• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

5.2 Analisis Hasil Penelitian

Untuk mengetahui perbedaan ketahanan fraktur pada kelompok perlakuan digunakan uji one way ANOVA dengan derajat kemaknaan α = 0,05. Uji normalitas

dilakukan untuk mengetahui apakah data telah terdistribusi normal atau tidak dan diperoleh hasil p>0,05. Selanjutnya dilakukan uji homogenitas varian terhadap data dan diperoleh hasil p>0,05 yang menunjukkan varian data keempat kelompok tersebut homogen. Dengan demikian data yang diperoleh telah memenuhi syarat dan dapat dilakukan uji ANOVA.

Data deskriptif uji ANOVA dengan perhitungan derajat kemaknaan α = 0,05

menunjukkan nilai rerata setiap kelompok. Tabel 2 memperlihatkan nilai rerata dari nilai ketahanan fraktur dan standar deviasi dari masin-masing kelompok. Terlihat bahwa kelompok II memiliki nilai rerata kekuatan fraktur tertinggi yaitu 785,71 N

dengan standar deviasi sebesar 143,48, kelompok I dengan nilai rerata kekuatan fraktur 762,86 N dan standar deviasi sebesar 185,83, kelompok III dengan nilai rerata kekuatan fraktur 680,88 N dan standar deviasi sebesar 128,73, dan kelompok IV dengan nilai rerata fraktur 676,76 N dan standar deviasi sebesar 112,30.

Tabel 2. Data deskriptif yang menunjukkan nilai rerata dan simpangan baku dari uji ANOVA pada pengukuran ketahanan fraktur restorasi resin komposit pada kelompok

I, II, III, dan IV.

keterangan :

I. Restorasi dengan resin komposit A II. Restorasi dengan resin komposit B III. Restorasi dengan resin komposit C IV. Restorasi dengan resin komposit D

Hasil uji anova menunjukkan bahwa nilai p = 0,235 (p>0,05) secara statistik tidak berbeda signifikan pada ketahanan fraktur terhadap seluruh kelompok perlakuan (tabel 2).

Kelompok

Ketahanan Fraktur (Newton)

x±SD P I 762,86 ±185,83 0,235 II 785,71 ±143,48 III 680,88 ±128,73 IV 676,76±112,30

Mea n of load (Ne wto n)

Gambar 22. Grafik menunjukkan rerata nilai load restorasi resin komposit dengan KI, KII, KIII dan KIV

Dari gambar 23 terlihat kelompok II memiliki nilai rerata ketahanan fraktur tertinggi yaitu 785,71 N kemudian diperingkat kedua yaitu kelompok I dengan nilai rerata sebesar 762,86 N. Selanjutnya kelompok III di urutan ke 3 dimana nilai yang didapat sebesar 680,88 N tidak berbeda jauh dengan nilai rerata pada kelompok IV 676,76 N. Perbedaan hasil pada pengujian setiap bahan dapat dipengaruhi oleh komposisi bahan, teknik pengaplikasian bahan ataupun akibat metode yang digunakan.

Pola fraktur yang didapat setelah diuji fraktur menunjukkan berbagai bentuk dan kebanyakan terjadi fraktur pada restorasi. Selain itu terdapat pula sampel yang mengalami poreus dan sampel lain hanya mengalami crack namun jauh dari daerah tekan.

Gambar 23. a) pola fraktur yang jauh dari daerah tekan, b) adanya poreus didalam restorasi

b a

BAB 6 PEMBAHASAN

Pada penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental dengan desain penelitian postest only control group design. Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah gigi premolar atas dengan menetapkan beberapa kriteria yaitu ukuran mahkota gigi yang tidak berbeda secara ekstrim, tidak ada fraktur mahkota dan belum pernah direstorasi, mahkota masih utuh dan tidak karies. Jumlah gigi yang digunakan adalah sebanyak 40 buah gigi yang dibagi secara random ke dalam empat kelompok perlakukan yaitu kelompok Tetric N Ceram bulk-fill (Ivoclar-Vivadent), kelompok Filtek bulk-fill (3M), kelompok SDR (Dentsply) dan kelompok packable P60 (3M). Penelitian ini juga menggunakan matriks sectional Fendermate (Directa AB) yang dapat memberikan adaptasi yang lebih baik sehingga mencegah overhanging.

Berdasarkan hasil yang diperoleh setelah dilakukan proses uji tekan pada keempat kelompok, secara deskriptif didapat nilai rerata kelompok restorasi bulk-fill lebih besar dengan nilai terbesar terdapat pada Filtek bulk-fill (3M) 785.71N kemudian disusul oleh Tetric N Ceram bulk-fill (Ivoclar-Vivadent) 762.86 N dan kemudian SDR (Dentsply) + P60 (3M) 680.88 N, sedangkan P60 (3M) 676,7 N menempati urutan terakhir. Tetapi hasil ini tidak berbeda secara statistik, ini ditunjukkan dari hasil uji one way ANOVA pada keempat kelompok perlakuan dengan nilai p>0,05.

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang didapat oleh Rosatto et al (2015) yang meneliti ketahanan fraktur pada gigi molar yang telah dipreparasi klas II dan direstorasi dengan resin komposit bulk-fill dan resin komposit packable, hasilnya menunjukkan bahwa bulk-fill memiliki nilai ketahanan fraktur yang lebih tinggi diandingkan resin komposit packable .30

Filtek bulk-fill (3M) mempunyai nilai fraktur terbesar karena menggunakan dua jenis monomer yang apabila dikombinasikan dapat mengurangi shrinkage. Monomer pertama yaitu AUDMA (aromatic dimethacrylate) akan mengurangi kelompok resin reaktif, ini akan mengurangi shrinkage volumetric. Monomer kedua yaitu AFM (addition fragmentation monomer) akan membelah proses fragmentasi yang sedang berlangsung sehingga akan memberikan efek relaksasi pada saat polimerisasi terjadi sehingga akan mengurangi stress.25 Filtek bulk-fill (3M) juga memiliki tipe filler yang berbeda yaitu menggunakan tipe filler nanocluster dimana tipe filler ini dapat meningkatkan sifat mekanis resin komposit. Hal ini didukung oleh penelitian Hambire UV et al (2012) yang menemukan bahwa resin komposit

nanocluster dapat menyerap stress akibat load yang diberikan dengan cara pecah

menjadi fragment-fragment kecil dan terpisah dari struktur cluster utama dan hal ini akan meningkatkan resistensi terhadap fraktur.25,31

Kim et al (2002) menemukan bahwa terdapat pengaruh dari kadar filler terhadap flexural strength, modulus, kekerasan dan ketahanan fraktur.32 Hasil pengujian pada Tetric N Ceram bulk-fill (Ivoclar-Vivadent) menunjukkan nilai yang jauh lebih tinggi daripada resin komposit packable, ini disebabkan karena terdapat kandungan 17% filler khusus yaitu isofillers, merupakan suatu filler khusus yang berfungsi sebagai shrinkage stress reliever yang dapat mengurangi polimerisasi

shrinkage. Shrinkage stress reliever ini mempunyai modulus elastisitas yang rendah

yaitu sebesar 10 Gpa jika dibandingkan dengan resin komposit packable yaitu sebesar 12 Gpa, sehingga akan menyebabkan bulk-fill memiliki sifat lebih fleksibel dan dapat berperan seperti pegas saat polimerisasi berlangsung sehingga mengurangi shrinkage yang terjadi dan dengan berkurangnya shrinkage yang terjadi saat polimerisasi maka

stress dan resiko fraktur juga akan berkurang karena dapat meminimalisasi

terbentuknya gap sehingga mengurangi terbentuknya micro crack serta mengurangi potensi gigi berada dalam keadaan under stress.13,15,16 Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Giachetti et al yang menunjukkan adanya stress internal selama polimerisasi resin komposit dipengaruhi oleh modulus elastisitas bahan karena semakin tinggi elastisitas modulus maka stress yang dihasilkan pun

akan semakin besar dan semakin besar stress yang timbul pada resin komposit maka semakin besar pula resiko kegagalan.13

Li et al (1985) menemukan bahwa ukuran partikel filler menentukan ketahanan fraktur bahan restorasi resin komposit. Semakin besar ukuran partikel

filler, semakin besar kekuatan bahan restorasi resin komposit dalam menahan fraktur,

pada SDR memiliki ukuran partikel rata-rata yang lebih besar yaitu 4,2 μm

dibandingkan resin komposit packable yaitu 0,6 μm sehingga ukuran partikel yang lebih besar ini akan memperkuat ketahanan fraktur dari resin komposit.33,34 Selain itu penggunaan resin komposit flowable sebagai intermediate layer pada kavitas klas II yang dikombinasikan dengan resin komposit packable diatasnya juga dapat mengurangi celah dan gap sehingga dapat mengurangi terjadinya crack yang dapat menimbulkan fraktur.13,35 Meskipun hasil uji menunjukkan nilai yang hampir sama antara SDR dan packable namun untuk penggunaan jangka panjang SDR akan memberikan keuntungan karena memilki kemampuan adaptasi yang lebih baik dan dapat berperan sebagai stress relieve selama polimerisasi berlangsung sehingga dapat mengurangi stress.26,36

Pada penelitian yang dilakukan oleh Do et al (2014) mendukung hasil yang didapat pada penelitian ini dimana pada penelitian yang dilakukannya menemukan bahwa shrinkage yang terjadi pada resin komposit bulk-fill tidak berbeda dengan resin komposit packable.29 Polimerisasi shrinkage memiliki pengaruh memicu micro

crack dimana micro crack ini dapat meningkatkan resiko fraktur. 13,17

Melalui hasil deskriptif dapat dilihat bahwa resin komposit bulk-fill memiliki ketahanan fraktur yang lebih tinggi dibandingkan resin komposit packable. Meskipun analisis one way ANOVA tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Perbedaan yang tidak signifikan ini mungkin terjadi akibat beberapa faktor lain yang juga mempengaruhi.

Proses kondensasi resin komposit kedalam kavitas juga berpengaruh, dimana partikel filler yang terpusat dan terkondensasi pada dinding kavitas akan meningkatkan perlekatan pada kavitas.37 Selain itu adanya poreus pada restorasi resin komposit yang dapat disebabkan oleh proses pembuatan resin komposit itu sendiri

ataupun saat manipulasi bahan dapat mempengaruhi kekuatan fraktur.38 Hal ini terlihat dari adanya poreus didalam restorasi pada salah satu sampel. Poreus ini dapat menurunkan kekuatan restorasi karena stress yang terkonsentrasi disekitar poreus akan menyebabkan nilai fatigue bahan menjadi rendah dan meningkatkan resiko fraktur.39 (Gambar 23b)

Proses polishing juga dapat mempengaruhi adaptasi bahan, penelitian yang dilakukan oleh Pierre et al (2013) menunjukkan pemolishan gigi dari arah gigi menuju restorasi akan meningkatkan potensi terbentuknya celah atau gap pada dinding kavitas. Selain itu panas yang dihasilkan sewaktu pemolishan juga dapat merusak adaptasi bahan tambal dengan gigi dimana hal ini akan mempengaruhi distribusi stress pada gigi.40

Makramani et al (2013) gigi yang digunakan pada penelitian meskipun telah dipilih dengan mempertimbangkan dimensi yang mirip pada tiap sampel namun variasi dari sifat mekanis dan fisis pada gigi alami tidak dapat dihindari, variasi ini dapat menyebabkan hasil yang tidak signifikan.41 Pada penelitian ini, variasi bentuk tonjol, posisi tonjol maupun tinggi tonjol premolar atas yang menjadi sampel juga tidak dikontrol. Selain itu adanya kemungkinan micro crack yang sudah ada sebelumnya juga tidak dikontrol karena pada penelitian ini sampel yang digunakan tidak diamati di bawah mikroskop untuk memastikan tidak adanya micro crack. Hal ini terlihat dari fraktur yang muncul pada beberapa sampel jauh dari daerah tekan sehingga hal ini dapat mempengaruhi hasil yang didapat (Gambar 23a).42

Pada penelitian ini gigi yang digunakan tidak dikendalikan usianya apakah didapat dari pasien yang sudah tua ataupun muda karena usia merupakan faktor penting dalam menentukan ketahanan fraktur suatu gigi sehingga hal ini dapat mempengaruhi hasil pada penelitian ini. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Noronha et al (2011) menemukan bahwa ketahanan fraktur gigi premolar atas pada usia muda 18-21 tahun berkisar 77,5 Kgf sedangkan pada usia tua ≥60 tahun berkisar 128,9 Kgf, perbedaan ketahanan fraktur yang jauh ini disebabkan oleh susunan enamel rods pada usia muda yang berbentuk tegak lurus sedangkan pada usia tua

berbentuk miring dimana perbedaan ini akan menentukan ketahanan fraktur suatu gigi.28

Franca et al (2005) untuk meneliti ketahanan fraktur pada gigi, permukaan akar gigi harus dilapisi wax setinggi 2 mm di bawah cementoenamel junction untuk mensimulasikan jaringan periodonsium.17 Dalam penelitian ini wax ataupun silicon tidak digunakan untuk melapisi akar gigi sehingga tidak mensimulasikan jaringan periodonsium sehingga kemungkinan dapat mempengaruhi hasil yang didapat.

Proses uji tekan juga bisa menyebabkan perbedaan yang tidak signifikan. Pada penelitian ini alat uji tekan yang digunakan adalah Universal Testing Machine dimana alat ini tidak bisa mensimulasikan kondisi yang sepenuhnya sama dengan kondisi rongga mulut meskipun beberapa kondisi telah dilakukan untuk mensimulasikan lingkungan rongga mulut, hal ini disebabkan karena untuk menganalisis kemampuan material dari sistem restorasi sepanjang proses penggunaannya lebih dibutuhkan cylic

stress yang memberikan load yang berulang-ulang sehingga didapat dinamic load

yang dapat mensimulasikan tekanan pengunyahan yang lebih baik. Pada penelitian ini

Universal Testing Machine hanya memberikan load pada satu arah dan satu titik

sehingga tidak mensimulasikan gaya sebenarnya yang terjadi pada proses mastikasi.3,41

Resin komposit bulk-fill merupakan resin komposit yang memiliki shrinkage polimerisasi yang rendah sehingga dapat diaplikasikan sampai kedalaman kavitas 4 mm sekali aplikasi. Oleh karena itu bahan ini dapat mempermudah teknik restorasi dan mengurangi waktu pengerjaan jika dibandingkan dengan resin komposit packable yang hanya dapat diaplikasikan maksimal 2 mm sekali aplikasi. Selain itu adaptasi yang baik akan menyalurkan tekanan dengan baik pada saat proses pengunyahan sehingga akan meningkatkan ketahanan gigi yang direstorasi.

Pada penelitian ini dilakukan proses thermocycling dengan suhu 5˚ dan 55˚

karena merupakan suhu yang paling mirip dengan kondisi rongga mulut, kemudian dilakukan proses thermocycling sebanyak 200 kali yang setara dengan penggunaan selama 4 sampai 10 hari di dalam rongga mulut. Meskipun demikian namun hasil uji

belum menunjukkan nilai yang signifikan, oleh karena itu penelitian lebih lanjut perlu dilakukan langsung pada rongga mulut.43

BAB 7

Dokumen terkait