• Tidak ada hasil yang ditemukan

Salah satu teknologi alternatif dalam upaya meningkatkan produksi kedelai di Indonesia adalah melalui penggunaan lahan-lahan marginal agar kompetisi produksinya tidak bersaing atau mengganggu komoditas lain. Namun, penggunaan lahan marginal seringkali banyak kendala budidaya, diantaranya cekaman kekeringan (Sopandie et al. 1997). Penggunaan varietas kedelai yang toleran kekeringan merupakan solusi pemanfaatan lahan-lahan marginal agar dapat meningkatkan produksi kedelai nasional. Oleh karena itu, perbaikan sifat kedelai mutlak diperlukan melalui berbagai cara, diantaranya melalui iradiasi sinar gamma.

Keunggulan iradiasi sinar gamma dibandingkan metode pemuliaan tanaman lainnya yaitu mampu menciptakan varian baru karena iradiasi merupakan sumber pembentuk keragaman (IAEA 1977). Selain itu, iradiasi juga mampu menambahkan atau menghilangkan satu atau beberapa sifat dalam tanaman yang diperlukan sesuai tujuan pemuliaan tanpa mengubah karakter unggul yang dimiliki sebelumnya. Keunggulan inilah yang membuat teknik induksi mutasi banyak digunakan peneliti untuk memperbaiki sifat tanaman.

Hasil iradiasi pada generasi kedua (M2) merupakan puncak tingginya keragaman genetik akibat segregasi pada generasi pertama (M1). Oleh karena itu, seleksi awal untuk mendapatkan genotipe kedelai yang memiliki toleransi terhadap cekaman kekeringan yang baik dan berdaya hasil tinggi sangat mungkin dilakukan pada generasi M2 di lahan target. Selain untuk mendapatkan genotipe target sejak dini, tujuan seleksi awal ini adalah untuk mengurangi jumlah populasi yang akan diteruskan pada generasi selanjutnya sehingga seleksi pada generasi lanjut dapat lebih menghemat biaya, tenaga dan waktu (Afa 2013).

Seleksi dapat berjalan dengan baik sesuai sasaran apabila dilakukan berdasarkan karakter yang tepat sebagai kriteria seleksi. Oleh karena itu, karakter- karakter penting terkait toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan perlu diketahui. Penelitian pertama yang kami lakukan bertujuan untuk mengkonfirmasi karakter-karakter kedelai ketika tercekam kekeringan pada 8 varietas dengan sifat toleransi yang berbeda sehingga perubahan karakter-karakter penting terkait cekaman kekeringan dapat dijadikan kriteria seleksi. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh pada penelitian ini adalah karakter tinggi tanaman, jumlah tunas,

76

dan komponen hasil belum mampu membedakan secara nyata antara varietas toleran dan peka kekeringan. Sedangkan karakter nisbah kandungan klorofil a/b, kerapatan trikoma, kerapatan stomata, panjang akar, rasio bobot kering akar/tajuk, bobot kering akar, dan bobot kering tajuk dapat dijadikan kriteria seleksi.

Karakter nisbah kandungan klorofil a/b ternyata dapat membedakan antara varietas kedelai yang peka dan toleran kekeringan. Nisbah kandungan klorofil a/b menggambarkan ukuran antena. Semakin rendah nisbah, maka semakin besar kemampuan menangkap sinar matahari untuk fotosintesis sehingga bobot kering tanaman tersebut menjadi lebih tinggi. Fenomena seperti ini pernah dinyatakan oleh Jaleel et al. (2009) bahwa pada saat tanaman okra yang toleran kekeringan mengalami cekaman kekeringan, maka kandungan klorofil b mengalami peningkatan, sementara klorofil a tidak sehingga nisbah klorofil a/b mengalami penurunan.

Kerapatan trikoma yang tinggi merupakan penanda suatu tanaman memiliki adaptasi yang baik terhadap cekaman kekeringan. Menurut Naydenova dan Georgiev (2013) trikoma pada permukaan daun semanggi merah merupakan sifat mikromorfologi yang berkaitan dengan regulasi transpirasi daun dalam kondisi cekaman. Mereka menambahkan bahwa trikoma mampu meningkatkan penyimpanan air dalam jaringan daun ketika terjadi kekurangan air daun yang tinggi. Trikoma dapat meningkatkan pemantulan radiasi dan menciptakan lapisan mikro yang lebih lembab di sekitar jaringan daun sehingga dapat menurunkan temperatur daun, transpirasi, dan penggunaan air (Peter dan Shanower 1998). Meskipun demikian, hasil penelitian Huttunen et al. (2010) melaporkan bahwa produksi trikoma tidak mampu meningkatkan toleransi tanaman Arabidopsis lyrata terhadap cekaman kekeringan sehingga karakter ini tidak masuk dalam kriteria seleksi.

Berbeda dengan trikoma, kerapatan stomata yang rendah merupakan penciri suatu varietas kedelai kemungkinan memiliki adaptasi yang baik terhadap cekaman kekeringan. Seperti yang dilaporkan Lestari (2006) bahwa padi varietas Gajahmungkur memiliki sifat toleransi terhadap cekaman kekeringan yang baik karena memiliki kerapatan stomata yang rendah. Husni et al. (2006) juga melaporkan hal yang sama pada tanaman kedelai. Menurutnya, Tanggamus merupakan salah satu varietas kedelai nasional yang toleran terhadap cekaman kekeringan dikarenakan memiliki kerapatan stomata yang rendah. Tidak hanya pada tanaman padi dan kedelai, penelitian Sulistyaningsih et al. (1994) lebih dulu melaporkan bahwa tanaman Saccharum yang toleran terhadap cekaman kekeringan ternyata memiliki kerapatan stomata yang rendah dibandingkan tanaman yang peka. Oleh karena keandalan ini, maka pengamatan karakter kerapatan stomata perlu dilakukan untuk seleksi genotipe kedelai hasil iradiasi pada generasi M2.

Sayangnya, pada saat penanaman M2 di lahan kering tanaman terserang hama embun jelaga sehingga pengamatan terhadap karakter yang berhubungan dengan daun menjadi sulit untuk dilakukan (Gambar 21). Selain itu, banyak daun yang menggulung dan berlubang. Serangan hama ini terjadi pada kedua varietas dan pada tanaman kontrol maupun perlakuan. Penanggulangan terhadap hama yang menyerang ini berupa pemberian yellow sticky trap yang dipasang di beberapa titik (Gambar 22), namun serangan hama terlalu besar sehingga tanaman tetap terserang hama ini. Penyemprotan pestisida tidak berani kami lakukan

dikarenakan khawatir akan mempengaruhi status air perlakuan cekaman kekeringan.

Gambar 21. Permukaan atas (A) dan permukaan bawah (B) daun kedelai Anjasmoro yang terserang embun jelaga pada penanaman M2 di lahan kering

Akar merupakan organ tanaman yang penting bagi kelangsungan hidup tanaman. Peran akar sebagai penyerap air dan mineral dari dalam media tanam sangatlah vital. Kerusakan pada organ ini berakibat pada terganggunya semua proses biokimia dalam tanaman. Menurut Efendi (2008), perluasan akar ke arah vertikal untuk mencapai lapisan tanah yang lebih dalam akan memperbesar kesempatan akar mengabsorbsi air pada lapisan tanah yang memiliki kadar air lebih tinggi sehingga mampu menyuplai air untuk pertumbuhan. Mekanisme tersebut tidak dimiliki oleh genotipe jagung peka. Pemanjangan akar juga merupakan mekanisme tanaman untuk memungkinkan tanaman menyerap air lebih banyak (Levitt 1980).

Selain panjang akar, bobot kering akar merupakan karakter penting terkait adaptasi tanaman terhadap cekaman kekeringan. Bobot kering akar yang mengalami peningkatan ketika terjadi cekaman kekeringan mengindikasikan tanaman tersebut berusaha mengakses air lebih banyak melalui pemanjangan akar ke arah vertikal maupun horizontal. Agar tanaman mampu mampu mangakses air lebih banyak, maka pertumbuhan akar lebih diutamakan sehingga asimilat lebih diarahkan ke bagian akar untuk pertumbuhan akar yang lebih luas dan dalam. Menurut Ashri (2006), pada saat tanaman kedelai kekurangan air, tanaman akan menahan laju pertumbuhan tajuk dengan mensintesis hormon retardan yang menghambat pertumbuhan tajuk sehingga memperbesar laju pertumbuhan akar. Mekanisme demikian dilakukan tanaman untuk mencegah besarnya kehilangan air tanaman karena untuk pemanjangan akar diperlukan air yang lebih sedikit dibandingkan pemanjangan pucuk yang akan memperbesar respirasi dengan pembentukan daun. Dominansi pertumbuhan akar terhadap tajuk mengakibatkan bobot kering akar lebih besar dibandingkan tajuk. Hal ini terlihat pada pengataman rasio bobot kering akar/tajuk.

Rasio bobot kering akar/tajuk pada varietas kedelai yang diduga toleran mengalami peningkatan. Peningkatan ini tentu karena pertumbuhan akar lebih diutamakan daripada tajuk. Seperti yang Manavalan et al. (2009) ungkapkan bahwa ketika tanaman kedelai tercekam kekeringan, maka akan ada kecenderungan mengarahkan penambahan biomassa ke area akar dibandingkan

78

tajuk sehingga rasio bobot kering akar/tajuk pada taaman yang tercekam kekeringan relatif mengalami peningkatan.

Pengamatan terhadap peubah akar ketika digunakan untuk seleksi tanaman hasil iradiasi di lahan kering mengalami kesulitan. Hal ini dikarenakan kondisi tanah sawah yang mengalami kekeringan sangat keras untuk digali. Selain itu, kondisi tanah yang retak-retak mengakibatkan akar tanaman tidak utuh sehingga menyulitkan untuk diamati lebih lanjut (Gambar 22).

Gambar 22. Pemasangan yellow sticky trap dan kondisi tanah yang kering dan retak-retak

Metode Penapisan Cepat pada Fase Perkecambahan Sebagai Alternatif Seleksi Genotipe Toleran Cekaman Kekeringan

Seleksi pada lahan kering memiliki banyak hambatan terkait kesulitan mendapatkan data dari peubah-peubah tertentu. Hambatan yang seringkali terjadi adalah jarak antara lahan target dengan laboratorium uji pada kasus pengamatan kandungan klorofil atau peubah destruktif lainnya. Selain itu, hambatan ketika terjadi serangan hama dan penyakit yang tidak diduga dan hal-hal lain yang tidak terduga. Oleh karena itu diperlukan metode alternatif untuk mengurangi kendala- kendala tersebut. Metode alternatif yang dapat digunakan untuk seleksi tanaman hasil iradiasi terhadap cekaman kekeringan adalah penapisan cepat pada fase perkecambahan.

Metode penapisan cepat pada fase perkecambahan memang telah banyak dilakukan. Widoretno et al. (2002), Sugihono (2011), Savitri (2011), dan Lestari (2006) telah berhasil mengelompokkan kedelai berdasarkan sifat toleransinya terhadap cekaman kekeringan menggunakan PEG 6000 pada fase perkecambahan. Meskipun demikian, hasil yang diperoleh masih belum konsisten. Pengelompokan yang dihasilkan masih berbeda-beda antar peneliti satu dengan yang lainnya.

Gambar 23. Penanaman kecambah kedelai dalam kultur larutan PEG 6000

Selain melakukan percobaan penapisan cepat dalam media yang mengandung PEG 6000 dengan mengamati peubah perkecambahan, dalam penelitian ini juga dilakukan pengamatan terhadap kerusakan akar akibat reactive oxygen species (ROS) yang dipeliharan dalam kultur larutan PEG 6000. Akar primer yang terwarnai jingga setelah direndam dalam bahan reaksi Schiff‟s merupakan penanda tanaman tersebut peka terhadap cekaman kekeringan. Meskipun hasil pewarnaan yang ditampilkan kurang bagus, tetapi metode ini mampu mengelompokkan toleransi kedelai terhadap cekaman kekeringan dengan lebih jelas dan relatif mudah. Oleh karena itu, metode pewarnaan akar merupakan metode alternatif yang dapat digunakan untuk melakukan penapisan cepat kedelai toleran kekeringan pada fase kecambah.

80

Dokumen terkait