• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kebijakan, Pengawasan dan Pelatihan Alat Pelindung Pendengaran terhadap Gangguan Pendengaran Pekerja pada Pabrik Kelapa Sawit PT A.T di Kabupaten Langkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Kebijakan, Pengawasan dan Pelatihan Alat Pelindung Pendengaran terhadap Gangguan Pendengaran Pekerja pada Pabrik Kelapa Sawit PT A.T di Kabupaten Langkat"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

THE INFLUENCE OF POLICY, CONTROL AND TRAINING ON USE THE OF HEARING PROTECTION DEVICE ON THE INTERFERENCES ON

HUMAN HEAR IN THE WORKERS WORKING IN THE PALM OIL PLANT BELONGS TO PT AMAL TANI LOCATED IN LANGKAT

TESIS

Oleh

EVA JULIETTA TARIGAN 087010006/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG PENDENGARAN TERHADAP GANGGUAN PENDENGARAN PEKERJA

PADA PABRIK KELAPA SAWIT PT.A.T DI KABUPATEN LANGKAT

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Kerja pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

EVA JULIETTA TARIGAN 08701006/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH KEBIJAKAN, PENGAWASAN DAN PELATIHAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG PENDENGARAN PEKERJA PADA PABRIK

KELAPA SAWIT PT. A.T. DI KABUPATEN LANGKAT.

Nama Mahasiswa : Eva Julietta Tarigan Nomor Induk Mahasiswa : 087010006

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan kerja

Menyutujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ing. Ir. Ikhwanyah Isranuri) (dr. Linda Samosir. Sp.THT) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

PERNYATAAN

PENGARUH KEBIJAKAN, PENGAWASAN DAN PELATIHAN PENGGUNAN ALAT PELINDUNG PENDENGARAN PEKERJA PADA PABRIK KELAPA SAWIT P.T. A.T.

DI KABUPATEN LANGKAT

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya jug tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2010

(5)

Telah diuji pada

Tanggal : 30 Agustus 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ing. Ir. Ikhwanyah Isranuri Anggota : dr. Linda Samosir. Sp.THT

Ir. Kalsum, M.Kes

(6)
(7)

ABSTRACT

There is a lot of interferences on human ears caused by noise produced by industry such as the palm oil plant belongs to PT Amal Tani located in Langkat which had a threshold of over 85 dB. The workers did not wear their earplugs to protect their hearing that they felt dizzy when they were working and the dizziness was away when they arrived home.

The purpose of this quasi experimental study was to analyze the influence of policy, control and training on use the of hearing protection device on the interferences on human hear in the workers working in the palm oil plant belongs to PT Amal Tani located in Langkat. The populations of this study were 60 workers who were working in the palm oil plant belongs to PT Amal Tani located in Langkat and according to the criteria of inclusion, 50 workers were selected to be the samples for this study. The data for this study were obtained through sound level meter, audiometer questionnaire distribution and field observation. The data obtained were analyzed through multiple linear regression tests.

The result of the study showed that the variables of policy, control and training had influence on the incident of the hearing interference to the right ear for (p 0.002) and to the left ear for (p = 0.000). The result of multiple linear regression tests showed that policy (p=0.023), training (p = 0.033), and control (p = 0.046) had an influence on the incident of the hearing interference to the right ear of the workers and the influence on the incident of the hearing interference to the left ear of the workers was for policy (p =0.003), training (p=0.047), and control (p= 0.030). Training was the most dominant variable which had an influence on the interference on the ears of the workers.

The management of PT Amal Tani is suggested to simultaneously make a policy/regulation on the use of hearing protection device, the training to use the hearing protection device, and the control of hearing protection device. The management of PT Amal Tani is also suggested to check the audiometer once in 6 months and to require the workers to use hearing protection device when they are working in a noisy area.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas perlimpahan kasih dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Pengaruh Kebijakan, Pengawasan dan Pelatihan Alat Pelindung Pendengaran terhadap Gangguan Pendengaran Pekerja pada Pabrik Kelapa Sawit PT A.T di Kabupaten Langkat” sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan jenjang pendidikan Strata-2 pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja Universitas Sumatera Utara.

Proses penulisan tesis ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak, dalam kesempatan ini ucapan terima kasih yang tidak terhingga penulis sampaikan kepada yang terhormat Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A (K), Rektor Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih kepada Dr. Drs. Surya Utama, M.S sebagai Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan sebagai Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat yang telah memberi masukan dalam mengajukan judul, terima kasih kepada Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si, dan kepada Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M, Sekretaris Program Studi S2 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(9)

atas bimbingan yang diberikan untuk menyelesaikan tesis ini, Ir. Kalsum, M.Kes, selaku komisi pembanding yang banyak memberikan bimbingan dan saran untuk penyempurnaan tesis ini, dan dr. Naek Suryanta Sinuraya, M.Kes, selaku komisi pembanding yang banyak memberikan bimbingan untuk penyempurnaan tesis ini.

Terima kasih kepada Pimpinan PT A.T yang memberikan ijin penelitian dan atas informasi yang dibutuhkan untuk penyempurnaan penulisan. Kepada rekan-rekan mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara angkatan 2008/2009, atas kebersamaan dalam pembelajaran selama ini.

Serta terima kasih buat Suamiku Joses Garsia Bangun S.E. M.M, anak-anakku Esmeralda Joseva Bangun dan Karsten Jova Bangun, terima kasih buat Almarhum ayahku Ir. J.N. Tarigan, Ibuku Rahel Pandia SH. dan kedua mertuaku atas pengertian dan dukungan serta semangat yang diberikan selama mengikuti pendidikan dan penyelesaian tesis.

Medan, 2010 Penulis

(10)

RIWAYAT HIDUP

Saya yang bernama Eva Julietta Tarigan, lahir di Medan pada tanggal 21 Juli 1971 dengan jenis kelamin Perempuan. Saya seorang Kristiani. Pada Tahun 1976 Saya masuk TK PSKD Kwitang VI Jakarta lulus tahun 1978, Kemudian Pada tahun 1978 masuk SD PSKD Kwitang VI Jakarta lulus tahun 1984, dan pada Tahun 1984 masuk SMP Ora Et Labora Jakarta lulus tahun 1987, Lalu pada Tahun 1987 masuk SMA Ora Et Labora Jakarta lulus tahun 1990.

Kemudian diterima di Universitas Kristen Indonesia Fakultas Kedokteran Tahun 1990, Tahun 1995 mengikuti suami pindah kuliah ke Medan tepatnya Universitas Methodist Indonesia Fakultas Kedokteran dan tamat pada tahun 2002.

Pada tahun 2002, bekerja sebagai Dokter Honorer PTT. Di Puskesmas KORPRI Berastagi sampai dengan Tahun 2004.Tahun 2002-2004 bekerja sebagai dokter UGD di RS PTP Putri Hijau. Tahun 2004 ikut sebagai relawan di NGO dari New Angeles ke Nias. Kemudian diterima Sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Tahun 2005 yang ditempatkan di Puskesmas Singa, Tigapanah sampai dengan sekarang.

(11)
(12)

BAB 5. PEMBAHASAN ... 53

5.1. Kebijakan / Peraturan APP ... 53

5.2. Pelatihan APP ... 54

5.3. Pengawasan APP... 55

5.4. Gangguan Pendengaran ... 56

5.5. Pengaruh Penggunaan APP Terhadap Gangguan pendengaran ... 59

5.6. Keterbatasan Penelitian ... 61

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

6.1. Kesimpulan ... 62

6.2. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 64

(13)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hal

2.1.1. Mekanisme masuknya bunyi / suara (Rampal,K.G.,2010) ... 12

2.5. Kerangka Konsep ... 26

3.1. Pelatihan tentang APP terhadap pekerja pabrik kelapa sawit ... 31

3.2. Pekerja yang sedang memakai APP pada saat bekerja ... 31

3.3. Sound Level Meter ... 33

3.4. Bilik Audiometri ... 35

(14)

DAFTAR TABEL

No Judul Hal

2.1 Peraturan pemerintah Indonesia mengenai kebisingan tercantum dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep-51/MEN/1999 . 14

2.2 Kriteria penggunaan APD ... 22

4.2 Bagian-bagian Proses di Pabrik Kelapa Sawit PT.A.T. ... 41

4.3 Umur Pekerja Pabrik Kelapa Sawit PT. A.T ... 42

4.4 Masa Kerja Pekerja pabrik Kelapa Sawit di PT.A.T ... 42

4.5 Distribusi Responden tentang Kebijakan /Peraturan Penggunaan APP 43 4.6. Distribusi Responden tentang Pelatihan ... 43

4.7. Distribusi Responden tentang Pengawasan ... 44

4.8. Gangguan Pendengaran Telinga Kanan Sebelum Intervensi ... 44

4.9 Gangguan Pendengaran Telinga Kanan Sesudah Intervensi... 45

4.10 Gangguan Pendengaran Telinga Kiri Sebelum Intervensi ... 45

4.11 Fungsi pendengaran responden sesudah intervensi telinga kiri ... 45

4.12. Distribusi gangguan pendengaran kanan sebelum ... 46

4.13 Distribusi gangguan pendengaran kanan sesudah .... ... 46

4.14 Distribusi gangguan pendengaran kiri sebelum ... 47

4.15 Distribusi gangguan pendengaran kiri sesudah... 47

4.16. Rata-rata gangguan pendengaran kanan sebelum dan sesudah ... 48

4.17 Rata –rata gangguan pendengaran kiri sebelum dan sesudah ... 48

4.18 Rata –rata gangguan pendengaran kanan sebelum dan sesudah ... 49

4.19 Rata –rata gangguan pendengaran kiri sebelum dan sesudah ... ... 50

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Hal

1 Flow Chart ... 67

2 Lembar Observasi ... 68

3 Modul Kebisingan dan Alat Pelindung Pendengaran ... 69

4 Kuesioner Kebijakan/peraturan dan Pelatihan ... 73

5 Peraturan ... 75

6 Pemeriksaan Gangguan Pendengaran ... 76

7 Hasil Pengukuran Bising... 78

8 Validitas dan Reliabilitas ... 79

9 Hasil Analisa Data ... 84

10 Master Data ... 93

(16)
(17)

ABSTRACT

There is a lot of interferences on human ears caused by noise produced by industry such as the palm oil plant belongs to PT Amal Tani located in Langkat which had a threshold of over 85 dB. The workers did not wear their earplugs to protect their hearing that they felt dizzy when they were working and the dizziness was away when they arrived home.

The purpose of this quasi experimental study was to analyze the influence of policy, control and training on use the of hearing protection device on the interferences on human hear in the workers working in the palm oil plant belongs to PT Amal Tani located in Langkat. The populations of this study were 60 workers who were working in the palm oil plant belongs to PT Amal Tani located in Langkat and according to the criteria of inclusion, 50 workers were selected to be the samples for this study. The data for this study were obtained through sound level meter, audiometer questionnaire distribution and field observation. The data obtained were analyzed through multiple linear regression tests.

The result of the study showed that the variables of policy, control and training had influence on the incident of the hearing interference to the right ear for (p 0.002) and to the left ear for (p = 0.000). The result of multiple linear regression tests showed that policy (p=0.023), training (p = 0.033), and control (p = 0.046) had an influence on the incident of the hearing interference to the right ear of the workers and the influence on the incident of the hearing interference to the left ear of the workers was for policy (p =0.003), training (p=0.047), and control (p= 0.030). Training was the most dominant variable which had an influence on the interference on the ears of the workers.

The management of PT Amal Tani is suggested to simultaneously make a policy/regulation on the use of hearing protection device, the training to use the hearing protection device, and the control of hearing protection device. The management of PT Amal Tani is also suggested to check the audiometer once in 6 months and to require the workers to use hearing protection device when they are working in a noisy area.

(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dapat mempermudah segala kegiatan di bidang industri. Penerapan teknologi dapat mempermudah segala kegiatan kerja dalam proses produksi dan meningkatkan produktifitas perusahaan. Selain memberikan dampak positif berupa keuntungan ekonomik, maka kemajuan teknologi juga menimbulkan dampak negatif yaitu dapat meningkatkan potensi bahaya (hazard) yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan keselamatan kerja, hazard tersebut dapat berupa fisik, kimia, ergonomi dan psikologik.

Salah satu hazard berupa fisik di tempat kerja adalah kebisingan. Secara umum kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan (Bashiruddin, 2007). Berdasarkan SE 01/MEN/1978, kebisingan adalah suara yang tidak di kehendaki yang bersumber dari alat-alat, proses produksi yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan pendengaran.

(19)

menimbulkan masalah sosial di tengah masyarakat. Sementara itu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan pada tahun 2000 terdapat 250 juta penduduk dunia menderita gangguan pendengaran dan 75 juta - 140 juta diantaranya terdapat di Asia Tenggara. Survei Kesehatan Indera Tahun 1993 - 1996 yang dilaksanakan di 8 Provinsi Indonesia menunjukkan prevalensi morbiditas telinga, hidung dan tenggorokan (THT) sebesar 38,6%, morbiditas telinga 18,5%, gangguan pendengaran 16,8% dan ketulian 0,4%.

Tuli akibat bising (TAB) atau noise induced hearing loss (NIHL), adalah tuli saraf yang terjadi akibat terpapar oleh bising yang cukup keras dan dalam jangka waktu yang cukup lama. Sataloff (1987) mendapati sebanyak 35juta orang Amerika menderita ketulian dan 8 juta orang diantaranya merupakan tuli akibat kerja (Depkes, 2004). The Enviromental Protection Agency (EPA) memperkirakan bahwa lebih 9 juta pekerja di industri manufaktur terpapar bising diatas 85 dB(A) (http://id.articlesnatch.com).

(20)

Pada awalnya seseorang bekerja di suasana bising maka akan merasa. Namun bila sudah lama berada dalam suasana bising maka sensitifitas terganggu disebabkan sensitifitas terhadap intensitas bunyi amat besar menurun sehingga tidak merasa begitu terganggu lagi (Adriani, 1974). Hal inilah yang menyebabkan pekerja tidak waspada akan keadaan tersebut atau hanya merasakan sedikit perubahan sehingga tidak diacuhkan, Bising yang berlangsung lama akan menyebabkan pengurangan pendengaran yang tetap atau permanen dan sukar sekali disembuhkan. Jikalau sudah terjadi pengurangan pendengaran maka pendengaran baik seperti sedia kala tidak dapat dipulihkan kembali (Soemanegara, 1975).

(21)

Untuk melindungi pendengaran manusia (pekerja) dari pengaruh buruk kebisingan, organisasi yang bergerak dalam bidang K3 seperti OSHA (Occupational Safety and Health Administration), NIOSH (National Institute for Occupational

Safety and Healt) dan lainnya telah membuat panduan dalam pelaksanaan program

konservasi pendengaran secara jelas. Upaya pencegahan bahaya kebisingan yang dilakukan pemerintah adalah dengan membuat peraturan perundangan yang mengatur nilai ambang batas (NAB) dan penggunaan alat pelindung pendengaran (APP). Di Indonesia, intensitas bising di tempat kerja yang diperkenankan adalah 85 dB untuk waktu kerja 8 jam perhari, seperti yang diatur dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja no SE.01/Men/1978 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) untuk kebisingan di tempat kerja (Roestam, 2004).

(22)

Di Industri, sumber kebisingan dapat di klasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu : 1. Mesin, kebisingan yang ditimbulkan oleh aktifitas mesin, 2. Vibrasi, kebisingan yang ditimbulkan oleh akibat getaran yang ditimbulkan akibat gesekan, benturan atau ketidak seimbangan gerakan bagian mesin. Terjadi pada roda gigi, roda gila, batang torsi, piston, fan, bearing, dan lain-lain, 3. Pergerakan udara, gas dan cairan, kebisingan ini di timbulkan akibat pergerakan udara, gas, dan cairan dalam kegiatan proses kerja industri misalnya pada pipa penyalur cairan gas, outlet pipa, gas buang, jet, flare boom, dan lain-lain.

Alat pelindung diri (APD) merupakan suatu perlengkapan yang digunakan para pekerja untuk melindungi diri dari berbagai hal yang dapat membahayakan pekerja, sehingga pekerja tidak dirugikan dari bahaya yang ada di tempat kerja. Selain dukungan dari perusahaan diharapkan juga dukungan dari pekerja karena pekerja adalah subjek dan objek dari kegiatan tersebut. Dukungan dari pekerja dapat di lihat dari ketaatan menggunakan APD yang tersedia sesuai dengan resiko penggunaannya. Selain pekerja harus menggunakan APD, mereka harus tahu resiko yang akan mereka hadapi di tempat kerja sehingga mereka benar-benar menggunakan APD yang ada dengan sebaik-baiknya sesuai dengan prosedur.

Diantara upaya yang dilakukan untuk mencegah timbulnya gangguan pendengaran akibat kebisingan adalah dengan program pengendalian kebisingan.

(23)

apabila upaya pengendalian administratif tidak berhasil dijalankan. Hal ini disebabkan resikonya masih cukup tinggi karena susahnya untuk memantau kebiasaan tenaga kerja (Olishifski, 1988).

Penelitian Kesuma, 1998 terhadap 48 pekerja bagian produksi PT. Krakatau Steel Cilegon, menunjukkan 40,6% pekerja yang menggunakan alat pelindung telinga. Demikian juga penelitian Sumbung, 2000 terhadap 204 pekerja Dryer dan Gluing pabrik kayu lapis di Bandung menunjukkan hanya 27,9% yang menggunakan alat pelindung diri. Stanbury,et al (2008), Diperkirakan 19% melaporkan kehilangan pendengaran; proporsi dengan kehilangan pendengaran meningkat tajam dengan usia. Di antara mereka dengan hilang pendengaran, 29,9% melaporkan bahwa mereka terkait dengan hilang pendengaran akibat kebisingan di tempat kerja.

Asosiasi yang ditemukan antara HL (hearing loss) / NIHL dan saat ini merokok dan kolesterol tinggi. Jadi kehilangan pendengaran di Michigan hampir 30% terjadi akibat pajanan bising di tempat kerja,dimana ini adalah sebuah kondisi yang dapat di cegah. Anjuran yang lebih baik adalah dilakukan surveilans dan program pencegahan.

(24)

PT A.T adalah perkebunan sawit swasta yang memiliki perkebunan dan pabrik,dan terletak di Tanjung Putri, Langkat. Pabrik ini memiliki 60 karyawan terpapar bising, dan berproduksi selama 24 jam yang menerapkan giliran kerja (shift), yang dibagi dalam 2 giliran kerja yaitu: giliran kerja siang mulai jam 8.00 sampai jam 17.00 dan giliran kerja sore mulai jam 17.00 sampai jam 02.00. Jam istirahat pada masing-masing giliran kerja adalah 60 menit yaitu giliran kerja siang pada jam 12.00 sampai jam 13.00 dan giliran kerja malam jam 21.00 sampai jam 22.00. Pabrik ini juga menerima kelapa sawit yang berasal dari luar perusahaan tersebut. Ada tujuh lokasi bagian proses di pabrik sawit tersebut memiliki nilai ambang batas kebisingan diatas 85 dB yaitu 85 - 108 dB yaitu turbin, boiler, sterilizer, press, klarifikasi, kernel, dan maintenance. Kebisingan di tempat kerja dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan terhadap pekerja yang terpajan kebisingan.

Salah satu aturan yang diberlakukan adalah penggunan Alat Pelindung Pendengaran yang dimaksudkan untuk memperkecil resiko gangguan pendengaran. Peraturan penggunaan APD telinga telah di berlakukan mengingat potensi bahaya yang mempunyai resiko penyakit akibat kerja yang cukup tinggi.

Untuk itu diperlukan kajian terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan APD telinga supaya gangguan pendengaran dapat di cegah sejak dini. Dengan mempertimbangkan hal-hal di atas, peneliti berusaha mencari jawaban tentang bagaimana sesungguhnya perilaku pekerja dalam menggunakan APD telinga.

(25)

1. Kebijakan/ peraturan yang diberlakukan oleh pihak manajemen,

2. Pengawasan, 3. Pelatihan/ Penyuluhan khusus, terutama tentang cara memakai dan merawat APD tersebut.

Jenis-jenis alat pelindung telinga: 1. Sumbat telinga (earplugs/insert device/aural insertprotector), dimasukkan ke dalam liang telinga sampai menutup

rapat sehingga suara tidak mencapai membran timpani. Beberapa tipe sumbat telinga : formable type, custom-molded type, premolded type. Sumbat telinga bisa mengurangi bising s/d 30 dB lebih, 2. Tutup telinga (earmuff/protective caps/circumauralprotectors), menutupi seluruh telinga eksternal dan dipergunakan

untuk mengurangi bising s/d 40- 50 dB frekuensi 100 – 8000 Hz, 3. Helmet/ enclosure, menutupi seluruh kepala dan digunakan untuk mengurangi maksimum 35

dBA pada 250 Hz sampai 50 dB pada frekuensi tinggi. APD ini harus tersedia di tempat kerja tanpa harus membebani pekerja dari segi biaya, perusahaan harus menyediakan APD ini ( Roestam, 2004).

Faktor-faktor yang menyebabkan kesakitan dilokasi penelitian adalah kebisingan yang sudah melampaui nilai ambang batas yang berasal dari mesin pabrik sawit yang mengolahnya menjadi CPO. Ada tujuh lokasi di pabrik sawit tersebut memiliki nilai ambang batas kebisingan diatas 85 dB.

(26)

yang di alami pada umumnya pekerja pabrik. Pekerja bekerja selama 9 jam/hari dalam satu shift kerja.

Selain itu ketika pengamatan sesaat di lapangan di jumpai pekerja yang sering lalai bahkan tidak menggunakan APD dan berbicara dengan suara yang keras saat bekerja. Sehingga hal ini merupakan hazard untuk kesehatan telinga pekerjanya. Perilaku pekerja yang sering lalai bahkan tidak mau menggunakan APD telinga banyak di pengaruhi oleh berbagai faktor, namun hingga kini belum pernah di teliti bagaimana pelaksanaan penggunaan APD di perusahaan ini.

Sehubungan dengan kondisi tersebut penulis ingin meneliti pengaruh kebijakan, pengawasan dan pelatihan penggunaan alat pelindung pendengaran terhadap gangguan pendengaran pada pekerja pabrik sawit bagian proses PT.A.T.

1.2. Permasalahan

Bagaimana pengaruh kebijakan, pengawasan, pelatihan penggunaan Alat Pelindung Pendengaran dengan gangguan pendengaran pada pekerja pabrik sawit bagian proses PT A.T.

1.3. Tujuan

1. Menganalisis pengaruh kebijakkan/peraturan penggunaan APD telinga terhadap gangguan pendengaran.

(27)

3. Menganalisis pengaruh pelatihan penggunaan APD telinga terhadap gangguan pendengaran.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh antara kebijakan/peraturan, pengawasan dan pelatihan menggunakan alat pelindung pendengaran terhadap gangguan pendengaran.

1.5. Manfaat

1. Sebagai masukan bagi perusahaan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan APD telinga yang berguna dalam penentuan kebijakan perusahaan terhadap pekerja dalam melaksanakan dan mematuhi standard operasional yang ditetapkan pihak perusahaan.

2. Agar pekerja mengetahui pentingnya penggunaan APD telinga dan bahayanya apabila tidak menggunakannya terhadap fungsi pendengaran.

3. Menambah wawasan penulis dan pengalaman belajar dengan mengetahui substansi keilmuan tentang APD telinga.

(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bising

Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Secara audiologik bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi. Bising yang intensitasnya 85 desibel (dB) atau lebih dapat mengakibatkan kerusakan pada reseptor pendengaran Corti di telinga dalam. Yang sering mengalami kerusakan adalah alat Corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 3000 Herzt (Hz) sampai dengan 6000 Hz dan yang terberat kerusakan alat Corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 4000 Hz ( Bashiruddin dan Soetirto, 2007)

2.1.1. Gangguan Pendengaran

Adalah perubahan pada tingkat pendengaran yang berakibat kesulitan dalam melaksanakan kehidupan normal,biasanya dalam hal memahami pembicaraan (Buchari, 2007).

(29)

ikut bergetar. Gerakan cairan ini membuat sel-sel rambut terangsang. Rangsangan inilah yang ditangkap saraf pendengaran yang akhirnya diteruskan ke otak. Manusia normal mampu mendengar suara berfrekuensi 20-20.000Hz (satuan suara berdasarkan perhitungan jumlah getaran sumber bunyi per detik) dengan intensitas atau tingkat kekerasan di bawah 80 desibel (dB).

Bunyi di atas 80 dB kalau terus menerus dan dipaksakan bisa merusak pendengaran karena bisa mematikan fungsi sel-sel rambut dalam sistem pendengaran. Gejala awal seringkali tidak dirasakan kecuali telinga berdengung, kemudian diikuti oleh menurunnya pendengaran (Meyer, S.F., 2002)

(30)

Gangguan pendengaran dibagi atas :

1. Tuli konduktif : Gangguan terjadi pada telinga luar dan tengah

2. Tuli saraf : Gangguan terjadi pada telinga dalam (cochlea dan akustikus) Ciri dari tuli saraf yaitu ketidak sesuaian suara percakapan, tinitus, umumnya gangguan pendengaran terhadap suara frekuensi tinggi, dan suara yang ada disekeliling menimbulkan kesulitan saat mendengar.

Kebisingan dapat menyebabkan terjadinya tuli saraf, karena terpapar bahaya kebisingan mengakibatkan ketulian melalui destruksi sel-sel rambut pada cochlea

3. Tuli campuran : Gangguan terjadi pada telinga luar, tengah dan dalam (Adnan.A., 2008)

Menurut ISO derajat ketulian adalah sebagai berikut :

 Jika peningkatan ambang dengar antara 0-<25dB, masih normal

 Jika peningkatan ambang dengar antara 26-40 dB, disebut tuli ringan

 Jika peningkatan ambang dengar antara 41-60dB, disebut tuli sedang

 Jika peningkatan ambang dengar antara 61-90dB, disebut tuli berat

 Jika peningkatan ambang dengar >90dB , disebut tuli sangat berat

(31)

2.1.2. Jenis bising:

a. Bising kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas:

Bising ini relatif tetap dalam batas kurang lebih 5 dB untuk perode 0,5 detik berturut-turut,misalnya mesin, kipas angin, dapur pijar.

b. Bising kontinyu dengan spektrum frekuansi yang sempit:

Bising ini juga relatif tetap, tetapi ia hanya mempunyai frekuensi tertentu saja(pada 500,1000,4000Hz), misalnya gergaji serkuler, katup gas.

c. Bising terputus-putus (intermitten):

Bising tidak terjadi secara terusmenerus, melainkan ada periode relatif tenang (Adnan, A., 2008)

2.1.3. Peraturan tentang nilai ambang batas bising

Peraturan yang berlaku di Indonesia tentang bising ditempat kerja yang diperbolehkan adalah :

Tabel 2.1. Peraturan Pemerintah Indonesia mengenai kebisingan tercantum dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep-51/MEN/1999

Duration Hour per day Noise Intensitas (dBA)

(32)

Tabel. 2.1. (Lanjutan)

Duration Hour per day Noise Intensitas (dBA)

14,06 118

7,03 121

3,52 124

1,76 127

0,88 130

0,44 133

0,22 136

0,11 139

2.1.4. Efek bising a. Efek nonauditori

Telah dilaporkan berbagai penelitian yang menguraikan berbagai penelitian yang menguraikan berbagai efek bising terhadap kesehatan Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai suatu tingkat kesehatan fisik,mental,dan sosial.

Dianggap bahwa bising dapat menimbulkan tekanan darah tinggi,penyakit vaskuler dan gastrointestinal.

(33)

pernapasan berupa takipneu, dan respon sistim kardiovaskuler berupa takikardia, meningkatnya tekanan darah, dan sebagainya. Namun dapat pula terjadi respon pupil mata berupa miosis, respon gastrointestinal yang dapat berupa gangguan dismotilitas sampai timbulnya keluhan dispepsia, serta dapat terjadi pecahnya organ-organ tubuh selain gendang telinga (yang paling rentan adalah paru-paru). Efek jangka panjang terjadi akibat adanya pengaruh hormonal. Efek ini dapat berupa gangguan homeostasis tubuh karena hilangnya keseimbangan simpatis dan parasimpatis yang secara klinis dapat berupa keluhan psikosomatik akibat gangguan saraf otonom, serta aktivasi hormon kelenjar adrenal seperti hipertensi, disritmia jantung, dan sebagainya (Arifiani, 2004)

2. Gangguan komunikasi

Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan kejelasan suara.

Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan keselamatan seseorang. 3. Gangguan Keseimbangan

(34)

b. Efek auditori

Glorig (1961) dan stafnya sehubungan dengan ambang temporer dan permanen , Secara umum efek kebisingan terhadap pendengaran dapat dibagi atas kategori yaitu :

1. Noise Induced Temporary Threshold Shift (TTS)

Pada keadaan ini terjadi kenaikan nilai ambang pendengaran secara sementara setelah adanya pajanan terhadap suara dan bersifat reversibel. Untuk menghindari kelelahan auditorik, maka ambang pendengaran diukur kembali 2 menit setelah pajanan suara.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pergeseran nilai ambang pendengaran ini adalah level suara, durasi pajanan, frekuensi yang diuji, spekrum suara, dan faktor-faktor lain seperti usia, jenis kelamin, status kesehatan, obat-obatan (beberapa obat dapat bersifat ototoksik sehingga menimbulkan kerusakan permanen), dan keadaan pendengaran sebelum pajanan.

2. Noise Induced Permanent Threshold Shift ( NIPTS )

Biasanya akibat waktu paparan yang lama (kronis). Berbeda dengan TTS, maka NIPTS mempunyai alat othologis dan menetap. Ketulian disini disebut sebagai tuli perseptif atau tuli sensorial (Meyer, S.F.,2002)

(35)

setelah bekerja 4 jam, apalagi kalau suara mesinnya kasar dan membosankan. Atau, bila perlu mengenakan penutup telinga.(Depkes, 2004)

2.2. Faktor- faktor yang mempengaruhi penggunaan APP 2.2.1. Kebijakan/Peraturan

Kebijakan dalam bentuk peraturan-peraturan yang merupakan suatu perangkat yang penting dalam pelaksanaan K3. Kepastian hukum yang kuat akan memberikan kemantapan dalam pengawasan. Karena bila diberi teguran dan peringatan tidak dihiraukan maka perangkat peraturanlah yang akan berperan dalam hal pemberian sangsi. Maka peraturan yang berkaitan dengan situasi kerja merupakan upaya yang dilakukan dalam meningkatkan K3 (ILO, 1989).

Adanya kebijakan dalam bentuk sanksi dan pemberian penghargaan/hadiah ternyata mempunyai makna dalam meningkatkan motivasi pekerja dalam menggunakan APP, dalam hal ini sesuai dengan pendapat martomulyono (2000), yang menyatakan dengan memberikan penghargaan setiap jangka waktu tertentu kepada pekerja yang patuh memakai APP adalah upaya memberikan motivasi berperilaku dalam jangka yang panjang (permanen).

(36)

Para pemimpin perusahaan sebaiknya menaruh perhatian besar terhadap kelompok karyawan dengan intensitas yang tinggi, Mardi (2007) misalnya dalam bentuk peraturan menggunakan alat pelindung pendengaran.

2.2.2. Pengawasan

Pengawasan merupakan kegiatan rutin dalam bentuk observasi harian terhadap penggunaan APP yang dilakukan oleh pengawas yang ditunjuk dan umumnya dirancang sendiri untuk melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan kerja bawahannya. Tenaga kerja harus diawasi pada waktu mereka bekerja untuk memastikan bahwa mereka terus menerus menggunakan secara benar (Olishifski, 1988)

Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi tentang perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan. Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan (Slamet, S.S., 2007)

(37)

2.2.3. Alat pelindung telinga

Syarat-syarat alat pelindung telinga :

1. Kecocokan; alat pelindung telinga tidak akan memberikan perlindungan bila tidak dapat menutupi liang telinga rapat-rapat.

2. Nyaman dipakai; tenaga kerja tidak akan menggunakan APD ini bila tidak nyaman dipakai.

Jenis-jenis alat pelindung telinga :

1. Sumbat telinga (earplugs/insert device/aural insertprotector)

Dimasukkan ke dalam liang telinga sampai menutup rapat sehingga suara tidak mencapai membran timpani.

Beberapa tipe sumbat telinga : a. formable type

b. custom-molded type

c. premolded type

Sumbat telinga bisa mengurangi bising s/d 30 dB.

2. Tutup telinga (earmuff/protective caps/circumauralprotectors)

(38)

3. Helmet/ enclosure

Menutupi seluruh kepala dan digunakan untuk mengurangi maksimum 35 dBA pada 250 Hz sampai 50 dB pada frekuensi tinggi

Pemilihan alat pelindung telinga :

1. Earplug bila bising antara 85 – 200 dBA 2. Earmuff bila di atas 100 dBA

3. Kemudahan pemakaian, biaya, kemudahan membersihkan dan kenyamanan (Roestam, 2004)

Merawat dan memelihara Ear Plug/Ear Muff:

1. Agar tetap dalam kondisi bagus, maka selalu bersihkan ear plug jika kotor dengan air hangat bila perlu dicampur dengan larutan pembunuh kuman atau jamur.

2. Jika ear muff / ear plug tidak dipakai, simpan di dalam tempat penyimpanan yang kering atau tidak lembab atau tempat yang telah disediakan.

3. Jangan sekali-kali memodifikasi ukuran dan bentuk ear plug atau ear muff yang telah disediakan (Achmadi, R.,dkk, 2008)

(39)

Tabel 2.2. Kriteria Penggunaan APD

dBA Pemakaian APD Pemilihan APD

< 85 Tidak wajib/perlu Bebas memilih

85 – 89 Optional Bebas memilih

90 – 94 Wajib Bebas memilih

95 – 99 Wajib Pilihan terbatas

> 100 Wajib Pilihan sangat terbatas

Sumber: Roestam, 2004

APD ini harus tersedia di tempat kerja tanpa harus membebani pekerja dari segi biaya, perusahaan harus menyediakan APD ini. Cara terbaik sebenarnya bukan penggunaan APD tetapi pengendalian secara teknis pada sumber suara. ( Roestam, 2004)

2.2.4. Pelatihan dan pendidikan

(40)

Pelatihan dilakukan terutama tentang cara memakai dan merawat APD tersebut. Training/ pelatihan ini mencakup:

a. tujuan alat pelindung telinga, b. Macam tipe alat pelindung telinga,

c. Pemilihan, penggunaan serta perawatan alat pelindung telinga,

d. Pemecahan permasalah yang timbul seputar penggunaan alat pelindung

( Adnan, 2008)

Para pemimpin perusahaan menurut Mardi (2007) sebaiknya melakukan pelatihan keselamatan kerja menggunakan alat pelindung pendengaran terhadap karyawan yang bekerja pada intensitas yang tinggi untuk mencegah naiknya ambang pendengaran.

2.3. Landasan Teori

Berbagai studi epidemiologi yang telah banyak dilakukan, diantaranya adalah sebagai berikut :

(41)

digalakkan penggunaan alat pelindung telinga. Selain itu sebaiknya dilakukan pemeriksaan audiometri secara berkala,sehingga dapat segera diketahui adanya gangguan pendengaran secara dini. Bedakan untuk penerimaan pekerja baru juga perlu diadakan pemeriksaan audiometri untuk mengetahui apakah calon pekerja tersebut layak bekerja di lingkungan kerja yang bising. 2. Penelitian Indra ( 2004 ), 54,5% pekerja yang berprilaku tidak baik dalam

penggunaan APD telinga dan 45,5% pekerja yang berprilaku baik. Terdapat hubungan yang bermakna antara variabel pengetahuan tentang APD telinga,kebijakan,dan pelatihan terhadap penggunaan APD telinga.

3. Penelitian Mardi ( 2004 ), (1) ada perbedaan signifikan (p< 0,05) umur, pendidikan, pelatihan terhadap ambang pendengaran namun pengalaman tidak ada perbedaan yang bermakna,

(42)

4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Petugas yang selalu menggunakan alat pelindung telinga sebanyak 7 orang (33,3%) mengalami penurunan tajam dengar dan petugas yang tidak menggunakan alat pelindung telinga 16 orang (94,1%) mengalami penurunan tajam dengar. (I W Putra Yadnya , N Adi Putra dan I W Redi Aryanta, 2008).

5. Penelitian Mulyadi (2003), hubungan antara durasi/pajanan dengan keluhan gangguan pendengaran dengan nilai p=0,054 dan OR=7,955 demikian juga intensitas kebisingan didapatkan hubungan dengan keluhan gangguan pendengaran dengan nilai p=0,011.

6. Penelitian Perihatna H (2009), Dengan hasil skor tingkat pengetahuan kategori baik tidak ada, cukup 17 orang, kurang 49 orang. Ketaatan pemakaian alat pelindung telinga kategori selalu memakai 28 orang, sering 9 orang, kadang 12orang, tidak pernah 17 orang. Hasil korelasi dengan uji Spearman didapatkan hasil p= 0,587 (p>0,05). Tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan tentang bahaya kebisingan dengan ketaatan pemakaian alat pelindung telinga.

(43)

2.4.Variabel Penelitian

a. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi terhadap segala sesuatu gejala. Variabel bebas (X) adalah Kebijakan/Peraturan APP, Pengawasan penggunaan

APP dan Pelatihan APP. b. Variabel terikat :

Variabel terikat adalah variabel yang akan dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel terikat (Y) adalah gangguan pendengaran

c. Variabel confounder

Variabel confounder adalah umur, masa kerja, area proses

2.5. Kerangka Konsep

(44)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian berupa penelitian kuantitatif dengan rancangan Quasi Eksperimen pretest dan post test control group design yaitu kelompok perlakuan dan

kelompok tanpa perlakuan

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 3.1.1. Lokasi penelitian

Penelitian dilaksanakan pada pabrik sawit yang berlokasi di Tanjung Putri, Langkat. Alasan pemilihan lokasi disebabkan dalam menjalankan kegiatan produksi sehari-hari menimbulkan bunyi bising kira-kira 97 dB (A). Survei awal yang dilakukan diketahui bahwa ada keluhan pening dan berbicara dengan suara yang keras selama bekerja yang dialami para pekerja.

3.1.2. Waktu penelitian

(45)

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah pekerja di pabrik yang memiliki intensitas kebisingan diatas 85 dB (A) yang berjumlah 60 orang.

3.3.2. Sampel

Jumlah sampel dalam penelitian dibatasi dengan kriteria inklusi sebagai berikut :

a. Pekerja bagian proses

Di pabrik sawit yang memiliki intensitas bising diatas NAB(nilai ambang batas) adalah dibagian proses.

b. Pemeriksaan kesehatan fungsi pendengaran awal kerja (N)

Setiap ada penerimaan pekerja yang baru maka pihak perusahaan selalu melakukan tes kesehatan, termasuk tes audiometri (fungsi pendengaran). c. Umur responden 20- 39 tahun.

Sensitivitas pendengaran seseorang akan turun mulai usia 40 tahun. Seiring dengan bertambahnya usia maka degenerasi organ pendengaran dapat terjadi dan fungsinya juga mengalami penurunan. Dengan adanya kebisingan, seseorang akan lebih cepat mengalami degradasi pada indera pendengarannya (http://www.lipi.go.id/www.cgi).

d. Tidak memakai obat-obat ototoksik

(46)

Penggunaan obat tersebut dalam jangka waktu lama akan menyebabkan degenerasi sel-sel rambut koklea (Bashiruddin, 2008)

e. Tidak menderita pilek yang lama

Penyakit batuk dan pilek yang lama tidak diobati memiliki andil terjadinya radang telinga atau Otitis media yang dapat menyebabkan tuli.

Bila otitis media akut tersebut tidak segera ditangani atau diobati bisa berkembang dan menjadi lebih parah sehingga berubah menjadi otitis media kronis. Dan jika hal itu terjadi, penderita berpotensi mengalami gangguan pendengaran alias tuli saraf atau bahkan mengalami komplikasi organ tubuh lainnya. Otitis media akut sebenarnya juga bisa mengakibatkan tuli pada pendengaran. Hanya saja, tuli yang terjadi belum permanen atau bisa pulih kembali setelah diobati (Meyer, S.F., 2002).

f. Tidak ada kotoran telinga.

Jika ada kotoran telinga/ serumen maka hal ini akan mengurangi tajam pendengaran (Meyer, S.F., 2002).

g. Masa kerja 6- 7 tahun.

Masa kerja diatas 5 tahun mempunyai hubungan signifikan dengan terjadinya penurunan ketajaman pendengaran (Rampal, 2010).

(47)

3.4. Metode Pengumpulan Data :

1. Data primer yaitu data yang diambil langsung dari responden melalui kuesioner, sound level meter, audiometer dan observasi.

2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dan dikumpulkan dari laporan, dokumentasi maupun rujukan lainnya dari PT A.T.

3.4.1. Jalan penelitian :

Penelitian didahului dengan menentukan 25 kelompok perlakuan dan 25 kelompok kontrol.

1. Pretest.

Sebelum dilakukan perlakuan maka dilakukan pretes audiometri terhadap kelompok perlakuan dan kontrol untuk mengukur fungsi pendengaran pekerja.

2. Intervensi.

(48)

Gambar 3.1 Pelatihan tentang APP terhadap Pekerja Pabrik Kelapa Sawit

Dimana pelatihan dilakukan secara kelompok-kelompok kecil supaya tidak mengganggu pekerjaan para pekerja.

Kemudian pada pengawasan dapat dilihat pada kelompok perlakuan memakai APP dengan terus menerus, ini dapat dilihat pada gambar 3.2. :

(49)

3. Postest

Setelah 3 bulan dilakukan tes audiometri pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.

3.4.2. Alat Penelitian

Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini, yaitu :

1. Sound Level meter (SLM) Merek Larson Davis Type LXT Track Prosedur pengoperasian :

a. Geser A/C weighting selector keposisi “A” atau “C” untuk menentukan tingkat bunyi yang diukur.

b. Menentukan range (rentang) pengukuran yang tepat dengan memilih range selector hingga ke toleransi angka tampilan minimum. Bila pada sudut kiri

display menunjukkan “?” ini berarti tempat pilihan rentang terlalu tinggi atau

rendah.

c. Pegang alat pada tangan dan arahkan microphone pada sumber bising yang diukur, tingkat intensitas bunyi akan ditampilkan pada display dalam satuan decible (dB).

(50)

Gambar 3.3 Sound Level Meter Spesifikasi sound level meter :

Range : 100dB , Accuracy : ± 3 dB, Weighting : “A” dan “C”, Respons time : Fast,

slow, impulse, Michrophone : 1” electrict condensor type, Analog output : AC 0,707

Vms

Dalam penelitian ini, pengukuran bising di lakukan pada bagian turbin, boiler, sterilizer, press, klarifikasi, kernel, dan maintenance.

2. Screening AudiometerModel QH 10 buatan Quadrant Instruments Australia. Prosedur pengoperasian :

a. Subjek memakai earphone, yang merah menutupi telinga kanan dan biru menutupi telinga kiri, yakinkan bahwa earphone berada tepat pada tempatnya.

(51)

c. Tekan tombol bunyi dan tahan, naikkan level intensitas bunyi hingga subjek memberi respon kemudian tombol bunyi dilepas.

a. Kurangi level intensitas bunyi 10 dB dan timbulkan bunyi sekitar 1 detik

b. Jika subjek memberi respon kurangi level bunyi berikutnya dengan 10 dB. Ulangi prosedur ini hingga subjek gagal memberikan respon. d. Saat subjek gagal memberikan respon naikkan level intensitas bunyi sebesar

5 dB dan test lagi dengan 3 kali sinyal bunyi. Jika respon subjek hanya 1 dari 3 kali sinyal bunyi, naikkan level bunyi sebanyak 5 dB dan ulangi. e. Jika subjek gagal memberi respon 2 dari 3 kali bunyi, turunkan level bunyi

dengan 5dB dan kembali timbulkan 3 kali sinyal bunyi. Level terendah adalah dimana subjek memberikan respon 2 kali dari 3 sinyal bunyi yang diberikan diambil sebagai batas terendah level pendengaran.

f. Test frekuensi diatas 1000 Hz dengan cara yang sama kemudian test kembali 1000 Hz untuk menjamin kemampuan pengulangan dari alat. Jika hasil yang didapat tidak sesuai, ulangi test hingga hasilnya sama. Akhirnya lakukan test pada frekuensi 500 Hz.

Klasifikasi derajat ketulian (menurut WHO) : 1. Mild  26-40 dB

(52)

5. Profound  more than 91 dB

Gambar 3.4. Ruang audiometri

3.5. Variabel dan Definisi Operasional (DO)

1. Kebijakan adalah kegiatan manajemen perusahaan melaksanakan peraturan perundangan yang ada.

Cara ukur : menanyakan kepada pekerja mengenai ada tidaknya peraturan/sangsi atau penghargaan dari perusahaan terhadap pekerja dalam penggunaan APD telinga selain itu menanyakan kepada pihak manajemen perusahaan. Alat ukur : kuesioner

(53)

2. Pengawasan adalah kegiatan pemantauan yang dilakukan pengawas yang telah ditunjuk pihak manajemen terhadap penggunaan APD telinga yang digunakan pekerja.

Cara ukur : melakukan pengamatan terhadap perilaku pekerja 6 kali dalam 2 shift masing-masing shift 3 kali pengamatan selama 3 bulan. Alat ukur : lembar observasi

Skala : interval

Hasil ukur : 1. Patuh >= 69,76 2.Tidak patuh 0 – 69,75

3. Pelatihan adalah memberikan informasi mengenai Alat Pelindung Telinga dan bahaya bila tidak menggunakan ditempat kerja.

Cara ukur : menanyakan kepada responden mengenai pelatihan mengenai APD telinga yang di terima dan khususnya bahaya kerja ditempat bising.

Alat ukur : Kuesioner Skala : interval

Hasil ukur : 1. Baik >= 13,04 2.Tidak baik 0 – 13,03

4. Gangguan pendengaran adalah perubahan pada tingkat pendengaran yang diakibatkan terpapar bising secara terus menerus.

(54)

Alat ukur : Audometer Skala : Interval Hasil ukur :

1. Normal : < 26 dB 2. Mild : 26-40 dB 3. Moderate: 41-55 dB

4. Moderate severe : 56-70 dB 5. Severe : 71-91 dB

6. Profound : more than 91 dB

3.6. Metode Pengukuran

Adapun variabel dalam penelitian ini adalah variabel terikat (dependen) dan variabel bebas (independen), yaitu :

No Variabel Definisi Operasional

Kuesioner Ada tidaknya

(55)

Metode Pengukuran ( lanjutan) No Variabel Definisi

Operasional

4. Pengawasan Perilaku

responden

5 Pelatihan Kegiatan melatih

3.7. Metode Analisis Data

Data yang di peroleh dianalisa melalui proses pengolahan data yang

mencakup kegiatan- kegiatan sebagai berikut :

a. Editing, penyuntingan data yang dilakukan untuk menghindari kesalahan atau

kemungkinan adanya kuesioner yang belum terisi.

b. Coding, pemberian kode dan skoring pada tiap jawaban untuk memudahkan

proses entry data.

c. Entry data, setelah proses coding dilakukan pemasukkan data ke komputer.

d. Cleaning, sebelum analisa data dilakukan pengecekan dan perbaikan terhadap

data yang sudah masuk.

e. Analisa data diperoleh dengan menggunakan perhitungan uji statistik

(56)

f. Analisa univariat, untuk melihat gambaran dan karakterisik setiap variabel

independen (bebas) serta variabel dependen (terikat).

g. Analisa data bivariat, masing-masing variabel independen dihubungkan

dengan variabel dependen digunakan uji t dependen.

h. Analisa data secara multivariat dilakukan dengan menggunakan uji regresi

(57)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Perusahaan

Pabrik Kelapa Sawit PT A.T Langkat adalah salah satu perusahaan penanaman modal dalam negri memproduksi minyak mentah kelapa atau Crude Palm Oil (CPO) dengan menggunakan bahan baku Tandan Buah Sawit (TBS)

dimulai sejak tahun 2003 berada di Tanjung Putri Kabupaten Langkat. Dalam kegiatan proses produksi, perusahaan menggunakan mesin otomatis dan manual. Perusahaan selain menghasilkan CPO, juga inti sawit dan cangkang yang mana sebagian cangkangnya dibakar untuk energi di Boiler dan sebagian dijual.

Secara umum proses produksi CPO di PT A.T terdiri dari beberapa bagian: penimbangan Tandan Buah segar (TBS) kemudian dibawa ke loading ramp selanjutnya dipindahkan ke lori melalui Transfer Troly dimasukkan kedalam mesin Sterilizer (perebusan). Setelah mengalami proses di Sterilizer, dengan menggunakan

Hoist Crane selanjutya dimasukkan kedalam Threshing yang menghasilkan

(58)

menjadi CPO. Kapasitas mesin produksi CPO rata-rata 50 ton/jam. Tahapan proses Crude Palm Oil terdapat pada flowchart lampiran 1.

4.2. Analisa Univariat

Analisa univariat untuk untuk menjelaskan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Hasil analisa unvariat variabel dependen dan variabel independen dapat dilihat pada tabel-tabel dibawah ini:

4.2.1. Bagian Proses

Tabel 4.2 Distribusi Bagian – Bagian Proses di Pabrik Kelapa Sawit PT. A.T.

Bagian Frekuensi Presentase

Press 11 22,0 Boiler 7 14,0

Maintenance 9 18,0

Sterilizer 6 12,0

Turbin 3 6,0

Klarifikasi 6 12,0

Kernel 8 16,0 Jumlah 50 100,0 Berdasarkan data yang dikumpulkan pada penelitian ini mengenai bagian-

bagian proses (>NAB ) pabrik sawit tersebut, maka menurut tabel 4.2. paling banyak pekerja terdapat di bagian press dengan frekuensi sebesar 22%. Dan yang paling sedikit pekerja terdapat dibagian Turbin sebanyak 6%.

4.2.2. Umur

(59)

Tabel 4.3 Distribusi Umur Pekerja Pabrik Kelapa Sawit PT A.T.

Umur Frekuensi Persentase

25- 27 17 34

28-30 14 28

31-33 12 24

34-36 7 14

Jumlah 50 100

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok umur yang paling banyak adalah kelompok 25- 27 sebesar 34%. Sedangkan kelompok umur yang paling sedikit di kelompok umur 34- 36 yaitu sebesar 14%. Hal ini menyatakan bahwa umur sampel di Pabrik Kelapa Sawit PT.A.T. masih tergolong produktif.

4.2.3. Masa kerja

Distribusi sampel pekerja pabrik kelapa sawit di PT.A.T. berdasarkan masa kerja menurut tabel 4.4

Tabel 4.4 Distribusi Masa Kerja Pekerja Pabrik Kelapa Sawit di PT.A.T

Masa kerja (tahun) Frekuensi Persentase

6 39 78

7 11 22

Jumlah 50 100

(60)

4.2.4. Kebijakan/Peraturan Penggunaan APP

Hasil dari kuesioner yang diberikan hanya pada kelompok perlakuan maka didapatkan pada tebel 4.5. yaitu:

Tabel 4.5. Distribusi Responden tentang Kebijakan/Peraturan penggunaan APP

Variabel N Persentase Patuh 20 80

Tidak Patuh 5 20

Jumlah 25 100

Menurut tabel diatas maka yang paling banyak jumlah sampel yang patuh terhadap kebijakan/peraturan penggunaan APP sebanyak 20 orang (80%) dan paling sedikit pada sampel yang tidak patuh terhadap kebijakan/peraturan penggunaan APP yaitu 5 orang (20%). Jadi besar proporsi kebijakan yaitu 80%.

4.2.5. Pelatihan Penggunaan APP

Hasil penelitian di PKS tersebut didapatkan jumlah pekerja pada kelompok perlakuan tentang pelatihn penggunaan APP dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.6. Distribusi Responden tentang Pelatihan Penggunaan APP

Variabel N Persentase Baik 22 88

Tidak Baik 3 12

Jumlah 25 100

(61)

4.2.6. Pengawasan Penggunaan APP

Dari hasil penelitian tentang pengawasan penggunaan APP pada kelompok perlakuan saja didapatkan hasil seperti tabel dibawah ini :

Tabel 4.7. Distribusi Responden tentang Pengawasan Penggunaan APP

Variabel N Persentase Patuh 20 80

Tidak Patuh 5 20

Jumlah 25 100 Maka diperoleh bahwa paling banyak jumlah sampel yang patuh terhadap

pengawasan penggunaan APP sebanyak 20 orang (80%), sedangkan paling sedikit pada yang tidak patuh terhadap pengawasan pnggunaan APP sebanyak 5 orang (20%). Jadi besar proporsi pengawasan yaitu 80%.

4.2.7. Gangguan Pendengaran

Hasil pemeriksaan fungsi pendengaran telinga kanan pekerja Pabrik Kelapa Sawit PT.A.T. sebelum intervensi pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel- tabel dibawah ini :

A. Kelompok Perlakuan a. Telinga Kanan

Tabel 4.8. Distribusi Gangguan Pendengaran Telinga Kanan Sebelum

Gangguan Pendengaran Frekuensi Persentase

Normal 9 36

Mild 15 60

Moderate 1 4

(62)

Dimana sesuai tabel diatas maka gangguan pendengaran telinga kanan sebelum intervensi paling banyak pada derajat mild yaitu sebesar 60%, sedangkan paling sedikit di derajat moderate sebesar 4%.

Tabel 4.9. Distribusi Gangguan Pendengaran Telinga Kanan Sesudah

Gangguan Pendengaran Frekuensi Presentase

Normal 19 76

Mild 5 20

Moderate 1 4

Jumlah 25 100

Dimana sesuai tabel diatas maka gangguan pendengaran telinga kanan sesudah diintervensi paling banyak pada derajat normal yaitu sebesar 76 %, sedangkan paling sedikit di derajat moderate sebesar 4%.

b. Telinga Kiri

Tabel 4.10. Distribusi Gangguan Pendengaran Kiri Sebelum intervensi

Gangguan pendengaran Frekuensi Persentase

Normal 8 32

Mild 16 64

Moderate 1 4

Jumlah 25 100

Dimana menurut tabel diatas paling banyak pada derajat mild sebesar 64%, dan yang paling sedikit pada derajat moderate yaitu 4 %.

Tabel 4.11. Distribusi Gangguan Pendengaran Kiri Sesudah Intervensi Gangguan pendengaran Frekuensi Persentase

Normal 19 76

Mild 5 20

Moderate 1 4

(63)

Dari hasil diatas maka sesudah intervensi telinga kiri maka paling banyak di gangguan pendengaran derajat normal 76%dan yang paling sedikit derajat moderate yaitu 4%.

B. Kelompok Kontrol a. Telinga Kanan

Tabel 4.12. Distribusi Gangguan Pendengaran Kanan Sebelum

Gangguan Pendengaran Frekuensi Persentase

Normal 5 20

Mild 20 80

Moderate 0 0

Jumlah 25 100

Dimana sesuai tabel diatas maka gangguan pendengaran telinga kanan sebelum intervensi paling banyak pada derajat mild yaitu sebesar 80%, sedangkan paling sedikit di derajat moderate sebesar 0%.

Tabel 4.13. Distribusi Gangguan Pendengaran Kanan Sesudah

Gangguan Pendengaran Frekuensi Persentase

Normal 3 12

Mild 22 88

Moderate 0 0

Jumlah 25 100

(64)

b. Telinga Kiri

Tabel 4.14. Distribusi Gangguan Pendengaran Kiri Sebelum

Gangguan Pendengaran Frekuensi Persentase

Normal 4 16

Mild 17 68

Moderate 4 16

Jumlah 25 100

Dimana menurut tabel diatas paling banyak pada derajat mild sebesar 68%,

dan yang paling sedikit pada derajat normal dan moderate masing-masing sebesar 16 %.

Tabel 4.15. Distribusi Gangguan Pendengaran Kiri Sesudah

Gangguan Pendengaran Frekuensi Persentase

Normal 2 8

Mild 18 72

Moderate 5 20

Jumlah 25 100

Dari hasil diatas maka sesudah intervensi telinga kiri maka paling banyak di gangguan pendengaran derajat normal dan derajat mild yaitu 72%. Yang paling sedikit pada derajat normal sebesar yaitu 8%.

4.3. Analisa Bivariat

(65)

APP dan pengawasan penggunaan APP) dengan yang tidak diberikan perlakuan sebelum dan sesudah intervensi selama 3 bulan.

4.3.1. Kelompok Perlakuan A. Telinga Kanan

Tabel 4.16. Rata-rata Gangguan Pendengaran Kanan Sebelum dan Sesudah

Variabel Rata-rata

Sebelum intervensi 1,68

Sesudah intervensi 1,28

P value 0,002

Pada hasil pengukuran diatas maka rata-rata gangguan pendengaran telinga kanan pada kelompok perlakuan sebelum intervensi sebesar 1,68 dan mengalami penurunan setelah intervensi selama 3 bulan menjadi 1,28. Jika diuji dengan menggunakan uji t berpasangan hasilnya bermakna karena terjadi penurunan setelah diintervensi gangguan pendengarannya yaitu nilai p = 0,002 atau p value< 0,05 artinya hal ini menjelaskan bahwa ada pengaruh intervensi (kebijakan/peraturan APP, pelatihan APP dan pengawasan APP) terhadap gangguan pendengaran dengan kata lain intervensi dapat menurunkan gangguan pendengaran pekerja pada pabrik kelapa sawit P.T. A.T. di Kabupaten Langkat.

B. Telinga Kiri

Tabel 4.17. Rata-rata Gangguan PendengaranKiri Sebelum dan Sesudah

Variabel Rata-rata

Sebelum intervensi 1,72

Sesudah intervensi 1,24

(66)

Dari hasil pengukuran diatas nilai rata-rata telinga kiri pada kelompok perlakuan sebelum intervensi sebesar 1,72 dan setelah intervensi mengalami penurunan menjadi 1,24. Jadi diuji dengan menggunakan uji t berpasangan hasilnya bermakna karena nilai p = 0.000 atau (p< 0,05) berarti dengan perlakuan kebijakan/peraturan APP, pelatihan APP dan pengawasan APP dapat menurunkan gangguan pendengaran pekerja pada pabrik kelapa sawit P.T. A.T. di Kabupaten Langkat

4.3.2. Kelompok Kontrol A. Telinga Kanan

Tabel 4.18. Rata-rata Gangguan Pendengaran Kanan Sebelum dan Sesudah

Variabel Rata-rata Sebelum 1,80

Sesudah 1,88

Pvalue 0,161 Sedangkan untuk kelompok kontrol memiliki nilai rata-rata sebelum sebesar

(67)

B. Telinga Kiri

Tabel 4.19. Rata-rata Gangguan Pendengaran Kiri Sebelum dan Sesudah

Variabel Rata-rata Sebelum 2,00 Sesudah 2,12 Pvalue 0,265

Pada tabel 4.15. kelompok kontrol sebelum nilai rata-rata gangguan pendengaran sebesar 2,00 dan sesudah 3 bulan mengalami peningkatan menjadi 2,12. Setelah diuji dengan menggunakan uji t berpasangan/dependen hasilnya tidak bermakna karena nilai p = 0,265 atau p value > 0,05 artinya tanpa intervensi (kebijakan/peraturan APP, pelatihan APP dan pengawasan APP) dapat meningkatkan gangguan pendengaran.

Jika dilihat nilai rata-rata gangguan pendengaran pada pekerja pabrik kelapa sawit untuk kedua kelompok sebelum dan setelah intervensi, maka masing- masing kelompok menunjukkan angka yang berbeda, seperti pada gambar 4.1. berikut ini:

0

(68)

Dari gambar diatas terlihat bahwa kedua kelompok menunjukkan selisih gangguan pendengaran, untuk kelompok perlakuan (dengan kebijakan/peraturan APP, pelatihan APP dan pengawasan penggunaan APP) memiliki selisih rata-rata untuk telinga kanan sebesar 0,4 telinga kiri sebesar 0,48, sedangkan pada kelompok kontrol (tanpa kebijakan APP,pelatihan APP dan pengawasan penggunaan APP) selisih untuk telinga kanan 0,80 telinga kiri 0,120. Jadi kelompok perlakuan memiliki selisih yang lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Hal ini berarti menunjukkan bahwa ada pengaruh kebijakan/peraturan APP, pelatihan APP dan pengawasan penggunaan APP terhadap gangguan pendengaran. Dengan kata lain intervensi dengan kebijakan/peraturan APP, pelatihan APP dan pengawasan penggunaan APP dapat menurunkan gangguan pendengaran pada pekerja pabrik kelapa sawit PT. A.T di Kabupaten Langkat

4.4. Analisa Multivariat

Analisa multivariat mempunyai tujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen (kebijakan/peraturan, pelatihan dan pengawasan APP) terhadap variabel dependen (gangguan pendengaran) secara bersamaan. Uji statistik yang digunakan pada analisis multivariat ini adalah uji regresi linier berganda.

(69)

terhadap penurunan gangguan pendengaran telinga kanan adalah pelatihan (p = -0,147). Pada telinga kiri diperoleh persamaan Y= 6,29 - 0,147(K/P) - 0,032(PS) - 0,176(P). Dari hasil tersebut, dapat dilihat bahwa variabel yang paling berpengaruh terhadap gangguan pendengaran pada telinga kiri adalah pelatihan (p = 0,176).

(70)

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1. Kebijakan/ Peraturan APP

Kebijakan dalam bentuk peraturan-peraturan merupakan suatu perangkat yang penting dalam pelaksanaan K3. Kepastian hukum yang kuat akan memberikan kemantapan dalam pengawasan. Karena bila diberi teguran dan peringatan tidak dihiraukan maka perangkat peraturanlah yang akan berperan dalam hal pemberian sangsi. Maka peraturan yang berkaitan dengan situasi kerja merupakan upaya yang dilakukan dalam meningkatkan K3 (ILO, 1989). Pada penelitian di pabrik kelapa sawit PT. A.T. dibuat peraturan tentang APP seperti terdapat pada lampiran 5.

Maka yang paling banyak jumlah sampel yang patuh terhadap kebijakan/peraturan penggunaan APP sebanyak 20 orang (80%) dan paling sedikit pada sampel yang tidak patuh terhadap kebijakan/peraturan penggunaan APP yaitu 5 orang (20%). Jadi besar proporsi kebijakan adalah 80% dalam penggunaan APP pekerja pabrik kelapa sawit PT. A.T. Kabupaten Langkat.

(71)

Hasil penelitian ini, pihak perusahaan (pimpinan) harus selalu proaktif mensosialisasikan kebijakan/peraturan dengan memasang peraturan dimana pekerja harus menggunakan APD telinga.

5.2. Pelatihan APP

Para pemimpin perusahaan menurut Mardi (2007) sebaiknya melakukan pelatihan keselamatan kerja menggunakan alat pelindung pendengaran terhadap karyawan yang bekerja pada intensitas yang tinggi untuk mencegah naiknya ambang pendengaran.

Pada penelitian ini ditemukan yang paling banyak jumlah sampel hasil ukur baik terhadap pelatihan penggunaan APP sebanyak 22 orang (88%) dan paling sedikit pada sampel hasil ukur tidak baik terhadap pelatihan penggunaan APP yaitu 3 orang (22%). Jadi besar proporsi pelatihan yaitu 88% penggunaan APP pekerja pada pabrik kelapa sawit PT. A.T di Kabupaten Langkat.

Setelah melalui penilaian dengan kuesioner maka diperoleh responden paling banyak bersikap baik dalam melaksankan pelatihan penggunaan APP dalam hal ini sumbat telinga atau earplug di pabrik kelapa sawit PT. A.T Kabupaten Langkat. Alasan kelompok perlakuan besikap baik terhadap pelatihan yang dilakukan karena pekerja sudah mengerti bahaya dari bising dan bagaimana pentingnya memakai APP serta merawat APPnya agar tetap nyaman dipakainya.

(72)

materi yang lebih substantif dan lebih spesifik khusus tentang APD telinga dengan harapan pekerja tahu betul resiko yang diterima apabila mereka tidak memakai APD telinga saat melakukan pekerjaan.

5.3. Pengawasan APP

Keharusan majikan menyediakan alat pelindung pendengaran dan mengawasi bahwa karyawan benar menggunakannya (Meyer, S.F., 2002). Dan menurut Suhartanto (2009) menyatakan ada yang mengawasi pemakaian alat pelindung telinga agar semua tenaga kerja selalu memakai alat pelindung telinga selama jam kerja. Tana (2001) juga berpendapat pemberian APP kepada semua tenaga kerja yang bekerja ditempat bising serta melakukan pegawasan secara teratur pemakaian APP saat bekerja di tempat bising.

Pada penelitian di PT. A.T. terdapat yang paling banyak jumlah sampel yang patuh terhadap pengawasan penggunaan APP sebanyak 20 orang (80%) dan paling sedikit pada sampel yang tidak patuh terhadap pengawasan penggunaan APP yaitu 5 orang (20%). Jadi besar proporsi pengawasan yaitu 80% pekerja yang menggunakan sumbat telinga/earplug selama bekerja di pabrik kelapa sawit PT. A.T. Kabupaten Langkat.

(73)

merasa takut untuk di tegur oleh pengawas dimasing-masing area atau bagian pabrik kelapa sawit PT. A.T Kabupaten Langkat.

Hasil penelitian menurut lampiran 6 pada kelompok perlakuan ada beberapa sampel mengalami peningkatan ambang dengar, ini disebabkan karena pemakaian sumbat telinga yang tidak benar dan ada yang karena tidak terus menerus memakainya. Ini merupakan kelalaian dari si pengawas karena lalai mengawasinya. Bentuk operasinal pengawasan penggunaan APP yang efisien dan efektif di PT A.T ini dengan memanfaatkan organisasi berjenjang. Pada lapis bawah terdapat tenaga pimpinan yaitu mandor yang langsung mengawasi pekerja, sebaiknya dilibatkan sebagai agen perubahan. Ditambah tugasnya adalah mengawasi penggunaan APP pekerja.

5.4. Gangguan Pendengaran

Gangguan pendengaran yaitu perubahan pada tingkat pendengaran yang berakibat kesulitan dalam melaksanakan kehidupan normal,biasanya dalam hal memahami pembicaraan (Buchari, 2007).

(74)

Ada 7 area /bagian pabrik kelapa sawit yang memiliki NAB >85 dB yaitu: Turbin 103 dB, Boiler 100 dB, Maintenance 91 dB, Press 88 dB, Kernel 98 dB,

Klarifikasi 92 dB dan Sterilizer 99 dB. Pekerja pada bagian turbin sebelum dilakukan

perlakuanpun selama ini sudah memakai APP, alasan pekerja karena mereka merasa bising sekali sehingga terganggu pada waktu bekerja jika tidak menggunakan APP, tetapi kalau memakai APP gangguan tersebut tidak ada.

Menurut lampiran 7 tentang area dan intensitas bising maka didaerah turbin yang paling tinggi intensitas bisingnya yaitu 103 dB sedangakan pekerja yang bekerja diarea ini hanya 3 orang maka perlu ditambah pekerjanya dan ditambah shiftnya agar pekerja tidak terlalu lama berada diarea turbin.

Sesudah dilakukan audiometri terhadap kelompok perlakuan ditemukan gangguan pendengaran telinga kanan sebelum intervensi paling banyak pada derajat mild yaitu sebesar 60%, sedangkan paling sedikit di derajat moderate sebesar 4%. Dan sesudah intervensi paling banyak pada derajat normal yaitu sebesar 76 %, sedangkan paling sedikit di derajat moderate sebesar 4%. Pada telinga kiri sebelum intervensi paling banyak pada derajat mild yaitu 64%, paling sedikit pada derajat moderate sebesar 4%. Telinga kiri sesudah intervensi paling banyak derajat normal

76% dan paling sedikit pada derajat moderate sebesar 4%.

(75)

pada derajat moderate 0%. Pada telinga kiri pemeriksaan sebelum paling banyak pada derajat mild 68%, paling sedikit derajat normal dan moderate masing-masing 16%, dan sesudah 3 bulan dilakukan pemeriksaan audiometri lagi telinga kiri paling banyak gangguan pendengarn derajat mild 72%, paling sedikit pada derajat moderate sebesar 8%.

Pada PT A.T tersebut terdapat bunyi ± 97dB sehingga akan mmenurunkan pendengaran pekerja di PKS tersebut sesuai dengan Meyer yang mengatakan bahwa bunyi diatas 80 dB secara terus menerus akan menurunkan ketajaman pendengaran. Dari hasil pemeriksaan audiometri maka dapat dilihat bahwa pada kelompok perlakuan (kebijakan/peraturan APP, pelatihan APP dan pegawasan penggunaan APP) baik gangguan pendengaran telinga kanan dan telinga kiri terdapat penurunan derajat gangguan pendengaran. Pada kelompok kontrol terdapat peningkatan derajat gangguan pendengaran karena tidak diberikan perlakuan (kebijakan/peraturan APP, pelatihan APP dan pengawasan penggunaan APP).

Gambar

Gambar 2.1.1. Mekanisme masuknya bunyi / suara ( Rampal, K.G., 2010)
Tabel 2.1. Peraturan Pemerintah Indonesia mengenai kebisingan tercantum dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep-51/MEN/1999
Tabel. 2.1. (Lanjutan)
Tabel 2.2.  Kriteria Penggunaan APD
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pergantian auditor berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan, tenur audit berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan,

Apabila rata–rata kelompok eksperimen menunjukkan hasil lebih tinggi dan berbeda secara nyata dari hasil yang diperoleh kelompok kontrol, maka dapat disimpulkan

Sehubungan dengan hal tersebut diatas maka dipandang perlu untuk melakukan penelitian guna untuk menggali dan mengetahui persepsi dan sikap petani serta

Disisi lain perkembangan pinjaman, simpanan masyarakat serta nisbah pinjaman terhadap masyarakat pada BRI Udes, LDKP dan Bank pasar dalam kurun waktu terakhir menunjukkan

Pembaca yang budiman, pada Buletin Sinergi Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dalam edisi bulan Agustus 2017

Hal yang pertama-tama harus dilakukan di lokasi kebakaran hutan dan lahan adalah melakukan perhitungan (size up) terhadap seluruh situasi untuk menentukan cara

a) Kepala sekolah MTs NU Darussalam Ngadirgo Mijen Semarang untuk mendapatkan informasi tentang profil MTs NU Darussalam Ngadirgo Mijen Semarang dan

Beda halnya dengan risiko yang ada pada pembiayaan yang menggunakan akad murabahah dimana pada prakteknya akad ini menjadi akad yang paling dominan digunakan