• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Restorasi Klas II Resin Komposit Bulk-Fill Pada Gigi Premolar Terhadap Ketahanan Fraktur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Restorasi Klas II Resin Komposit Bulk-Fill Pada Gigi Premolar Terhadap Ketahanan Fraktur"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN I

Valian A, Salehi EM, Geramy A & Faramarzi E (2015) Pada kavitas klas II terjadi kehilangan struktur marginal ridge. Hal ini akan menyebabkan struktur gigi menjadi lemah dan menjadi rentan terhadap fraktur.

Kubo S (2015) Berdasarkan hasil studi jangka panjang selama lebih dari 10 tahun pada keadaan klinis, tingkat keberhasilan restorasi resin komposit pada klas I mencapai 69,4% - 100% dan klas II sebesar 58,3% – 100%

Kikuti WY, Chaves FO, Hipolito VD, Rodrigues FP & Paulo (2012) Kekuatan gigi akan berkurang seiring dengan jaringan gigi yang hilang terutama pada lebar oklusal.  Ferrario VF, Sforza C, Serrao G,

Dellavia C & Tartaglia GM (2004) Menyatakan bahwa gigi posterior secara signifikan menerima tekanan kunyah lebih besar daripada gigi anterior.

Mansour KA, Sada AA & Sinan

Valian A, Salehi EM, Geramy A & Faramarzi E (2015) Resin komposit merupakan bahan alternatif yang baik untuk gigi posterior yang menerima tekanan kunyah yang besar, selain itu perlekatan resin komposit terhadap dinding kavitas akan memperkuat struktur gigi yang tersisa dan meningkatkan ketahanan fraktur.

Mantri SP, Mantri

SS (2013) Terdapat kelemahan pada resin komposit berbasis dimethacrylates yaitu stress selama polymerisasi yang dapat menyebabkan shrinkage sebesar <1% sampai 6%. Kontraksi stress pada bagian internal dapat merusak marginal seal restorasi, hal ini akan menyebabkan terbentuknya gap, karies sekunder dan terkadang menyebabkan fraktur pada dinding kavitas.

(2)

ALUR PIKIR

HA (2015) Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengatasi kelemahan resin komposit, salah satunya dengan menggunakan material Bulk-fill. Studi terbaru menunjukkan bahwa Bulk-fill secara

signifikan mengurangi polymerization shrinkage dan bond

strength yang lebih baik dibandingkan dengan resin komposit

packable.

Ivoclar Vivadent AG Research &

Development Scientific Documentation Tetric N Ceram®

Bulk-fill (2014)

Tetric N Ceram Bulk-fill merupakan resin komposit nanohybrid yang dapat diaplikasikan secara bulk dengan ketebalan mencapai 4mm. Teknologi pre-polymer shrinkage

stress reliever dapat mengurangi shrinkage selama polymerisasi.

Bulk-fill ini juga diklaim dapat

digunakan dengan sangat baik pada gigi posterior

Damanhoury et al

(2014) meneliti tentang shrinkage pada bulk-fill dan hasilnya menemukan bulk-fill menunjukkan

stress shrinkage lebih rendah

dibandingkan komposit packable dan bulk-fill mempunyai potensi untuk digunakan pada gigi posterior.

Kapoor et al (2016)

melakukan penelitian terhadap kemampuan adaptasi dan pembentukan gap pada resin komposit bulk-fill dan menemukan resin komposit bulk-fill mempunyai kemampuan adaptasi yang lebih baik dan pembentukan

(3)

Sifat mekanis yang baik pada bahan restorasi memiliki peran penting dalam proses mastikasi. Resin komposit merupakan salah satu bahan tambal yang banyak digunakan di kedokteran gigi, namun shrinkage masih menjadi masalah utama pada resin komposit. Shrinkage dapat menyebabkan timbulnya micro crack ataupun gap dimana hal ini nantinya dapat berpropagansi menjadi fraktur. Bulk-fill merupakan salah satu bahan tambal yang dapat mengurangi terjadinya shrinkage dan dapat digunakan pada gigi posterior seperti kavitas klas II. Penelitian sebelumnya pada

bulk-fill menunjukkan resin komposit bulk-bulk-fill memiliki kemampuan adaptasi yang lebih

baik, shrinkage yang lebih kecil dan pembentukan gap yang lebih kecil dibandingkan dengan resin komposit packable. Hal ini dapat mempengaruhi ketahanan fraktur karena

shrinkage dan pembentukan gap merupakan proses awal terjadinya micro crack yang

nantinya akan berkelanjutan menjadi fraktur. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh resin komposit bulk-fill pada restorasi klas II gigi premolar terhadap ketahanan fraktur.

Permasalahan

Apakah ada pengaruh resin komposit bulk-fill pada restorasi klas II gigi premolar terhadap ketahanan fraktur ?

Tujuan penelitian

Untuk mengetahui pengaruh resin komposit bulk-fill pada restorasi klas II gigi premolar terhadap ketahanan fraktur

JUDUL :

PENGARUH RESIN KOMPOSIT BULK-FILL PADA RESTORASI KLAS II GIGI PREMOLAR TERHADAP KETAHANAN FRAKTUR

(4)

LAMPIRAN 2

ALUR PENELITIAN

40 BUAH GIGI PREMOLAR MAKSILA

Dilakukan preparasi klas II

Dibersihkan dan diskeling menggunakan skeler elektrik kemudian direndam dalam larutan saline

Kelompok II 10 gigi

Total etch two step

Stress Decreasing

Total etch two step

Tetric N Ceram

Pembuatan cetakan balok basis akrilik dan persiapan spuit yang telah diisi akrilik

Penanaman sampel dalam spuit dengan kemiringan 13,5 ˚ dan permukaan komposit menghadap ke atas

Uji ketahanan fraktur dengan alat Torsee’s Universal Testing Machine dengan beban maksimal 200 KN, kecepatan 1 mm/detik

(5)

LAMPIRAN 3. Data Hasil Uji Ketahanan Fraktur

Kelompok No

Sampel

Hasil

Kgf Newton

1. Tetric N Ceram Bulk-fill

1 91,1 893,39

2. Filtek Bulk-fill

(6)

4. Resin Komposit

packable

3 55,3 542,31

4 65,6 643,32

5 67,2 659,01

6 78,5 769,82

7 52 509,95

8 84,9 832,58

9 79 774,73

10 66,1 648,22

(7)
(8)
(9)

6. Biaya lain : Rp 200.000,-

Total Rp 3.933.000,-

(10)

LAMPIRAN 5

HASIL ANALISIS DATA

Tests of Normality

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Test of Homogeneity of Variances

nilai

95% Confidence Interval for

Mean

Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound

K I 10 762.86 185.82611 58.76338 629.9280 895.7920 502.10 953.21

K II 10 785.71 143.48407 45.37365 683.0667 888.3513 590.36 1052.25

K III 10 680.88 128.73607 40.70992 588.7838 772.9682 508.97 928.69

K IV 10 676.76 112.29782 35.51169 596.4250 757.0910 509.95 832.58

(11)

ANOVA

nilai

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 93835.609 3 31278.536 1.484 .235

Within Groups 758725.187 36 21075.700

Total 852560.797 39

Multiple Comparisons

nilai

LSD

(I) (J) Mean Difference Std. Error Sig. 95% Confidence Interval

(12)

Kelompo

k

Kelompo

k

(I-J)

Lower Bound Upper Bound

K I K II -22.84900 64.92411 .727 -154.5212 108.8232

K III 81.98400 64.92411 .215 -49.6882 213.6562

K IV 86.10200 64.92411 .193 -45.5702 217.7742

K II K I 22.84900 64.92411 .727 -108.8232 154.5212

K III 104.83300 64.92411 .115 -26.8392 236.5052

K IV 108.95100 64.92411 .102 -22.7212 240.6232

K III K I -81.98400 64.92411 .215 -213.6562 49.6882

K II -104.83300 64.92411 .115 -236.5052 26.8392

K IV 4.11800 64.92411 .950 -127.5542 135.7902

K IV K I -86.10200 64.92411 .193 -217.7742 45.5702

K II -108.95100 64.92411 .102 -240.6232 22.7212

(13)

LAMPIRAN 6

(14)
(15)

LAMPIRAN 8

(16)

LAMPIRAN

No Kegiatan Waktu Penelitian

(17)

DAFTAR PUSTAKA

1. Valian A, Moravej S, Geramy A, Faramarzi E. Effect of extension and type of composite-restored class II cavities on biomehanical properties of teeth : a three dimensional finite element analysis. J Dent 2015; 12(2): 140-9.

2. Garg A, Garg N. Texbook of operative dentistry. 1st ed., New Delhi: Jaypee Brothers., 2010: 3, 84, 125, 147, 240, 250, 257- 61.

3. Moosavi H, Zeynali M, Pour ZH. Fracture Resistance of Premolars Restored by Various Types and Placement Techniques of Resin Composites. Int J Dent 2012; 2012: 1-5.

4. Palamara J, Palamara D, Messer H. Srains in the marginal ridge during occlusal loading. J Aus Dent 2002; 47(7): 218-22.

5. Kubo S. Longevity of resin composite restorations. Jap Den Sci Rev 2011; 47: 43-55.

6. Ferrario VF, Sforza C, Serrao G, Dellavia C, Tartaglia M. Single tooth bite forces in healthy young adults. J Oral Rehabil 2004; 31: 18-22

7. Monga P, Sharma V, Kumar S. Comparison of fracture resistance of

endodontically treated teeth using different coronal restorative materials: An in

vitro study. J Conserv Dent 2009; 12: 154-9.

8. Wu Y, Cathro P, Marino V. Fracture resistance and pattern of the upper premolars

with obturated canals and restored endodontic occlusal access cavities. J Biomed

Res 2010; 24(6):474-8.

9. Soares VP, Filho PCFS, Queiroz EC, Araujo TA, Campos RE, Araujo AC, et al. Fracture resistance and stress distribution in endodontically treated maxillary premolars restored with composite resin. J Prosthodont 2006; 2008: 114-9.

10. Mantri S, Mantri S. Management of shrinkage stresses in direct restorative light-cured composite: a review. J Esthet Restor Dent 2013; 25: 305-11.

(18)

11. Santosh L, Bashetty K, Nadig G. The influence of diffrent composite placement techniques on microleakage in preparations with high c-factor : an in vitro study. J Conserv Dent 2008; 11(3): 112-5.

12. Furness A, Tadros MY, Looney SW, Rueggeberg FA. Effect of bulk/incremental fill on internal gap formation of bulk-fill composite. J dent 2014; 42: 439-49.

13. Giachetti L, Russo DS, Bambi C & Grandini R. A Review of Polymerization Shrinkage Stress: Current Techniques for Posterior Direct Resin Restorations. J Contemp Dent Pract 2006; 7: 1-10.

14. Mansour K, Sada A, Sinan H. Curing depth of bulk-fill composite an in vitro study. Pak Oral & Dent J 2015; 35(2): 270-4.

15. Ivoclar Vivadent AG Research & Development Scientific Documentation Tetric N Ceram® Bulk-fill. 2014; 11, 23.

16. Hatrick, Eakle. Dental Materials Clinical Applications For Dental Assistants and Dental Hygienists. 3rd., Missouri : Elsevier; 2016: 70-71.

17. Franca FMG, Worschech CC, Paulillo LAMS, Martins LRM, Lovadino JR. Fracture Resistance of Premolar Teeth Restored With Different Filling Techniques. J Contemp Dent Pract 2005; 6: 1-7.

18. Damanhoury E, Platt J. Polymerization shrinkage stress kinetics and related properties of bulk-fill resin composites. J Oper Dent 2014; 39(4): 1.

19. Kapoor N, Bahuguna N, Anand S. Influence of composite insertion technique on

gap formation. J Conserv Dent 2016; 19: 77-81.

20. Anusavice , Shen , Rawls. Philip's science of dental materials. 12 th ed: Elsevier ., 2012: 277-80, 287.

21. Gladwin M, Bagby M. Clinical aspects of dental materials theory, practice, and cases. 4th ed., Philadelphia: Wolters Kluwer., 2013: 36, 65-7.

22. Sakaguchi RL, Powers JM. Craig's restorative dental materials. 13th ed., Philadelphia: Elsevier., 2012: 36, 100, 164-7, 172-9,181, 332.

(19)

24. Heymann HO, Swift EJ, Ritter AV. Biomaterils. In: Heymann HO, Swift EJ, Ritter AV. Students art and science of operative dentistry. 6th ed., Misouri: elsevier., 2012: e3, e42, e44, e48.

25. FiltekTM Bulk-fill Posterior Restorative Technical Product Profile. 26. Scientific compendium. SDR smart dentin replacement. 2011: 5-10.

27. Abed YA, Sabry HA, Alrobeigy NA. Degree of conversion and surface hardness of bulk-fill composite versus incremental-fill composite. Tanta Dent J 2015; 12: 71-80.

28. Noronha FD, Scelza MFZ, Silva LE, Carvalho WR. Evaluation of compressive

strength in the first premolars between young and elderly people: ex vivo study.

Gerodontology 2011; e898-e901.

29. Do T, Church B, Verissimo C, Hackmyer S, Tantbirojn D, Simon JF et al. Cuspal Flexure, Depth-of-cure, and Bond Integrity of Bulk-fill Composites. J Pediatric Dent 2014; 36: 468-73.

30. C.M.P. Rosatto, et al., Mechanical properties, shrinkage stress, cuspal strain and fracture resistance of molars restored with bulk-fill composites and incremental filling technique, Journal of Dentistry (2015); 1-10.

31. Hambire UV, Tripathi VK. Experimental Evaluation Of Different Fillers In Dental Composites In Terms Of Mechanical Properties. J Eng & Appl Sci 2012; 7: 147-51.

32. Kim KH, Ong JL, Okuno O. The Effect Of Filler Loading And Morphology On The Mechanical Properties Of Contemporary Composites. J Prosthet Dent

2002;87:642-9.

33. 3MFiltek ™ P60 Posterior Restorative SystemTechnical Product Profile. 1998 :

1-36.

34. Li Y, Swartz, Philips RW, Moore BK & Roberts TA. Effect of Filler Content and

Size on Properties of Composites. J Dent Res 1985; 64(12):1396-1401.

35. Sadeghi M, Lynch CD. The Effect of Flowable Materials on the Microleakage of

Class II Composite Restorations That Extend Apical to the Cemento-enamel

Junction. Oper Dent 2009 : 306-11.

(20)

36. Ozgunaltay G, Gorucu J. Fracture resistace of class II packable composite restorations with and without flowable liners. J Oral Rehabil 2005; 111-5.

37. Amar AB, Sluzky H, Matalon S. The influence of 2 condensation techniques on

the marginal seal of packable resin composite restorations. Quintessence Int

2007;38:423–8.

38. Chadwick RG, McCabe JF, Walls AWG, Storer R. The effect of placement

technique upon the compressive strength and porosity of composite resin. J Dent

1989; 17:230-33.

39. Sood A, Munjal S, Sharma K, Malik M. An In Vitro Evaluation Of Voids And Porosities At Different Sites In Class Ii Composite Resin Restorations Using Different Consistencies And Placement Techniques – A Stereomicroscopic Study. Ind J Dent Sci 2013; 028-31.

40. Pierre LS, Bergeron C, Qian F, Hernandez MM, Kolker JL, Cobb DS, Vargas MA. Effect of polishing direction on the marginal adaptation of composite resin restoration. J Esthet Restor Dent 2013; 25:125-38

41. Makramani A, Razak A, Yi NM, Ying SY, Sanabani A. Effect of restorative

techniques on fracture resistance of endodontically treated premolars. J Stomatol

2013; 3: 379-85.

42. Marchan SM, Coldero L, White D, Smith WAJ, & Rafeek RN. Cusp Fracture

Resistance of Maxillary Premolars Restored with the Bonded Amalgam

Technique Using Various Luting Agents. Int J Dent 2008; 2009: 1-4.

43. Morresi AL, D’Amario M, Capogreco M, Gatto R, Marzo G, D’Arcangelo C,

Monaco A. Thermal cycling for restorative materials: does a standardized

protocol exist in laboratory testing? a literature review. J Mech Behav Biomed

(21)

BAB 3

HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

3.2 Hipotesis Penelitian

Dari uraian diatas maka terdapat hipotesis pada penelitian ini yaitu:

Ada pengaruh resin komposit bulk-fill pada restorasi klas II gigi premolar terhadap ketahanan fraktur.

• Resin komposit A

• Resin komposit B

Ketahanan Fraktur

• Resin komposit C

Resin komposit D

(22)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis dan Desain Penelitian 4.1.1 Jenis Penelitian

Eksperimental laboratorium 4.1.2 Desain Penelitian

Postest Only Control Group Design

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelitian

1. Departemen Konservasi Gigi FKG USU 2. Laboratorium LIDA USU

3. Laboratorium Uji Mekanis Fakultas MIPA USU 4.2.2 Waktu Penelitian

Agustus 2015 – April 2016

4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi

Gigi premolar atas dengan apikal yang sudah tertutup sempurna yang telah diekstraksi untuk keperluan orthodonti ataupun yang sudah diekstraksi karena mobiliti.

4.3.2 Sampel

Gigi premolar maksila yang telah diekstraksi dan diperoleh dari praktek dokter gigi dengan kriteria inklusi sebagai berikut :

(23)

b. Tidak ada fraktur mahkota dan belum pernah direstorasi. c. Mahkota masih utuh dan tidak karies.

d. Memiliki apikal yang sudah tertutup. Besar Sampel

Jumlah sampel dihitung dengan menggunakan rumus rancangan eksperimental murni federer sebagai berikut :

(n-1) (r-1) ≥ 15 r = ∑ perlakuan = 4 (n-1) (4-1) ≥ 15

3n –3 ≥ 15 3n ≥ 18 n ≥ 6

n = 10 (pembulatan keatas) Keterangan :

r = jumlah perlakuan dalam penelitian n = jumlah sampel

Besar sampel untuk masing-masing kelompok menurut perhitungan di atas adalah 10. Jumlah keseluruhan gigi premolar rahang atas adalah 40 sampel yang dibagi secara acak ke dalam empat kelompok perlakuan yaitu :

Kelompok 1 : Restorasi kavitas klas II dengan resin komposit Tetric N Ceram bulk-

fill (Ivoclar-Vivadent). (Resin Komposit A)

Kelompok 2 : Restorasi kavitas klas II dengan resin komposit Filtek bulk-fill (3M). (Resin Komposit B)

Kelompok 3 : Restorasi kavitas klas II dengan resin komposit SDR bulk-fill (Dentsply) dan packable. (Resin Komposit C)

(24)

Kelompok 4 : Restorasi kavitas klas II dengan resin komposit packable (3M). (Resin Komposit D)

4.4 Variabel dan Definisi Operasional 4.4.1 Variabel Penelitian

4.4.1.1 Variabel Bebas

Restorasi klas II resin komposit bulk-fill. 4.4.1.2 Variabel Tergantung

Ketahanan fraktur gigi yang telah direstorasi 4.4.1.3 Variabel Terkendali

• Perendaman gigi dalam saline

• Desain dan ukuran preparasi kavitas klas II premolar (panjang 4 mm, lebar 4 mm dan kedalaman 4 mm)

Aplikasi sistem adhesif (total etch two step) Teknik insersi (bulk sistem)

Jenis dan bentuk mata bur : diamond bur : pear shape bur yang mempunnyai cutting diamond sebesar 5 mm (1 bur untuk 3 gigi)

• Ketajaman mata bur (1 bur untuk 3 gigi) • Sumber sinar (LED)

Waktu penyinaran light cured (20 detik)

• Jarak penyinaran dengan bahan restorasi (1 mm)

Arah penyinaran light cured (tegak lurus terhadap permukaan bahan restorasi)

• Intensitas sinar (1000 – 1200 mw/cm2) • Panjang gelombang (450-470 nm)

(25)

4.4.1.4 Variabel Tidak Terkendali

• Masa jangka waktu pencabutan gigi premolar sampai perlakuan • Ketrampilan operator

Keberadaan smear layer Keberadaan micro crack Pembentukan hybrid layer

• Variasi bentuk penampang mahkota • Usia pasien pada waktu gigi diekstraksi 4.4.1.5 Identifikasi Variabel Peneliti

Variabel Bebas

• Restorasi klas II dengan mengunakan resin komposit bulk-fill.

Variabel Terkendali • Perendaman gigi dalam saline

• Desain dan ukuran kavitas klas II (panjang 4 mm, lebar 4 mm dan kedalaman 4 mm)

Aplikasi sistem adhesif (total etch two step) Teknik insersi (bulk system)

Jenis dan bentuk mata bur : diamond bur berbentuk pear shape

• Ketajaman mata bur (1 bur untuk 3 gigi) • Sumber sinar led

Waktu penyinaran light cured (20 detik)

• Jarak penyinaran dengan bahan restorasi (1 mm) • Intensitas sinar (1000-1200mw/cm2)

• Panjang gelombang (450-470 nm)

Suhu dan proses thermocycling (200 putaran pada suhu 5˚c dan 55˚c)

Metode peyinaran : continous polymerization

Variabel tidak terkendali

• Masa / jangka waktu

pencabutan gigi premolar atas sampai perlakuan.

• Ketrampilan operator

• Variasi bentuk penampang mahkota

Pembentukan hybrid layer Keberadaan smear layer

• Keberadaan micro crack

sebelum preparasi

• Usia pasien pada waktu gigi diekstraksi

Variabel tergantung Ketahanan fraktur gigi yang telah direstorasi

(26)

4.4.2 Definisi Operasional Tabel 1. Definisi operasional VARIABEL DEFINISI meluas ke arah oklusal dengan ukuran kavitas mesiodistal 4 mm, bukopalatal 4 mm, dan kedalaman 4 mm meluas ke arah oklusal dengan ukuran kavitas mesiodistal 4 mm, bukopalatal 4 mm, dan kedalaman 4 mm meluas ke arah oklusal

(27)

packable dengan ukuran kavitas mesiodistal 4 mm, bukopalatal 4 mm, dan kedalaman 4 mm meluas ke arah oklusal dengan ukuran kavitas mesiodistal 4 mm, bukopalatal 4 mm, dan kedalaman 4 mm

bulk-fill dan resin

(28)

4.5 Metode Pengumpulan Data 4.5.1 Alat Penelitian

Masker (multisafe mask) Sarung tangan (handseal)

Kaliper untuk pengukuran outline form LED light curing unit (Delma PM LED-02) Wadah plastik

High speed dental handpiece (MK Dent, Germany)

Pot akrilik

Spuit 10 ml untuk irigasi

Mikromotor (strong 207b, korea) Diamond pear shape bur (Dia bur)

• Pinset, spatula semen, instrumen plastis, probe, sonde lurus, semen stopper (Dentica)

Mata bur polish (Dia bur)

Matriks band Fendermate (Directa AB) Bonding aplikator (Microdon)

Alat uji ketahanan fraktur Torsee’s Electronic System Universal Testing

Machine Japan

Beaker glass (Pyreex, Germany)

Termometer (Fisher, Germany) Busur (Fiber castel)

Water bath (Memmert, Germany)

Stopwatch (Diamond, Germany)

Penggaris Jangka

(29)

Gambar 12. a. Kaliper, b. Bur, c. Light cure d. Spuit, e. Waterbath, f.

Bonding aplicator, g. Mikromotor, h. Gun, i. Resin Akrilik

Gambar 13. Torsee’s Electronic System Universal

... Testing Machine Japan

i

b

(30)

4.5.2 Bahan Penelitian

40 gigi premolar rahang atas yang telah dicabut untuk perawatan ortodonti Saline untuk penyimpanan sampel penelitian

Resin komposit Stress Decreasing Resin (Dentsply)

Resin komposit Tetric N Ceram bulk-fill (Ivoclar Vivadent) Resin komposit Filtek bulk-fill (3M)

Resin komposit packable P60 (3M)

Bahan adhesif total-etch two step (C-Bond wp-dental) Self curing acrylic (Vertex)

Vaselin Aquadest

• Gips untuk penanaman gigi

4.5.3 Prosedur Penelitian a. Persiapan sampel

Sampel yang digunakan sebanyak 40 buah gigi premolar rahang atas yang telah diekstraksi untuk keperluan ortodonti yang dibersihkan dengan scaler kemudian direndam dalam larutan saline. Kemudian sampel dikelompokkan menjadi empat

Gambar 14. A. Resin komposit Tetric N Ceram bulk-fill, B. Resin Komposit Filtek Bulk-fill, C.

...Resin Komposit SDR, D. Resin Komposit Packable

(31)

kelompok secara acak, masing-masing kelompok berjumlah 10 sampel dan ditanam dalam balok gips untuk memudahkan dilakukan preparasi dan restorasi.

b. Perlakuan Sampel 1. Preparasi Sampel

Bentuk Outline Form desain kavitas II mesio oklusal gigi premolar menggunakan pensil kayu dengan bantuan kaliper untuk mendapat ukuran yang akurat dengan ukuran lebar buko-lingual 4 mm, mesio-distal 4 mm kedalaman 4 mm. Preparasi kavitas menggunakan high speed handpiece dan akses ke jaringan enamel dan dentin menggunakan pear shape bur dan preparasi dimulai pada enamel permukaan oklusal. Selanjutnya kavitas diperdalam dengan memasukkan bur perlahan-lahan sehingga mencapai kedalaman 4 mm.

Gambar 15. Penanaman sampel pada balok gips

I II III IV

(32)

2. Restorasi Sampel

Desain preparasi kavitas dilakukan menurut penelitian Thuydung et al (2014). Kelompok I :

Pasang matriks pada bagian proksimal, lalu aplikasi etsa dengan menggunakan bonding aplikator selama 15 detik, kemudian bilas dengan air dan struktur gigi dijaga dan pertahankan tetap lembab (moist). Selanjutnya aplikasikan

bonding pada gigi yang sudah dipreparasi sehingga akan berpenetrasi ke dalam

struktur yang ireguler dan sinari selama 20 detik untuk proses polimerisasi. Aplikasikan Tetric N Ceram bulk-fill sebagai restorasi dengan teknik bulk dan sinari selama 20 detik.

Kelompok II

Gambar 16. Desain preparasi klas II lebar 4 mm, panjang 4 mm dan dalam ... ...4 mm. (a) arah mesial, (b) arah oklusal.29

4 mm

4

m 4 mm

(33)

Pasang matriks pada bagian proksimal, lalu aplikasi etsa dengan menggunakan bonding aplikator selama 15 detik, kemudian bilas dengan air dan struktur gigi dijaga dan pertahankan tetap lembab (moist). Selanjutnya aplikasikan

bonding pada gigi yang sudah dipreparasi sehingga akan berpenetrasi ke dalam

struktur yang ireguler dan sinari selama 20 detik untuk proses polimerisasi. Aplikasikan Filtek bulk-fill sebagai restorasi dengan teknik bulk dan sinari selama 20 detik.

Kelompok III :

Pasang matriks pada bagian proksimal, lalu aplikasi etsa dengan menggunakan bonding aplikator selama 15 detik, kemudian bilas dengan air dan struktur gigi dijaga dan pertahankan tetap lembab (moist). Selanjutnya aplikasikan

bonding pada gigi yang sudah dipreparasi sehingga akan berpenetrasi ke dalam

struktur yang ireguler dan sinari selama 20 detik untuk proses polimerisasi. Aplikasikan Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai intermediate layer dengan teknik bulk setebal 3 mm, diukur menggunakan probe dan sinari selama 20 detik. Selanjutnya, untuk tahap akhir aplikasikan resin komposit packable setebal 1 mm dan kemudian sinari selama 20 detik.

Kelompok IV

Pasang matriks pada bagian proksimal, lalu aplikasi etsa dengan menggunakan bonding aplikator selama 15 detik, kemudian bilas dengan air dan struktur gigi dijaga dan pertahankan tetap lembab (moist). Selanjutnya aplikasikan

bonding pada gigi yang sudah dipreparasi sehingga akan berpenetrasi ke dalam

struktur yang ireguler dan sinari selama 20 detik untuk proses polimerisasi. Aplikasikan resin komposit packable sebagai restorasi dengan teknik inkremental dan sinari selama 20 detik.

:

a

d

e

f

a

b

c

1

(34)

3. Finishing & Polishing

Pemolishan restorasi dilakukan menggunakan fine finishing bur untuk membuang restorasi resin komposit yang berlebihan kemudian lakukan pemolishan dengan menggunakan bur silicone pada permukaan restorasi.

4. Water Storage & Termocycling

Seluruh sampel yang telah direstorasi dimasukkan kedalam wadah dengan larutan saline dan direndam selama 24 jam. Selanjutnya lakukan proses termocycling dengan memasukkan sampel ke dalam baker glass yang berisi air es selama 30 detik dengan temperatur 5˚C lalu pindahkan dengan jeda waktu 10 detik ke waterbath

dengan temperatur 55˚C lalu diamkan selama 30 detik dan lakukan berulang sebanyak 200 kali.

Gambar 17. A. Aplikasi etsa 15 detik, B. Aplikasi bonding, C. Penyinaran 20 detik, D.Aplikasi resin komposit, E. Penyinaran 20 detik, F. Tahap Finishing.

f

e

(35)

5. Penanaman Sampel ke Dalam Cetakan Akrilik

Gigi ditanam pada balok akrilik self curing yang dicetak dengan menggunakan spuit 10 ml yang telah diolesi dengan vaselin sebelumnya. Gigi ditanam 2 mm di bawah cemento enamel junction untuk menyerupai kedudukan gigi pada tulang alveolar. Setelah akilik hampir mengeras, akrilik dikeluarkan dari spuit. setelah itu dibuat balok basis akrilik dengan cetakan yang terbuat dari kaca dengan bantuan busur sebagai dataran penuntun kemiringan 13,5˚ terhadap aksis panjang gigi

Desain balok akrilik dilakukan menurut penelitian Ozgunaltay et al (2015).

13,5˚

Gambar 19. Gambar balok basis akrilik

Gambar 20. a. Balok akrilik, b. Sampel yang telah ditanam di akrilik.

a

b

a

b

(36)

Gambar 21. ilustrasi aplikasi load pada uji fraktur dengan kemi-ringan 13,5˚ untuk mensimulasikan keadaan eksentrik.

6. Proses Uji Ketahanan Fraktur

Proses uji tekan dilakukan di laboratorium Uji Mekanis Fakultas MIPA USU untuk mengetahui kekuatan ketahanan fraktur dari sampel. Sampel diletakkan pada balok basis akrilik kemudian dilakukan uji tekan pada marginal ridge dengan kemiringan 13,5˚menggunakan Torsee’s Universal Testing Machine. Sampel ditekan dari arah oklusal dengan kecepatan 1 mm/menit sampai terjadi fraktur. Data yang

diperoleh berupa load dalam satuan Kgf dan kemudian satuan diubah ke Newton (N).

4.6 Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji One

Way Anova dengan tingkat kemaknaan (α = 0,05) untuk melihat perbedaan diantara

kelompok I, II, III dan IV pada restorasi klas II premolar atas.

(37)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1 Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan terhadap 40 buah sampel yaitu gigi premolar satu dan dua rahang atas yang dibagi secara random ke dalam 4 kelompok dengan perbedaan perlakuan. Setiap kelompok dilakukan preparasi kavitas klas II dan aplikasi sistem adhesif total etch two step dengan resin komposit yang berbeda. Kelompok I dan kelompok II menggunakan resin komposit bulk-fill high viscous, kelompok III menggunakan intermediate layer bulk-fill low viscous dan resin komposit packable, kelompok IV menggunakan resin komposit packable tanpa intermediate layer.

Uji ketahanan fraktur dilakukan dengan menggunakan alat Torsee’s Universal

Testing Machine dan data yang diperoleh berupa load dalam satuan kilogramforce

(Kgf) dan kemudian dikonversikan kedalam satuan Newton.

5.2 Analisis Hasil Penelitian

Untuk mengetahui perbedaan ketahanan fraktur pada kelompok perlakuan digunakan uji one way ANOVA dengan derajat kemaknaan α = 0,05. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data telah terdistribusi normal atau tidak dan diperoleh hasil p>0,05. Selanjutnya dilakukan uji homogenitas varian terhadap data dan diperoleh hasil p>0,05 yang menunjukkan varian data keempat kelompok tersebut homogen. Dengan demikian data yang diperoleh telah memenuhi syarat dan dapat dilakukan uji ANOVA.

Data deskriptif uji ANOVA dengan perhitungan derajat kemaknaan α = 0,05 menunjukkan nilai rerata setiap kelompok. Tabel 2 memperlihatkan nilai rerata dari nilai ketahanan fraktur dan standar deviasi dari masin-masing kelompok. Terlihat bahwa kelompok II memiliki nilai rerata kekuatan fraktur tertinggi yaitu 785,71 N

(38)

dengan standar deviasi sebesar 143,48, kelompok I dengan nilai rerata kekuatan fraktur 762,86 N dan standar deviasi sebesar 185,83, kelompok III dengan nilai rerata kekuatan fraktur 680,88 N dan standar deviasi sebesar 128,73, dan kelompok IV dengan nilai rerata fraktur 676,76 N dan standar deviasi sebesar 112,30.

Tabel 2. Data deskriptif yang menunjukkan nilai rerata dan simpangan baku dari uji ANOVA pada pengukuran ketahanan fraktur restorasi resin komposit pada kelompok

I, II, III, dan IV.

keterangan :

I. Restorasi dengan resin komposit A II. Restorasi dengan resin komposit B III. Restorasi dengan resin komposit C IV. Restorasi dengan resin komposit D

Hasil uji anova menunjukkan bahwa nilai p = 0,235 (p>0,05) secara statistik tidak berbeda signifikan pada ketahanan fraktur terhadap seluruh kelompok perlakuan (tabel 2).

Kelompok

Ketahanan Fraktur (Newton)

x±SD P

I 762,86 ±185,83

0,235

II 785,71 ±143,48

III 680,88 ±128,73

(39)

Mea n of load (Ne wto n)

Gambar 22. Grafik menunjukkan rerata nilai load restorasi resin komposit dengan KI, KII, KIII dan KIV

Dari gambar 23 terlihat kelompok II memiliki nilai rerata ketahanan fraktur tertinggi yaitu 785,71 N kemudian diperingkat kedua yaitu kelompok I dengan nilai rerata sebesar 762,86 N. Selanjutnya kelompok III di urutan ke 3 dimana nilai yang didapat sebesar 680,88 N tidak berbeda jauh dengan nilai rerata pada kelompok IV 676,76 N. Perbedaan hasil pada pengujian setiap bahan dapat dipengaruhi oleh komposisi bahan, teknik pengaplikasian bahan ataupun akibat metode yang digunakan.

(40)

Pola fraktur yang didapat setelah diuji fraktur menunjukkan berbagai bentuk dan kebanyakan terjadi fraktur pada restorasi. Selain itu terdapat pula sampel yang mengalami poreus dan sampel lain hanya mengalami crack namun jauh dari daerah tekan.

Gambar 23. a) pola fraktur yang jauh dari daerah tekan, b) adanya poreus didalam restorasi

(41)

BAB 6 PEMBAHASAN

Pada penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental dengan desain penelitian postest only control group design. Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah gigi premolar atas dengan menetapkan beberapa kriteria yaitu ukuran mahkota gigi yang tidak berbeda secara ekstrim, tidak ada fraktur mahkota dan belum pernah direstorasi, mahkota masih utuh dan tidak karies. Jumlah gigi yang digunakan adalah sebanyak 40 buah gigi yang dibagi secara random ke dalam empat kelompok perlakukan yaitu kelompok Tetric N Ceram bulk-fill (Ivoclar-Vivadent), kelompok Filtek bulk-fill (3M), kelompok SDR (Dentsply) dan kelompok packable P60 (3M). Penelitian ini juga menggunakan matriks sectional Fendermate (Directa AB) yang dapat memberikan adaptasi yang lebih baik sehingga mencegah overhanging.

Berdasarkan hasil yang diperoleh setelah dilakukan proses uji tekan pada keempat kelompok, secara deskriptif didapat nilai rerata kelompok restorasi bulk-fill lebih besar dengan nilai terbesar terdapat pada Filtek bulk-fill (3M) 785.71N kemudian disusul oleh Tetric N Ceram bulk-fill (Ivoclar-Vivadent) 762.86 N dan kemudian SDR (Dentsply) + P60 (3M) 680.88 N, sedangkan P60 (3M) 676,7 N menempati urutan terakhir. Tetapi hasil ini tidak berbeda secara statistik, ini ditunjukkan dari hasil uji one way ANOVA pada keempat kelompok perlakuan dengan nilai p>0,05.

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang didapat oleh Rosatto et al (2015) yang meneliti ketahanan fraktur pada gigi molar yang telah dipreparasi klas II dan direstorasi dengan resin komposit bulk-fill dan resin komposit packable, hasilnya menunjukkan bahwa bulk-fill memiliki nilai ketahanan fraktur yang lebih tinggi diandingkan resin komposit packable .30

(42)

Filtek bulk-fill (3M) mempunyai nilai fraktur terbesar karena menggunakan dua jenis monomer yang apabila dikombinasikan dapat mengurangi shrinkage. Monomer pertama yaitu AUDMA (aromatic dimethacrylate) akan mengurangi kelompok resin reaktif, ini akan mengurangi shrinkage volumetric. Monomer kedua yaitu AFM (addition fragmentation monomer) akan membelah proses fragmentasi yang sedang berlangsung sehingga akan memberikan efek relaksasi pada saat polimerisasi terjadi sehingga akan mengurangi stress.25 Filtek bulk-fill (3M) juga memiliki tipe filler yang berbeda yaitu menggunakan tipe filler nanocluster dimana tipe filler ini dapat meningkatkan sifat mekanis resin komposit. Hal ini didukung oleh penelitian Hambire UV et al (2012) yang menemukan bahwa resin komposit

nanocluster dapat menyerap stress akibat load yang diberikan dengan cara pecah

menjadi fragment-fragment kecil dan terpisah dari struktur cluster utama dan hal ini akan meningkatkan resistensi terhadap fraktur.25,31

Kim et al (2002) menemukan bahwa terdapat pengaruh dari kadar filler terhadap flexural strength, modulus, kekerasan dan ketahanan fraktur.32 Hasil pengujian pada Tetric N Ceram bulk-fill (Ivoclar-Vivadent) menunjukkan nilai yang jauh lebih tinggi daripada resin komposit packable, ini disebabkan karena terdapat kandungan 17% filler khusus yaitu isofillers, merupakan suatu filler khusus yang berfungsi sebagai shrinkage stress reliever yang dapat mengurangi polimerisasi

shrinkage. Shrinkage stress reliever ini mempunyai modulus elastisitas yang rendah

yaitu sebesar 10 Gpa jika dibandingkan dengan resin komposit packable yaitu sebesar 12 Gpa, sehingga akan menyebabkan bulk-fill memiliki sifat lebih fleksibel dan dapat berperan seperti pegas saat polimerisasi berlangsung sehingga mengurangi shrinkage yang terjadi dan dengan berkurangnya shrinkage yang terjadi saat polimerisasi maka

stress dan resiko fraktur juga akan berkurang karena dapat meminimalisasi

(43)

akan semakin besar dan semakin besar stress yang timbul pada resin komposit maka semakin besar pula resiko kegagalan.13

Li et al (1985) menemukan bahwa ukuran partikel filler menentukan ketahanan fraktur bahan restorasi resin komposit. Semakin besar ukuran partikel

filler, semakin besar kekuatan bahan restorasi resin komposit dalam menahan fraktur,

pada SDR memiliki ukuran partikel rata-rata yang lebih besar yaitu 4,2 μm dibandingkan resin komposit packable yaitu 0,6 μm sehingga ukuran partikel yang lebih besar ini akan memperkuat ketahanan fraktur dari resin komposit.33,34 Selain itu penggunaan resin komposit flowable sebagai intermediate layer pada kavitas klas II yang dikombinasikan dengan resin komposit packable diatasnya juga dapat mengurangi celah dan gap sehingga dapat mengurangi terjadinya crack yang dapat menimbulkan fraktur.13,35 Meskipun hasil uji menunjukkan nilai yang hampir sama antara SDR dan packable namun untuk penggunaan jangka panjang SDR akan memberikan keuntungan karena memilki kemampuan adaptasi yang lebih baik dan dapat berperan sebagai stress relieve selama polimerisasi berlangsung sehingga dapat mengurangi stress.26,36

Pada penelitian yang dilakukan oleh Do et al (2014) mendukung hasil yang didapat pada penelitian ini dimana pada penelitian yang dilakukannya menemukan bahwa shrinkage yang terjadi pada resin komposit bulk-fill tidak berbeda dengan resin komposit packable.29 Polimerisasi shrinkage memiliki pengaruh memicu micro

crack dimana micro crack ini dapat meningkatkan resiko fraktur. 13,17

Melalui hasil deskriptif dapat dilihat bahwa resin komposit bulk-fill memiliki ketahanan fraktur yang lebih tinggi dibandingkan resin komposit packable. Meskipun analisis one way ANOVA tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Perbedaan yang tidak signifikan ini mungkin terjadi akibat beberapa faktor lain yang juga mempengaruhi.

Proses kondensasi resin komposit kedalam kavitas juga berpengaruh, dimana partikel filler yang terpusat dan terkondensasi pada dinding kavitas akan meningkatkan perlekatan pada kavitas.37 Selain itu adanya poreus pada restorasi resin komposit yang dapat disebabkan oleh proses pembuatan resin komposit itu sendiri

(44)

ataupun saat manipulasi bahan dapat mempengaruhi kekuatan fraktur.38 Hal ini terlihat dari adanya poreus didalam restorasi pada salah satu sampel. Poreus ini dapat menurunkan kekuatan restorasi karena stress yang terkonsentrasi disekitar poreus akan menyebabkan nilai fatigue bahan menjadi rendah dan meningkatkan resiko fraktur.39 (Gambar 23b)

Proses polishing juga dapat mempengaruhi adaptasi bahan, penelitian yang dilakukan oleh Pierre et al (2013) menunjukkan pemolishan gigi dari arah gigi menuju restorasi akan meningkatkan potensi terbentuknya celah atau gap pada dinding kavitas. Selain itu panas yang dihasilkan sewaktu pemolishan juga dapat merusak adaptasi bahan tambal dengan gigi dimana hal ini akan mempengaruhi distribusi stress pada gigi.40

Makramani et al (2013) gigi yang digunakan pada penelitian meskipun telah dipilih dengan mempertimbangkan dimensi yang mirip pada tiap sampel namun variasi dari sifat mekanis dan fisis pada gigi alami tidak dapat dihindari, variasi ini dapat menyebabkan hasil yang tidak signifikan.41 Pada penelitian ini, variasi bentuk tonjol, posisi tonjol maupun tinggi tonjol premolar atas yang menjadi sampel juga tidak dikontrol. Selain itu adanya kemungkinan micro crack yang sudah ada sebelumnya juga tidak dikontrol karena pada penelitian ini sampel yang digunakan tidak diamati di bawah mikroskop untuk memastikan tidak adanya micro crack. Hal ini terlihat dari fraktur yang muncul pada beberapa sampel jauh dari daerah tekan sehingga hal ini dapat mempengaruhi hasil yang didapat (Gambar 23a).42

(45)

berbentuk miring dimana perbedaan ini akan menentukan ketahanan fraktur suatu gigi.28

Franca et al (2005) untuk meneliti ketahanan fraktur pada gigi, permukaan akar gigi harus dilapisi wax setinggi 2 mm di bawah cementoenamel junction untuk mensimulasikan jaringan periodonsium.17 Dalam penelitian ini wax ataupun silicon tidak digunakan untuk melapisi akar gigi sehingga tidak mensimulasikan jaringan periodonsium sehingga kemungkinan dapat mempengaruhi hasil yang didapat.

Proses uji tekan juga bisa menyebabkan perbedaan yang tidak signifikan. Pada penelitian ini alat uji tekan yang digunakan adalah Universal Testing Machine dimana alat ini tidak bisa mensimulasikan kondisi yang sepenuhnya sama dengan kondisi rongga mulut meskipun beberapa kondisi telah dilakukan untuk mensimulasikan lingkungan rongga mulut, hal ini disebabkan karena untuk menganalisis kemampuan material dari sistem restorasi sepanjang proses penggunaannya lebih dibutuhkan cylic

stress yang memberikan load yang berulang-ulang sehingga didapat dinamic load

yang dapat mensimulasikan tekanan pengunyahan yang lebih baik. Pada penelitian ini

Universal Testing Machine hanya memberikan load pada satu arah dan satu titik

sehingga tidak mensimulasikan gaya sebenarnya yang terjadi pada proses mastikasi.3,41

Resin komposit bulk-fill merupakan resin komposit yang memiliki shrinkage polimerisasi yang rendah sehingga dapat diaplikasikan sampai kedalaman kavitas 4 mm sekali aplikasi. Oleh karena itu bahan ini dapat mempermudah teknik restorasi dan mengurangi waktu pengerjaan jika dibandingkan dengan resin komposit packable yang hanya dapat diaplikasikan maksimal 2 mm sekali aplikasi. Selain itu adaptasi yang baik akan menyalurkan tekanan dengan baik pada saat proses pengunyahan sehingga akan meningkatkan ketahanan gigi yang direstorasi.

Pada penelitian ini dilakukan proses thermocycling dengan suhu 5˚ dan 55˚ karena merupakan suhu yang paling mirip dengan kondisi rongga mulut, kemudian dilakukan proses thermocycling sebanyak 200 kali yang setara dengan penggunaan selama 4 sampai 10 hari di dalam rongga mulut. Meskipun demikian namun hasil uji

(46)
(47)

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Pada penelitian ini tidak ada pengaruh penggunaan resin komposit bulk-fill sebagai restorasi terhadap ketahanan fraktur pada restorasi klas II. Akan tetapi penggunaan resin komposit bulk-fill memiliki keuntungan dalam aplikasi klinis karena mempermudah proses restorasi dan menghemat waktu aplikasi. Selain itu resin komposit bulk-fill dapat mengurangi shrinkage dan memiliki adaptasi bahan yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan ketahanan restorasi.

7.2 Saran

1. Agar melakukan penelitian lanjutan mengenai celah mikro pada restorasi resin komposit menggunakan bulk-fill dengan Scanning Electron Microscopy (SEM). 2. Agar menggunakan alat uji tekan yang dapat memberikan dinamic load dalam

penelitian terhadap ketahanan fraktur suatu restorasi.

3. Agar melakukan penelitian secara in vivo untuk mengetahui ketahanan fraktur gigi dengan resin komposit bulk-fill.

(48)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Resin komposit merupakan bahan tambalan sewarna gigi yang banyak digunakan karena daya ikat dan estetisnya yang baik. Namun masalah fundamental pada resin komposit ini yaitu penyusutan yang terjadi saat proses polimerisasi. Kontraksi internal yang terjadi dapat merusak marginal seal resin komposit yang telah berikatan dengan dinding kavitas dan menyebabkan terbentuknya gap

interfacial, sensitivitas postoperative, ataupun karies sekunder. Terkadang deformasi

pada cusp juga terjadi yang dapat menyebabkan crack dan fraktur pada dinding kavitas.

Salah satu cara mengatasi penyusutan adalah dengan menggunakan teknik inkremental, namun teknik inkremental menimbulkan masalah lain yaitu memerlukan waktu yang lama. Oleh karena itu dikembangkan bahan baru yaitu jenis bulk-fill yang dapat digunakan dengan sekali aplikasi setebal 4 mm, bahan ini juga diklaim mempunyai penyusutan yang kecil.10

2.1Resin komposit

Resin komposit pertama kali dikembangkan oleh Bowen tahun 1962 untuk menggantikan resin akrilik karena resin akrilik memiliki filler yang tidak berikatan dengan matriks resin akibatnya menimbulkan kelemahan seperti shrinkage yang besar, staining, dan mengalami keausan dengan pemakaian. Bowen lalu mengembangkan sebuah bahan baru untuk mengatasi kelemahan tersebut yaitu dengan menggunakan monomer bisphenol-A glycidyl dimethacrylatess atau yang biasa disebut bis-GMA, merupakan monomer yang fungsinya untuk menciptakan ikatan antara filler dengan matriks resin.

Resin komposit terdiri dari komponen utama yaitu resin matrix yang diperkuat oleh kaca, silica, crystalline, metal oxide ataupun resin yang diperkuat oleh partikel

(49)

Resin komposit juga mengandung bahan lain yaitu activator-inisiator sistem yang diperlukan untuk mengubah resin dari lunak menjadi keras. Pigmen pada resin berperan untuk mendapat warna yang sewarna gigi. Ultviolet (UV) absorber dan bahan tambahan lainnya juga digunakan untuk membantu mempertahankan stabilitas warna.20

2.1.1 Komponen Resin Komposit 2.1.1.1 Matriks organik

Matriks pada dasarnya terdiri dari monomer seperti bisphenol A

dimethacrylatess (bis-GMA) atau urethane dimethacrylatess (UDMA). Sistem

monomer ini berperan sebagai tulang punggung dari resin komposit sehingga didapat struktur yang kuat, kaku dan tahan lama. Matriks juga berperan dalam membentuk ikatan terhadap struktur gigi. Namun matriks memiliki kekurangan yaitu merupakan bagian paling lemah dari resin komposit, sangat rentan terhadap keausan, dapat menyerap air dan dapat berubah warna. Oleh karena itu kebanyakan modifikasi dilakukan pada filler ataupun metode penyinaran daripada memodifikasi matriks.2,21 Karena matriks memiliki banyak kelemahan maka banyak pabrikan resin komposit mengurangi konten matriks dan menambah konten filler sehingga didapat resin komposit yang lebih kuat.

Matriks resin komposit dapat mengalami polimerisasi melalui reaksi kimia ataupun sinar. Material dengan aktivasi sinar merupakan yang paling banyak digunakan pada resin komposit dalam bidang kedokteran gigi. Karena monomer seperti bis-GMA bersifat sangat kental maka untuk meningkatkan kemudahan dalam penggunaan klinis, monomer dengan viskositas rendah ditambahkan untuk mendapat konsistensi yang diinginkan pada keadaan klinis saat matriks telah dicampur dengan

filler. Monomer ini dapat berupa triethylene glycol dimethacrylatess (TEGDMA)

ataupun bis-EMA6 ( Gambar 1).21,22

(50)

2.1.1.2 Filler

Filler merupakan mineral transparant yang dicampur pada resin komposit dengan tujuan untuk meningkatkan sifat mekanis dan mengurangi shrinkage polimerisasi. Filler mempengaruhi sebagian besar volume atau berat dari resin komposit. Filler mempunyai beberapa fungsi yaitu untuk memperkuat matriks resin, mengatur translusensi, dan mengontrol shrinkage pada saat polimerisasi berlangsung.

Filler terdiri dari mineral yang sudah dihancurkan seperti quartz, kaca, atau sol-gel

yang berasal dari keramik. Kebanyakan kaca mengandung oksida logam berat seperti barium atau zinc sehingga diperoleh sifat radiopaq saat dilakukan radiografi. Ukuran

filler juga mempengaruhi kekasaran permukaan restorasi, semakin besar ukuran filler

maka semakin kasar permukaan restorasi.20-22 a

b

c

d

Gambar 1. Struktur kimia matriks resin komposit. (a) bis-GMA, (b) UDMA, (c) TEGDMA,

(51)

2.1.1.3 Coupling Agent

Ikatan antara filler dan matriks didapat dengan cara melapisi partikel filler dengan silane coupling agent, artinya coupling agent berfungsi untuk mengikat filler dengan matriks resin. Beberapa fungsi coupling agent yaitu untuk mengikat filler dengan resin matriks, menyalurkan tekanan dari resin matriks yang fleksibel ke partikel filler yang kaku dan mencegah penetrasi air pada permukaan resin filler sehingga bersifat stabil terhadap keadaan basah, contoh coupling agent yang paling sering digunakan γ-methacryloxypropyl trimethoxysilane 2,20 (Gambar 2)

2.1.1.4 Inisiator dan Akselerator

Proses curing pada resin komposit dimulai dengan adanya pemicu yaitu cahaya ataupun dapat berupa reaksi kimia. Cahaya yang digunakan adalah cahaya biru dengan panjang gelombang 465 nm, dimana cahaya ini akan diserap oleh

photo-sensitizer seperti champhorquinone yang ditambahkan pada monomer selama proses

pembuatan resin komposit dengan kadar yang bervariasi dari 0,1% - 1,0%.

Camphorquinone dapat menyerap cahaya dengan panjang gelombang antara 400 dan

500 nm. Pada resin komposit methacrylatess radikal bebas akan terbentuk pada saat resin komposit diaktivasi. Reaksi ini selanjutnya akan dipercepat dengan adanya amine organik. Amine dan champhorquinone akan berada dalam keadaan stabil dan tidak bereaksi satu sama lain selama resin komposit tidak terekspos pada cahaya. 20,22

Gambar 2. Struktur kimia silane coupling agent γ-methacr-

...yloxypropyl trimethoxysilane 20

(52)

Meskipun light-cured komposit banyak digunakan namun masih memiliki kekurangan yaitu harus menggunakan teknik insersi inkremental saat ketebalan tambalan mencapai 2 sampai 3 mm karena keterbatasan penetrasi sinar pada resin komposit. Oleh karena itu penggunaan light cured komposit akan sangat menyita waktu apabila digunakan pada restorasi yang besar seperti kavitas klas II.20,22

2.1.1.5 Pigment dan Komponen lain

Bahan pewarna digunakan hanya sebagian kecil untuk memperoleh warna yang berbeda. Bahan yang biasa digunakan adalah metal oksida seperti titanium oksida dan aluminium oksida. UV absorber juga ditambahkan untuk mencegah diskolorisasi, contoh bahan yang biasa dipakai adalah Benzophenone.

2.1.2 Jenis Resin Komposit

Resin komposit dibagi menjadi beberapa jenis yaitu berdasarkan ukuran filler, komposisi matriks, dan metode polimerisasi.2

2.1.2.1 Berdasarkan Filler 1. Macrofilled Komposit

Tipe pertama yang digunakan pada resin komposit yang dikembangkan tahun 1960. Fillernya terdiri dari quartz dengan ukuran 10 - 25 m. Ukuran filler yang besar pada resin komposit macrofilled akan menyebabkan restorasi yang kasar.

2. Microfilled Komposit

Ukuran partikel filler ini jauh lebih kecil dari resin komposit macrofilled yaitu sebesar 0,03 - 0,5 m. Resin komposit microfilled dapat dipolish dengan sangat halus namun terdapat masalah lain yaitu persentase filler yang rendah berkisar 40-50%, hal ini akan menyebabkan kadar resin yang tinggi, kadar resin yang tinggi akan meningkatkan koefisiensi termal dan menurunkan kekuatan resin komposit.

3. Hybrid Komposit

Merupakan kombinasi resin komposit macrofill dan microfill. Resin komposit

hybrid mengandung partikel dengan ukuran < 2 m dan serbuk silika dengan ukuran

(53)

fisis yang mirip dengan komposit macrofill dan kehalusan permukaan seperti

microfill.21

4. Nanohybrid Komposit

Merupakan komposit yang mempunyai filler dengan rentang ukuran dari 0,4 – 5 micron. Resin komposit ini memiliki sifat fisik yang mirip dengan hybrid komposit. Keuntungan resin komposit ini yaitu dapat dipolish dengan sangat baik, sifat mekanis yang optimal, mudah digunakan, tahan terhadap perubahan warna, dan dapat

digunakan pada anterior dan posterior.2,22

2.1.2.2 Berdasarkan Viskositas a. Resin Komposit Packable

Resin komposit packable merupakan komposit dengan viskositas yang tinggi. Resin komposit packable direkomendasikan untuk digunakan pada kavitas klas I dan klas II. Resin komposit packable terdiri dari resin dimethacrlate dengan filler yang memiliki konten filler sebesar 66% -70% dari total volume resin komposit dan ukuran partikel sebesar 0.7 - 20μm.2,22

b. Resin Komposit Flowable

Resin komposit flowable memiliki filler konten berkisar 41-53% dari total volume. Kandungan filler yang rendah mengakibatkan berkurangnya viskositas resin

Gambar 3. Pembagian resin komposit berdasarkan ukuran filler (a) dddddddddmacrofill, (b) microfill, (c) hybrid 21

a b c

(54)

komposit ini sehingga bahan ini dapat digunakan secara injeksi pada preparasi dan hal ini membuat resin komposit flowable menjadi pilihan yang baik sebagai restorasi pit dan fissure.2

2.1.3 Polimerisasi Resin Komposit

Proses polimerisasi terjadi melalui 3 tahap yaitu : inisiasi, propagasi dan terminasi. Pada tahap inisiasi akan dihasilkan radikal bebas aktif dimana radikal bebas aktif ini akan beraksi dengan monomer dan menghasilkan monomer radikal dengan inti yang aktif. Selanjutnya adalah tahap propagasi, tahap ini berlangsung pada saat molekul monomer sedang bereaksi dengan cepat dengan inti yang aktif untuk menghasilkan reaksi berantai. Reaksi ini akan terus berkelanjutan menjadi rangkaian yang panjang atau dapat juga bereaksi dengan rantai lainnya membentuk rantai silang. Proses terminasi terjadi apabila semua radikal bebas telah selesai bereaksi.22,23 Keseluruhan proses ini dapat dilihat pada (gambar 4).

a

b

c

d

Gambar 4. Proses polimerisasi (a) aktivasi, (b) inisiasi, (c)

(55)

2.1.4 Resin Komposit Bulk-fill

Resin komposit bulk-fill merupakan komposit dengan peningkatan kemampuan dalam mengurangi shrinkage polimerisasi dan kedalaman penyinaran.

Bulk-fill merupakan resin jenis baru nano-hybrid komposit yang dapat digunakan

untuk gigi posterior dan dapat juga digunakan untuk restorasi klas V. Setiap merek

bulk-fill memiliki mekanisme kerja yang berbeda namun memiliki keunggulan yang

sama yaitu dapat diaplikasikan dengan ketebalan mencapai 4 mm sekali aplikasi. Resin komposit bulk-fill mempunyai beberapa mekanisme kerja yaitu :

a. Menggunakan tipe filler yang berbeda

Pada bulk-fill untuk mengurangi polimerisasi shrinkage produsen menambahkan suatu bahan yaitu shrinkage stress reliever, merupakan suatu filler khusus yang sebagian fungsinya dijalankan oleh silane, kadar filler ini sebesar 17% prepolymers, Ba-Al-F (ukuran partikel 0,4-0,7 μm), YbF3 (ukuran partikel 200 nm) dan filler loading sebesar 61% dan 17% isofillers dari total volume. 15

Shrinkage stress reliever ini mempunyai modulus elastisitas yang rendah yaitu sebesar 10 Gpa sehingga menyebabkan bulk-fill memiliki sifat lebih fleksibel dan dapat berperan seperti pegas saat polimerisasi berlangsung.15,16 (Gambar 5).

Gambar 5. Shrinkage stress reliever berperan seperti pegas saat proses polimerisasi sehingga shrinkage akan berkurang dan resin akan tetap melekat pada dinding kavitas 15

(56)

Pada pabrikan lain juga menggunakan tipe filler nanocluster dimana tipe filler ini dapat meningkatkan sifat mekanis resin komposit karena nanocluster dapat meredam stress akibat load yang diberikan dengan memecah diri dari struktur cluster utama.

b. Menggunakan tipe monomer yang berbeda

Produsen lainya menggunakan dua jenis monomer baru yang apabila dikombinasikan dapat mengurangi polimerisasi shrinkage. Monomer pertama yaitu AUDMA (aromatic dimethacrylate) akan mengurangi kelompok resin reaktif, hal ini akan sedikit mengurangi shrinkage volumetric. Monomer kedua yaitu AFM (addition fragmentation monomer) akan membelah proses fragmentasi yang sedang berlangsung sehingga akan mengurangi terbentuknya jaringan pada saat polimerisasi terjadi sehingga akan mengurangi stress.25

c. Menggunakan foto inisiator yang berbeda

Pada bulk-fill untuk mencapai kedalaman yang lebih besar dilakukan peningkatan translusensi pada bahan ataupun menggunakan jenis inisiator tambahan yang baru yaitu ivocerin – dibenzoyl germanium derivative yang dapat menyerap sinar biru secara maksimal yang berada dalam rentang panjang gelombang 370-460 nm. Ivocerin (370-460 nm) bersifat lebih reaktif terhadap cahaya daripada camporquinone (400-500 nm) dan Lucirin TPO (300-400 nm) sehingga menyebabkan polimerisasi lebih cepat dan kedalaman penyinaran yang lebih besar.15

Gambar 6. Koefisien absorbsi ivocerin yang lebih tinggi dan lebih reaktif terhadap cahaya mengakibatkan

(57)

d. Menggunakan modulator polimerisasi

Resin komposit bulk-fill dapat ditemukan dalam dua konsistensi yaitu high

viscous dan low viscous. Low viscous mengandung fluoride yang dapat digunakan

sebagai basis pada klas I dan II. Resin ini dapat diaplikasikan setebal 4 mm dengan

stress polimerisasi yang minimal. Teknologi resin ini dapat mengurangi shrinkage volumetric sebesar 20% dan stress polimerisasi sebesar 80% jika dibandingkan

dengan resin komposit low viscous tradisional.16,26 Hal ini dapat dicapai karena terdapat resin urethane dimethacrylate yang merupakan resin ukuran lebih besar (berat molekul 849 g/mol dibandingkan Bis-GMA 513 g/mol) lalu dikombinasikan dengan modulator polimerisasi yang tertanam pada bagian tengah resin. Molekul besar dan pembentukan fleksibilitas disekeliling pusat modulator akan memaksimalkan fleksibilitas dan struktur jaringan kimia flowable. Selain itu formulasi filler loading (68% berat, 45% volume) juga mengurangi shrinkage volume dan meningkatkan kekuatan bahan.26

2.2Sistem Adhesif

Sistem adhesif merupakan syarat utama pada restorasi untuk mendapat perlekatan antara bahan restorasi dan enamel atau dentin tanpa perlu membuang lebih banyak struktur gigi.2

Gambar 7. Kombinasi modulator dan molekul resin berukuran besar akan memaksimalkan fleksibilitas dan pembentukan jaringan 26

(58)

2.2.1 Mekanisme Sistem Adhesif

Terdapat beberapa sistem adhesif yaitu adhesi secara fisik, kimia dan mekanis. Pada adhesi fisik terdapat gaya Van der Waals yang merupakan gaya tarik antara ion yang berbeda muatan, pada adhesi secara kimia terdapat gaya tarik menarik yang disebabkan karena penggunaan elektron secara bersamaan antara dua atom atau molekul, sehingga menimbulkan ikatan yang kuat, disebut dengan ikatan kovalen. Adhesi mekanis yaitu ikatan yang terjadi akibat penetrasi satu material terhadap material lainnya dalam ukuran mikro.2

2.2.2 Klasifikasi Sistem Adhesif 2.2.2.1Total Etch Sistem

1. Three step total etch adhesif

Sistem ini terdiri dari tiga tahap apikasi yaitu tahap etching, priming dan

bonding. Keseluruhan bahan ini berada dalam botol yang berbeda.

2. Two step total etch adhesif

Sistem ini menggunakan bahan primer dan bonding yang digabung menjadi satu sehingga hanya perlu dua tahap aplikasi yaitu etching dan self priming resin.

a b c

(59)

2.2.2.2 Self Etch Sistem 1. Two step self etch adhesif

Sistem adhesif ini terdiri dari dua tahap aplikasi yaitu aplikasi self etch primer kemudian dilanjutkan dengan aplikasi bonding.

2. One step self etch adhesif

Sistem ini menggabungkan semua tahap aplikasi menjadi satu, sehingga hanya membutuhkan satu kali aplikasi (single application).24

2.2.3 Adhesi Enamel dengan Resin komposit

Ikatan antara enamel dengan resin komposit didapat dengan retensi mikromekanik setelah dilakukan pengetsaan untuk melarutkan kristal hydroxyapatite pada bagian terluar enamel. Etsa yang biasa digunakan adalah asam fosfor, umumnya waktu pengetsaan berkisar 15 detik dengan kadar fosfor 30% - 40%. Kemudian etsa dicuci dengan air sampai bersih sehingga akan tercipta resin tag. Resin tag terdiri dari 2 jenis yaitu macrotag dan microtag. Microtag lebih penting daripada macrotag karena jumlah microtag yang jauh lebih banyak dan memiliki area kontak yang luas.

Macroshear bond strength pada perlekatan enamel berkisar 18 -22 Mpa.2,22,24

2.2.4 Adhesi Dentin dengan Resin Komposit

Perlekatan bonding pada dentin lebih sulit daripada perlekatan pada enamel karena perbedaan morfologi, histologi dan komposisi dari dentin dan enamel. Pada dentin terdiri dari 50% bahan inorganik sedangkan pada enamel 95%, dentin juga mengandung air sebesar 25% sedangkan enamel 18%. Selain itu, cairan tubulus pada tubulus dentin yang terus menerus mengalir keluar juga akan mengurangi adhesi pada dentin. Oleh karena itu diperlukan primer dengan komponen hydrophilic contohnya HEMA yang dapat membasahi dentin dan berpenetrasi ke strukturnya. 2,22

2.2.5 Hybridization

Merupakan proses pembentukan hybrid layer. Hybrid layer merupakan pembentukan formasi interlocking pada permukaan dentin yang telah

(60)

didemineralisasi. Hybrid layer berperan dalam perlekatan miromekanis antara gigi dan resin. Pada dentin, hybrid layer dari bonding resin dan kolagen sering terbentuk dan bahan adhesive akan berpenetrasi ke tubulus dentin.2,22

2.3Sifat Fisik Resin Komposit yang Mempengaruhi Ketahanan Fraktur 2.3.1 Kontraksi Polimerisasi

Kontraksi polimerisasi merupakan kelemahan utama pada resin komposit, kontraksi yang terjadi pada resin komposit dapat menimulkan stress sebesar 13 Mpa pada struktur gigi dan komposit. Stress ini akan menimbulkan celah yang kecil yang dapat menimbulkan kebocoran dan menyebabkan masuknya saliva dan mikroorganisme yang nantinya akan menimbulkan karies sekunder dan perubahan warna pada daerah marginal. Stress yang terjadi dapat melebihi kekuatan tensile dari enamel dan dapat menyebabkan frakturnya enamel. Peletakan komposit setebal 2 mm dan melakukan penyinaran pada setiap lapisan dapat mengurangi efek polimerisasi.22

2.3.2 Koefesien Ekspansi Termal

Koefisien ekspansi termal resin komposit mempunyai rentang dari 25 sampai 38 x 10-6 /° C pada komposit dengan filler ukuran besar dan 55 sampai 68 x 10-6/°C

Gambar 9. Penampang transversal dari bonding resin komposit

... pada dentin (C), adhesive layer (A), hybrid layer (H)

(61)

pada partikel ukuran mikro. Pada dentin mempunyai koefisien termal sebesar 8,3 x 10-6 /° C dan pada enamel sebesar 11,4 x x 10-6 /° C. Perbedaan nilai koefisien ekspansi yang jauh antara gigi dan resin komposit akan menyebabkan perbedaan saat gigi dan resin komposit terpapar oleh perubahan suhu di dalam rongga mulut. Pada keadaan dingin restorasi akan mengkerut dan menimbulkan gap dan pada saat suhu meningkat gap akan tertutup kembali, proses yang terus berulang ini dinamakan perkolasi. 21,22

2.3.3 C – Factor

C-factor (cavity configuration factor) didefinisikan sebagai rasio antara area yang berikatan dan tidak berikatan pada restorasi, c-factor merupakan suatu indeks yang digunakan untuk menggambarkan tingkat masalah pada bahan restorasi yang menyusut. Pada restorasi klas I memiliki c-factor yang lebih besar daripada klas II karena memiliki permukaan berikatan dan tidak berikatan yang lebih besar.22

2.3.4 Modulus Elastisitas

Modulus elastisitas merupakan sifat yang menyebabkan suatu bahan bersifat kaku. Modulus elastisitas yang semakin tinggi akan menyebabkan suatu bahan semakin kaku dan modulus elastisitas yang rendah akan menyebabkan bahan menjadi

Gambar 10. Faktor konfigurasi kavitas (C-factor) merupakan rasio antara daerah yang berikatan dan tidak berikatan 22

(62)

lebih elastis. Dentin memiliki modulus elastisitas sebesar 18-24 Gpa dan pada enamel sebesar 60-120 Gpa sedangkan pada komposit sebesar 5-20 Gpa.22 Pada resin komposit peningkatan filler akan meningkatkan modulus elastisitas sebaliknya pengurangan filler akan menyebabkan modulus elastisitasnya rendah. Modulus elastisitas mempengaruhi adaptasi resin komposit pada permukaan gigi. Oleh karena itu bahan dengan modulus elastisitas rendah memiliki keuntungan yaitu dapat bersifat seperti pegas pada saat kontraksi sehingga dapat meminimalisir terjadinya gap.15

2.3.5 Degree of Conversion

Resin komposit telah digunakan selama bertahun-tahun untuk menggantikan amalgam pada gigi posterior. Resin komposit diharapkan untuk memiliki sifat mekanis yang mendekati enamel dan dentin dan juga masa pakai yang panjang. Namun terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas komposit salah satunya degree of conversion (DC). Polimerisasi yang adekuat untuk mengubah monomer menjadi polimer sangat diperlukan. Monomer tidak 100% diubah menjadi polimer namun terdapat sisa monomer yang tidak bereaksi. Polimerisasi distimulasi oleh penyerapan sinar dengan rentang panjang gelombang 400-500 nm dan ketika teraktivasi aliphati amin akan bereaksi membentuk radial bebas. Jumlah ikatan karbon ganda (C=C) pada monomer yang akan diubah menjadi ikatan tunggal (C-C) untuk membentuk rantai polimer selama polimerisasi disebut degree of conversion. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi degree of conversion yaitu sumber sinar, intensitas sinar, panjang gelombang, waktu penyinaran, ukuran light tip, metode fotoaktivasi, komposisi matriks organik, tipe, jumlah foto inisiator, dan warna resin komposit.27

2.3.6 Filler

(63)

strength, modulus of elasticity, kekerasan bahan. Volume filler yang mencapai 70%

akan memiliki sifat abrasi dan kekuatan fraktur yang mendekati kekuatan gigi sehingga akan meningkatkan daya tahan pada keadaan klinis.20

2.4 Uji Ketahanan Fraktur

Pada proses mastikasi di dalam mulut terjadi berbagai gaya yang bekerja secara bersamaan. Gaya ini akan mempengaruhi sifat mekanis dari gigi yang telah direstorasi. Berbagai gaya tersebut meliputi compressive stress, tensile stress dan

shear stres. Kekuatan suatu material didefinisikan sebagai besar ketahanan rata-rata

suatu bahan untuk dapat menahan suatu gaya saat terjadi fraktur.22

Ketahanan fraktur dapat diukur dengan memberikan compressive menggunakan alat Universal Testing Machine (UTM). Compression dihasilkan dari dua gaya dengan arah menuju satu sama lainnya pada arah garis lurus. Universal

Testing Machine dapat menganalisa sifat material seperti tarikan (tension), kompresi,

ataupun gaya geser. Pada UTM Tekanan diberikan pada sampel sampai terjadi fraktur, selanjutnya tekanan akan diukur menggunakan transducer dan deformasi yang terjadi diukur dengan ekstensometer.22 Pada gigi premolar atas mempunyai ketahanan fraktur maksimal yang mempuyai rata-rata sebesar 103,2 Kgf.28 Dengan pertimbangan tekanan maksimal yang dapat diterima gigi premolar atas dari penelitian tersebut maka tekanan maksimal sebesar 200 Kgf dipilih pada pengujian ini.

Gambar 11. Torsee’s Electronic System

Universal Testing Machine Japan 22

(64)

2.5 Kerangka Teori

Filler & insiator

Degree of conversion

• Modulus elastisitas

C-factor

• Koefisien ekspansi thermal

Cara meminimalisir polimerisasi shrinkage

Jenis resin komposit

Resin komposit bulk-fill :

Gambar

Tabel 1. Definisi operasional VARIABEL DEFINISI
Gambar 12. a. Kaliper, b. Bur, c. Light cure d. Spuit, e. Waterbath, f. Bonding aplicator, g
Gambar 14. A. Resin komposit Tetric N Ceram   bulk-fill, B. Resin Komposit Filtek Bulk-fill, C
Gambar 15. Penanaman sampel pada balok gips
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rangkaian pencacah asinkron dapat dibangun menggunakan beberapa JK flip-flop, yaitu dengan memberikan semua masukan J dan K berlogika 1 (5V) serta menghubungkan keluaran Q

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kemampuan pemamahan konsep (X1), kemampuan komunikasi (X2) dan kemampuan koneksi matematika (X3) terhadap kemampuan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari ketujuh variabel independen yang diteliti ternyata hanya variabel uku- ran aset, dan variabilitas keuntungan yang berpengaruh

Explain to the participants that soft weeds are the ones which do not compete with tea, and need to be maintained at lower height by sickling. Noxious weeds are the ones which

Secara keseluruhan, kemampuan pemahaman masalah matematika berdasarkan dekomposisi genetik dengan Level Triad siswa Kelas VIII di sekolah tersebut termasuk kategori

Hasil penelitian ini menunjukkan sebelum diterapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu siklus I sampai dengan siklus II sudah diterapkan pembelajaran

Contoh Implementasi Pendidikan Karakter Bangsa pada Kegiatan Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi. Jenis kegiatan Nilai yang dikembangkan Strategi kegiatan Implementasi

Berdasarkan hasil penelitian tentang implementasi pendidikan karakter di SDIT Nurul Ilmi Kota Jambi dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu sebagai berikut: Simpulan