PENGARUH STRESS DECREASING RESIN (SDR) SEBAGAI
INTERMEDIATE LAYER RESTORASI KLAS I DENGAN
SISTEM ADHESIF TOTAL ETCH TWO STEP
TERHADAP CELAH MIKRO (IN VITRO)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
NATRYA MYCHANESYA
NIM: 100600055
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Ilmu Konservasi Gigi
Tahun 2014
Natrya Mychanesya
Pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai Intermediate Layer
Restorasi Klas I dengan Sistem Adhesif Total Etch Two Step Terhadap Celah Mikro (Penelitian In Vitro)
xi + 60 halaman
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Stress Decreasing Resin
(SDR) sebagai intermediate layer restorasi klas I dengan sistem adhesif total etch two step terhadap celah mikro. Sampel berjumlah 27 premolar maksila dipreparasi klas I dengan ukuran 4 x 3 x 4 mm dibagi kedalam tiga kelompok perlakuan yaitu
kelompok I dengan SDR sebagai intermediate layer, kelompok II dengan resin
komposit flowable konvensional sebagai intermediate layer, dan kelompok III tanpa aplikasi intermediate layer.
Sampel direstorasi dengan menggunakan sistem adhesif total etch two step
dan resin komposit packable sebagai lapisan penutup. Sampel direndam dalam saline selama 24 jam, kemudian dilakukan thermocycling sebanyak 200x pada suhu 50 C dan 550 C selama 30 detik dengan waktu transfer 10 detik dan direndam dalam larutan Methylene Blue 2% selama 24 jam. Pengamatan dan pengukuran celah mikro dengan melihat penetrasi zat warna pada sampel yang dibelah secara mesio-distal
melalui stereomikroskop pembesaran 20x. Analisis statistik dilakukan menggunakan
Kruskal Wallis Test dan Mann-Whitney Test dengan derajat kemaknaan (α=0.05).
Hasil Kruskal Wallis Test diperoleh p=0.000 yang menunjukkan perbedaan yang signifikan antar ketiga kelompok perlakuan (p<0.05). Hasil Mann-Whitney Test
terhadap nilai rerata celah mikro antara kelompok SDR sebagai intermediate layer
tanpa aplikasi intermediate layer yaitu p=0.000. Hasil ini menunjukkan ada pengaruh SDR sebagai intermediate layer restorasi klas I dengan sistem adhesif total etch two step terhadap celah mikro.
Penggunaan SDR sebagai intermediate layer restorasi klas I dengan sistem adhesif total etch two step dapat mengurangi celah mikro.
Daftar Rujukan: 39 (2000-2013).
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
dihadapan tim penguji skripsi
Medan, 06 Mei 2014
Pembimbing: Tanda tangan
1. Darwis Aswal, drg ………
NIP. 19560516 198303 1 003
2. Fitri Yunita B, drg ………
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji
pada tanggal 06 Mei 2014
TIM PENGUJI
KETUA : Darwis Aswal, drg
ANGGOTA : 1. Fitri Yunita B, drg
2. Cut Nurliza, drg., M.Kes
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi.
Rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya terkhusus penulis
sampaikan kepada ayahanda Midanur dan ibunda Yenizar atas segala kasih sayang,
bimbingan, doa, dukungan baik moril maupun materiil, dan motivasi yang tiada
hentinya kepada penulis selama menempuh pendidikan. Tak lupa pula penulis juga
menyampaikan terima kasih kepada saudara penulis, kakak tersayang Nidya Rahayu,
abang tersayang Ilvandri Jumig, dan adik tersayang Wiby Suganda atas dukungan
yang diberikan.
Dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis telah banyak
mendapatkan bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara atas izin penelitian yang diberikan.
2. Cut Nurliza, drg., M.Kes, selaku Ketua Departemen Ilmu Konservasi
Gigi FKG USU atas bimbingan dan bantuan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik.
3. Darwis Aswal, drg. selaku dosen pembimbing I dan Fitri Yunita
Batubara, drg. selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia memberikan
bimbingan, pengarahan, dan motivasi kepada penulis selama pembuatan proposal,
penelitian, seminar hasil hingga penyempurnaan skripsi ini.
4. Bakri Soeyono, drg yang telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi,
dan semangat penuh kepada penulis dari awal sampai akhir penyelesaian skripsi.
5. Nevi Yanti, drg., M.Kes selaku dosen penasehat akademik atas
6. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Ilmu Konservasi Gigi
FKG USU yang telah memberikan saran, masukan, dan bantuan kepada penulis
selama penelitian dan penyelesaian skripsi.
7. Hamonangan Nainggolan, MSc. selaku Ketua Laboratorium Biologi
LIDA USU dan Dr. Darwin Yunus Nasution, MSc. selaku Ketua Laboratorium Kimia
LIDA USU atas izin bantuan fasilitas dan bimbingan dalam pelaksanaan penelitian.
8. Bang Ilman dan bang Ridwan selaku laboran di Laboratorium LIDA
USU atas bantuannya selama penelitian berlangsung.
9. Keluarga besar HMI Komisariat FKG USU atas bantuan dan motivasi
selama penyelesaian skripsi dan masa perkuliahan, terutama LKI 2010 Bersatu, Una,
Reny, Manda, Ary, Emal, Titin, Dendy, Fajri, Eka, Aidil, Ridho, Ojan, Koir, dan
Incan.
10. Teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Ilmu Konservasi Gigi
Ajeng, Sondi, Naftalia, Iqbal, Jeje, Erda, Vivi, Vika, Anita, Faber, Joce, Fajar, dan
Nurul, serta teman-teman stambuk 2010 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
11. Sahabat-sahabat penulis Rizki Puspita Syukrinawati dan Rafika Husnul
Khatimah yang telah memberikan motivasi dan semangat selama masa perkuliahan.
12. Senior-senior kak Fathira Aini dan kak Dwi Desmiana yang telah
memberikan bantuan, motivasi, saran, dan arahan kepada penulis selama penelitian
dan penulisan skripsi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan
skripsi ini.
Medan, 06 Mei 2014
Penulis,
Natrya Mychanesya
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...
HALAMAN PERSETUJUAN ...
HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Perbandingan sifat fisis dan mekanis antara resin komposit packable
dan resin komposit flowable ... 11
2. Komposisi SDR dan fungsinya ... 16
3. Skor penetrasi zat warna ... 44
4. Skor celah mikro pada ketiga kelompok perlakuan ... 48
5. Hasil uji Kruskal Wallis terhadap seluruh kelompok ... 49
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Struktur kimia resin komposit dimethacrylathe matriks resin
bis-GMA ... 7
2. Struktur kimia resin komposit dimethacrylathe matriks resin TEGDMA ... 7
3. Struktur kimia resin komposit dimethacrylathe matriks resin UDMA 8 4. 3-methacryloxypropyltrimethoxysilane ... 8
5. Skema peranan CQ dan DMAEMA dalam polimerisasi radikal bebas resin komposit ... 9
6. Reaksi rantai suatu radikal bebas pada tahapan proses polimerisasi 13 7. Shrinkage polimerisasi menghasilkan celah diantara bahan restorasi dan permukaan gigi ... 14
8. Kompul dan gun untuk aplikasi Stress Decreasing Resin (SDR) ... 15
9. Struktur kimia Stress Decreasing Resin (SDR) ... 17
10. Klasifikasi mekanisme sistem adhesif ... 18
11. Mekanisme sistem adhesif two-step one-bottle total-etch... 19
12. Scanning Electron Microscopy ruang intertubular dan tubulus Dentin yang terbuka pada dentin yang dietsa (A). Pandangan cross-sectional micromechanical retention sistem perlekatanpada dentin. Gambaran skematik komposit, hybrid layer dengan microtags dan tubulus dengan resin microtags setelah larut dengan dentin (B) ... 20
13. SEM (Scanning Electron Micrograph) smear layer pada dentin ... 21
14. Hubungan C-factor dengan shrinkage polimerisasi pada berbagai klas restorasi gigi ... 22
15. Efek yang ditimbulkan oleh shrinkage polimerisasi ... 23
16. Berbagai macam alat: kaliper, high speed handpiece, sonde lurus, pinset, semen stopper, instrumen plastis …... 35
17. Visible Light Cure, pear shaped bur, fine finishing bur, bur polish: enhance bur, silicon brush bur ……… 35
18. Waterbath, kain kasa, thermometer, gelas beaker ……… 35
19. Bais, stereomikroskop, cawan petri ………... ……… 36 20. Sistem adhesif total etch two step, Stress Decreasing Resin (SDR),
cat kuku (aseton), sticky wax, methylene blue 2% ... 37
21. 27 buah sampel yang ditanam dalam balok gips ... 38
22. Desain preparasi klas I panjang mesiodistal 4 mm, lebar bukopalatal 3 . mm dan kedalaman 4 mm ... 38
23. Proses restorasi sampel ... 41
24. Proses thermocycling ... 42
25. Perendaman sampel dalam methylene blue 2% ... 43
26. Pengamatan celah mikro dengan stereomikroskop pembesaran 20x ... 43
27. Hasil foto stereomikroskop restorasi klas I dengan Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai intermediate layer ... 46
28. Hasil foto stereomikroskop restorasi klas I dengan resin komposit flowable konvensional sebagai intermediate layer ... 46
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Alur Pikir
Lampiran 2 Alur Penelitian
Lampiran 3 Hasil pengamatan celah mikro pengamat 1
Lampiran 4 Hasil pengamatan celah mikro pengamat 2
Lampiran 5 Hasil analisis data uji statistik Wilcoxon Signed Rank,
Saphiro-Wilk, Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney
Lampiran 6 Ethical clearance
PENGARUH STRESS DECREASING RESIN (SDR) SEBAGAI
INTERMEDIATE LAYER RESTORASI KLAS I DENGAN
SISTEM ADHESIF TOTAL ETCH TWO STEP
TERHADAP CELAH MIKRO (IN VITRO)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
NATRYA MYCHANESYA
NIM: 100600055
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jenis bahan restorasi di bidang kedokteran gigi semakin banyak tersedia
dengan berbagai macam karakteristik, yaitu komposisi, sifat, struktur, kelebihan dan
kekurangan. Umumnya bahan restorasi yang sering digunakan adalah resin
komposit.1,2 Pada awalnya resin komposit hanya digunakan sebagai bahan restorasi gigi anterior, namun sejak satu dekade terakhir kebutuhan untuk restorasi gigi
posterior yang lebih estetis telah meningkat pesat karena resin komposit sesuai
dengan warna gigi, biokompatibel, tidak adanya merkuri, dan mempunyai
kemampuan untuk berikatan dengan struktur gigi yaitu email dan dentin secara
mikromekanis.2-4
Resin komposit mempunyai beberapa keterbatasan klinis sebagai bahan
restorasi gigi dan masalah utama yang sering terjadi adalah kontraksi polimerisasi
yang mengakibatkan terbentuknya celah mikro (gap) antara perlekatan bahan restorasi terhadap dentin, terutama pada restorasi klas I.2-6 Celah mikro merupakan proses ketika bakteri, cairan, molekul, atau ion dapat melewati celah antara resin
komposit dan dinding kavitas.2,4,8-10 Menurut Yavuz dan Aydin (2010), celah mikro dapat mengurangi kerapatan tepi restorasi, hipersensitivitas pada gigi yang
direstorasi, terjadinya karies sekunder, perubahan warna pada margin kavitas dan
restorasi, peradangan pulpa, dan kegagalan perawatan endodontik.1,2,4,6,11
Menurut Ghulman (2011) faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
ikatan perlekatan resin komposit sehingga semakin tinggi terjadinya celah mikro
akibat shrinkage polimerisasi terutama di sepanjang dasar kavitas.6,7 Shrinkage yang terjadi selama polimerisasi merupakan suatu faktor yang menyebabkan tambalan
mudah lepas dan tidak dapat bertahan lama di dalam mulut.2
Teknik yang sering digunakan untuk mengurangi kebocoran mikro pada
restorasi resin komposit secara langsung adalah penggunaan resin komposit flowable
konvensional sebagai intermediate layer.2 Resin komposit flowable konvensional diindikasikan untuk restorasi klas I, klas V, pit dan fissure sealants, bahan perbaikan tepi restorasi dan terkadang digunakan sebagai incremental layer pertama yaitu sebagai liner di bawah resin komposit hibrid atau packable.12,13 Resin komposit
flowable konvensional memiliki viskositas yang rendah dan diharapkan dapat mencapai daerah yang sulit dijangkau pada kavitas yang telah dipreparasi, dapat
meningkatkan elastisitas dan pembasahan sehingga menghasilkan ikatan yang rapat
dengan dasar dan dindingkavitas.2,9,13,14
Resin komposit flowable konvensional mempunyai modulus elastisitas yang relatif rendah dan bersifat fleksibel sehingga dapat mengurangi stress dan shrinkage
polimerisasi atau beban oklusal yang berat saat berperan sebagai intermediate layer
di bawah resin komposit hibrid atau packable.2,4,9,13 Selain itu, resin komposit
flowable konvensional juga berperan sebagai stress-breaking liner sehingga bahan tambalan dapat bertahan lebih lama di dalam mulut.4,6,11
Faktor lain yang harus dipertimbangkan dalam mengurangi terjadinya celah
mikro adalah perlekatan sistem adhesif terhadap bahan restorasi dan dentin karena
sistem adhesif sangat berperan penting dalam menentukan apakah suatu restorasi
dapat bertahan dalam rongga mulut, walaupun resin komposit mempunyai sifat fisik
dan mekanik yang baik akan tetapi resin komposit tidak akan bertahan lama tanpa
suatu ikatan yang baik dengan struktur gigi.2 Buonocore (1955) memperkenalkan kekuatan perlekatan resin komposit terhadap email dengan sistem etsa asam dan telah
terbukti dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama.2,8,15 Penelitian Fusayama
(1978) menjadi awal perkembangan penting dalam bahan bonding yaitu dengan
hasil penelitian menunjukkan bahwa prosedur tidak meningkatkan frekuensi
kerusakan pulpa tetapi faktanya meningkatkan retensi restorasi.16 Berdasarkan hasil penelitian Yesilyurt et al (2006) bahwa sistem adhesif total etch two step mempunyai kekuatan perlekatan yang lebih tinggi dibandingkan sistem adhesif self etch dan dapat menahan kontraksi polimerisasi restorasi resin komposit sehingga menghasilkan batas
tepi kavitas yang bebas dari pembentukan celah mikro.17
Untuk mendapatkan perlekatan yang maksimal antara bahan bonding dentin
dan kolagen dentin maka serat kolagen harus dalam keadaan permeabel.18
Permeabilitas serat-serat kolagen sangat dipengaruhi oleh permukaan sekitar dentin
yang basah.18 Kelembaban yang optimal memungkinkan kolagen dalam keadaan
sedikit basah.18 Apabila permukaan sekitar dentin basah maka resin tidak dapat melekat kuat dan sulit berpenetrasi ke dalam jaringan kolagen karena dihalangi oleh
molekul-molekul air dan apabila terlalu kering maka serat kolagen akan collapse dan bahan restorasi tidak dapat melekat kuat pada kolagen.18,19
Pemilihan bahan restorasi yang memiliki adhesi tinggi terhadap dentin saat ini
perlu dipertimbangkan. Stress Decreasing Resin (SDR) adalah bahan resin komposit
flowable terbaru yang direkomendasikan sebagai pengganti dentin karena memiliki modulus elastisitas yang sama seperti dentin.20 Struktur ikatan kimia SDR mengalami modifikasi terbaru, yaitu urethane dimethacrylate yang mampu mengurangi stress
dan shrinkage, serta mempunyai kombinasi khas yaitu struktur molekul besar dengan gugus fungsional kimia yang disebut modulator polimerisasi dan secara kimiawi
tertanam di tengah resin yang terpolimerisasi dari monomer resin SDR.3,21-23 Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Burgess et al (2010) yaitu struktur ikatan kimia pada SDR menunjukkan tingkat polimerisasi yang rendah sehingga
dapat mengurangi stress dan shrinkage polimerisasi.4
SDR adalah komponen tunggal yang mengandung fluoride, menggunakan
pengerasan sinar cahaya tampak, bersifat radiopak dan diindikasikan sebagai basis
restorasi klas I dan II, tetapi kontraindikasi pada pasien yang memiliki riwayat alergi
resin berbasis methacrylate.20,21 SDR mempunyai karakteristik seperti resin komposit
yang minimal.3,4,11,21,22 Koltisko et al (2010) melakukan penelitian dan hasilnya menunjukkanstress polimerisasi SDR lebih rendah daripada resin komposit flowable
konvensional.4 Secara keseluruhan, SDR mempunyai tingkat shrinkage yang sangat rendah dibandingkan resin komposit flowable konvensional yaitu 3,5%.4,21
Menurut Jin et al (2009), sistem terbaru SDR memiliki kelebihan yaitu komposisi bahan pengisi dengan variasi yang berbeda dan mempunyai stress yang
lebih rendah daripada resin komposit flowable konvensional dan berdasarkan
penelitian yang dilakukan IIie et al (2011), menguji perbandingan antara SDR dengan kedua resin komposit flowable konvensional berbasis methacrylate dan hasilnya
menunjukkan bahwa SDR mempunyai shrinkage dengan level terendah dan
mempunyai fase polimerisasi pre-gel terpanjang.4,5
Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa SDR sangat baik digunakan
sebagai intermediate layer karena memiliki sifat berdaya alir tinggi. Tetapi belum ada penelitian mengenai pengaruh pemakaian SDRyang digunakan sebagai intermediate layer dalam mengurangi terjadinya celah mikro. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai intermediate layer restorasi klas I dengan sistem adhesif total etch two step
terhadap celah mikro.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
Apakah pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai intermediate layer restorasi klas I dengan sistem adhesif total etch two step terhadap celah mikro?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Untuk mengetahui pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai
1.4 Hipotesis
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan maka hipotesis untuk penelitian ini
adalah:
Ada pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai intermediate layer
restorasi klas I dengan sistem adhesif total etch two step terhadap celah mikro.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai tambahan informasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan
kedokteran gigi lebih lanjut, terutama bidang konservasi gigi.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pertimbangan kepada
dokter gigi dalam memilih jenis intermediate layer restorasi yang tepat untuk gigi posterior.
3. Sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan pelayanan kesehatan gigi
masyarakat sehingga gigi-geligi dapat berfungsi kembali secara optimal dan restorasi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Resin komposit mulai dikenal sebagai bahan restorasi gigi yang dapat
meminimalisir kekurangan resin akrilik dan semen silikat pada tahun 1940.8,24 Resin komposit juga telah digunakan sebagai restorasi gigi selama lebih dari 50 tahun.25 Sistem adhesif berperan penting dalam keberhasilan aplikasi klinis bahan restorasi
estetik dan meningkatkan perlekatan mikromekanis antara gigi dan bahan restorasi
dengan teknik minimal invasif serta menutup tepi restorasi karena memberikan ikatan
yang kuat antara resin dan struktur gigi.10,26,27 Walaupun jenis resin komposit dan sistem adhesif semakin berkembang, tetapi kontraksi polimerisasi yang dapat
menyebabkan terbentuknya celah mikro masih menjadi masalah utama.16 Untuk
memecahkan masalah tersebut maka digunakan Stress Decreasing Resin (SDR)
sebagai intermediate layer.
2.1 Resin Komposit
Resin komposit adalah bahan tambalan sewarna gigi yang digunakan hampir
pada semua jenis restorasi.12 Resin komposit berasal dari bahan komposit polimer dan keramik yang sangat sering digunakan sebagai bahan restorasi kedokteran gigi pada
bagian anterior dan posterior mulut.8,9,28 Resin komposit juga digunakan sebagai alternatif umum pengganti amalgam yang selalu menjadi kekhawatiran pasien
mengenai bahaya kandungan merkuri di dalamnya.28
Perkembangan bahan restorasi kedokteran gigi (komposit) dimulai ketika
Bowen (1960) mengembangkan suatu jenis bahan komposit baru.16,25 Resin komposit terdiri atas sejumlah komponen, yaitu matriks resin organik, partikel bahan pengisi
2.1.1 Komponen Resin Komposit Matriks Resin
Matriks resin organik yang paling sering digunakan adalah bisphenol-A glycidyl methacrylate (bis-GMA) yang dihasilkan dari reaksi antara bisphenol A dan
glycidyl methacrylate.9,25,28 Bis-GMA memiliki dua gugus hidroksil untuk meningkatkan viskositas sehingga dapat berpolimerisasi menjadi bentuk polimer
ikatan ganda dan memiliki dua cincin karbon aromatik untuk menambah berat
molekul dan kekakuan (Gambar 1).25,29
Gambar 1. Struktur kimia resin komposit dimethacrylate matriks resin bis-GMA.29
Matriks resin yang sering ditambahkan pada bis-GMA adalah triethylene glycol dimethacrylate (TEGDMA).9,16,19 Struktur kimia TEGDMA memiliki sifat mekanis yang lebih rendah daripada bis-GMA (Gambar 2).25
Gambar 2. Struktur kimia resin komposit dimethacrylate matriks resin TEGDMA.29
Matriks resin lainnya yaitu urethane dimethacrylate (UDMA) yang biasanya
digunakan sebagai matriks resin tambahan atau pengganti bis-GMA.25 Struktur kimia
UDMA memiliki gugus urethane yang memberikan kekuatan dan kekerasan pada
polimer serta penyerapan air yang rendah (Gambar 3).25
Gambar 3. Struktur kimia resin komposit dimethacrylate matriks resin UDMA.29
Partikel Bahan Pengisi Anorganik (Filler)
Partikel bahan pengisi umumnya dihasilkan dari penggilingan atau
pengolahan quartz atau kaca untuk menghasilkan partikel yang berkisar antara
0,1-100 µm. Partikel bahan pengisi anorganik (filler) umumnya membentuk 30-70% volume dan 50-85% berat komposit.5
Bahan Coupling (Silane)
Bahan coupling memiliki fungsi utama sebagai fasilitator ikatan antara matriks resin dan partikel bahan pengisi (filler).8,25 Bahan coupling yang sering digunakan adalah organosilane (3-methacryloxypropyl trimethoxysilane).19,25
Gambar 4. 3-methacryloxypropyltrimethoxysilane.19
Sistem Fotoinisiator dan Aktivator
Fotoinisiator yang sering digunakan adalah gugus diketone seperti
camphorquinone (CQ) yang menyerap cahaya tampak berwarna biru dengan panjang
gelombang antara 400-500 nm dan yang paling optimal sekitar 465 nm.25
Camphorquinone yang dihubungkan dengan aktivator yaitu tertiary amine seperti
dimethylaminoethylmethacrylate (DMAEMA) (Gambar 5) akan menghasilkan radikal bebas sehingga dapat menginisiasi proses polimerisasi.25
Gambar 5. Skema peranan CQ dan DMAEMA dalam polimerisasi radikal bebas resin komposit.25
Inhibitor dan Stabilizer
Inhibitor dan stabilizer memiliki struktur kimia seperti hydroquinone yaitu
4-methoxyphenol (MEHQ) dan 2,6-di-tert-butyl-4-methyl phenol atau butylated hydroxytoluene (BHT) yang berfungsi untuk mencegah terjadinya polimerisasi yang terlalu dini.25
Modifier Optik
Stain dan opacifiers digunakan untuk mengubah dan memodifikasi warna visual (shading) dan translusensi bahan komposit menjadi kombinasi yang lebih baik sebagai bahan restorasi yang menyerupai warna gigi. Bahan yang sering digunakan
untuk meningkatkan opasitas adalah titanium dioksida dan alumunium oksida dalam
jumlah kecil antara 0,001-0,007% berat.16,25
2.1.2 Klasifikasi Resin Komposit
2.1.2.1 Resin Komposit Berdasarkan Partikel Filler
Pada tahun 1983, Lutz dan Phillips mengklasifikasikan resin komposit
berdasarkan jumlah dan ukuran partikel filler. 24,25
Deaktivasi
1. Resin Komposit Macrofiller
Resin komposit macrofiller menggunakan partikel bahan pengisi (filler) yang relatif besar yaitu dengan ukuran antara 10-100 mikron (µm) dan banyaknya bahan
pengisi umumnya 75-80% berat atau 60-65% volume.9,16,29,30
2. Resin Komposit Midifiller
Resin komposit midifiller adalah resin yang partikelnya berukuran antara 1-10
µm.9,30
3. Resin Komposit Minifiller
Resin komposit minifiller secara relatif diisi dengan partikel bahan pengisi (filler) anorganik yang sangat kecil dengan ukuran partikel <0,1-1 µm.9,29,30
4. Resin Komposit Microfiller
Resin komposit microfiller terdiri dari partikel silika koidal dengan ukuran partikel antara 0,03-0,5 µm dan diameter rata-rata 0,04 µm, serta banyaknya bahan
pengisi umumnya 35-50% volume.8,9,24,29
5. Resin Komposit Hibrid
Resin komposit hibrid memiliki ukuran partikel antara 0,1-3 µm dan
banyaknya bahan pengisi 75-80% berat.9,16
6. Resin Komposit Nanofiller
Resin komposit nanofiller mengandung partikel filler yang sangat kecil yaitu antara 0,005-0,01 µm.12
7. Resin Komposit Nanohibrid
Resin komposit nanohibrid memiliki ukuran partikel 0,005-0,02 µm sehingga
dapat mengurangi tingkat kekasaran permukaan sampai 1%.9
2.1.2.2 Resin Komposit Berdasarkan Viskositas 1. Resin Komposit Packable
radiopasitas, dan lebih tahan terhadap pemakaian (3,5 µm/tahun).9,19 Resin komposit
packable digunakan untuk restorasi gigi posterior, yaitu klas I dan II.9,19 Penggunaan ekstra sistem adhesif atau resin komposit flowable selapis tipis pada preparasi dinding kavitas dapat meningkatkan adaptasi dan perlekatan resin komposit packable.29
2. Resin Komposit Flowable
Resin komposit flowable mengandung resin dimethacrylate dan partikel filler
anorganik dengan ukuran partikel 0,04-1,0 µm dan bahan pengisi lebih rendah
daripada resin komposit lainnya, yaitu 41-53% volume.8 Resin komposit flowable
memiliki viskositas rendah sehingga dapat beradaptasi dengan baik, yaitu
menghasilkan ikatan yang rapat dengan dasar dan dinding kavitas.9,13,14 Selain itu,
resin komposit flowable memiliki kelebihan seperti kemampuan membasahi
permukaan gigi, memastikan penetrasi ke dalam setiap iregularitas, membentuk
lapisan dengan ketebalan minimal, memperbaiki dan mengeliminasi udara yang
masuk, radio-opaqueness, dan fleksibilitas tinggi.24 Resin komposit flowable
diindikasikan untuk restorasi klas I, II, V, pit dan fissure sealants, bahan reparasi batas tepi restorasi, dan lebih sering digunakan sebagai liner dibawah resin komposit hibrid dan packable.8,12,13,24 Perbedaan sifat fisis dan mekanis antara resin komposit
packable dan flowable (Tabel 1) menghasilkan perbedaan kualitas penggunaan bahan restorasi.19
Tabel 1. Perbandingan sifat fisis dan mekanis antara resin komposit packable dan resin komposit flowable.19
Sifat Resin Komposit
Packable
Resin Komposit
Flowable
Kekuatan fleksural (MPa) 85-110 70-120
Modulus fleksural (GPa) 9,0-12 2,6-5,6
Kekuatan compressive (MPa) 220-300 210-300
Modulus compressive (GPa) 5,8-9,0 2,6-5,9
2.1.2.3 Resin Komposit Berdasarkan Cara Aktivasi Polimerisasi 1. Resin Komposit Self Cured
Resin komposit self-cured merupakan resin yang diaktivasi secara kimia.9,16 Bahan yang diaktifkan secara kimia mengandung inisiator benzoil peroksida dan
aktivator amin tersier (N,N dimetil-p-toluidin).8,9,16 Apabila kedua pasta diaduk, amin bereaksi dengan benzoil peroksida untuk membentuk radikal bebas dan polimerisasi
tambahan dimulai.9,16 Resin komposit self-cured mempunyai working time 1-1,5 menit dan setting time 4-5 menit.8,19
2. Resin Komposit Light Cured
Resin komposit yang diaktifkan dengan sinar ultra violet telah digantikan
dengan sinar yang dapat dilihat dengan mata pada akhir tahun 1970 dan secara nyata
meningkatkan kemampuan polimerisasi.8,16 Waktu dan kedalaman curing tergantung pada intensitas, panjang gelombang dan penetrasi sinar.19 Waktu penyinaran tidak boleh kurang dari 20-60 detik dan ketebalan resin kurang dari 2,0 mm.9,16,19 Resin komposit light-cured lebih sering digunakan daripada resin komposit self-cured.16 Resin komposit light-cured terdiri atas pasta tunggal dalam suatu semprit.16 Radikal bebas sebagai pemicu reaksi terdiri atas molekul fotoinisiator dan aktivator amin
yang terdapat dalam pasta.9,16 Pemaparan terhadap sinar dengan panjang gelombang yang tepat (468 nm) merangsang fotoinsiator berinteraksi dengan amin untuk
membentuk radikal bebas yang mengawali polimerisasi tambahan.16
3. Resin Komposit Dual Cured
Resin komposit dual-cured terdiri atas dua pasta yang mengandung
akselerator kimia dan aktivator sinar.9,19 Mekanisme aktivasi dual-cured diperlukan
ketika bagian-bagian komposit tidak dapat diakses oleh sinar.19 Kelebihan
penggunaan resin komposit dual-cured adalah ketika dua pasta diaduk bersama dan ditempatkan pada gigi, sinar curing digunakan untuk mengawali reaksi setting dan kemudian dilanjutkan dengan reaksi setting kimia pada area yang tidak terjangkau oleh sinar untuk memastikan pengaturan yang tepat.9,19 Proses dual-cured ini sangat
membantu dalam mem-build up gigi yang telah dirawat endodontik dan dalam
2.1.3 Polimerisasi Resin Komposit
Polimerisasi adalah reaksi kimia yang terjadi ketika monomer-monomer resin
dengan berat molekul rendah bergabung untuk membentuk rantai panjang yaitu
polimer yang memiliki berat molekul tinggi.9 Proses polimerisasi dimulai oleh aktivator (kimia atau sinar) yang menyebabkan molekul inisiator membentuk radikal
bebas (pengisian molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan).9
Monomer dimethacrylate (bis-GMA) mempunyai gugus fungsional dengan
karbon ikatan ganda (C=C).9 Persentasi ikatan ganda bereaksi dari 35-80%.19 Radikal bebas memecah salah satu karbon ikatan ganda membentuk ikatan tunggal dan
radikal bebas lainnya (Gambar 6).9 Radikal bebas tersebut dapat menyebabkan reaksi yang sama dengan monomer lainnya untuk menambah rantai polimer (polimerisasi
adisi).9 Monomer-monomer yang bergabung satu sama lain menjadi rantai
menyebabkan volume resin berkurang sehingga hasil akhir akan mengalami
shrinkage.9
Gambar 6. Reaksi rantai suatu radikal bebas pada tahapan proses polimerisasi.29
Resin komposit cenderung mengalami stress dan shrinkage saat proses polimerisasi. Stress polimerisasi timbul ketika resin komposit disinar dalam kondisi yang berikatan dan shrinkage polimerisasi akan menghasilkan suatu gaya di dalam dinding kavitas. Struktur gigi yang kaku dapat bertahan dari gaya ini, namun adanya
tarikan dapat menyebabkan terbentuknya celah pada tepi restorasi atau kerusakan
struktur gigi yang sehat oleh deformasi (Gambar 7).8
Gambar 7. Shrinkage polimerisasi menghasilkan celah diantara bahan restorasi dan permukaan gigi.8
2.1.4 Indikasi dan Kontraindikasi Indikasi
Resin komposit bisa digunakan untuk beragam aplikasi klinis.12 Umumnya, indikasi penggunaan resin komposit adalah untuk restorasi klas I, II, III, IV, V dan
VI, sealants dan restorasi resin preventive, semen untuk restorasi indirek, restorasi sementara, periodontal splinting, dan prosedur perbaikan estetis seperti partial veneers, full veneers, modifikasi kontur gigi dan penutupan diastema.8,9,12
Kontraindikasi
American Dental Association (ADA) tidak menyarankan penggunaan resin komposit pada gigi yang menerima beban oklusal berat, bagian gigi yang tidak bisa
diisolasi, dan pasien yang alergi atau sensitif dengan bahan komposit.12 Selain itu resin komposit juga menjadi kontraindikasi bagi pasien yang memiliki oral hygiene
yang buruk dan sangat rentan terhadap karies.8
permukaan gigi
2.2 Stress Decreasing Resin (SDR)
Jenis resin komposit flowable terbaru yang sering digunakan saat ini adalah
Stress Decreasing Resin (SDR).4 SDR adalah suatu komponen yang mengandung fluoride, menggunakan visible light cured, merupakan bahan restorasi resin komposit yang radiopak dan berperan sebagai pengganti dentin karena memiliki modulus
elastisitas yang sama.21 SDR mempunyai perlakuan sama seperti resin komposit
flowable konvensional, tetapi bisa diletakkan dengan ketebalan mencapai 4 mm dalam 1 lapisan dan setiap lapisan dilight-cured hanya selama 20 detik untuk mengurangi stress polimerisasi dan lapisan teratas ditutupi oleh resin komposit konvensional yang memiliki viskositas tetap dengan ketebalan 2 mm.3,4,11,21,22
SDR mempunyai keutamaan sendiri yang menyediakan adaptasi yang sangat
baik terhadap dinding kavitas yang telah dipreparasi.5,22 SDR digunakan dengan aplikasi sistem adhesif enamel atau dentin yang tepat dan memiliki biokompatibilitas
dengan semua sistem adhesif dentsply yang didesain untuk digunakan dengan
restorasi komposit visible light cured.21
SDR tersedia dalam 1 warna yang sama dan didesain sehingga dapat dilapisi
oleh methacrylate berbasis komposit posterior untuk menggantikan bagian enamel oklusal dan fasial yang hilang.21 SDR diindikasikan sebagai basis restorasi klas I dan II, tetapi kontraindikasi pada pasien yang memiliki riwayat alergi resin berbasis
methacrylate.20,21,23 SDR tersedia dalam bentuk kompul dan diaplikasikan ke dalam kavitas dengan menggunakan gun (Gambar 8).21
2.2.1 Komposisi Stress Decreasing Resin (SDR)
SDR memiliki kandungan formula yang lengkap yaitu gabungan dari
komponen terbaru dan konvensional (Tabel 2).21 Teknologi SDR terbaru adalah struktur urethane dimethacrylate yang bisa mengurangi shrinkage dan stress
polimerisasi.11,21 SDR mempunyai tingkat shrinkage yang sangat rendah daripada resin komposit flowable konvensional lainnya yaitu 3,5%.21 Volume shrinkage yang lebih rendah mengurangi shrinkage dan stress secara keseluruhan.21
Tabel 2. Komposisi SDR dan fungsinya.21
Kandungan Fungsi
SDR urethane dimethacrylate Mengurangi shrinkage dan mengurangi stress pada struktur resin
Resin dimethacrylate Struktur resin
Difungsional diluents Membentuk ikatan silang pada
resin komposit
Barium dan Strontium alumino-fluoro-silicate-glasses
(68% berat dan 45% volum)
Struktur partikel kaca dan fluoride
Sistem fotoinisiator Visible light curing
Colorants Universal shade
SDR terdiri dari kombinasi unik dengan struktur molekul besar dengan bagian
kimia yang disebut modulator polimerisasi dan secara kimia tertanam di tengah pusat
monomer resin SDR yang berpolimerisasi.5,21-23 Perluasan “fase curing”
memaksimalkan keseluruhan derajat konversi dan meminimalisir stress polimerisasi di atas 60% daripada resin komposit flowable konvensional.3,22 Berat molekul yang tinggi di sekitar pusat modulator memberikan fleksibilitas dan struktur jaringan resin
Gambar 9. Struktur kimia Stress Decreasing Resin (SDR).21
2.2.2 Kelebihan Stress Decreasing Resin (SDR)
Bahan resin komposit konvensional tersusun dari matriks resin organik dan
mineral fillers.9,16,19,28 SDR berbeda dengan resin komposit konvensional karena membentuk suatu teknologi resin yang dapat mengurangi stress.21 Proses polimerisasi berlangsung sangat cepat bersamaan dengan volumetric shrinkage terhadap sistem resin yang mendapat paparan visible light.21 Sistem resin komposit konvensional
menyebabkan polimerisasi dan shrinkage berlangsung cepat sehingga stress
polimerisasi meningkat luas.21 SDR menunjukkan perbedaan secara kontras
walaupun berada di posisi yang sama dengan resin komposit konvensional, yaitu
stress polimerisasi yang sangat berkurang hampir sekitar 80% dan pengurangan
volumetric shrinkage sekitar 20%.21 Stress yang dihasilkan oleh SDR selama polimerisasi adalah 1,4 MPa, sedangkan resin komposit flowable konvensional lainnya melebihi 4 MPa.3,22
2.3 Sistem Adhesif
Sistem adhesif adalah suatu bagian yang kedua permukaannya menyatu.15 Sistem adhesif berasal dari bahasa Latin adhaerere yang artinya “untuk melekat ke”.15 Adhesif adalah suatu bahan yang biasanya merupakan cairan kental yang menghubungkan dua substrat bersamaan dan mengeras serta dapat mentransfer beban
• Pembentukan stress yang rendah selama polimerisasi Monomer SDR dengan modulator
• Berat molekul tinggi
dari satu permukaan ke permukaan lainnya.15,31 Kekuatan adhesif merupakan ukuran kapasitas penahan beban suatu adhesive joint.15
Sistem adhesif membentuk kekuatan ikatan yang adekuat, tahan lama
terhadap pemakaian dan penyerapan air, stabilitas warna yang baik, memiliki kontak
yang tertutup rapat antara adhesif dan substrat (enamel atau dentin) serta tidak
menimbulkan toksik.15,32,33 Tegangan permukaan adhesif harus lebih rendah daripada energi permukaan enamel dan dentin.15 Masalah utama ikatan resin ke struktur gigi adalah shrinkage selama polimerisasi adisi radikal bebas.15 Sistem adhesif gigi harus memberikan suatu ikatan awal yang kuat untuk menahan stress.15
2.3.1 Klasifikasi sistem adhesif
Van Meerbeek et al mengklasifikasikan sistem adhesif menjadi dua bagian
besar (Gambar 10) yaitu total etch dan self etch sebagai berikut31,33:
Gambar 10. Klasifikasi mekanisme sistem adhesif.31
1. Adhesif Etch-and-Rinse (disebut sebagai Total Etch)
Total Etch Two Step
Gambar 11. Mekanisme sistem adhesif two-step one-bottle total-etch.30
Sistem adhesif total etch two step merupakan sistem adhesif generasi kelima yang sering disebut dengan two step one bottle total etch dan paling efektif, efisien, serta memiliki perlekatan yang stabil terhadap enamel. Larutan selektif kristal
hidroksiapatit termasuk etsa yang biasanya digunakan adalah 30-40% gel asam
fosfor. Tahap prosedur yang paling penting adalah aplikasi primer. Kelebihan dari penggunaan sistem adhesif total etch two step antara lain, prosedur aplikasi lebih sederhana, komposisi stabil dan konsisten, aplikasi bersifat hygienic sehingga dapat mencegah kontaminasi silang, dan berperan sebagai shock absorber.33
Total etch two step mempunyai kekuatan perlekatan yang lebih baik dibandingkan dengan self etch two step dan self etch one step sehingga mampu mengurangi terjadinya celah mikro pada restorasi resin komposit klas I.
2. Adhesif Self-Etch
2.3.2 Perlekatan terhadap Enamel
Enamel adalah jaringan keras gigi yang termineralisasi tinggi dan terdiri dari
90% volume hidroksiapatit.15 Perlekatan terhadap enamel terjadi melalui retensi mikromekanis setelah etsa asam digunakan untuk menghilangkan smear layers dan terutama untuk melarutkan kristal hidroksiapatit pada permukaan luar di antara
permukaan lainnya.19 Etsa asam mengubah permukaan enamel yang halus menjadi sebuah permukaan yang tidak beraturan dan meningkatkan energi permukaan. Ketika
bahan cairan resin diaplikasikan pada permukaan teretsa yang tidak beraturan, resin
akan berpenetrasi kedalam permukaan dibantu melalui aksi kapiler.15 Monomer yang terkandung dalam bahan akan berpolimerisasi dan terkunci satu sama lain dengan
permukaan enamel.15 Mekanisme dasar dari perlekatan resin-enamel adalah
pembentukan resin tags didalam permukaan enamel (Gambar 12).8,15,35 Resin tags
yang terbentuk di sekitar enamel rods, yaitu diantara prisma enamel disebut dengan
macrotags dan jaringan halus dari beberapa small tags yang terbentuk di tiap-tiap ujung rod di tempat larutnya kristal hidroksiapatit disebut dengan microtags.8,15
Gambar 12. Scanning Electron Microscopy ruang intertubular dan tubulus dentin
yang terbuka pada dentin yang dietsa (A). Pandangan cross-sectional
micromechanical retention sistem perlekatan pada dentin. Gambaran skematik komposit, hybrid layer dengan microtags dan tubulus dengan resin microtags
setelah larut dengan dentin (B).35
2.3.3 Perlekatan terhadap Dentin
Dentin mempunyai hambatan besar terhadap ikatan perlekatan dibandingkan
enamel, karena dentin adalah jaringan hidup.16,36 Dentin bersifat heterogen dan terdiri atas bahan anorganik (hidroksiapatit) 50% volume, bahan organik (khususnya
kolagen tipe I) 30% volume, cairan 20% volume dan perbedaan signifikan antara
email dengan dentin adalah dentin mengandung lebih banyak air dan sangat
hidrofilik.16,19,36
Bahan bonding diaplikasikan agar permukaan dentin menjadi basah,
kemudian dikeringkan secara perlahan.19 Saat komponen hidroksiapatit sebagai lapisan terluar dentin dihilangkan, dentin mengandung sekitar 50% ruangan kosong
dan 20% air.19 Smear layer dapat mengurangi permeabilitas dentin dan sangat membantu bahan bonding yang bersifat hidrofobik dan menutupi tubulus dentin (Gambar 13).29
Gambar 13. SEM (Scanning Electron Micrograph) smear layer pada dentin.29
2.4 Celah Mikro Pada Kavitas Klas I
C-factor yang merupakan perbandingan antara permukaan gigi yang mendapat aplikasi bonding dengan permukaan gigi yang tidak mendapat aplikasi
perlekatan resin komposit sehingga semakin tinggi peluang terjadinya celah mikro
akibat pengerutan polimerisasi terutama di sepanjang dasar kavitas.6,28
Gambar 14. C-Factor pada berbagai preparasi klas restorasi gigi.6
Shrinkage polimerisasi dapat diminimalisir dengan cara meletakkan restorasi pada incremental layer yang kecil, menghindari bersatunya dinding yang berlawanan dengan incremental layer, proses pengerasan setiap lapisan yang dilakukan secara terpisah, menggunakan filler yang tebal, dan menggunakan resin komposit flowable
yang memiliki tingkat modulus rendah sebagai stress-breaking liner sehingga dapat melapisi setiap bagian kavitas secara lebih baik daripada bahan yang berdaya alir
rendah.2,4,6,28 Stress dan shrinkage polimerisasi yang tinggi dapat menimbulkan berbagai macam permasalahan, yaitu terbentuknya celah mikro, karies sekunder,
hilangnya perlekatan, warna pada trestorasi dan lainnya (Gambar 15).37
Gambar 15. Efek yang ditimbulkan oleh shrinkage polimerisasi.37
Keretakan enamel
Karies sekunder Pewarnaan margin
Sensitivitas post-operatif Celah mikro
Restorasi Resin Komposit Klas I
Sistem adhesif Intermediate layer
Stress Decreasing Resin
(SDR)
Resin komposit flowable
sebagai intermediate
Konvensional
Stress yang dihasilkan selama polimerisasi adalah 1,4 MPa
Stress yang dihasilkan selama polimerisasi adalah >4 MPa
Stress dan shrinkage polimerisasi resin serta restorasi klas I memiliki nilai C-factor tertinggi
Celah mikro
2.5 Kerangka Teori
2.6 Kerangka Konsep
Celah mikro Restorasi resin komposit klas I
Sistem adhesif total etch two
step + Stress Decreasing Resin
(SDR) sebagai intermediate
layer
Sistem adhesif total etch two
step + RK flowable
konvensional sebagai
intermediate layer
Sistem adhesif total etch two
Penelitian ini dilakukan pada restorasi Klas I. Dalam penelitian ini kavitas
akan dibentuk sesuai dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Al-Boni dan
Raja yaitu dengan panjang 4 mm, lebar 3 mm dan kedalaman 4 mm. Desain kavitas
yang dibentuk mengikuti desain restorasi Klas I biasanya dengan menggunakan high speed handpiece dan pear shape bur.
Beberapa penelitian mengindikasikan penggunaan Stress Decreasing Resin
(SDR) sebagai intermediate layer restorasi klas I jauh lebih bagus daripada resin komposit flowable konvensional karena dapat mengurangi shrinkage polimerisasi secara signifikan, yaitu 3,5% dan stress yang dihasilkan SDR selama polimerisasi
hanya 1,4 MPa, sedangkan resin komposit flowable konvensional menghasilkan
stress selama polimerisasi >4 MPa.
SDR terdiri dari kombinasi unik dengan struktur molekul besar dengan bagian
kimia yang disebut modulator polimerisasi dan secara kimia tertanam di tengah pusat
monomer resin SDR yang berpolimerisasi. Berat molekul yang tinggi di sekitar pusat
modulator memberikan fleksibilitas dan struktur jaringan resin SDR yang baik. SDR
menunjukkan perbedaan secara kontras walaupun berada di posisi yang sama dengan
resin komposit flowable konvensional, yaitu stress polimerisasi yang sangat berkurang hampir mencapai 80% dan pengurangan volumetric shrinkage sekitar 20%.
Pada penelitian ini sistem adhesif yang digunakan adalah total etch two step
dan berdasarkan penelitian Yesilyurt et al. bahwa sistem adhesif total etch two step
mempunyai kekuatan perlekatan yang lebih tinggi dibandingkan sistem adhesif self etch. Setelah aplikasi sistem adhesif total etch two step, dilakukan aplikasi SDR dengan menggunakan teknik insersi sistem bulk. Bahan restorasi yang digunakan sebagai lapisan penutupadalah resin komposit packable yang memiliki karakteristik
shrinkage yang rendah, lebih kuat, lebih tahan terhadap pemakaian, dan konsistensi resin yang kaku serta penggunaan ekstra sistem adhesif atau resin komposit flowable
selapis tipis pada preparasi dinding kavitas dapat meningkatkan adaptasi dan
perlekatan resin komposit packable.
Penelitian ini menggunakan tiga kelompok perlakuan, yaitu kelompok I
II dengan aplikasi resin komposit flowable konvensional sebagai intermediate layer, dan kelompok III tanpa aplikasi intermediate layer, sehingga dapat dilihat stress dan
shrinkage yang terjadi pada setiap kelompok selama polimerisasi.
Polimerisasi komposit dapat dibagi kedalam dua fase, yaitu pre dan post gel.
Pada fase pre-gel yaitu dimana resin komposit masih berbentuk pasta, polimer reaktif
resin mampu mengimbangi shrinkage tanpa menimbulkan stress. Setelah derajat konversi mencapai 10-20% polimer resin berubah dari bentuk pasta menjadi gel. Pada
tahap ini shrinkage polimerisasi terus berlanjut dan menimbulkan stress di dalam material resin komposit yang kemudian disalurkan pada interface restorasi dan gigi serta di dalam struktur gigi. Stress yang timbul dapat melebihi perlekatan adhesif dan
cohesive strength gigi atau komposit sehingga mengakibatkan kerusakan pada tepi restorasi. Stress dan shrinkage polimerisasi merupakan faktor utama terjadinya celah mikro pada tepi restorasi dan menyebabkan kegagalan bahan resin komposit di
rongga mulut.
Hingga saat ini belum ada penelitian yang membandingkan penggunaan
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Desain Penelitian 3.1.1 Jenis Penelitian
Eksperimental Laboratorium
3.1.2 Desain Penelitian
Posttest Only Control Group Design
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
1. Departemen Konservasi Gigi FKG USU
2. Laboratorium Kimia Dasar LIDA USU
3. Laboratorium Biologi Dasar LIDA USU
3.2.2 Waktu Penelitian
Bulan Juli 2013-April 2014
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Gigi premolar yang telah diekstraksi untuk keperluan ortodonti
3.3.2 Sampel
Gigi premolar maksila yang telah diekstraksi untuk keperluan ortodonti dengan
kriteria sebagai berikut:
a. Gigi premolar satu dan dua maksila
b. Tidak ada fraktur mahkota dan belum pernah direstorasi
Besar Sampel
Jumlah sampel dihitung dengan menggunakan rumus rancangan eksperimental murni
sebagai berikut:
(n-1)(t-1) ≥ 15
(n-1)(3-1) ≥ 15
2n-2 ≥ 15
2n ≥ 17
n ≥ 8,5≈ 9
Keterangan:
r: jumlah perlakuan dalam penelitian (ada 3 perlakuan)
n: jumlah sampel
Dalam penelitian ini, setiap sampel dibelah menjadi dua bagian permukaan, yaitu
permukaan bukal dan palatal tanpa membandingkan kedua skor. Besar sampel untuk
setiap kelompok menurut perhitungan diatas adalah 9 sampel atau 18 permukaan.
Jumlah keseluruhan sampel gigi premolar maksila adalah 27 sampel atau 54
permukaan yang dibagi secara random menjadi tiga kelompok perlakuan, yaitu:
Kelompok I: Restorasi kavitas klas I dengan sistem adhesif total etch two step dan
Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai intermediate layer sebanyak 9 sampel atau 18 permukaan.
Kelompok II: Restorasi kavitas klas I dengan sistem adhesif total etch two step dan resin komposit flowable konvensional sebagai intermediate layer sebanyak 9 sampel atau 18 permukaan.
3.4 Variabel dan Definisi Operasional 3.4.1 Variabel Penelitian
3.4.1.1 Variabel Bebas
Restorasi klas I dengan aplikasi Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai intermediate layer dan sistem adhesif total etch two step
3.4.1.2 Variabel Tergantung
Celah mikro antara bahan restorasi dan dinding kavitas bagian oklusal.
3.4.1.3 Variabel Terkendali
a. Perendaman gigi dalam saline
b. Desain dan ukuran preparasi kavitas klas I premolar (panjang 4 mm, lebar 3 mm
dan kedalaman 4 mm)
c. Sistem adhesif total etch two step
d. Teknik insersi: bulk system
e. Jenis dan bentuk mata bur: diamond bur: pear shape
f. Ketajaman mata bur (1 bur untuk 3 gigi)
g. Sumber sinar: LED
h. Waktu penyinaran light cured 20 detik
i. Metode penyinaran: continuous polymerization
j. Suhu dan proses thermocycling
3.4.1.4 Variabel Tidak Terkendali
a. Masa / jangka waktu pencabutan gigi premolar maksila sampai perlakuan
b. Sisa keberadaan smear layer
c. Kontraksi polimerisasi resin komposit
3.4.1.5 Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel Bebas
• Restorasi klas I dengan aplikasi Stress
Decreasing Resin (SDR) sebagai
intermediate layer dan sistem adhesif
total etch two step
• Keberadaan smear layer
• Kontraksi polimerisasi
resin komposit
• Arah penyinaran light
cured: tegak lurus
terhadap permukaan
bahan restorasi
• Intensitas sinar:
1000-2000 mw/cm2
Variabel Terkendali
• Perendaman gigi dalam saline
• Desain dan ukuran preparasi kavitas klas I premolar
(panjang 4mm, lebar 3 mm dan kedalaman 4 mm)
• Teknik insersi: bulk system
• Sistem adhesif total etch two step
• Jenis dan bentuk mata bur: diamond bur berbentuk
pear shape
• Ketajaman mata bur (1 bur untuk 3 gigi)
• Sumber sinar: LED
• Waktu penyinaran light cured 20 detik
• Metode penyinaran: continuous polymerization
• Suhu dan proses thermocycling
Variabel Tergantung
3.4.2 Definisi Operasional
VARIABEL
DEFINISI
OPERASIONAL CARA UKUR
ALAT
bagian oklusal gigi P
maksila dengan
gigi P maksila yang
VARIABEL
Celah mikro Celah yang
3.5 Metode Pengumpulan Data
3.5.1 Alat Penelitian
a. Masker (Multisafe mask)
b. Handscoon (Everglove, USA)
c. Kaliper untuk pengukuran outline form (Tricebrand, China)
d. High speed dentalhandpiece (MK Dent, Germany)
e. Disc bur (KG Sorensen, Denmark)
f. Steel carbide bur berbentuk pear shaped (Trihawk, USA))
g. Pinset, sonde lurus, dan semen stopper (Dentica)
h. Cotton pellet
i. Bonding aplikator (Prime Bond, Dentsply)
j. Finishing dan Polishing Bur: fine finishing bur, enhance, dan silicone brush bur (Dia Bur)
k. LED Light curing unit (COXO, China)
l. Waterbath (Memmert, Germany) sebagai pengganti alat thermocycling
m. Termometer (Fisher, Germany)
n. Stopwatch (Diamond, Germany)
o. Baker glass (Pyreex, Germany)
p. Wadah plastik untuk tempat perendaman gigi dalam larutan saline
q. Spatel (Prodental)
r. Cawan petri (Pyreex, Germany)
s. Stereomikroskop (Zeiss, Swiss)
t. Kompul dan Gun (Dentsply) untuk memasukkan SDR ke dalam kavitas
u. Bais sebagai penahan gigi ketika melakukan pemotongan mahkota gigi premolar
Gambar 16. Berbagai macam alat: A. Kaliper, B. High speed handpiece, C. Sonde lurus, D. Pinset, E. Semen stopper, F. Instrumen plastis
Gambar 17. A. Visible Light Cure, B. Pear shaped bur, C. Fine finishing bur, D. Bur polish: 1. Enhance bur, 2. Silicon brush bur
Gambar 18. A. Waterbath, B. Kain kasa, C. Thermometer D. Gelas Beaker
A
D C
B
A B C D E F
Gambar 19. A.Bais, B. Stereomikroskop, C. Cawan Petri
3.5.2 Bahan Penelitian
a. Gigi premolar atas yang telah dicabut untuk perawatan ortodonti sebanyak 27
buah
b. Stress Decreasing Resin (Smart Dentin Replacement, Dentsply)
c. Resin komposit flowable konvensional (Esthet X Flow, Dentsply)
d. Resin komposit packable(Spectrum, Dentsply)
e. Sistem adhesif total etch two step (Prime Bond™, Dentsply)
f. Saline untuk penyimpanan sampel penelitian
g. Gips untuk penanaman gigi (Super gips)
h. Cat kuku (aseton)
i. Sticky wax (Anchor Brand)
j. Methylene blue 2%
Gambar 20. A. 1. Sistem adhesif total etch two step, 2. Stress Decreasing Resin (Smart Dentin Replacement), 3. Resin komposit flowable konvensional, 4. Resin komposit packable, B. 1. Cat kuku (aseton), 2. Sticky Wax, 3. Methylene blue 2%
3.5.3 Prosedur Penelitian
a. Persiapan sampel
Sampel berjumlah 27 buah gigi premolar satu dan dua maksila yang telah
diekstraksi untuk keperluan ortodonti dibersihkan dengan menggunakan skeler
elektrik, kemudian dimasukkan ke dalam wadah plastik yang berisikan larutan saline
dan sampel dibiarkan dalam keadaan terendam. Selanjutnya sampel dibagi menjadi 3
kelompok secara random dan setiap kelompok perlakuan berjumlah sembilan sampel serta ditanam/ dalam balok gips untuk memudahkan preparasi dan restorasi.
A
B
1 2 3 4
Gambar 21. 27 buah sampel yang ditanam dalam balok gips.
b. Perlakuan sampel penelitian
1. Preparasi Sampel
Bentuk outline form kavitas pada gigi premolar maksila menggunakan pensil kayu dan dengan bantuan kaliper bentuk desain restorasi klas I dengan panjang
mesiodistal 4 mm dan lebar bukopalatal 3 mm untuk mendapatkan hasil pengukuran
yang akurat, serta kedalaman kavitas 4 mm. (Gambar 22).
Gambar 22. Desain preparasi klas I: (A) panjang mesiodistal 4 mm dan lebar bukopalatal 3 mm, (B) kedalaman kavitas 4 mm.
Preparasi kavitas menggunakan high speed handpiece dan akses ke jaringan karies di enamel dan dentin menggunakan pear shape bur dan preparasi dimulai pada enamel permukaan oklusal. Selanjutnya kavitas diperdalam dengan memasukkan bur
perlahan-lahan dengan kecepatan sedang sehingga mencapai kedalaman seluruh
kepala bur (1,5 mm).
3 mm
4 mm
4 mm
Kemudian kavitas diperluas sampai seluruh fisur di permukaan oklusal
terlihat dengan menggunakan pear shape bur dan setiap sudut kavitas dibuat tumpul. Kedalaman kavitas yang dibentuk adalah 4 mm dengan pembagiannya 2 mm untuk
intermediate layer, yaitu Stress Decreasing Resin dan 2 mm untuk lapisan penutup, yaitu resin komposit packable. Hal ini dipertimbangkan juga dari ketebalan enamel gigi premolar sekitar 2,3-2,5 mm dan ketebalan dentin sekitar 3-3,5 mm. Setelah
preparasi selesai, kavitas dicuci dengan air dan dikeringkan.
2. Restorasi sampel
Kelompok I diberikan perlakuan aplikasi etsa dengan menggunakan kuas
selama 15 detik, kemudian dibilas dengan air dan struktur gigi gigi dijaga dan
dipertahankan untuk tetap dalam keadaan yang lembab (moist). Selanjutnya bonding
diaplikasikan sehingga akan berpenetrasi ke dalam struktur yang ireguler dan disinar
selama 20 detik untuk proses polimerisasi. Aplikasikan Stress Decreasing Resin
sebagai intermediate layer dengan teknik Bulk dan kemudian disinari selama 20 detik. Selanjutnya untuk tahap akhir, aplikasikan resin komposit packable dan kemudian disinari selama 20 detik.
Kelompok I
Kelompok II diberikan perlakuan aplikasi etsa dengan menggunakan kuas
selama 15 detik, kemudian dibilas dengan air dan struktur gigi gigi dijaga dan
dipertahankan untuk tetap dalam keadaan yang lembab (moist). Selanjutnya bonding
diaplikasikan sehingga akan berpenetrasi ke dalam struktur yang ireguler dan disinar
selama 20 detik untuk proses polimerisasi. Aplikasikan resin komposit flowable
konvensional sebagai intermediate layer dengan teknik Bulk dan kemudian disinari selama 20 detik. Selanjutnya untuk tahap akhir, aplikasikan resin komposit packable
Kelompok III diberikan perlakuan aplikasi etsa dengan menggunakan kuas
selama 15 detik, kemudian dibilas dengan air dan struktur gigi gigi dijaga dan
dipertahankan untuk tetap dalam keadaan yang lembab (moist). Selanjutnya bonding
diaplikasikan sehingga akan berpenetrasi ke dalam struktur yang ireguler dan disinar
selama 20 detik untuk proses polimerisasi. Selanjutnya untuk tahap akhir, aplikasikan
resin komposit packable dan kemudian disinari selama 20 detik Kelompok III
3. Finishing dan Polishing
Tahap finishing restorasi dilakukan menggunakan fine finishing bur untuk membuang resin komposit yang berlebihan, kemudian polis menggunakan enhance
Gambar 23. Proses restorasi sampel: (A) Aplikasi etsa selama 15 detik, (B) Aplikasi
bonding, (C) Penyinaran selama 20 detik, (D) 1. Aplikasi Stress Decreasing Resin
(SDR) sebagai intermediate layer pada kelompok I, disinar selama 20 setik dan diaplikasikan resin komposit packable, 2. Aplikasi resin komposit flowable
konvensional sebagai intermediate layer pada kelompok II, disinar selama 20 setik dan diaplikasikan resin komposit packable, 3. Aplikasi resin komposit packable tanpa
intermediate layer, (E) Penyinaran kembali selama 20 detik, (F) Tahap finishing
menggunakan fine finishing bur, (G) Tahap polishing menggunakan bur enhance, dan (H) Tahap polishing dilanjutkan menggunakan brush bur, (I) Restorasi selesai.
A B C
D 1 2 3
E F G
4. Water storage dan thermocycling
Seluruh sampel yang telah direstorasi dimasukkan kedalam wadah plastik
yang berisi saline dan direndam selama 24 jam. Kemudian dilakukan proses
thermocycling menggunakan waterbath dengan terlebih dahulu memasukkan sampel kedalam baker glass yang berisi air es bersuhu 5o C, diamkan selama 30 detik dan selanjutnya dipindahkan dengan waktu transfer 10 detik kedalam waterbath bersuhu 55o C, diamkan selama 30 detik serta dilakukan secara berulang sebanyak 200 kali putaran.
Gambar 24. (A) Sampel direndam dalam air es bersuhu 5o C, (B) Waktu transfer selama 10 detik, dan (C) Sampel direndam dalam waterbath bersuhu 55o C dan proses diulang sebanyak 200x.
5. Perendaman dalam larutan Methylene Blue 2%
Bagian apeks seluruh sampel ditutupi dengan sticky wax sekitar 2 mm dari bagian koronal dan seluruh permukaan gigi dilapisi dengan 2 lapis cat kuku kecuali 1
mm di sekitar tepi restorasi. Kemudian dibiarkan mengering di udara terbuka hingga
tidak terasa lengket lagi. Setelah itu, lakukan perendaman Methylene Blue 2% selama 24 jam pada suhu kamar. Selanjutnya, seluruh gigi dibersihkan dari zat warna pada
air mengalir dan dikeringkan.
Gambar 25. Perendaman 27 sampel dalam larutan
Methylene Blue 2%
6. Pengukuran celah mikro
Sampel ditempatkan pada bais sebagai penahan, kemudian sampel dibelah
secara mesiodistal melalui bagian tengah restorasi dengan menggunakan disc bur. Pengamatan celah mikro dilakukan dengan melihat penetrasi zat warna Methylene Blue 2% pada tepi restorasi melalui stereomikroskop dengan pembesaran 20x. Pengamatan dan penilaian skor dilakukan oleh 2 orang untuk menghindari terjadinya
subjektifitas.
Gambar 26. (A) Pengamatan dilakukan dengan menggunakan stereomikroskop, dan (B) pembesaran stereomikroskop 20x.
Derajat celah mikro ditentukan dengan mengamati perluasan Methylene Blue
2% dari sisi gigi yang perluasannya paling panjang dan dinilai dengan sistem
penilaian standar dengan skor 0-4 seperti pada penelitian yang dilakukan oleh
Al-Boni dan Raja (2010).1
Tabel 3. Skor Penetrasi Zat Warna.1
SKOR DEFINISI
0 Tidak ada penetrasi
1 Penetrasi vertikal hingga kedalaman 1/3 dinding kavitas
2 Penetrasi vertikal hingga kedalaman 2/3 dinding kavitas
3 Penetrasi hingga dasar kavitas
4 Penetrasi di sepanjang dasar kavitas
3.6 Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh antara skor permukaan bukal dan palatal dihitung nilai
skor rata-rata setiap sampel dan dianalisis menggunakan uji statistik non parametrik
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Penelitian dilakukan terhadap 27 sampel gigi premolar maksila yang
dilakukan preparasi kavitas restorasi klas I dan dibagi secara random ke dalam tiga
kelompok dengan perlakuan yang berbeda yaitu sembilan sampel untuk kelompok I
yang menggunakan sistem adhesif total etch two step, Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai intermediate layer dan resin komposit packable, sembilan sampel untuk kelompok II yang menggunakan sistem adhesif total etch two step, resin komposit
flowable konvensional sebagai intermediate layer dan resin komposit packable, sembilan sampel untuk kelompok III menggunakan sistem adhesif total etch two step
dan resin komposit packable. Pengamatan celah mikro dilakukan terhadap sampel
dengan melihat penetrasi zat warna Methylene Blue 2% dengan menggunakan
stereomikroskop pembesaran 20x, dan sampel terlebih dahulu dilakukan pembelahan
menjadi dua bagian, yaitu bukal dan palatal tanpa membedakan hasil skor kedua
permukaan. Hasil yang diperoleh berupa panjang penetrasi zat warna Methylene Blue
2% melalui tepi restorasi yang dikategorikan dalam skor 0-4, dimana skor 0 untuk
tidak adanya penetrasi zat warna, skor 1 untuk penetrasi zat warna hingga 1/3 dinding
kavitas, skor 2 untuk penetrasi zat warna hingga 2/3 dinding kavitas, skor 3 untuk
penetrasi zat warna hingga dasar kavitas dan skor 4 untuk penetrasi zat warna meluas
di sepanjang dasar kavitas. Setiap sampel dilakukan penghitungan skor rata-rata
antara nilai bukal dan palatal.
Kemudian dilakukan pengambilan foto stereomikroskop dari tiap kelompok
sebanyak dua sampel dari kelompok I, tiga sampel dari kelompok II, dan dua sampel
dari kelompok III yang mewakili masing-masing skor celah mikro berdasarkan
penetrasi zat warna. Dari kelompok I dengan Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai
sampel dengan skor 3 ditunjukkan oleh gambar 27 (B). Dari kelompok II dengan
resin komposit flowable konvensional sebagai intermediate layer, sampel dengan skor 3 ditunjukkan oleh gambar 28 (A) dan sampel dengan skor 4 ditunjukkan oleh
gambar 28 (B). Dari kelompok III tanpa aplikasi intermediate layer, sampel dengan skor 3 ditunjukkan oleh gambar 29 (A) dan sampel dengan skor 4 ditunjukkan oleh
gambar 29 (B).
Gambar 27. Arah panah menunjukkan foto stereomikroskop restorasi dengan Stress Decreasing Resin (SDR) (A) sampel dengan skor 2 penetrasi zat warna hingga 2/3 dinding kavitas dan (B) sampel dengan skor 3 penetrasi zat warna hingga dasar kavitas.
Gambar 28. Arah panah menunjukkan foto stereomikroskop restorasi dengan resin komposit flowable konvensional (A) sampel dengan skor 3 penetrasi zat warna hingga dasar kavitas dan (B) sampel dengan skor 4 penetrasi zat warna di sepanjang dasar kavitas.
A B
A
Gambar 29. Arah panah menunjukkan foto stereomikroskop restorasi tanpa aplikasi
intermediate layer (A) sampel dengan skor 3 penetrasi zat warna hingga dasar kavitas dan (B) sampel dengan skor 4 penetrasi zat warna di sepanjang dasar kavitas.
Tabel 4 menunjukkan hasil pengamatan celah mikro pada kelompok I dengan Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai intermediate layer, pada sisi bukal diperoleh tiga sampel yang memiliki skor 2, enam sampel yang memiliki skor 3. Untuk sisi palatal
terdapat empat sampel yang memiliki skor 2, lima sampel yang memiliki skor 3.
Kelompok II dengan resin komposit flowable konvensional sebagai intermediate layer, pada sisi bukal diperoleh enam sampel yang memiliki skor 3, dan tiga sampel yang memiliki skor 4. Untuk sisi palatal terdapat enam sampel yang memiliki skor 3,
dan tiga sampel yang memiliki skor 4. Kelompok III tanpa aplikasi intermediate layer, pada sisi bukal diperoleh dua sampel yang memiliki skor 3 dan tujuh sampel yang memiliki skor 4. Untuk sisi palatal terdapat satu sampel yang memiliki skor 3
dan delapan sampel yang memiliki skor 4. Setiap sampel dalam setiap kelompok
dilakukan penghitungan skor rata-rata antara bukal dan palatal.