• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.1. Kebijakan/ Peraturan APP

Kebijakan dalam bentuk peraturan-peraturan merupakan suatu perangkat yang penting dalam pelaksanaan K3. Kepastian hukum yang kuat akan memberikan kemantapan dalam pengawasan. Karena bila diberi teguran dan peringatan tidak dihiraukan maka perangkat peraturanlah yang akan berperan dalam hal pemberian sangsi. Maka peraturan yang berkaitan dengan situasi kerja merupakan upaya yang dilakukan dalam meningkatkan K3 (ILO, 1989). Pada penelitian di pabrik kelapa sawit PT. A.T. dibuat peraturan tentang APP seperti terdapat pada lampiran 5.

Maka yang paling banyak jumlah sampel yang patuh terhadap kebijakan/peraturan penggunaan APP sebanyak 20 orang (80%) dan paling sedikit pada sampel yang tidak patuh terhadap kebijakan/peraturan penggunaan APP yaitu 5 orang (20%). Jadi besar proporsi kebijakan adalah 80% dalam penggunaan APP pekerja pabrik kelapa sawit PT. A.T. Kabupaten Langkat.

Setelah dilakukan pengisian kuesioner maka responden paling banyak yang patuh dalam menggunakan APP terhadap kebijakan/peraturan yang dikeluarkan oleh pihak manajemen. Alasannya patuh pada pekerja yang dikelompok perlakuan karena mereka takut terhadap pihak manajemen.

Hasil penelitian ini, pihak perusahaan (pimpinan) harus selalu proaktif mensosialisasikan kebijakan/peraturan dengan memasang peraturan dimana pekerja harus menggunakan APD telinga.

5.2. Pelatihan APP

Para pemimpin perusahaan menurut Mardi (2007) sebaiknya melakukan pelatihan keselamatan kerja menggunakan alat pelindung pendengaran terhadap karyawan yang bekerja pada intensitas yang tinggi untuk mencegah naiknya ambang pendengaran.

Pada penelitian ini ditemukan yang paling banyak jumlah sampel hasil ukur baik terhadap pelatihan penggunaan APP sebanyak 22 orang (88%) dan paling sedikit pada sampel hasil ukur tidak baik terhadap pelatihan penggunaan APP yaitu 3 orang (22%). Jadi besar proporsi pelatihan yaitu 88% penggunaan APP pekerja pada pabrik kelapa sawit PT. A.T di Kabupaten Langkat.

Setelah melalui penilaian dengan kuesioner maka diperoleh responden paling banyak bersikap baik dalam melaksankan pelatihan penggunaan APP dalam hal ini sumbat telinga atau earplug di pabrik kelapa sawit PT. A.T Kabupaten Langkat. Alasan kelompok perlakuan besikap baik terhadap pelatihan yang dilakukan karena pekerja sudah mengerti bahaya dari bising dan bagaimana pentingnya memakai APP serta merawat APPnya agar tetap nyaman dipakainya.

Perusahaan jarang mengadakan pelatihan khusus tentang APD, untuk itu perusahaan diharapkan dapat lebih meningatkan perhatian terhadap pelatihan dengan

materi yang lebih substantif dan lebih spesifik khusus tentang APD telinga dengan harapan pekerja tahu betul resiko yang diterima apabila mereka tidak memakai APD telinga saat melakukan pekerjaan.

5.3. Pengawasan APP

Keharusan majikan menyediakan alat pelindung pendengaran dan mengawasi bahwa karyawan benar menggunakannya (Meyer, S.F., 2002). Dan menurut Suhartanto (2009) menyatakan ada yang mengawasi pemakaian alat pelindung telinga agar semua tenaga kerja selalu memakai alat pelindung telinga selama jam kerja. Tana (2001) juga berpendapat pemberian APP kepada semua tenaga kerja yang bekerja ditempat bising serta melakukan pegawasan secara teratur pemakaian APP saat bekerja di tempat bising.

Pada penelitian di PT. A.T. terdapat yang paling banyak jumlah sampel yang patuh terhadap pengawasan penggunaan APP sebanyak 20 orang (80%) dan paling sedikit pada sampel yang tidak patuh terhadap pengawasan penggunaan APP yaitu 5 orang (20%). Jadi besar proporsi pengawasan yaitu 80% pekerja yang menggunakan sumbat telinga/earplug selama bekerja di pabrik kelapa sawit PT. A.T. Kabupaten Langkat.

Setelah diberikan kuesioner pada kelompok perlakuan maka diperoleh responden yang paling banyak patuh dalam menggunakan sumbat telinga/earplug terhadap pengawasan. Alasan kelompok perlakuan bersikap patuh karena responden

merasa takut untuk di tegur oleh pengawas dimasing-masing area atau bagian pabrik kelapa sawit PT. A.T Kabupaten Langkat.

Hasil penelitian menurut lampiran 6 pada kelompok perlakuan ada beberapa sampel mengalami peningkatan ambang dengar, ini disebabkan karena pemakaian sumbat telinga yang tidak benar dan ada yang karena tidak terus menerus memakainya. Ini merupakan kelalaian dari si pengawas karena lalai mengawasinya. Bentuk operasinal pengawasan penggunaan APP yang efisien dan efektif di PT A.T ini dengan memanfaatkan organisasi berjenjang. Pada lapis bawah terdapat tenaga pimpinan yaitu mandor yang langsung mengawasi pekerja, sebaiknya dilibatkan sebagai agen perubahan. Ditambah tugasnya adalah mengawasi penggunaan APP pekerja.

5.4. Gangguan Pendengaran

Gangguan pendengaran yaitu perubahan pada tingkat pendengaran yang berakibat kesulitan dalam melaksanakan kehidupan normal,biasanya dalam hal memahami pembicaraan (Buchari, 2007).

Bunyi di atas 80 dB kalau terus menerus dan dipaksakan bisa merusak pendengaran karena bisa mematikan fungsi sel-sel rambut dalam sistem pendengaran. Gejala awal seringkali tidak dirasakan kecuali telinga berdengung, kemudian diikuti oleh menurunnya pendengaran (Meyer, S.F., 2002). Pada P.T A.T tersebut terdapat bunyi ±97dB sehingga akan menurunkan pendengaran pekerja di PKS tersebut.

Ada 7 area /bagian pabrik kelapa sawit yang memiliki NAB >85 dB yaitu: Turbin 103 dB, Boiler 100 dB, Maintenance 91 dB, Press 88 dB, Kernel 98 dB, Klarifikasi 92 dB dan Sterilizer 99 dB. Pekerja pada bagian turbin sebelum dilakukan perlakuanpun selama ini sudah memakai APP, alasan pekerja karena mereka merasa bising sekali sehingga terganggu pada waktu bekerja jika tidak menggunakan APP, tetapi kalau memakai APP gangguan tersebut tidak ada.

Menurut lampiran 7 tentang area dan intensitas bising maka didaerah turbin yang paling tinggi intensitas bisingnya yaitu 103 dB sedangakan pekerja yang bekerja diarea ini hanya 3 orang maka perlu ditambah pekerjanya dan ditambah shiftnya agar pekerja tidak terlalu lama berada diarea turbin.

Sesudah dilakukan audiometri terhadap kelompok perlakuan ditemukan gangguan pendengaran telinga kanan sebelum intervensi paling banyak pada derajat mild yaitu sebesar 60%, sedangkan paling sedikit di derajat moderate sebesar 4%. Dan sesudah intervensi paling banyak pada derajat normal yaitu sebesar 76 %, sedangkan paling sedikit di derajat moderate sebesar 4%. Pada telinga kiri sebelum intervensi paling banyak pada derajat mild yaitu 64%, paling sedikit pada derajat moderate sebesar 4%. Telinga kiri sesudah intervensi paling banyak derajat normal 76% dan paling sedikit pada derajat moderate sebesar 4%.

Gangguan pendengaran pada kelompok kontrol telinga kanan sebelum intervensi paling banyak pada derajat mild sebesar 80%, dan yang paling sedikit pada derajat moderate yaitu 0 %. Dan sesudah 3 bulan dilakukan pemeriksaan audometri lagi paling banyak pada derajat normal dan derajat mild yaitu 88% dan paling sedikit

pada derajat moderate 0%. Pada telinga kiri pemeriksaan sebelum paling banyak pada derajat mild 68%, paling sedikit derajat normal dan moderate masing-masing 16%, dan sesudah 3 bulan dilakukan pemeriksaan audiometri lagi telinga kiri paling banyak gangguan pendengarn derajat mild 72%, paling sedikit pada derajat moderate sebesar 8%.

Pada PT A.T tersebut terdapat bunyi ± 97dB sehingga akan mmenurunkan pendengaran pekerja di PKS tersebut sesuai dengan Meyer yang mengatakan bahwa bunyi diatas 80 dB secara terus menerus akan menurunkan ketajaman pendengaran. Dari hasil pemeriksaan audiometri maka dapat dilihat bahwa pada kelompok perlakuan (kebijakan/peraturan APP, pelatihan APP dan pegawasan penggunaan APP) baik gangguan pendengaran telinga kanan dan telinga kiri terdapat penurunan derajat gangguan pendengaran. Pada kelompok kontrol terdapat peningkatan derajat gangguan pendengaran karena tidak diberikan perlakuan (kebijakan/peraturan APP, pelatihan APP dan pengawasan penggunaan APP).

Hasil penelitian menurut lampiran 6 pada kelompok perlakuan ada beberapa sampel mengalami peningkatan ambang dengar, ini disebabkan karena pemakaian sumbat telinga yang tidak benar dan ada yang karena tidak terus menerus memakainya. Ini merupakan kelalaian dari si pengawas karena lalai mengawasinya. Pada kelompok kontrol ada sampel yang mengalami perbaikan gangguan pendengaran padahal mereka tidak diberikan kebijakan, pelatihan dan pengawasan penggunaan APP karena adanya iklim kerja pada kelompok perlakuan sehingga mempengaruhi prilaku penggunaan APP.

4.5. Pengaruh Penggunaan APP Terhadap Gangguan Pendengaran

Analisis bivariat diperoleh ada hubungan kebijakan/peraturan APP, pelatihan APP dan pengawasan penggunaan APP terhadap penurunan gangguan pendengaran telinga kanan (p= 0,02 atau p< α). Pada telinga kiri ada hubungan kebijakan/peraturan APP, pelatihan APP dan pengawasan penggunaan APP (p=0,000 atau p< α) terhadap gangguan pendengaran pekerja pabrik kelapa sawit PT. A.T. a. Pengaruh Kebijakan/Peraturan terhadap Gangguan Pendengaran

Secara multivariat ada pengaruh kebijakan/peraturan (p= 0,045) terhadap gangguan pendengaran telinga kanan pekerja pabrik kelapa sawit PT.A.T. Ada pengaruh kebijakan/peraturan (p=0,03) terhadap gangguan pendengaran telinga kiri pekerja pabrik kelapa sawit PT. A.T di Kabupaten Langkat.

b. Pengaruh Pelatihan terhadap Gangguan Pendengaran

Secara multivariat diperoleh ada pengaruh pelatihan (p= 0,33) terhadap gangguan pendengaran telinga kanan pekerja pabrik kelapa sawit PT. A.T. Pada telinga kiri ada pengaruh pelatihan (p= 0,047) terhadap gangguan pendengaran pekerja pabrik kelapa sawit PT. A.T di Kabupaten Langkat.

c. Pengaruh Pengawasan terhadap Gangguan Pendengaran

Multivariat diperoleh ada pengaruh pengawasan (p= 0,046) terhadap gangguan pendengaran telinga kanan pekerja pabrik kelapa sawit PT.A.T. Dan telinga kiri ada pengaruh pengawasan (p=0,030) terhadap gangguan pendengaran pekerja pabrik kelapa sawit PT. A.T. di Kabupaten Langkat.

Penggunaan APP di PT. A.T menjadi sesuatu hal yang penting mengingat tingkat kebisingan yang tinggi dapat menjadi bahaya yang serius bagi kesehatan. Dampak yang timbul adalah pada organ pendengaran maupun diluar organ pendengaran. Selain itu juga kebisingan berdampak pada daya kerja dan pekerjaannya itu sendiri. Hasil pengukuran di PT. A.T menunjukkan bahwa tingkat kebisingan yang tinggi yaitu kurang lebih 97 dBA.

APD telinga yang umumnya digunakan pada PT. A.T adalah earplug dengan jenis reuseable plug yaitu sumbat telinga yang dapat digunakan berulang kali dalam waktu yang lama dan terbuat dari karet yang fleksibel yang dihubungkan dengan tali sehingga tidak mudah hilang serta mempunyai tempat penyimpanan.

Alasan pekerja PKS PT. A.T di Kabupaten Langkat selama ini tidak patuh memakai earplug yang disediakan pihak perusahaan karena rasa tidak nyaman memakai earplug yang telah disediakan oleh pihak perusahaan dimana selama ini pekerja tidak membersihkan earplugs sesudah dipakai sehingga makin lama akan keras. Alasan yang lain karena selama ini pekerja tidak mengerti bahaya dari bising terhadap kesehatan pekerja.

Pada pabrik kelapa sawit PT. A.T. di Kabupaten Langkat hasil penelitian menunjukkan bahwa besar pengaruh dari pemberlakuannya kebijakan/peraturan tentang APP pada telinga kanan (p=0,045) dan telinga kiri (p=0,003). Besar pengaruh pelatihan tentang penggunaan APP pada telinga kanan (p=0,033) dan telinga kiri (p=0,047). Besar pengaruh pengawasan penggunaan APP pada telinga kanan (p=0,046) dan telinga kiri (p=0,030). Jadi yang paling besar pengaruhnya di

pabrik kelapa sawit PT. A.T terhadap menurunkan gangguan pendegaran adalah pelatihan.

Sesudah 3 bulan maka keluhan-keluhan yang didapat pada kelompok kontrol mengenai pening sesudah pulang kerja maka sekarang sudah tidak ditemukan. Dan yang memiliki keluhan hipertensipun sudah berkurang.

Jadi hipotesis diterima artinya Ada pengaruh kebijakan,pelatihan dan pengawasan penggunaan APP dengan gangguan pendengaran.

5.6. Keterbatasan Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini tidak terlepas dari keterbatsan-keterbatasan yang terjadi serta kemungkinan bias yang tidak dapat dihindarkan. Kemungkinan timbulnya bias yang dimaksud pada penelitian ini juga tidak dapat dikesampingkan karena responden mengetahui dirinya sedang diamati.

Desain penelitian ini adalah experimental quasi, oleh karenanya dalam pelaksanaan penelitian ini disebabkan keterbatasan waktu yang hanya 3 bulan untuk intervensi sudah barang tentu tidak optimal guna mendapatkan hasil yang ideal pada penelitian ini.

Dokumen terkait