambar 17.

Tabel 5 Rata-rata nilai hematokrit tikus putih jantan dengan pemberian bisacodyl dosis 5 mg/ekor dan konsumsi air pada jam ke-6 sampai jam ke-32.

Jam ke Rata-rata Nilai PCV (%) ± SD

Perbandingan Nilai PCV dengan Nilai PCV Jam

ke-0 Rata-rata jumlah konsumsi air (ml) 6 51.83 ± 1.16 dc ? 7,97 % 0.00 7 52.83 ± 1.47 bac ? 10,06 % 0.00 8 53.66 ± 2.50 bac ? 11,79 % 0.00 9 54.83 ± 3.12 bac ? 14,22 % 0.00 10 55.66 ± 3.26 ba ? 15,59 % 0.00 11 56.00 ± 3.40 a ? 16,66 % 1.00 12 54.50 ± 3.14 bac ? 13,54 % 0.00 13 53.66 ± 2.42 bac ? 11, 79 % 1.00 14 52.66 ± 2.16 bc ? 9,70 % 0.00 15 49.33 ± 1.36 ed ? 2, 77 % 7.00 24 48.66 ± 1.63 e ? 1,37 % 2.66 32 47.50 ± 1.87 e ? 1,04 % 0.00

Keterangan : superscript yang berbeda pada lajur yang sama menunjukan beda nyata/signifikan (P < 0,05 )

: ( ? ) mengalami peningkatan nilai PCV : ( ? ) mengalami penurunan nilai PCV

Hasil pengamatan pada penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah rata-rata nilai hematokrit terhadap waktu secara statistik memberikan hasil yang berbeda nyata (P < 0,05). Selanjutnya dilakukan uji lanjut Duncan dan didapatkan hasil bahwa rata-rata nilai hematokrit tikus putih jantan pada jam ke-6 berbeda nyata dengan rata-rata nilai hematokrit tikus putih jantan pada jam ke-10, jam ke-11, jam ke-24 dan jam ke-32 tetapi tidak berbeda nyata dengan nilai hematokrit pada jam ke-7, jam ke-8, jam ke-9, jam ke-12, jam ke-13, jam ke-14 dan jam ke-15. Pada jam ke-11 rata-rata nilai hematokrit tikus putih jantan berbeda nyata dengan

37

rata-rata nilai hematokrit tikus putih jantan pada jam ke-6, jam ke-14, jam ke-15, jam ke-24 dan jam ke-32. Sedangkan pada jam ke-32 rata-rata nilai hematokrit tikus putih jantan mengalami perbedaan yang sangat nyata dengan jam ke-6, jam 7, jam 8 jam 9, jam 10, jam 11, jam 12, jam 13 dan jam ke-14, tetapi tidak berbeda nyata dengan jam ke-15 dan jam ke-24 (Tabel 5).

Setelah dilakukan pengamatan pada tahap penentuan dosis efektif bisacodyl, pemberian dosis 5 mg/ekor bisacodyl membuat rata-rata nilai hematokrit tikus putih jantan mencapai 53,50 % pada jam ke-6. Rata-rata nilai hematokrit tikus putih jantan pada jam tersebut meningkat kurang lebih sebesar 11,45 % (Tabel 5). Pada penelitian tahap ini ternyata pengujian uji dehidrasi pada jam ke-6 belum menunjukkan peningkatan rata-rata nilai hematokrit tikus putih jantan sebesar 10 % seperti yang diharapkan, pada jam tersebut nilai hematokrit baru meningkat sebesar 7,97 % (Tabel 5).

Gambar 17 Rata-rata nilai hematokrit tikus putih jantan dengan pemberian bisacodyl dosis 5 mg/ekor pada jam ke-6 sampai jam ke-32.

Hasil penelitian pada tahap ini menunjukan bahwa peningkatan rata-rata nilai hematokrit tikus putih jantan sebesar 10 % ternyata terjadi pada jam ke-7. Perbedaan hasil penelitian pada tahap ini diakibatkan oleh terjadinya stres pada saat pengujian. Rata-rata nilai hematokrit tikus putih jantan pada jam ke-7 adalah sebesar 52,83 %. Hal ini berarti telah terjadi peningkatan rata-rata nilai hematokrit tikus putih jantan sebesar 10,06 % (Tabel 5) dari kisaran normalnya yaitu sebesar 36-48 % (Zutphen et al. 1993; Malole dan Pramono 1989). Peningkatan nilai hematokrit sebesar 10,06 % mengindikasikan adanya dehidrasi

42.00 44.00 46.00 48.00 50.00 52.00 54.00 56.00 58.00 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 24 32 Jam ke-%

38

berat sehingga perlu dilakukan usaha rehidrasi. Usaha rehidrasi pada penelitian ini dilakukan dengan cara pemberian air sebanyak 100 ml pada botol minuman yang diletakan pada kandang tikus

Setelah diberi minum 100 ml air pada botol minuman yang diletakan pada kandang tikus, terjadi peningkatan rata-rata nilai hematokrit tikus putih jantan dari jam ke-8 hingga jam ke-11 (Tabel 5 dan Gambar 17). Hal ini sesuai dengan pernyataan Cunningham (2002), yang mengatakan bahwa bila terjadi dehidrasi yang berkelanjutan dapat meningkatkan nilai hematokrit darah dan dicegah dengan mengkonsumsi air atau cairan yang mengandung glukosa dan sodium. Peneingkatan tersebut disebabkan oleh kondisi tubuh tikus putih jantan yang buruk, sehingga tikus tidak mampu untuk meminum air pada botol minuman yang telah disediakan pada jam ke-8, jam ke-9, jam ke-10 dan jam ke-11 sehingga harus dilakukan pemberian air peroral dengan menggunakan sonde lambung.

Titik tertinggi nilai hematokrit tikus terjadi pada jam ke-11 yaitu ketika tikus putih jantan mengalami dehidrasi yang parah, lalu mengalami penurunan yang sangat nyata pada jam ke-12 hingga jam ke-32. Hal ini terjadi karena pada jam ke-11 dan jam ke-13 dilakukan pemberian air secara peroral sebanyak 1 ml dengan menggunakan sonde lambung, tindakan ini dilakukan untuk mencegah kematian pada tikus putih jantan yang telah mengalami kondisi dehidrasi yang sudah teramat parah. Pemberian air secara peroral sebanyak 1 ml pada jam ke-11 ternyata memberikan sedikit penurunan rata-rata nilai hematokrit pada jam ke-12, begitu pula ketika dilakukan pemberian air secara peroral sebanyak 1 ml pada jam ke-13, terjadi penurunan rata-rata nilai hematokrit pada jam ke-14 jam ke-15. Cunningham (2002) mengatakan bahwa, seekor hewan yang mengalami dehidrasi yang sangat parah dapat menyebabkan kematian. Kematian akibat dehidrasi dapat dicegah dengan memberikan infus cairan alkali melalui vena, pemberian air peroral dan pemberian cairan yang mengandung glukosa dan sodium melalui oral.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada jam ke-32 rata-rata nilai hematokrit tikus sebesar 47,5 % (Tabel 5). Ini berarti bahwa pada jam ke-32 rata-rata nilai hematokrit tikus putih jantan telah kembali pada rata-rata-rata-rata normal yaitu 48 % dan waktu yang dibutuhkan untuk memulihkan nilai hematokrit tikus putih jantan yaitu selama 21 jam. Menurut Zutphen et al. (1993) serta (Malole dan

39

pramono 1989), kisaran normal hematokrit tikus berkisar antara 36-48 %. Menurut Okuno (1988), pemberian cairan NaCl 0,9 % atau 0,45 % pada tikus dapat mengembalikan cairan tubuh yang hilang dalam waktu 3-3,5 jam, sedangkan pada pemberian cairan 0,2 % NaCl pada tikus dapat mengembalikan cairan tubuh yang hilang dalam waktu 10 jam, sedangkan pada pemberian air dibutuhkan waktu kurang lebih 16 jam untuk dapat mengembalikan cairan tubuh yang hilang. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tikus putih jantan merupakan hewan coba yang cocok dalam uji dehidrasi.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada jam ke-15 sampai jam ke-24 tikus putih jantan mengkonsumsi air serbanyak 7 ml (Tabel 6), sehingga terjadi penurunan nilai hematokrit pada jam ke-24 (Tabel 5). Hal ini sejalan dengan pernyataan Lecomte et al. (1981) bahwa usaha rehidrasi dapat menurunkan nilai hematokrit darah yang dilakukan dengan pemberian air atau cairan NaCl dan dextrose.

Pemberian NaCl dan glukosa dapat mempercepat pemulihan tubuh yang mengalami dehidrasi, karena usus halus dan kolon sangat permeabel terhadap ion Na+ sehingga NaCl mudah sekali diserap oleh usus halus dan kolon. Di dalam usus halus, Na+ sangat penting untuk penyerapan glukosa, beberapa asam amino dan zat-zat lainnya. Sebaliknya, dengan terdapatnya glukosa di dalam lumen usus akan mempermudah penyerapan kembali Na+. Hal ini merupakan dasar fisiologis untuk memulihkan konsentrasi Na+ dan air pada saat diare (Ganong 2002).

40

Dokumen terkait