• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBAHASAN

Penelitian ini dimulai dengan mengumpulkan gigi premolar maksila yang telah diekstraksi untuk keperluan ortodonti sebanyak 27 sampel dan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan, yaitu tidak ada fraktur, belum pernah direstorasi, mahkota masih utuh dan tidak karies. Gigi premolar maksila digunakan dalam penelitian ini karena memiliki prevalensi lebih banyak diektraksi untuk keperluan ortodonti. Gigi-geligi premolar maksila direndam dalam larutan saline sehingga gigi tetap lembab sampai diberikan perlakuan.

Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh Stress Decreasing Resin

(SDR) sebagai intermediate layer restorasi klas I dengan sistem adhesif total etch two step terhadap celah mikro. Evaluasi celah mikro dilakukan secara in vitro dengan studi penetrasi zat warna dan merupakan metode yang paling sering digunakan karena proses kerjanya yang mudah, sederhana, ekonomis, dan relatif cepat. Pada penelitian ini digunakan metode penetrasi zat warna Methylene Blue 2% karena merupakan pewarna yang dapat berpenetrasi lebih baik dibandingkan pewarna lainnya dan dapat berperan sebagai indikator yang adekuat untuk menandakan ada tidaknya jalan bagi mikroorganisme, endotoksin yang berukuran besar dan juga agen toksik.38,39 Sampel direndam selama 24 jam, kemudian dilakukan pembelahan sampel menjadi bagian bukal dan palatal tanpa membandingkan hasil kedua skor, diamati dengan stereomikroskop pembesaran 20x dan dicatat dengan skor 0-4 sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Al-Boni dan Raja (2010).1 Nilai skor yang dihitung merupakan nilai skor rata-rata antara skor bukal dan palatal.

Penelitian ini menggunakan Stress Decreasing Resin (SDR). SDR memiliki struktur urethane dimethacrylate yang bisa mengurangi shrinkage dan stress

pusat monomer resin SDR dan memberikan fleksibilitas dan struktur jaringan resin SDR yang baik.3,21-23

Penelitian ini melihat pengaruh SDR sebagai intermediate layer restorasi klas I dengan sistem adhesif total etch two step terhadap celah mikro dan dibandingkan dengan kelompok kontrol positif yaitu resin komposit flowable konvensional sebagai

intermediate layer dan kelompok kontrol negatif yaitu tanpa aplikasi intermediate layer. Hasil pengamatan celah mikro pada penelitian ini berdasarkan tabel 4 terlihat bahwa pada setiap kelompok perlakuan tidak dapat mencegah terjadinya celah mikro pada restorasi resin komposit klas I dan tingkat celah mikro yang tertinggi terjadi pada kelompok kontrol negatif.

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan Kruskal Wallis Test pada tabel 5, terlihat bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) di antara ketiga kelompok perlakuan terhadap celah mikro. Selain itu, pengamatan celah mikro pada penelitian ini menunjukkan pada tiap kelompok perlakuan tidak dijumpai skor 0 dan 1 serta kelompok III dengan aplikasi tanpa intermediate layer memiliki skor celah mikro tertinggi. Ada beberapa kemungkinan yang menjadi penyebab cukup tingginya celah mikro pada ketiga kelompok perlakuan.

Pengaplikasian SDR dan resin komposit flowable konvensional sebagai

intermediate layer dengan ketebalan 2 mm dapat menjadi penyebab masih adanya celah mikro. Resin komposit flowable memiliki kontraksi polimerisasi yang tinggi dan apabila diaplikasikan melebihi ketebalan 0,5 mm akan mempengaruhi terjadinya pembentukan celah di antara resin dengan struktur gigi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Chuang et al (2004) menyimpulkan bahwa aplikasi 0,5-1 mm lapisan resin komposit flowable yang digunakan sebagai intermediate layer restorasi di bawah resin komposit packable dapat mengurangi pegurangan kebocoran mikro secara signifikan.4 Selain itu, pengukuran ketebalan intermediate layer akan

memberikan hasil yang lebih akurat apabila menggunakan probe. Namun pada

penelitian ini menggunakan bur yang ditandai dengan spidol sehingga hasil pengukuran menjadi tidak akurat dan dapat mempengaruhi terjadinya shrinkage

Faktor perlakuan terhadap bahan penelitian yang digunakan juga menjadi kemungkinan terjadinya celah mikro. Penyimpanan dan perlakuan bahan penelitian selama proses pengiriman dan pendistribusian yang tidak dapat dikendalikan sehingga menyebabkan terjadinya perubahan struktur pada bahan penelitian dan berkurangnya kerapatan perlekatan antara bahan restorasi dengan dinding kavitas. Selain itu, pengaturan dan penjagaan suhu penyimpanan bahan penelitian juga dapat mempengaruhi struktur bahan penelitian.

Proses thermocycling yang dilakukan pada seluruh sampel penelitian

merupakan kemungkinan lainnya yang ikut mempengaruhi. Proses thermocycling

yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk memberikan tekanan pada gigi atau restorasi sehingga mensimulasi perubahan thermal atau tekanan pengunyahan seperti yang terjadi di dalam rongga mulut.11 Pada proses thermocycling, perubahan temperatur yang ekstrim sebanding dengan yang terjadi di dalam rongga mulut, sehingga dapat mempengaruhi perbedaan ekspansi dan kontraksi antara bahan restorasi dengan struktur gigi.11 Thermocycling mempengaruhi infiltrasi marginal restorasi yang mempunyai koefisien linier ekspansi dan difusi thermal yang tinggi dan menghasilkan kontraksi dan ekspansi restorasi yang berbeda dengan struktur gigi, sehingga permukaan restorasi menjadi lemah.11 Pada penelitian Rigsby et al cit

Nunes et al yang membandingkan infiltrasi marginal antara kelompok yang di

thermocycling dan yang tidak, diperoleh hasil bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan.38 Jumlah putaran thermocycling tidak mempengaruhi secara langsung terhadap peningkatan celah mikro restorasi resin komposit, baik putaran yang dilakukan sebanyak 500, 1000, 2500, maupun 5000 putaran seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Campos et al.38 Pada penelitian ini, dikarenakan keterbatasan alat thermocycling, maka peneliti menggunakan waterbath sebagai pengganti sehingga perlakuan yang diberikan tidak dapat sesuai dengan prosedur kerja seharusnya dan proses ini mungkin dapat mempengaruhi celah mikro yang terjadi.

Kemungkinan selanjutnya disebabkan oleh derajat konversi. Derajat konversi merupakan penghitungan jumlah monomer yang berubah menjadi polimer dalam proses polimerisasi.21 Resin komposit packable mempunyai derajat konversi 50%

untuk bagian bawah restorasi dan 70% untuk bagian atas restorasi.21 Hal ini menunjukkan terjadinya proses polimerisasi yang tidak merata.21 SDR mempunyai derajat konversi yang merata dalam proses polimerisasi bagian atas dan bawah restorasi dengan kedalaman kavitas 2 mm, 3 mm, 4 mm, maupun 5 mm. Namun nilai derajat konversi SDR tidak terlalu tinggi, yaitu hanya 60% untuk kedalaman kavitas 2 mm yang menunjukkan belum terjadi proses polimerisasi secara lengkap sehingga masih terjadinya celah mikro pada sampel penelitian. Akan tetapi, berdasarkan skor sampel yang diperoleh dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa celah mikro terutama terjadi pada resin komposit packable.21

Intensitas dan arah penyinaran menjadi kemungkinan terakhir yang secara signifikan dapat menyebabkan terjadinya celah mikro. Intensitas sinar akan mengalami penurunan secara signifikan sehingga menghasilkan polimerisasi yang inadekuat. Selain itu, restorasi resin komposit klas I harus mendapat penyinaran light cure dari segala arah terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dari bagian oklusal. Pada penelitian ini arah penyinaran light cure hanya dilakukan tegak lurus dari bagian oklusal sehingga panas yang dihasilkan berpusat pada resin komposit secara langsung dan menyebabkan terjadinya stress dan shrinkage serta terbentuk celah diantara permukaan gigi dan resin komposit.12

Melalui uji Mann-Whitney yang dilakukan diperoleh hasil bahwa antara kelompok SDR sebagai intermediate layer dan kelompok resin komposit flowable

konvensional sebagai intermediate layer terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05). Hal ini dikarenakan SDR mempunyai tingkat shrinkage yang sangat rendah daripada resin komposit flowable konvensional, yaitu 3,5%.4,21 Selain itu stress yang dihasilkan oleh SDR selama polimerisasi adalah 1,4 MPa, sedangkan resin komposit

flowable konvensional melebihi 4 MPa.22 Kelompok SDR sebagai intermediate layer

dan kelompok tanpa intermediate layer juga terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05). Hal ini dikarenakan stress polimerisasi SDR sangat berkurang, yaitu hampir sekitar 80% dan pengurangan volumetric shrinkage sekitar 20%.21 Kelompok resin komposit flowable konvensional sebagai intermediate layer dan kelompok tanpa

dikarenakan resin komposit flowable konvensional mempunyai shrinkage

polimerisasi linear yang 0,6-0,9% lebih rendah daripada resin komposit packable. Hal ini menunjukkan bahwa SDR dapat mengurangi celah mikro daripada resin komposit flowable konvensional dan tanpa aplikasi intermediate layer. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan IIie et al (2011)yangmelihat perbandingan antara SDR dengan resin komposit flowable konvensional berbasis methacrylate dan diperoleh hasil bahwa SDR mempunyai stress dan shrinkage dengan level terendah.

Dokumen terkait