PENGARUH STRESS DECREASING RESIN (SDR) SEBAGAI
INTERMEDIATE LAYER RESTORASI KLAS V DENGAN
SISTEM ADHESIF SELF-ETCHING PRIMER DAN
TOTAL-ETCH TERHADAP CELAH MIKRO
(IN VITRO)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat memperoleh gelar sarjana kedokteran gigi
Oleh:
Sry Rezeki Adelina
NIM: 110600038
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Ilmu Konservasi Gigi
Tahun 2015
Sry Rezeki Adelina
Pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai Intermediate Layer Restorasi
Klas V sengan Sistem Adhesif Self Etching Primer dan Total Etch Terhadap Celah Mikro
(In Vitro).
xi + 57
Stress dan shringkage yang terjadi saat polimerisasi pada restorasi Klas V
menyebabkan perlekatan diantara sistem adhesif dengan bahan restorasi dan dentin pada
daerah servikal kurang baik sehingga terjadi celah mikro. Salah satu untuk mengurangi
terjadinya celah mikro adalah dengan menggunakan restorasi intermediate layer dengan
bahan viskositas rendah dan sistem adhesif yang adekuat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh stress decreasing resin (SDR)
sebagai intermediate layer restorasi Klas V dengan sistem adhesive self-etching primer
(SEP) dan total etch (TE) terhadap celah mikro.
Sampel berjumlah 40 premolar maksila dipreparasi Klas V dengan desain preparasi
berbentuk saucer dibagi kedalam empat kelompok perlakuan, kelompok I sistem adhesiF
SEP dengan SDR sebagai intermediate layer, kelompok II (TE+SDR), kelompok III SEP
dengan resin komposit flowable (flow) sebagai intermediate layer dan kelompok IV
(TE+flow). Sampel direndam dalam saline selama 24 jam, setelah thermocyling sampel
direndam dalam larutan methylen blue 2% selama 24 jam. Pengamatan celah mikro
dilakukan dengan melihat penetrasi warna pada sampel yang dibelah secara bukopalatal
melalui streomikroskop pembesaran 20x dengan menggunakan skor 0-3.
Hasil kriskal Wallis diperoleh p= 0.004 yang menunjukkan perbedaan yang
signifikan antar keempat kelompok (p<0.05). hasil Mann-Whitney kelompok yang
(p=0,048); kelompok SEP+SDR dan TE+Flow (p=0,048); kelompok TE+SDR dan
SEP+Flow (p=0,004) serta kelompok SEP+Flow dan TE+Flow (p=0,002).
Kesimpulan penelitian ini, penggunaan sistem adhesif SEP dan TE dapat
mengurangi terjadinya celah mikro namun penggunaan SDR dan flow sebagai
intermediate layer pada restorasi Klas V tidak memberikan efek.
Daftar Rujukan : 33 (2000-2014)
Kata Kunci : celah mikro, restorasi Klas V, Stress Decreasing Resin (SDR), sistem
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
dihadapan tim penguji skripsi
Medan, 11 November 2015
Pembimbing I Tanda Tangan
(Wandania Farahanny, drg., MDSc)
NIP : 197808132003122003 ………
Pembimbing II
(Fitri Yunita Batubara, drg., MDSc)
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji
Pada tanggal 11 November 2015
TIM PENGUJI
KETUA : Wandania Farahanny, drg., MDSc
ANGGOTA : 1. Fitri Yunita Batubara, drg., MDSc
2. Cut Nurliza, drg., M.Kes
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi.
Rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya terkhusus penulis sampaikan
kepada Ayahanda Iskandar Sitinjak dan Alm Ibunda H Zubaidah Sinaga atas segala kasih
sayang, bimbingan, doa, dukungan baik moril maupun materil, dan motivasi yang tiada
hentinya kepada penulis selama menempuh pendidikan. Tak lupa pula penulis juga
menyampaikan terima kasih kepada saudara penulis, kakak tersayang Cipta Lestari Sitinjak
beserta suaminya, dan abang tersayang Dedy Rahmad Sitinjak atas dukungan yang
diberikan.
Dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis telah banyak
mendapatkan bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu
dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedoktran
Gigi Universitas Sumatera Utara atas izin penelitian yang diberikan.
2. Cut Nurliza, drg., M.Kes selaku Ketua Departemen Konservasi Gigi FKG USU
atas bimbingan dan bantuan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan
baik.
3. Wandania Farahanny, drg., MDSc selaku pembimbing 1 yang telah bersedia
memberikan bimbingan, pengarahan dan motivasi kepada penulis selama pembuatan
proposal, penelitian, seminar hasil hingga penyempurnaan skripsi ini.
4. Fitri Yunita, drg., MDSc selaku pembimbing II yang telah bersedia memberikan
bimbingan, pengarahan dan motivasi kepada penulis selama pembuatan proposal,
penelitian, seminar hasil hingga penyempurnaan skripsi ini.
5. Eddy Dahar, drg., M.Kes selaku dosen penasehat akademik atas bimbingan dan
motivasi selama penulis menjalani masa pendidikan di FKG USU.
Konservasi Gigi atas bantuan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan
dengan baik.
7. Prof. Sutomo Kasiman, Sp.PD., Sp.JP(K) selaku Komisi Etik penelitian di
bidang kesehatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan persetujuan
pelaksanaan penelitian ini.
8. Prof. Dr. Harry Agusnar , M.Sc., M.Phill selaku Kepala Laboratorium
Penelitian Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) USU, serta
bang Pandi dan bang Putra selaku laboran di laboratorium LIDA USU atas
bantuannya selama penelitian belangsung.
9. Dr. Sri Amelia, M.Kes selaku Kepala Laboratorium Infeksi Fakultas
Kedokteran USU, serta ibu Mardiah dan ibu Winda atas izin bantuan fasilitas dan
bimbingan dalam pelaksanaan penelitian.
10.Keluarga besar HMI Komisariat FKG USU atas motivasi selama
penyelesaian skripsi dan masa perkuliahan, terutama LK1 2011 dan pengurus
komisariat dengan periodesasi 2015-2016.
11.Teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Ilmu Konservasi Gigi
Margareth, Yuki, Deasy, Dina, Hendy, Ingrid, Cyntia, Eldora, Feny, Elisabeth, Alvin,
Ong, Hnegyan serta teman-teman stambuk 201 yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.
12.Sahabat-sahabat penulis, Nova, Ayu, Resti, Dinauli serta keluarga baru di
kos Pamen G-2, Ibu Nurul, Bapak Zaeni, Kak Wini, Putri, Olin, Wita, Rizka yang
telah memberikan motivasi dan semangat selama masa perkuliahan.
Penulis menyadari bahwa maish banyak kekurangan didalam penulisan skripsi
ini dan penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menghasilkan
karya yang lebih baik lagi di kemudian hari.
Medan, 11 November 2015
Penulis
Sry Rezeki Adelina
DAFTAR ISI
Hal
aman
HALAMAN JUDUL ...
HALAMAN PERSETUJUAN ...
HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...
KATA PENGANTAR ...
2.1.1 Klasifikasi Sistem Adhesif ... 7
2.1.1.1 Total-Etch ... 7
2.1.1.2Self-Etch ... 9
2.1.2 Perlekatan pada Enamel ... 10
2.1.3 Perlekatan pada Dentin ... 11
2.2 Resin Komposit ... 12
2.2.1 Polimerisasi Resin Komposit ... 14
2.3 Celah Mikro pada Kavitas Klas V ... 14
2.4 Stress Decreasing Resin (SDR) ... 16
2.4.1 Komposisi Stress Decreasing Resin (SDR) ... 17
2.4.2 Kelebihan Stress Decreasing Resin (SDR) ... 18
2.5Metode Evaluasi Celah Mikro ... 19
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 21
3.1 Kerangka Konsep ... 21
3.2 Hipotesis Penelitian ... 22
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 23 4.1 Jenis dan desain Penelitian ... 23
4.4 Variabel dan defenisi Operasional ... 25
4.4.1 Variable Penelitian ... 25
4.4.1.1 Variabel Bebas... 25
4.4.1.2 Variabel Tergantung ... 25
4.4.1.3 Variabel Terkendali ... 25
4.4.1.4 Variabel Tidak Terkendali ... 26
4.4.2 Identifikasi Variabel Penelitian ... 27
4.4.3 Definisi Operasional ... 28
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel
Hala
man
1. Komposisi SDR dan Fungsinya ... 17
2. Skor Penetrasi Zat Warna ... 40
3. Hasil Pengamatan Celah Mikro ... 43
4. Hasil Uji Statistik Means dan nilai P ... 46
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halam
an
1. Defenisi Terminologi Sistem Adhesif ... 7
2. Klasifikasi Mekanisme Sistem Adhesif ... 7
3. Bonding Resin ke Dentin dengan Total-etch ... 8
4. Bonding Resin ke Dentin dengan Self-etch ... 9
5. Scanning Electron Microscopy pada Enamel ... 10
6. Scanning Electron Microscopy pada Dentin ... 12
7. Struktur Kimia Resin komposit ... 12
8. Hubungan C-faktor Saat Polimerisasi ... 15
9. Gun dan Kompul untuk Aplikasi Stress Decreasing Resin (SDR) ... 17
10.Struktur Kimia Resin Komposit Flowable (SDR) ... 18
11.Steromikroskop ... 19
12.Alat Penelitian I ... 31
13.Alat Penelitian II ... 31
14.Alat Penelitian III ... 31
15.Steromikroskop dan Bais ... 32
16.Bahan Penelitian ... 33
18.Desain Kavitas ... 34
19.Proses Restorasi Sampel I ... 37
20.Proses Restorasi Sampel II ... 38
21.Proses Termocyling ... 39
22.Perendaman Sampel dalam Methylene blue 2% ... 39
23.Pengamatan Celah Mikro dengan Steromikroskop pembesaran 20x 40 24.Skema Penentuan Skor Celah Mikro Berdasarkan Penetrasi Zat Pewarna 41 25.Hasil Foto Steromikroskop Restorasi Klas V dengan Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai Intermediate Layer dan Sistem Adhesif Self-etching Primer ... 44
26.Hasil Foto Steromikroskop Restorasi Klas V dengan Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai Intermediate Layer dan Sistem Adhesif Total-etch 44 27.Hasil Foto Steromikroskop Restorasi Klas V dengan Resin Komposit Flowable sebagai Intermediate Layer dan Sistem Adhesif Self-etching Primer ... 45
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Alur pikir
Lampiran 2 Alur Penelitian
Lampiran 3 Data Sampel (Peneliti 1)
Lampiran 4 Data Sampel (Peneliti 2)
Lampiran 5 Hasil Analisis Data Uji Statistik WilcoxonSigned
Rank,Means,Kruskal-Wallis dan Mann- Whitney
Lampiran 6 Ethical Clearance
Lampiran 7 Surat Izin Penelitian LIDA USU
Lampiran 8 Surat Izin Penelitian Laboratorium TERPADU FK
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Masalah yang sering terjadi pada lesi servikal sangat erat kaitannya dengan
sistem adhesif. Hal ini disebabkan morfologi kavitas pada lesi servikal lebih banyak
dijumpai kandungan dentin daripada enamel. Dentin lebih lembab dan lebih organik
dibandingkan enamel sehingga membuat adhesi sulit, tidak seperti enamel yang
sebagian besar anorganik. Adhesi yang kurang baik dari bahan restorasi ini
menyebabkan integritas adaptasi marginal yang tidak optimal dari bahan restorasi.1
Resin komposit merupakan salah satu bahan restorasi sewarna gigi yang
menjadi pilihan saat ini. Hal ini disebabkan bahan ini memiliki warna yang mirip
dengan struktur gigi, shrinkage rendah, absorpsi cairan rendah, dapat dipoles tekstur
permukaannya, serta abrasi dan ketahanan pemakaian sama dengan struktur gigi.
Selain itu, bahan ini dapat dipakai sebagai bahan restorasi gigi anterior maupun
posterior karena kekuatan yang adekuat, estetik yang bagus, harga lebih murah jika
dibandingkan dengan restorasi keramik, mampu berikatan dengan struktur gigi dan
lebih aman daripada amalgam.2-4
Masalah utama resin komposit adalah polimerisasi shrinkage.Polimerisasi
shrinkage tidak dapat dihilangkan, namun berbagai cara telah diupayakan dalam hal
mengurangi terjadinya polimerisasi shrinkage, salah satu cara yang digunakan adalah
dengan teknik penumpatannya ke dalam kavitas, yakni secara incremental. Sejauh ini
teknik incremental dianggap dapat mengurangi stress polimerisasi sehingga
mencegah terjadinya celah mikro. Kemudian diperkenalkannya bahan yang memiliki
kandungan filler anorganik yang rendah dan bersifat flow yang menyebabkan adaptasi
marginal dapat meningkat dan stress breaking liner dapat diminimalkan.5-7
Shrinkage dapat menyebabkan celah antar resin komposit dan struktur gigi.
Bakteri, cairan molekul-molekul atau ion-ion dapat melewati celah antara resin
dapat menyebabkan kegagalan restorasi. Selain itu stress yang terjadi akibat kontraksi
selama polimerisasi dari resin komposit dapat menyebabkan integritas tepi tambalan
menjadi terganggu. Akibatnya adaptasi tepi yang buruk dan adanya celah mikro
masih sering ditemui secara in vitro antara tepi kavitas dengan bahan restorasi.
Biasanya antara tepi restorasi dengan dentin lebih tinggi kebocoran mikronya dari
pada email. Adanya celah mikro dapat memicu terjadinya karies sekunder,
hipersensitivitas, iritasi pulpa, dan diskolorisasi margin.8-10
Salah satu cara untuk mendapatkan adaptasi yang baik pada restorasi resin
komposit pada kavitas Klas V adalah dengan menggunakan resin komposit
flowableatau SDR sebagai intermediate layer, karena viskositasnya rendah, laju
alirnya tinggi sehingga dapat memberikan bond-strength pada restorasi dan adaptasi
yang lebih baik dapat dicapai.5,11
Stress Decreasing Resin (SDR) memiliki polimerisasi shrinkage yang rendah
dan stress yang rendah, yang dapat digunakan secara bulk dengan ketebalan 4 mm.
Bahan ini termasuk grup fotoactivedi dalam modifikasi urethane dimethacrylate.
Aktivasi resinnya telah menunjukkan aktivasi polimerisasi radikal yang rendah,
fotoinisiator yang dimasukkan kedalam resin dapat mempengaruhi proses
polimerisasi. Selain itu penggabungan dari aktivasi resin ini mengurangi pengerutan
polimerisasi 60-70%.SDR memiliki konsistensi flowable sehingga dapat mengisi
celah yang ada di bagian yang di preparasi. SDR direkomendasikan sebagai
pengganti dentin kerena memiliki modulus elastisitas yang sama dengan dentin,
Namun bahan ini kontra indikasi terhadap pasien yang memiliki riwayat alergi resin
berbasis methacylate.5,12
Resin komposit flowable memiliki ukuran partikel yang sama dengan
komposit hybrid, namun mengurangi kandungan filler sehingga matriks meningkat
dan menyebabkan penurunan viskositas bahan. Peningkatan daya alir akan
memudahkan perlekatan bahan keseluruh dinding kavitas sehingga mengurangi
terjadinya celah antara kavitas dan restorasi.5
Furthermore dkk (2004) menyimpulkan bahwa 0,5-1,0 mm lapisan dari lining
packablehasilnya signifikan mengurangi celah mikro (cit arslan) .5Simi dan Suprabha (2011) menunjukkan adaptasi margin dari komposit meningkat ketika digunakan
bersama dengan resin komposit flowable sebagai intermediate layer(cit arslan).5
Selain itu perlekatan bahan adhesif ke jaringan keras gigi merupakan faktor
penting untuk keberhasilan penggunaan bahan restorasi yang mengalami pengerutan
pada saat polimerisasi. Seperti halnya sistem adhesif self-etching primer dan
total-etch sebagai sistem adhesif antara struktur gigi dengan bahan restorasi diharapkan
dapat meminimalkan celah mikro.8,9
Self-etching primer mengandung primer seperti 2-hidroksietil metakrilat
(HEMA) atau diphentaeryhitol penta acrylateomonophosphate (PENTA), dalam
botol yang sama yang perlekatan viskositas resinnya rendah, sebuah pelarut (etanol
atau aseton) ditambahkan untuk menghilangkan air sehingga terjadi pertukaran
monomer dari dalam kolagen menghasilkan lapisan hybrid. Self-etching primers tidak
memerlukan tahap etsa asam dan pencucian dengan air. Self-etching primer
mengeleminasi faktor-faktor overetching, overdrying dan overwetting sehingga, dapat
mengurangi sensitivitas dan meningkatkan efisiensi dalam prosedur klinis terutama
dalam menghemat waktu manipulasi kerena jumlah tahapannya lebih pendek dari
total-etch.8,13,14,15
Total-etch merupakan sistem bahan adhesif generasi ke-4 dan ke-5 yang
terdiri dari etsa asam yang terpisah dari primer adhesifnya.Total-etch menggunakan
biasanya asam posfat 35-37% selama 15 detik untuk menghilangkan smear layer dan
demineralisasi kristal hidroksiapatit di daerah superfisial. Kerugian dari bahan adhesif
ini adalah adanya ditemukan sensitivity post-operative. Namun total-etch masih
dianggap sebagai gold standard dalam hal bond strength terhadap enamel dan dentin,
karena bond strength memiliki keterkaitan secara langsung terhadap keberhasilan
klinis.8,15
Umer dkk (2011) melakukan penelitian dengan mengevaluasi mikroleakage
pada klas V, hasilnya tingkat celah mikro dari restorasi komposit resin dengan sistem
adhesif total-etch lebih rendah dibandingkan self-etch. Sedangkan penelitian yang
terhadap celah mikro pada resin komposit packable, hasilnya menunjukkan
intermediate layer yang menggunakan sistem adhesif self-etch tidak ada perbedaan
dengan yang menggunakan sistem adhesif total-etch. 16,17
Dengan ada kesulitan dalam hal pemilihan sistem adhesif pada Klas V
membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh Stress
Decreasing Resin sebagai intermediate layer restorasi kelas V dengan sistem adhesif self-etching primer dan total-etch terhadap celah mikro.
1.2Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan
permasalahan adalah:
Apakah ada pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai intermediate
layerpada restorasi klas V dengan sistem adhesif self-etching primer dan total-etch
terhadap celah mikro?
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :
Pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai intermediate layer restorasi
klas V dengan sistem adhesif self-etching primerdan total-etch terhadap celah mikro.
1.4Manfaat Penelitian
1. Manfaat Ilmiah
Sebagai dasar penelitian lebih lanjut mengenai aplikasi Stress Decreasing
Resin (SDR) sebagai intermediate layer restorasi gigi posterior.
2. Manfaat Klinis
Sebagai pedoman dalam dapat memberikan pertimbangan kepada dokter gigi
3. Manfaat Praktis
Sebagai salah satu usaha meningkatkan pelayanan kesehatan gigi masyarakat
terutama dalam bidang konservasi gigi sehingga gigi dapat dipertahankan lebih lama
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Restorasi resin komposit telah menjadi bagian yang penting di dalam
kedokteran gigi seiring dengan perkembangan pada sistem dental adhesive. Selain
itu kebutuhan masyarakat akan estetika akhir-akhir ini juga sangat meningkat yang
didukung pengetahuan teknologi restorasi baik bahan maupun prosedurnya agar bisa
memberikan penampilan yang alami seperti gigi asli. Bertolak belakang dengan
keunggulan resin komposit ini, polymerization shrinkage seringkali menjadi masalah
utama yang dapat menyebabkan kegagalan awal ikatan antara komposit dan dentin,
terbentuknya celah interfasial, sehingga dapat menimbulkan celah mikro, diskolorasi
tepi, serta karies sekunder.6,8,9 Untuk memecahkan masalah tersebut maka digunakan
Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai intermediate layer.
2.1 Sistem Adhesif
Adhesif berasal dari bahasa latin adhaerere yang merupakangabungan dari
kata, ad, atau to dan adhaerere atau to stick. Menurut terminologi, adhesi atau
bonding adalah perlekatan antara satu subtansi dengan yang lain. Adhesif atau
adheren atau disebut juga dengan agen bonding atau sistem adhesif, diartikan
sebagai material yang ketika diaplikasikan kepermukaan bahan dapat mengikat satu
sama lain (Gambar 1).18,19
Adhesi merupakan proses pembentukan dari penggabungan bahan, yang
terdiri dari 2 substrat secara bersama. Adhesi dapat digolongkan sebagai adhesi fisik,
adhesi kimiawi dan adhesi mekanik, dan perlekatan resin ke struktur gigi adalah
hasil dari empat mekanisme yakni mekanisme mekanik mekanisme difusi
mekanisme absorpsi dan kombinasi dari ketiga mekanisme tersebut. Sistem adhesif
membentuk ikatan yang adekuat, tahan lama terhadap pemakaian dan penyerapan
air, stabilisasi warna baik, mempunyai kontak yang rapat antara adhesif dan substrat
Gambar 1. Defenisi terminologi sistem adhesif21
2.1.1 Klasifikasi Sistem Adhesif
Menurut Van Meerbeek dkk mengklasifikasikan sistem adhesif menjadi dua
bagian besar yakni total etch dan self-etch(Gambar 2).15
Gambar 2. Klasifikasi mekanisme sistem adhesif.15
2.1.1.1 Total-Etch (Adhesif Etch-and-Rinse)
Teknik etsa asam dengan aplikasi asam posfat 35-37% digunakan untuk
memperoleh ikatan mekanik antara bahan restorasi resin komposit dan struktur gigi.
Asan posfat 37% yang diaplikasikan dalam waktu singkat, akan menghasilkan
pori-pori kecil pada permukaan email, tempat kemana resin akan mengalir jika
restorasi dan mengurangi kemungkinan kebocoran tepi antara permukaan restorasi
dan struktur gigi.22
Total-etch terbagi menjadi dua yakni total etch three step dan total etch two step. Total etch three step terdiri dari tiga tahap aplikasi yakni aplikasi conditioner
atau etsa asam,primer atau promoting agent dan tahap bonding, sistem adhesif ini
merupakan generasi ke-4 dalam sistem bonding. Kemudian untuk menyederhanakan
langkah prosedur klinis sistem adhesif diperkenalkanlah total etch two step terdiri
dari penggabungan primers dan resin adhesif kedalam satu larutanyang diaplikasikan
setelah mengetsa enamel dan dentin, sehingga terdiri dari dua tahap aplikasi yakni
tahap etching dan rinsing. Sistem ini termasuk dalam generasi ke -5 sistem bonding
dan paling efektif, efesien serta memiliki perlekatan yang stabil terhadap enamel.23
Sistem bonding ini menghasilkan mechanical interlocking dengan dentin yang
dietsa melalui resin tag, ikatan adhesif lateral dan formasi hybrid layer sehingga
menunjukkan nilai kekuatan bonding yang cukup tinggi baik dengan enamel maupun
dentin (Gambar 3). Keberhasilan sistem bonding ini dapat dicapai namun sensitivitas
setelah perawatan, waktu aplikasi bahan dan sulitnya mendapatkan permukaan dentin
dengan kelembaban yang ideal menjadi permasalahan.
2.1.1.2Adhesif Self-Etch
Sistem ini semakin berkembang dimulai dengan sistem self-etch yang terdiri
dari dua tahap aplikasi hingga satu tahap aplikasi. Self-etch two step termasuk dalam
generasi ke-6, sistem ini terdiri dari tahap aplikasi resin self etch, kemudian
dilanjutkan dengan tahap aplikasi resin adhesif. Pada sistem adhesif ini resiko
kolapsnya kolagen dapat diminimalisasi, namun larutan harus diperbaharui secara
terus menerus karena formulasi liquidnya tidak dapat dikendalikan. Sedangkan
self-etch one step yang merupakan generasi ke-7 dikombinasikan dalam satu kemasan
sehingga terdiri dari satu tahap aplikasi saja dan hal ini berkaitan erat dengan
pengurangan prosedur restorasi yang menjadi lebih singkat.8,14
Bahan adhesif self-etch dapat diaplikasikan secara langsung pada permukaan
dentin yang sudah dipreparasi. Bahan ini mengandung monomer asam yang
digabungkan dengan monomer hidrofilik sehingga etsa dan primer bekerja secara
simultan. Bahan primer yang terkandung didalam bahan adhesif dapat berpenetrasi
langsung kedalam tubuli dentin bersamaan dengan asam dan resin bonding (Gambar
4). Unsur-unsur yang terkandung didalam bahan primer berpolimerisasi di dalam
tubuli dentin dan bergabung dengan debris di dalam saluran akar (smear plug)
sehingga dapat mengurangi atau bahkan mencegah sensitivitas setelah perawatan. Hal
ini juga akan menghasilkan nilai kekuatan rekat komposit resin yang tinggi pada
dentin.22,23
2.1.2Perlekatan pada Enamel
Secara mikroskopik, email terdiri dari prisma-prisma email yang saling
berkaitan dan tersusun rapi. Kemudian antara prisma-prisma terdapat substansi
interprisma yang juga tersusun rapi, berisikan kristal hidroksi apatit yang akan larut
oleh pengetsaan, sehingga permukaan email yang telah teretsa akan berbentuk
rongga-rongga seperti sarang lebah. Rongga ini akan menjadi retensi mekanik bagi
bahan bonding yang dikenal dengan istilah resin tag. Mekanisme dasar dari
perlekatan resin-enamel adalah pembentukan resin tag didalam permukaan enamel
(Gambar 5). Email yang telah teretsa memiliki energi permukaan yang tinggi dan
memungkinkan resin dengan mudah membasahi permukaan serta menembus sampai
kedalam mikroporus, kegunaan etsa asam adalah untuk menghilangkan smear layers
dan terutama untuk melarutkan kristal hidroksiapatit pada permukaan luar di antara
permukaan lainnya.Etsa asam mengubah permukaan enamel yang halus menjadi
sebuah permukaan yang tidak beraturan dan meningkatkan energi permukaan. Resin
yang masuk ke dalam mikroporus akan terpolimerisasi untuk membentuk ikatan
mekanik atau resin tag yang menembus 10-21µm ke dalam porus email.19,25
Gambar 5. Scanning Electron Microscopy ruang intertubular dan tubulus dentin yang terbuka pada dentin yang dietsa (A). Pandangan
cross-sectionalmicromechanical retention sistem perlekatan pada dentin.
Resin tags yang terbentuk di sekitar enamel rods, yaitu diantara
prisma-prisma enamel disebut dengan macrotags dan jaringan halus dari beberapa small tags
yang terbentuk di tiap-tiap ujung rod di tempat larutnya kristal hidroksiapatit disebut
dengan microtags.Pembentukan microtag dan macrotag dengan permukaan enamel
merupakan mekanisme dasar dari perlekatan resin dan enamel, karena smear layer
labil terhadap asam.25
2.1.3Perlekatan pada Dentin
Perlekatan bahan adhesif ke dentin tidak terlepas dari keadaan struktur dentin
itu sendiri. Tidak seperti email yang komposisinya lebih banyak mengandung mineral
anorganik (kristal hidroksiapatit). Dentin merupakan jaringan hidup, dentin bersifat
heterogen dan memiliki kandungan anorganik (hidroksiapatit) 50% volume, bahan
organik (khususnya kolagen tipe 1) 30% volume dan cairan 20% volume. Kandungan
air yang tinggi membuat persyaratan lebih ketat untuk bahan yang dapat secara
efektif menjembatani antara dentin dan bahan restorasi.20,24 Perlekatan pada dentin
menjadi sulit dengan keberadaan smear layer. Smear layer merupakan lapisan debris
organik yang terdapat pada permukaan dentin akibat preparasi. Smear layer
menghalangi tubulus dentin dan berperan sebagai barier, sehingga menurunkan
permeabilitas dentin dan sangat membantu bahan bonding yang bersifat hidrofobik
dan menutupi tubulus dentin (Gambar 6). Smear layer melalui pengetsaan akan
dihilangkan, sehingga menyebabkan tubulus dentin terbuka. Pengetsaan terhadap
intertubular dan peritubular dentin mengakibatkan penetrasi dan perlekatan bagi
bahan bonding sehingga membentuk hybrid layer. Hybrid layer merupakan
perlekatan resin adhesif yang terpolimerisasi dengan fibril kolagen (pada sistem total
etch) dan sisa kristal hidroksiapatit (pada sistem self-etch) menghasilkan struktur
Gambar 6. SEM (Scanning Electron Micrograph smear layer pada dentin.26
2.2 Resin Komposit
Kandugan utama resin komposit adalah matriks resin dan partikel pengisi
anorganik. Disamping kedua komponen bahan tersebut, beberapa komponen lain
diperlukan untuk meningkatkan efektivitas dan ketahanan bahan. Suatu bahan
coupling (silane) diperlukan untuk memberikan ikatan antara bahan pengisi
anorganik dan matriks resin, juga aktivator-aktivator diperlukan untuk polimerisasi
dini (bahan penghambat seperti hidroquinon). Komposit harus pula mengandung
pigmen untuk memperoleh warna yang cocok dengan struktur gigi.27
Bahan komposit kedokteran gigi mengandung monomer yang merupakan
diakrilat aromatic atau alipatik. bis-GMA, urethane dimetakrilat (UEDMA) dan trietilen glikol dimetakrilat (TEGDMA) adalah dimetakkrilat yang umum digunakan
dalam komposit gigi (Gambar 7).27
untuk mengurangi kekentalan resin basis, khususnya bis-GMA.27
Berdasarkan cara aktivasi polimerisasi resin komposit dapat dibedakan
sebagai berikut:
1. Resin Komposit Self-Cured
Resin ini diaktivasi secara kimia, mengandung inisiator benzoil peroksida dan
activator amin tersier (N,N dimetil-p-toluidin). Apabila kedua bahan ini dicampur,
amin bereaksi dengan benzoil peroksida untuk membentuk radikal bebas dan
polimerisasi dimulai dengan working time 1-1,5 menit dan setting time 4-5 menit.
Biasanya digunakan untuk restorasi dan pembuatan inti yang pengerasannya tidak
dengan sumber sinar.25,27
2. Resin Komposit Light Cured
Resin komposit light cured terdiri atas pasta tunggal dalam satu semprit.
Waktu penyinaran tidak boleh kurang dari 20-60 detik dengan ketebalan resin kurang
dari 2 mm. Fotoinisiator yang umum digunakan adalah camphoroquinone yang
memiliki penyerapan berkisar 400-500nm yang berada pada region biru dari
spektrum sinar tampak.27
Sedangkan untuk viskositas dari resin komposit sendiri dapat dibedakan dengan:
1.Resin Komposit Packable
Resin komposit packable adalah resin yang memiliki viskositas tinggi karena
mengandung bahan pengisi (filler) dengan volume yang tinggi yaitu sekitar 48-65%
serta memiliki ukuran partikel antara 0,7-20 µm, sehingga packable dapat digunakan
untuk restorasi posterior.Komposit packable memiliki keuntungaan dalam membuat
area kontak yang baik dan kemudahan dalam membentuk anatomi oklusal gigi.
Sedangkan untuk kerugiaannya sendiri resin komposit packablesulit dalam adaptasi
antara satu lapisan kompositdan lainnya, penanganan sulit, dan tidak estetis untuk
restorasi gigi anterior.25
2. Resin Komposit Flowable
Resin komposit flowable mengandung resin dimethacylate dan partikel filler
pada komposit lainnya, yaitu 41-53% volume. Secara spesifik kandungan filler yang
rendah membuat bahanflowable lebih mudah diaplikasikan pada permukaan yang
dipreparasi. Resin komposit flowable sering digunakan pada lesi Klas V, hal ini
karena resin komposit flowable memilik keunggulan viskositas yang rendah dan
memiliki wettability yang tinggi.25
2.2.1 Polimerisasi Resin Komposit
Kelemahan resin komposit salah satunya adalah terjadinya pengerutan selama
polimerisasi, sehingga menimbulkan stress yang terkonsentrasi pada daerah
interfasial, stress ini disebabkan oleh kompetisi gaya yang dihasilkan antara stress
pengerutan polimerisasi dari resin komposit dan gaya adhesi terhadap substrat gigi.
Polimerisasi merupakan proses reaksi kimia yang terjadi ketika monomer-monomer
resin dengan berat molekul rendah bergabung untuk membentuk rantai panjang yaitu
polimer yang memiliki berat molekul tinggi. Monomer-monomer yang bergabung
satu sama lain menjadi rantai menyebabkan volume resin berkurang sehingga hasil
akhir akan mengalami shrinkage.Shrinkage yang terjadi menyebabkan gangguan
perlekatan antra restorasi dan dinding preparasi.25
Stressshrinkage polimerisasi merupakan hal yang kompleks yang dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti viskositas resin, kandungan filler, C-faktor
dan modulus elastisitas. Oleh karena itu berbagai usaha telah dilakukan untuk
mengurangi shrinkage polimerisasi seperti halnya dengan menggunakan teknik
layering dan penggunaan resin komposit flowable yang memiliki viskositas yang
rendah dan fleksibilitas yang tinggi sehingga dapat mengurangi ketegangan yang
terjadi akibat shrinkage saat polimerisasi.25,28
2.3 Celah Mikro pada Kavitas Klas V
Menurut G.V Black kavitas klas V merupakan kavitas yang terdapat pada
permukaan labial atau bukal dan lingual dari gigi anterior maupun posterior dan
mengenai sementum. Restorasi klas V sering mengalami kegagalan karena sedikitnya
terhadap kebocoran mikro. Enamel dan dentin memiliki karakteristik yang berbeda,
dentin lebih hidrofibik dari pada enamel sehingga dentin menjadi lebih lembab dari
enamel. Keadaan yang lembab pada dentin ini mengakibatkan penurunan tekanan
permukaan dan mencegah bahan adhesif untuk membentuk suatu retensi mekanis
yang baik. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya kebocoran mikro.4
Celah mikro didefinisikan sebagai celah mikroskofik antara dinding kavitas
dan tumpatan yang dapat dilalui mikroorganisme, cairan, molekul dan ion. Terjadinya
celah mikro merupakan akibat kegagalan adaptasi terhadap dinding kavitas,
umumnya disebabkan oleh perbedaan masing-masing koefisien termal ekspansi
diantara resin komposit, dentin dan enamel. Kebocoran tepi semakin membesar bila
tidak adanya sisa enamel yang mendukung. Hal ini sangat erat hubungannya dengan
kavitas Klas V yang merupakan kavitas yang hanya mengandung sedikit enamel.29
Kelemahan bahan restorasi resin komposit yaitu terjadinya pengerutan selama
polimerisasi yang menyebabkan timbulnya celah (gap) antara dinding kavitas dan
bahan restorasi. Penyusutan yang terjadi selama polimerisasi (Gambar 8) bervariasi
antara 1-5% volume.Pengerutan polimerisasi berhubungan dengan faktor konfigurasi
(c-factor).
C-factor merupakan perbandingan antara permukaan yang berikatan dengan
permukaan yang bebas. Semakin tinggi c-factor maka semakin tinggi potensi
terjadinya stress pengerutan polimerisasi.
Daerah yang sangat rentan terhadap celah mikro adalah dinding gingiva pada
restorasi Klas II dan Klas V. Restorasi Klas V sering mengalami kegagalan karena
sedikitnya enamel yang terdapat pada servikal gigi. Pada kavitas Klas V, sebagian
dari restorasi menutupi email dan sebagian lagi menutupi dentin. Email dan dentin
memiliki karakteristik komposisi yang berbeda, yaitu dentin mengandung air yang
lebih banyak sehingga dentin menjadi lembab. Adanya air di dalam dentin akan
menurunkan tenaga permukaan dan mencegah bahan adhesif untuk membentuk suatu
retensi mekanis yang baik. Oleh karena itu, celah mikro dapat terjadi pada restorasi
Klas V
Celah mikro dapat dideteksi dengan menggunakan penetrasi pewarna,
penetrasi dari zat warna dapat masuk melalui daerah lain pada gigi yang memiliki
celah, terutama antara dinding kavitas dan bahan restorasi. Dalam pengamatan
penetrasi, larutan pewarna yang digunakan adalah metilen biru, yang diamati dengan
menggunakan stereomikroskop dan kemudian tingkat celah mikronya diukur melalui
skor.3,8
2.4Stress Decreasing Resin (SDR)
Belakangan ini telah diperkenalkaanStress Decreasing Resin (SDR) yang
merupakan jenis resin flowable yang terbaru.SDR tersedia dalam bentuk kompul dan
diaplikasikan kedalam kavitas dengan menggunakan gun (Gambar 9). SDR
mempunyai perlakuan sama halnya seperti resin komposit diletakkan dengan
ketebalan 4 mm dan menyisahkan 2 mm pada permukaan oklusal sebagai aplikasi
resin komposit konvensional.12
Bahan ini dikembangkan untuk dentin replacement yang merupakan
kombinasi dari komposit flowable yang memiliki shrinkage stress yang minimal.
Secara kimia SDR sangat kompatibel pada semua methacrylate-based universal/
adaptasi yang sangat baik terhadap dinding kavitas yang telah dipreparasi, namun
SDR kontraindikasi pada pasien yang memiliki riwayat alergi resin berbasis
methacylate. 12
Gambar 9: Gun dan kompul untuk aplikasi Stress Decreasing Resin (SDR)
2.4.1 Komposisi Stress Decreasing Resin (SDR)
Stress Decreasing Resin (SDR) memiliki kandungan struktur urethane di-methacrylate yang dapat mengurangi shrinkage dan stress polimerisasi. Tingkat shrinkagenyarendah yakni 3,5% jika dibandingkan dengan resin komposit flowable
konvensional (tabel 1).
Tabel 1. Komposisi Stress Decreasing Resin (SDR) dan Fungsinya.12
Kandungan Fungsi
SDR urethane di-methacrylate Mengurangi shrinkage dan mengurangi stress pada struktur resin
Resin di-methacrylate Struktur resin
Di-fungsional diluents
Membentuk ikatan silang pada resin komposit dan meningkatkan kekuatan mekanik untuk bahan adhesif
Barium dan Strontium alumino-fluoro-silicate glases (68% berat dan 45% volum)
Struktur partikel kaca dan fluoride
Sistem fotoinisiator Visible light curing
Colorants Universal shade
SDR terdiri dari kombinasi unik dengan struktur molekul besar dengan bagian
monomer resin SDR yang berpolimerisasi. Polimerisasi modulator berinteraksi
sinergis dengan foto-inisiator camphorquinone yang menghasilkan perkembangan
modulus yang lebih lambat, sehingga memungkinkan mengurangi stress polimerisasi
tanpa mengurangi tingkat polimerisasi tanpa konvensi. pada dasarnya seluruh proses
foto-polimerisasi dimediasi oleh polimerisasi modulator terutama dibangun pada
SDR yang memungkinkan lebih banyak rantai cabang propagasi, sehingga tidak
hanya memaksimalkan derajat konvensi tapi juga meminimalkan stress polimerisasi
saat penyinaran dan berat molekul yang tinggi disekitar pusat modulator memberikan
fleksibilitas dan struktur jaringan resin SDR yang baik (Gambar 10).12
Gambar 10. Struktur kimia resin komposit flowable SDR12
2.4.2 Kelebihan Stress Decreasing Resin (SDR)
Salah satu yang menjadi kelebihan dari SDR adalah dapat diaplikasikan
dengan sistem bulk dengan ketebalan 4 mm, hal ini disebabkan pada SDR terdapat
polimerisasi modulator yang merupakan struktur kimia yang memediasi foto
polimerisasi saat penyinaran dengan meningkatkan rantai cabang sehingga dapat
menambah atau menyambungkan jalan sinar pada saat curing phase.SDR
menunjukkan perbedaan yang sangat singnifikan meskipun berada di posisi yang
sama dengan resin komposit konvensional, yaitu stress polimerisasi yang sangat
berkurang hampir 80% dan pengurangan volumetric shrinkage sekitar 20%. Stress
yang dihasilkan oleh SDR selama polimerisasi adalah 1,4 Mpa, sedangkan resin
2.5 Metode Evaluasi Celah Mikro
Mikroskop stereo adalah salah satu cara untuk menilai tingkat celah mikro
pada permukaan interfasial restorasi gigi melalui penetrasi warna. Kerja mikroskop
stereo melibatkan dua set sistem optik, yang pada gilirannya menghasilkan
pembentukan dua jalur cahaya yang berbeda. Tujuan dari konfigurasi lensa adalah
untuk menciptakan gambar tiga dimensi yang lebih jelas. Dengan demikian,
dibandingkan dengan mikroskop lain yang memberikan gambar dua dimensi,
mikroskop stereo lebih unggul.
Prinsip kerja alat ini ilmiah hampir mirip dengan stereo lainnya. Dalam
mikroskop majemuk, gambar diperbesar dari sampel di bawah pengamatan dibentuk
oleh pencahayaan ditransmisikan. Dalam istilah sederhana, cahaya melewati
spesimen dan kemudian mencapai mata. Di sisi lain, sebuah mikroskop stereo bekerja
dengan cara iluminasi tercermin. Di sini, cahaya tidak mengirimkan melalui objek,
tapi dipantulkan kembali untuk membentuk gambar 3D dari sampel.
Secara rinci, mikroskop stereo memiliki pembesaran objek 1x atau 2x, okuler
10x atau 15x dan pembesaran total sampai 30x, memiliki 2 lensa objektif dan lensa
okuler sehingga bayangan 3 di mensi dari pengamatan 2 mata, memiliki bidang
penglihatan yang luas dan jarak kerja yang panjang.Dengan demikian benda yang
diamati cukup jauh, sehingga mikroskop ini dapat digunakn untuk pembedahan.
Benda yang diamati dapat kering atau dalam medium air, tebal maupun tipis. Namun
mikoskop stereo tidak di lengkapi dengan kondensor maupun alat pengatur halus
Gambar 11. Steromikroskop
2.6 Kerangka Teori
Restorasi Resin Komposit
Klas V
adaptasi yang sulit dan sisa enamel yang sedikit menyebabkan kekuatan bonding yang
kurang baik dan tidak mampu menahan stress shrinkage pada saat polimerisasi
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka konsep
3.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis untuk penelitian ini adalah
Celah Mikro ? Restorasi Resin Komposit klas V
Sistem adhesive self-etching primer
+
Stress decreasing resin (SDR) sebagai intermediate layer
Sistem adhesive total-etch
+
Stress decreasing resin (SDR) sebagai intermediate layer
Sistem adhesive self-etching primer
+
resin komposit flowable sebagai
intermediate layer
Sistem adhesive total-etch
+
3.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis untuk penelitian ini adalah
Ada pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai intermediate layer
restorasi klas V dengan sistem adhesif self-etchingprimer dan total etch terhadap
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis dan Desain Penelitian
4.1.1 Jenis Penelitian : Eksperimental Laboratorium
4.1.2 Desain Penelitian : Posttest Only Control Group Design
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1 Lokasi Penelitian
1. Departemen Konservasi Gigi FKG USU
2. Laboratorium Biologi Dasar LIDA USU
3. Laboratorium Infeksius FK USU
4.2.2Waktu Penelitian
Bulan September 2014-Juni 2015
4.3Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi : Gigipremolar yang telah diekstraksi untuk keperluan
ortodonti
4.3.2Sampel : Gigi premolar atas yang telah diekstraksi untuk keperluan
ortodonti dengan kriteria sebagai berikut:
a. Gigi premolar satu dan dua maksila
b. Tidak ada fraktur mahkota dan belum pernah direstorasi
c. Mahkota masih utuh dan tidak karies
Besar Sampel
Jumlah sampel dihitung dengan menggunakan rumus Federer (1955)
untuk rancangan eksperimental sebagai berikut:
(n-1)(t-1) ≥ 15
r : Jumlah perlakuan dalam penelitian (ada 4 perlakuan)
n : Jumlah sampel
Pada penelitian ini, setiap sampel dibelah menjadi dua bagian permukaan
yakni permukaan mesial dan permukaan distal. Besar sampel untuk masing-masing
kelompok menurut perhitungan di atas adalah 10 sampel atau 20 permukaan. Jumlah
seluruh sampel gigi premolar maksila adalah 40 sampel atau 80 permukaan yang
dibagi secara random ke dalam empat kelompok perlakuan yaitu:
a. Kelompok I : 10 sampel atau 20 permukaan restorasi kavitas Klas V
dengan sistem adhesif self-etching primer dan Stress Decreasing Resin (SDR),
sebagai intermediate layer.
b.Kelompok II: 10 sampel atau 20 permukaan restorasi kavitas Klas V
dengan sistem adhesif total-etchdan Stress Decreasing Resin (SDR), sebagai
intermediate layer
c. Kelompok III : 10 sampel atau 20 permukaan restorasi kavitas Klas V
dengan sistem adhesif self-etching primer dan resin komposit flowable sebagai
intermediate layer.
d.Kelompok IV : 10 sampel atau 20 permukaan restorasi kavitas Klas V
dengan sistem adhesif total-etch dan resin komposit flowable sebagai intermediate
4.4Variabel dan Definisi Operasional
4.4.1 Variabel Penelitian
4.4.1.1Variabel Bebas
1. Restorasi klas V dengan sistem adhesif self-etching primer
dantotal-etchdenganStress Decreasing Resin sebagai intermediate layer
2. Restorasi klas V dengan sistem adhesif self-etching primer dan
total-etchdengan resin komposit flowable sebagai intermediate layer
2.4.1.2 Variabel Tergantung
Celah mikro antara bahan restorasi dan dinding kavitas bagian servikal
4.4.1.3 Variabel Terkendali
1. Perendaman gigi dalam saline
2. Desain dan ukuran preparasi kavitas kelas V premolar (panjang 4 mm,
lebar 2 mm dan kedalaman 2 mm)
3. Cara aplikasi sistem adhesif self-etching primer dan adhesif total-etch
4. Teknik insersi:incremental(1mm intermediate layer, 1mm resin nanohybrid)
5. Jenis dan bentuk mata bur : diamond bur(bur bulat)
6. Ketajaman mata bur ( 1 bur untuk 3 gigi)
7. Sumber sinar : LED
8. Waktu penyinaran light cured 20 detik
9. Metode penyinaran : continuous polymerization
10.Suhu dan proses thermocycling
11.Arah penyinaran Light Cured : tegak lurus terhadap permukaan bahan
restorasi
4.4.1.4. Variabel Tidak Terkendali
1. Jangka waktu pencabutan gigi premolar maksila sampai perlakuan
2. Sisa keberadaan smear layer
3. Variasi struktur anatomi gigi premolar maksila
4. Kelembapan kavitas
4.4.2 Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel Bebas
•Restorasi klas V dengan sistem adhesif self-etching
primer dantotal-etch dengan Stress Decreasing Resin
sebagai intermediate layer
•Restorasi klas V dengan sistem adhesif self-etching
primer dan total-etch dengan resin komposit flowable sebagai intermediate layer.
Variabel Tergantung
Celah mikro antara bahan
restorasi dan dinding kavitas
bagian servikal
Variabel Terkendali
1. Perendaman gigi dalam saline
2. Desain dan ukuran preparasi kavitas kelas V
premolar (panjang 4 mm, lebar 2 mm dan kedalaman 2mm
3. Cara aplikasi sistem adhesif self-etching primerdan
total-etch
4. Teknik insersiincremental
5. Jenis dan bentuk mata bur : diamond bur(bulat) 6. Ketajaman mata bur ( 1 bur untuk 3 gigi) 7. Sumber sinar : LED
8. Waktu penyinaran light cured 20 detik
9. Metode penyinaran : continuous polymerization 10.Suhu dan proses thermocycling
11.Arah penyinaran Light Cured : tegak lurus terhadap permukaan bahan restorasi
12.Intensitas sinar : 1600-2000 mw/cm2 .
Variabel Tidak Terkendali
1. Jangka waktu pencabutan gigi
premolar maksila sampai
perlakuan
2. Sisa keberadaan smear layer
3. Variasi struktur anatomi gigi
premolar maksila
4. Kelembapan kavitas
4.4.3 Defenisi Operasional
Restorasi pada servikal gigi
Premolar atas 1mm diatas
Cemento Enamel Juntion
(CEJ) dengan ukuran
preparasi kavitas panjang 4
mm, lebar 2 mm,
kedalaman 2 mm serta
stress decreasing resin
sebagai intermediate layer
setebal 1 mm, kemudian
diaplikasikan 1mm resin
komposit nanohybrid
Memberikan tanda
pada bagian servikal
gigi premolar maksila
yang telah di preparasi
dengan menggunakan
jangka dan kedalaman
kavitas menggunakan
mata bur serta aplikasi
intermediate layer
Restorasi pada servikal gigi
Premolar atas 1mm diatas
Cemento Enamel Juntion
(CEJ) dengan ukuran
preparasi kavitas panjang 4
mm, lebar 2 mm,
kedalaman 2 mm serta
resin komposit
flowablesebagai
intermediate layer setebal 1
mm, kemudian
diaplikasikan 1mm resin
Memberikan tanda
pada bagian servikal
gigi premolar maksila
yang telah di preparasi
dengan menggunakan
jangka dan kedalaman
kavitas menggunakan
mata bur serta aplikasi
komposit nanohybrid
TERGANTUNG OPERASIONAL UKUR UKUR UKUR UKUR
Celah mikro Celah yang terbetuk
4.5 Metode Pengumpulan Data
4.5.1 Alat Penelitian
1. Masker (Multisafe mask)
2. Handscoon (Everglve, USA)
3. Kapiler untuk pengukuran outline form (Tricebrand, China)
4. High Speed Handpiece (MK Dent, Germany)
5. Disc bur (KG Sorensen, Denmark)
6. Steel carbide bur berbentuk pear shaped (Trihawk, USA))
7. Pinset, sonde lurus, dan semen stopper (Dentica)
8. Cotton pellet
9. Bonding aplikator (Prime Bond, Dentsply)
10. Finishing dan Polishing Bur, fine finishing bur, enhance, dan silicone brush bur
(Dia Bur)
11. LED Light curing unit (COXO, China)
12. Waterbath (Memmert, Germany) sebagai pengganti alat thermocycling
13. Termometer (Fisher, Germany)
14. Stopwatch (Diamond, Germany)
15. Baker glass (Pyreex, Germany)
16. Wadah plastik untuk tempat perendaman gigi dalam larutan saline
17. Spatel (Prodental)
18. Cawan petri (Pyreex, Germany)
19. Stereomikroskop (Zeiss, Swiss)
20. Kompul dan Gun (Dentsply) untuk memasukkan SDR ke dalam kavitas
21. Bais sebagai penahan gigi ketika melakukan pemotongan mahkota gigi
Gambar 12. Berbagai macam alat: A. Penggaris, B. Jangka C.High
speed handpiece, D. Pinset, E. Semen stopper, F.
Instrumen plastis G. Sonde lurus
Gambar 13. A.Bur polish B. Burbulat C. Visible Light Cure D Fine finishing bur
Gambar 15. A.Stereomikroskop B. Bais
.
4.5.2 Bahan Penelitian
1. Gigi premolar atas yang telah dicabut untuk perawatan ortodonti sebanyak 40
buah
2. Stress Decreasing Resin (Smart Dentin Replacement, Dentsply)
3. Resin komposit nano hybrid(Tetric N-Ceram ®, Ivoclar Vivodent)
4. Resin komposit flowable(Estelite Flow Quick, Tokoyama Dental)
5. Sistem adhesif total etch( Tetric N-Bond ®, Ivoclar Vivodent)
6. Saline untuk penyimpanan sampel penelitian
7. Gips untuk penanaman gigi (Super gips)
8. Cat kuku (aseton)
9. Sticky wax (Anchor Brand)
Gambar 16.A. Sistem adhesif self-etching primer B Sistem adhesif
total-etchC.Stress Decreasing Resin D.Methylene blue 2% E. Resin
komposit flowable konvensional(bawah) dan Resin komposit
nanohybrid(atas) F. Sticky wax G. Cat kuku
4.5.3 Prosedur Penelitian
a. Persiapan sampel
Sampel berjumlah 40 buah gigi premolar satu dan dua maksila yang telah
diekstraksi untuk keperluan ortodonti dibersihkan dengan menggunakan skeler
elektrik, kemudian dimasukkan ke dalam wadah plastik yang berisikan larutan saline
dan sampel dibiarkan dalam keadaan terendam. Selanjutnya sampel dibagi menjadi 4
kelompok secara random dan setiap kelompok perlakuan berjumlah 10 sampel serta
Gambar 17. 40 buah sampel yang ditanam dalam balok gips
b. Perlakuan sampel penelitian
1. Preparasi Sampel
Bentuk outline form kavitas pada gigi premolar maksila menggunakan pensil
kayu dan dengan bantuan jangka, penggaris dan kedalaman mata bur, bentuk desain
restorasi klas V berbentuk saucer dengan batas servikal 1mm diatas Cemento Enamel
Juntion (CEJ), dengan lebar 4 mm dan panjang 2 mm untuk mendapatkan hasil
pengukuran yang akurat, serta kedalaman kavitas 2 mm.
Gambar 18. Desain kavitas, dengan
Preparasi kavitas menggunakan high speed handpiece dan akses ke jaringan
karies di enamel dan dentin menggunakan diamond burdan preparasi dimulai pada
enamel permukaaan servikal. Selanjutnya kavitas diperdalam dengan memasukkan
bur perlahan-lahan dengan kecepatan sedang sehingga mencapai kedalaman seluruh
kepala bur (1,5-2mm).
Kemudian kavitas diperluas sampai membentuk outline form dengan
menggunakan diamond bur. kedalaman kavitas yang dibentuk adalah 2 mm dengan
pembagiannya 1mm untuk intermediate layer, yaitu Stress Decreasing Resin dan
1mm untuk lapisan penutup, yaitu resin komposit nano hybrid. Setelah preparasi
selesai, kavitas dicuci dengan air dan dikeringkan.
2. Restorasi Sampel
Kelompok I diberikan perlakuan aplikasi self-etching primer dengan
menggunakan brush selama 15 detik. Selanjutnya disinar selama 10 detik untuk
proses polimerisasi. Aplikasikan Stress Decreasing Resin dengan ketebalan 1 mm
dan kemudian disinari selama 20 detik. Selanjutnya untuk tahap akhir, aplikasikan
resin komposit nano hybrid dan kemudian disinari selama 20 detik dengan ketebalan
1mm.
Kelompok I
Kelompok II diberikan perlakuan aplikasi etsa dengan menggunakan brush
selama 15 detik, kemudian dibilas dengan air dan struktur gigi gigi dijaga dan
dipertahankan untuk tetap dalam keadaan yang lembab (moist). Selanjutnya bonding
diaplikasikan sehingga akan berpenetrasi ke dalam struktur yang ireguler dan disinar
selama 20 detik untuk proses polimerisasi. Aplikasikan stress decreasing resin
sebagai intermediate layer dengan ketebalan 1 mm dan kemudian disinari selama 20
detik. Selanjutnya untuk tahap akhir, aplikasikan resin komposit nano hybrid dan
Kelompok III diberikan perlakuan aplikasi self-ethcing primer dengan
menggunakan brush selama 15 detik. Selanjutnya disinar selama 10 detik untuk
proses polimerisasi. Aplikasikan resin komposit flowable dengan ketebalan 1 mm dan
kemudian disinari selama 20 detik. Selanjutnya untuk tahap akhir, aplikasikan resin
komposit nano hybrid dan kemudian disinari selama 20 detik dengan ketebalan 1
mm.
Kelompok III
Kelompok IV diberikan perlakuan aplikasi etsa dengan menggunakan brush
selama 15 detik, kemudian dibilas dengan air dan struktur gigi dijaga dan
dipertahankan untuk tetap dalam keadaan yang lembab (moist). Selanjutnya bonding
diaplikasikan sehingga akan berpenetrasi ke dalam struktur yang ireguler dan disinar
selama 20 detik untuk proses polimerisasi. Aplikasikan resin komposit flowable
sebagai intermediate layer dengan ketebalan 1 mm dan kemudian disinari selama 20
detik. Selanjutnya untuk tahap akhir, aplikasikan resin komposit nano hybrid dan
kemudian disinari selama 20 detik . Kelompok IV
3. Finishing dan Polishing
Tahap finishing restorasi dilakukan menggunakan fine finishing bur untuk
membuang resin komposit yang berlebihan, kemudian polis menggunakan bur polis
berbasissilicone (enhance)pada seluruh permukaan restorasi. proses preparasi,
Gambar 19. Proses restorasi sampel (A) Aplikasi self-etching primer selama 15 detik, (B) Penyinaran selama 10 detik, (C) 1. Aplikasi Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai intermediate layer pada kelompok I. 2. Aplikasi resin komposit flowable konvensional sebagai intermediate layer pada kelompok III, (D) Penyinaran kembali selama 20 detik, (E) Aplikasi
Gambar 20. Proses restorasi sampel (A) 1. Aplikasi total-etch selama 15 detik, 2. kemudian di bilas dengan air, 3. Struktur gigi di jaga dan dipertahankan agar tetap dalam keadaan moist dengan absorband paper, (B) Aplikasikan bonding, (C) Penyinaran selama 20 detik, (D) 1. Aplikasi
Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai intermediate layer pada
kelompok II. 2. Aplikasi resin komposit flowable konvensional sebagai
intermediate layer pada kelompok IV, (E) Aplikasi nanohybrid sebagai
restorasi akhir (F) Penyinaran selama 20 detik. (G) Tahap finishing menggunakan fine finishing bur (H) Tahap polishing menggunakan bur
enhance.
4. Water storage dan Thermocycling
Seluruh sampel yang telah direstorasi dimasukkan kedalam wadah plastik
yang berisi saline dan direndam selama 24 jam. Kemudian dilakukan proses
thermocycling menggunakan waterbath dengan terlebih dahulu memasukkan sampel
kedalam baker glass yang berisi air es bersuhu 5o C, diamkan selama 30 detik dan
selanjutnya dipindahkan dengan waktu transfer 10 detik kedalam waterbath bersuhu
55o C, diamkan selama 30 detik serta dilakukan secara berulang sebanyak 200 kali
Gambar 21. (A) Sampel direndam dalam air es bersuhu 5o C, (B) Waktu transfer selama 10 detik, dan (C) Sampel direndam dalam waterbath bersuhu 55o C dan proses diulang sebanyak 200x.
5. Perendaman dalam larutan Methylene Blue 2%
Bagian apeks seluruh sampel ditutupi dengan sticky wax sekitar 2 mm dari
bagian servikal dan seluruh permukaan gigi dilapisi dengan 2 lapis cat kuku kecuali
1mm di sekitar tepi restorasi. Kemudian dibiarkan mengering di udara terbuka hingga
tidak terasa lengket lagi. Setelah itu, lakukan perendaman Methylene Blue 2% selama
24 jam pada suhu kamar. Selanjutnya, seluruh gigi dibersihkan dari zat warna pada
air mengalir dan dikeringkan.
6. Pengukuran celah mikro
Sampel ditempatkan pada bais sebagai penahan, kemudian sampel dibelah
dari arah bukolingual dengan menggunakan disc bur. Pengamatan celah mikro
dilakukan dengan melihat penetrasi zat warna mesial dan distal pada sisi Methylene
Blue 2% pada tepi restorasi melalui stereomikroskop dengan pembesaran 20x.
Pengamatan dan penilaian skor dilakukan oleh 2 orang untuk menghindari terjadinya
subjektivitas.
Gambar 23. (A) Pengamatan dilakukan dengan menggunakan stereomikroskop, dan (B) pembesaran stereomikroskop 20x
Derajat celah mikro ditentukan dengan mengamati perluasan Methylene Blue
2% dari sisi gigi yang perluasannya paling panjang dan dinilai dengan sistem
penilaian standar dengan skor 0-3 seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Arslan
S dkk (2013).10
Tabel 2. Skor Penetrasi Zat Warna.
SKOR DEFINISI
0 Tidak ada penetrasi
1 Penetrasi melibatkan 1/2 dinding kavitas
2 Penetrasi melibatkan lebih dari 1/2 dinding kavitas
Gambar 24. Skema penentuan skor celah mikro berdasarkan penetrasi zat pewarna.
4.6 Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji statistik non parametrik yaitu
uji Kruskal-Wallis Test untuk melihat perbedaan di antara seluruh kelompok
perlakuan terhadap celah mikro dan uji Mann-Whitney Test untuk mengetahui
perbedaan celah mikro pada masing-masing kelompok perlakuan dengan derajat
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Penelitian dilakukan terhadap 40 gigi premolar rahang atas yang dibagi
dalam empat kelompok perlakuan, dan setiap kelompok di preparasi dengan kavitas
klas V. Kelompok I menggunakan sistem adhesif self-etching primer dan Stress
Decreasing Resin (SDR) sebagai intermediate layer. Kelompok II menggunakan
sistem adhesif total-etch dan Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai intermediate
layer. Kelompok III menggunakan sistem adhesif self-etching primerdanresin
komposit flowable sebagai intermediate layer. Kelompok IV menggunakan sistem
adhesif total-etchdan resin komposit flowable sebagai intermediate layer.
Sebelum dilakukan pengujian, dilakukan proses thermocycling dengan
menggunakan waterbath. Thermocycling adalah sebuah proses untuk mensimulasikan
perubahan suhu pada rongga mulut. Pada proses thermocycling ini, dipakai suhu 5°C
dan 55°C. Kemudian uji celah mikro dilakukan terhadap sampel dengan melihat
penetrasi zat warna menggunakan streomikroskop dengan pembesaran 20 x. Hasil
yang diperoleh adalah berupa panjang penetrasi zat warna methylene blue 2% melalui
tepi restorasi yang dikategorikan dalam skor kebocoran 0-3, dimana skor 0
menunjukkan tidak ada penetrasi zat warna, skor 1 menunjukkan penetrasi zat warna
hingga ½ dinding kavitas, skor 2 menunjukkan penetrasi zat warna hingga lebih dari
½ dinding kavitas dan skor 3 menunjukkan penetrasi zat warna mencapai dinding
aksial kavitas.
Hasil pengamatan terhadap celah mikro pada kelompok I menggunakan
sistem adhesif self-etching primer dan Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai
intermediate layer,diperoleh 2 sampel yang berskor 0; 3 sampel yang berskor 1; 2
sampel berskor 2 dan 3 sampel berskor 3. Pada kelompok II yang menggunakan
sistem adhesif total-etch dan Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai intermediate
layer, diperoleh 6 sampel yang berskor 0; 2 sampel yang berskor 1 dan 2 sampel
berskor 2. Pada kelompok III yang menggunakan sistem adhesif self-etching
yang berskor 1; 4 sampel yang berskor 2 dan 3 sampel yang berskor 3. Pada
kelompok IV menggunakan sistem adhesif total-etch dan resin komposit flowable
sebagai intermediate layer,dipeoleh 5 sampel yang berskor 0; 4 sampel yang berskor
1; dan 1 sampel yang berskor 2 (Tabel 3).
Tabel 3. Hasil Pengamatan Celah Mikro
Kelompok Sistem Adhesif + Intermediate Layer Skor Celah mikro
0 1 2 3
I SEP+SDR 2 3 2 3
II TE+SDR 6 2 2 0
III SEP+Flow 0 3 4 3
IV TE+Flow 5 4 1 0
Keterangan
1. SEP= self-ething primer
2. TE= total-etch
3. SDR= Stess Decreasing Resin
4. Flow= Resin komposit flowable
Seluruh sampel diamati dan dilakukan pengambilan foto streomikroskop dari
empat kelompok sebanyak. Dua sampel dari kelompok I yang menunjukkan penetrasi
zat warna dengan skor 1 dan skor 2(Gambar 25 A dan B), dua sampel dari kelompok
II yang menunjukkan penetrasi zat warna dengan skor 0 dan skor 1(Gambar 26 A dan
B), dua sampel dari kelompok III yang menunjukkan penetrasi zat warna dengan skor
1 dan skor 3(Gambar 27 A dan B), sertadua sampel dari kelompok IVyang
A
B
Gambar 25.Arah panah menunjukkan penetrasi zat warna dari foto stereomikroskop pada kelompok I(A) 1. Skor 1 penetrasi zat warna melibatkan ½ dinding aksial, 2. SDR3. Nanohybrid dan (B) 1.Skor 2 penetrasi zat warna melibatkan lebih dari ½ dinding kavitas 2.SDR3. Nanohybrid
A
B
Gambar 26.Arah panah menunjukkan penetrasi zat warna dari foto stereomikroskop pada kelompok II(A) 1. Skor 0 tidak ada penetrasi zat warna 2. SDR 3.
nanohybrid dan (B) 1. Skor 1 penetrasi zat warna melibatkan ½ dinding
A
B
Gambar 27.Arah panah menunjukkan penetrasi zat warna dari foto stereomikroskop pada kelompok III(A) 1. Skor 1 penetrasi zat warna melibatkan ½ dinding kavitas 2. SDR 3. Nanohybrid dan (B) 1. Skor 3 Penetrasi melibatkan dinding aksial 2. SDR 3. Nanohybrid
Gambar 28.Arah panah menunjukkan penetrasi zat warna dari foto stereomikroskop pada kelompok IV(A) 1. Skor 0 tidak ada penetrasi zat warna 2. SDR 3.
Nanohybrid dan (B) 1. Skor 2penetrasi zat warna melibatkan lebih ½
dinding kavitas 2. SDR 3. Nanohybrid
Hasil pengamatan skor celah mikro dengan stereomikroskop pembesaran 20x
dianalisis dengan uji statistik Kruskal Wallis Test untuk melihat perbedaan di antara
seluruh kelompok perlakuan terhadap celah mikro. Hasil uji statistik dengan Kruskal
Wallis Test dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 4. Nilai Means dan nilai P dari semua grup
Kelompok N X ± SD Asymp. Sig.
I (SEP+SDR) 10 1.6500 ± 1.15590
0.6500 ± 0.88349 2.0000 ± 0.81650
1,2500 ±0,94868 .0004
II (TE+SDR 10
III(SEP+Flow) IV(TE+Flow)
10 10
Keterangan :
A. SEP= self-etching primer B. TE= total-etch
C. SDR= Stess Decreasing Resin D. Flow= Resin komposit flowable
Dari tabel 4 terlihat bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) di
antara empat kelompok perlakuan terhadap celah mikro yaitu p=0.004. Kemudian
analisis statistik dilanjutkan dengan menggunakan Mann-Whitney Test untuk melihat
perbedaan di antara kelompok I dan II, kelompok I dan III,kelompok I dan IV,
kelompok II dan III,kelompok II dan IV serta kelompok III dan IV. Hasil uji statistik
Tabel 5. Hasil Uji Statistik dengan Mann-Whitney Test
Kelompok Skor Celah Mikro
I dan II
Dari tabel 5 terlihat bahwa terdapat perbedaan celah mikro yang signifikan
(p<0.05) antara kelompok Idan kelompok II yaitu p=0.048; kelompok I dan
kelompok III tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) yaitu p= 0.431;
kelompok I dan kelompok IV terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) yaitu
p=0.048. Kelompok II dan kelompok III terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05)
yaitu p=0.004; kelompok II dan kelompok IV tidak terdapat perbedaan yang
signifikan (p>0.05) yaitu p=0.866 serta kelompok III dan kelompok IV terdapat