• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Kedelai Toleran terhadap Cekaman Kekeringan Menggunakan Iradiasi Sinar Gamma

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Kedelai Toleran terhadap Cekaman Kekeringan Menggunakan Iradiasi Sinar Gamma"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN KEDELAI (

Glycine max

(L.) Merr.)

TOLERAN TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN

MENGGUNAKAN IRADIASI SINAR GAMMA

WARID

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Pengembangan Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) Toleran terhadap Cekaman Kekeringan Menggunakan Iradiasi Sinar Gamma” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Warid

(4)

RINGKASAN

WARID. Pengembangan Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) Toleran terhadap Cekaman Kekeringan Menggunakan Iradiasi Sinar Gamma. Dibimbing oleh NURUL KHUMAIDA, AGUS PURWITO dan MUHAMAD SYUKUR.

Ketidakseimbangan antara produksi dan kebutuhan kedelai Indonesia dari tahun ke tahun semakin besar. Kebutuhan akan kedelai yang semakin meningkat tidak diimbangi dengan kemampuan produksi dalam negeri sehingga kondisi ini membuat Indonesia mengimpor kedelai sekitar 70%. Rendahnya produksi dalam negeri salah satu penyebabnya adalah berkurangnya luas panen kedelai akibat semakin meluasnya peralihan lahan dari pertanian menjadi non-pertanian. Indonesia mencanangkan swasembada kedelai tahun 2014. Salah satu program untuk mencapai swasembada adalah perluasan areal tanam kedelai pada lahan marginal. Namun, penggunaan lahan marginal seringkali mengalami kendala salah satunya adalah adanya cekaman kekeringan.

Penggunaan pemuliaan konvensional untuk menghasilkan varietas baru yang toleran kekeringan melalui hibridisasi memakan waktu yang lama dan teknik persilangan cukup sulit karena kecilnya ukuran bunga kedelai. Selain itu, tanaman kedelai yang memiliki karakter toleransi terhadap kekeringan secara alami tidaklah banyak dan pemuliaan melalui hibridisasi seringkali memasukkan karakter-karakter baru yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, pemuliaan mutasi melalui iradiasi sinar gamma menjadi pilihan untuk memperoleh varietas baru dengan penambahan karakter khusus tanpa mengubah karakter unggul yang sudah ada sebelumnya.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendapatkan informasi karakter kedelai toleran kekeringan berdasarkan morfologi dan fisiologi untuk dijadikan kriteria seleksi genotipe hasil iradiasi, (2) mendapatkan metode penapisan cepat genotipe kedelai pada fase perkecambahan, dan (3) mendapatkan kandidat mutan yang memiliki sifat toleran terhadap cekaman kekeringan dan berdaya hasil tinggi.

Penelitian ini terdiri atas 3 percobaan. Percobaan I toleransi kedelai terhadap cekaman kekeringan dengan pendekatan morfologi dan fisiologi, dilakukan di rumah kaca Cikabayan pada bulan Februari hingga Juli 2013. Percobaan II penapisan cepat genotipe toleran kekeringan pada fase perkecambahan dengan PEG 6000, dilakukan di Laboratorium Biologi dan Biofisik Benih AGH-IPB pada September hingga bulan November 2013. Percobaan III penggunaan iradiasi sinar gamma untuk mendapatkan genotipe unggul baru kedelai toleran kekeringan, dilakukan pada bulan November 2011 hingga Juni 2013 di Kebun Percobaan Cikabayan dan Lahan Kering Cirebon.

(5)

iradiasi sinar gamma dengan dosis 250 Gy, 300 Gy, dan 350 Gy yang ditanam selama tiga generasi dan dilakukan seleksi pada generasi kedua (M2) di lahan kering.

Hasil penelitian pada percobaan I menunjukkan bahwa cekaman kekeringan mempengaruhi perubahan karakter morfologi, fisiologi, dan komponen hasil tanaman kedelai. Tinggi tanaman, jumlah tunas, kandungan antosianin dan karoten tidak mengalami penurunan yang signifikan akibat perlakuan cekaman sehingga karakter ini tidak dapat digunakan sebagai kriteria seleksi untuk mendapatkan genotipe kedelai toleran kekeringan. Karakter kedelai toleran yaitu 1) kandungan klorofil a, klorofil b, dan klorofil total secara relatif mengalami peningkatan, sedangkan rasio klorofil a/b mengalami penurunan; 2) kerapatan trikoma mengalami peningkatan, sedangkan kerapatan stomata terjadi penurunan; 3) bobot kering tajuk mengalami penurunan dan bobot kering akar mengalami peningkatan. Karakter yang dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi berdasarkan sidik lintas adalah jumlah polong bernas, bobot kering tajuk, rasio panjang akar/tajuk, kerapatan trikoma permukaan daun atas, kandungan klorofil a, rasio kandungan klorofil a/b, dan kandungan klorofil total dapat dijadikan kriteria seleksi kedelai toleran kekeringan.

Hasil percobaan II menunjukkan bahwa PEG 5% sudah mampu memberikan perbedaan peubah perkecambahan antara kecambah yang tumbuh dalam kondisi optimum dan suboptimum berupa penurunan nilai indeks vigor, daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, panjang akar, panjang hipokotil, dan bobot kering kecambah normal berdasarkan pendekatan UKDdp. Akan tetapi, pada pendekatan pewarnaan kerusakan akar, PEG yang mampu dengan jelas memberikan perbedaan adalah konsentrasi 20%. Berdasarkan indeks sensitivitas terhadap kekeringan, Argomulyo merupakan varietas kedelai yang toleran terhadap kekeringan, sedangkan Tanggamus termasuk peka. Namun, berdasarkan pewarnaan kerusakan akar varietas Argomulyo, Kaba dan Tanggamus merupakan varietas kedelai yang toleran kekeringan, sedangkan Anjasmoro, Burangrang dan Detam-1 termasuk varietas yang agak toleran. Grobogan dan Wilis merupakan varietas kedelai yang peka kekeringan.

Percobaan induksi mutasi (III) menghasilkan dosis LD50 sebesar 202.5 Gy yang dapat digunakan untuk membentuk keragaman genetik. Iradiasi sinar gamma dapat mengakibatkan waktu muncul bunga yang lebih lambat, menurunkan tinggi tanaman, menurunkan jumlah polong bernas, meningkatkan jumlah polong hampa, menurunkan jumlah polong total, menurunkan jumlah biji yang dihasilkan, dan meningkatkan umur panen tanaman. Nilai heritabilitas arti luas (h2BS) yang diperoleh cukup baik pada karakter jumlah polong bernas, sedangkan untuk karakter yang lain tergolong rendah. Kandidat mutan toleran kekeringan dan berdaya hasil tinggi yang diperoleh dari seleksi M2 sebanyak 34 genotipe. Secara keseluruhan, tanaman M3 memiliki fenotipe yang lebih rendah dari tanaman kontrol, berbeda dengan tanaman M2 yang berasal dari benih yang ditanam pada kondisi optimum. Pendugaan nilai heritabilitas arti sempit untuk karakter tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah polong bernas, dan jumlah polong total masing-masing sebesar 16.7%, 29.4%, 36.8%, dan 33.2%.

(6)

SUMMARY

WARID. The Development of Drought Tolerance in Soybean (Glycine max (L.) Merr.) Treated Using Gamma Irradiation. Supervised by NURUL KHUMAIDA, AGUS PURWITO and MUHAMAD SYUKUR.

The gap between soybean supply and demand in Indonesia is increase annually. The soybean consumption grow faster than the domestic production rate. Consequently, this condition force Indonesia to import soy about 70 percent of its demand. There are some factors involved in the low level of domestic production. One of them is the decreasing of soybean harvest area due to the conversion of agricultural land to non-agricultural purposes. Indonesia has launched soybean self-sufficient program in 2014. One step to achieve self-sufficiency goal is planting more soybean in marginal areas. Nevertheless, the crops planted in a marginal land usually experiencing the drought stress.

The use of conventional breeding in order to produce new drought tolerant soybean varieties by hybridization method is time-consuming and the techniques is quite difficult due to the small size of the soybean flowers. In addition, the drought tolerant soybean traits rarely found naturally and some undesirable characters often embedded through the hybridization process. Therefore, mutation breeding using gamma-ray irradiation method is chosen to obtain new varieties with specific traits added without changing the original set of superior traits.

The aims of this research are to (1) obtain the information of drought tolerant soybean characters based on its morphology and physiology that will be used as selection criteria for the genotype results irradiation, (2) determine a fast screening methods in germination phase of soybean genotypes with the two approaches, and (3) obtain several candidate mutants that tolerant to drought and high yield.

This research consisted of three experiments. First experiment was soybean tolerance to drought stress with morphological and physiological approaches in greenhouse, conducted at Cikabayan greenhouse in February to July 2013. The second experiment was rapid screening drought tolerant genotypes at germination phase with PEG 6000, carried out in the Laboratory of Seed Biological and Biophysical AGH-IPB in September to November 2013. The third experiment was use of gamma irradiation to obtain new superior genotypes drought-tolerant soybean, conducted in November 2011 to June 2013 at the experimental garden Cikabayan and dryland Cirebon.

(7)

The results of first experiment showed that drought stress affected character change of morphology, physiology, and soybean yield component. Plant height,

number of branch, antocyanin and carotein content didn‟t decreased significantly by drought stress treatment so that those characters couldn‟t use as selection criteria to gain drought tolerant soybean genotypes. Tolerant soybean characters were 1) chlorophyll a, b, and total chlorophyll increased relatively whereas ratio of chlorophyll a/d decreased; 2) trichome density increased whereas stomatal density decreased; 3) shoot dry weight decreased and root dry weight increased. The characters which could use to be as selection criteria base on path analysis were number of filled pod, shoot dry weight, ratio of lenght root/shoot, adaxial trichome density, chlorophyll a content, ratio chlorophyll a/b, and total chlorophyll content.

The results of the second experiment showed that PEG 5% has been able to provide difference between the variable germination of plants that grow under optimum and suboptimum conditions that is a decrease in the value of vigor index, germination rate, maximum growth potential, root length, hypocotyl length and dry weight of normal seedling based on UKDdp. However, base on root staining approach, PEG wass able to make a difference clearly in concentration 20% PEG 6000. Based on index of drought sensitivity Argomulyo was grouped to drought tolerant variety, while Tanggamus was drought sensitive one. However, based on root staining, Argomulyo, Kaba and Tanggamus were grouped to drought tolerant, while Anjasmoro, Burangrang and Detam-1 were grouped to a medium tolerant varieties. Grobogan and Willis were a drought sensitive soybean varieties.

Experiment of mutation induction (III) produces 202.5 Gy irradiation dose was the LD50 can be used to establish genetic diversity. Gamma irradiation decrease plant height, number of pod and filled pod, number of seeds, and improve the number of empty pod. Values of M2 heritability are good enough for number of filled pod (31.09-43.94). Therefore, early selection to obtained drought tolerant and high yielding genotypes were possible. This research has obtained 34 putative mutants drought tolerant. Planting of M3 on optimal land resulted the lower phenotypics than control and M2. Narrow sense heritabilities of plant height, number of brunch, number of filled pod, and number of total pod respectively were 16.7%, 29.4%, 36.8% and 33.2 %.

(8)
(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

PENGEMBANGAN KEDELAI (

Glycine max

(L.) Merr.)

TOLERAN TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN

MENGGUNAKAN IRADIASI SINAR GAMMA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Judul : Pengembangan Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) Toleran terhadap Cekaman Kekeringan Menggunakan Iradiasi Sinar Gamma

Nama : Warid NIM : A253100151

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Nurul Khumaida, MS Ketua

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr Prof Dr Muhamad Syukur, SP MSi Anggota Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

(14)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2011 sampai November 2013 ini ialah cekaman kekeringan pada kedelai, mengingat usaha pengembangan kedelai ke lahan kering menjadi program pemerintah dalam peningkatan produksi kedelai nasional.

Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada: 1. Ibu Dr Ir Nurul Khumaida, Bapak Dr Ir Agus Purwito, dan Bapak Prof Dr

Muhamad Syukur selaku komisi pembimbing atas segala bimbingan, saran, dan kritikan selama penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian, dan penulisan tesis.

2. Ibu Dr Sintho Wahyuning Ardie selaku penguji luar komisi pada ujian tesis dan Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK selaku penguji dari Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman atas saran-sarannya untuk perbaikan tesis.

3. Program IM-HERE batch 2c atas beasiswa dan bantuan biaya penelitian yang diberikan kepada penulis untuk menempuh strata S2 di IPB.

4. Seluruh staf pengajar pada Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman FAPERTA IPB yang telah mendidik dan membekali penulis tentang ilmu pemuliaan tanaman maupun bioteknologi.

5. Orang tua (Raskib dan Odah) atas doa, kasih sayang dan semangat yang terus diberikan.

6. PATIR BATAN, BB Biogen, Balitkabi, Balit Tanah dan AGH-IPB atas segala materi dan fasilitas yang diberikan kepada penulis.

7. Seluruh rekan S2 dan S3 mayor PBT, ITB dan AGH 2010 atas kebersamaan selama penulis menempuh pendidikan dan penelitian di Sekolah Pascasarjana IPB, khususnya Mba Nina, Mba Irni, Mba Karyanti, Mba Yulli, Mba Tri, Mba Eka dan Mba Lasih.

8. Yasmin, Muhammad Nubhan, Dena Wahdani, Sigit Susilo, Elviana, Dede Saputra, Muhammad Asyhar, Jane, Ilyasa dan teman-teman yang lain atas dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian studi dan tesis ini.

Akhir kata,semoga karya ilmiah ini dapat menjadi amalan baik bagi penulis dan bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Juli 2014

(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 5

Morfologi Tanaman Kedelai 5

Lahan Kering 6

Induksi Mutasi 6

Polietilena Glikol (PEG) 8

Penapisan Cepat pada Fase Kecambah 8

Heritabilitas 9

Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Kedelai 10 Mekanisme Toleransi Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan 11

PENDAHULUAN 13

BAHAN DAN METODE 13

Pelaksanaan Percobaan 14

Analisis data 15

HASIL DAN PEMBAHASAN 16

Tinggi Tanaman dan Jumlah Tunas 16

Kandungan Klorofil Daun 17

Kerapatan Trikoma dan Stomata 24

Panjang Akar dan Rasio Panjang Akar/Tajuk 28

Bobot Kering 30

Komponen Hasil 32

SIMPULAN 39

SARAN 40

PENDAHULUAN 42

BAHAN DAN METODE 42

Pelaksanaan Penelitian 43

Analisis Data 45

HASIL DAN PEMBAHASAN 45

(16)

Respon varietas kedelai terhadap simulasi kekeringan dengan PEG 47 Penggunaan PEG untuk seleksi kekeringan pada kedelai 53 Penapisan cepat kedelai terhadap toleransi kekeringan melalui pengamatan

pewarnaan kerusakan akar 54

SIMPULAN 56

SARAN 57

PENDAHULUAN 59

BAHAN DAN METODE 59

Prosedur Analisis Data 61

HASIL DAN PEMBAHASAN 61

LD50 dan Pengaruh Iradiasi Sinar Gamma pada Kedelai M1 61 Heritabilitas Arti Luas (hBS) Beberapa Karakter Agronomis pada Generasi

Kedua (M2) 68

Penanaman Generasi Ketiga (M3) 72

SIMPULAN 74

SARAN 75

PEMBAHASAN UMUM 75

Metode Penapisan Cepat pada Fase Perkecambahan Sebagai Alternatif

Seleksi Genotipe Toleran Cekaman Kekeringan 78

SIMPULAN DAN SARAN 80

Simpulan 80

Saran 81

DAFTAR PUSTAKA 81

LAMPIRAN 89

DAFTAR TABEL

1. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap kandungan klorofil a pada 8

varietas kedelai nasional 18

2. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap kandungan klorofil b pada 8

varietas kedelai nasional 19

3. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap perubahan kandungan klorofil a dan b pada 8 varietas kedelai nasional yang mengalami cekaman kekeringan selama 7 hari dan 14 hari 20 4. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap rasio kandungan klorofil a/b

pada 8 varietas kedelai nasional 21

(17)

6. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap kandungan antosianin pada

8 varietas kedelai nasional 23

7. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap kandungan karotenoid pada

8 varietas kedelai nasional 24

8. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap kerapatan trikoma pada 8

varietas kedelai nasional 25

9. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap kerapatan stomata pada 8

varietas kedelai nasional 27

10.Pengaruh cekaman kekeringan terhadap panjang akar pada 8 varietas

kedelai nasional 29

11.Pengaruh cekaman kekeringan terhadap rasio panjang akar/tajuk

pada 8 varietas kedelai nasional 29

12.Pengaruh cekaman kekeringan terhadap rasio bobot kering

akar/tajuk pada 8 varietas kedelai nasional 30

13.Pengaruh cekaman kekeringan terhadap bobot kering tajuk pada 8

varietas kedelai nasional 31

14.Pengaruh cekaman kekeringan terhadap bobot kering akar pada 8

varietas kedelai nasional 32

15.Pengaruh cekaman kekeringan terhadap jumlah polong bernas pada

8 varietas kedelai nasional 33

16.Pengaruh cekaman kekeringan terhadap jumlah polong hampa pada

8 varietas kedelai nasional 33

17.Pengaruh cekaman kekeringan terhadap jumlah polong total pada 8

varietas kedelai nasional 34

18.Koefisien korelasi antar karakter pada kedelai yang mengalami

cekaman kekeringan 36

19.Pengaruh langsung dan tidak langsung antara karakter pengamatan terhadap jumlah polong total dalam kondisi cekaman kekeringan 38

20.Pemilihan karakter untuk kriteria seleksi 39

21.Pengaruh konsentrasi PEG terhadap peubah perkecambahan benih

kedelai pada 8 varietas kedelai nasional 46

22.Pengaruh PEG terhadap indeks vigor benih kedelai (%) 48 23.Pengaruh PEG terhadap daya berkecambah benih (%) pada 8

varietas kedelai nasional 48

24.Pengaruh PEG terhadap daya berkecambah benih (%) pada 5

varietas kedelai nasional 49

25.Pengaruh PEG terhadap peubah potensi tumbuh maksimum (%)

pada 5 varietas kedelai nasional 50

26.Pengaruh PEG terhadap peubah bobot kering kecambah normal (g)

pada 5 varietas kedelai nasional 51

27.Pengaruh PEG terhadap peubah panjang akar (cm) pada 5 varietas

kedelai nasional 52

28.Pengaruh PEG terhadap peubah panjang hipokotil (cm) pada 5

varietas kedelai nasional 52

29.Pengaruh PEG terhadap peubah rasio panjang akar terhadap

hipokotil pada 5 varietas kedelai nasional 53

30.Indeks sensitivitas terhadap cekaman kekeringan pada berbagai

(18)

31.Persentase kerusakan akar relatif terhadap kontrol 56 32.Pengaruh iradiasi terhadap persentase daya tumbuh dan bertahan

hidup 64

33.Pengaruh iradiasi terhadap karakter tinggi tanaman (cm), jumlah polong bernas, jumlah polong hampa, jumlah polong total, dan jumlah biji pada dua varietas kedelai nasional di generasi M1 66 34.Pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap tinggi tanaman, jumlah

cabang, dan umur panen pada dua varietas kedelai nasional di

generasi M2 69

35.Ragam dan heritabilitas arti luas (%) dua varietas kedelai pada berbagai karakter pengamatan di generasi M2 pada dosis yang

berbeda 71

36.Seleksi diferensial pada beberapa karakter pengamatan 72 37.Rata-rata tinggi, jumlah cabang, jumlah polong bernas, jumlah

polong hampa, jumlah polong total, dan umur panen dua varietas

kedelai nasional pada dua generasi 73

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alur keseluruhan penelitian 4

2 Gamma Chamber di PATIR-BATAN, Pasar Jumat, Jakarta 7

3 Skema perlakuan cekaman kekeringan 14

4 Pengaruh cekaman kekeringan terhadap tinggi tanaman pada 8 varietas kedelai nasional 7 hari dan 14 hari setelah cekaman kekeringan 16 5 Pengaruh cekaman kekeringan terhadap jumlah tunas pada 8 varietas

kedelai nasional 7 hari dan 14 hari setelah cekaman kekeringan 17 6 Trikoma dan stomata pada permukaan daun bawah varietas Wilis

(Perbesaran 400x) 25

7 Kondisi pertanaman Tanggamus yang banyak mengalami kematian

pada awal pertumbuhan 28

8 Kecambah normal dan abnormal kedelai varietas Wilis 44 9 Cara pengecambahan metode UKDdp (A) dan keragaan kecambah

kedelai pada berbagai konsentrasi PEG (B=konsentrasi 0%, C=konsentrasi 5%, dan D=konsentrasi 10% menggunakan varietas Burangrang; E=konsentrasi 15% varietas Grobogan; dan F=konsentrasi

20% varietas Detam-1) 46

10 Kondisi perkecambahan benih kedelai varietas Tanggamus yang

diserang cendawan terbawa benih 47

11 Perbedaan pertumbuhan akar kedelai varietas Detam-1 yang dikultur

pada media 15% dan 20% PEG 6000 55

12 Keragaan akar 8 varietas kedelai setelah diberi bahan reaksi Schiff's (AN=Anjasmoro; AR=Argomulyo; BU=Burangrang; DT=Detam-1; GB=Grobogan; KB=Kaba; TG=Tanggamus; WL=Wilis) 55 13 Kurva penentuan LD50 varietas Anjasmoro yang dihasilkan dari

(19)

14 Profil kotiledon kontrol (A1) dan teriradiasi (A2) serta daun pertama pada tanaman kontrol (B1) dan teriradiasi (B2) pada kecambah varietas

Anjasmoro 63

15 Keragaan kecambah yang diiradiasi sinar gamma dosis 1000 Gy pada

varietas Anjasmoro 64

16 Perbedaan waktu kemunculan bunga antara tanaman kontrol (A) dengan teriradiasi (B) pada umur 35 HST pada varietas Anjasmoro 65 17 Pengaruh iradiasi terhadap peningkatan polong hampa (A) dan tidak

berbunga samasekali (B) pada M1 varietas Anjasmoro (dosis 200 Gy,

umur 72 HST) 67

18 Perbandingan keragan benih yang dihasilkan M1 terhadap kontrol (A=Anjasmoro; B=Burangrang; Angka di belakang huruf merupakan

dosis iradiasi) 68

19 Daya tumbuh kedelai M2 di lahan kering Cirebon 2 MST 68 20 Rentang jumlah polong bernas dan hampa akibat perlakuan iradiasi

pada M2 70

21 Permukaan atas (A) dan permukaaan bawah (B) daun kedelai Anjasmoro yang terserang embuh jelaga pada penanaman M2 di lahan

kering 77

22 Pemasangan yellow sticky trap dan kondisi tanah yang kering dan

retak-retak 78

23 Penanaman kecambah kedelai dalam kultur larutan PEG 6000 79

DAFTAR LAMPIRAN

1 Deskripsi varietas kedelai Anjasmoro dan Argomulyo 89 2 Deskripsi varietas kedelai Burangrang dan Detam-1 90

3 Deskripsi varietas kedelai Grobogan dan Kaba 91

4 Deskripsi varietas kedelai Tanggamus dan Wilis 92 5 Rekapitulasi sidik ragam nilai kuadrat tengah pengaruh cekaman

terhadap beberapa karakter pengamatan pada 8 varietas kedelai di

rumah kaca 93

6 Rekapitulasi sidik ragam nilai kuadrat tengah pengaruh PEG-6000 terhadap beberapa peubah perkecambahan pada varietas kedelai

(20)
(21)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kedelai merupakan tanaman sumber protein nabati yang paling penting di dunia bagi konsumsi manusia maupun pakan hewan, sebagai salah satu sumber bahan tambahan untuk menghasilkan produk berkualitas tinggi, dan penghasil minyak edible rendah kolesterol (Tiwari et al. 2004). Kedelai telah lama dikenal masyarakat Indonesia sebagai bahan utama dalam pembuatan tempe dan tahu sebagai makanan pemenuh kebutuhan akan protein. Selain itu, kedelai juga dapat dijadikan susu nabati sebagai alternatif konsumsi susu hewani.

Kebutuhan kedelai di Indonesia mencapai 2.35 juta ton per tahun dan cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya (Atman 2009; Purna et al.

2009). Namun, kebutuhan tersebut baru dapat terpenuhi 20 sampai 30% saja dari produksi dalam negeri, selebihnya diperoleh melalui impor. Hal ini yang menyebabkan harga kedelai sulit untuk dikontrol karena pemenuhan kedelai sangat tergantung pada produksi luar negeri (Purna et al 2009). Sementara produksi kedelai di Indonesia menurut Badan Pusat Statistika (BPS) pada tahun 2013 mencapai 780.16 ribu ton biji kering, menurun sebanyak 62.99 ribu ton (7.47%) dibandingkan tahun 2012. Produksi kedelai pernah mencapai puncaknya yaitu pada tahun 1992 sebesar 1.87 juta ton (Atman 2009). Penurunan produksi kedelai diperkirakan terjadi karena turunnya luas panen sebanyak 16.83 ribu hektar (2.96%) dan penurunan produktivitas sebesar 0.69 kuintal ha-1 atau 4.56% (BPS 2014).

Penurunan produksi kedelai tahun 2013 yang relatif besar terdapat di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Selatan. Sementara itu, peningkatan produksi yang relatif besar terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tengah (BPS 2014). Hal ini menyiratkan bahwa potensi produksi kedelai di Pulau Jawa sudah tidak bergairah lagi dan terjadi konversi lahan dari pertanian ke non-pertanian, sementara di luar Pulau Jawa masih banyak lahan yang belum termanfaatkan untuk kegiatan pertanian. Namun, kendala yang dihadapi pada lahan-lahan di luar Pulau Jawa adalah kesuburan tanah yang relatif lebih rendah dibandingkan tanah di Pulau Jawa.

Peningkatan produksi pertanian di Indonesia termasuk kedelai, dilakukan melalui usaha intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi, dan rehabilitasi. Dalam usaha ekstensifikasi, penggunaan lahan-lahan pertanian akan bergeser dari lahan yang subur ke lahan-lahan yang marginal. Lahan marginal di Indonesia terdiri atas lahan pasang surut, lahan salin, gambut, lahan masam, lahan berpenyakit, lahan kering, dan lahan-lahan yang berada di dekat areal pertambangan. Berkaitan dengan perubahan iklim global, lahan-lahan yang awalnya subur diperkirakan akan tidak cocok lagi untuk ditanami komoditas yang sama karena adanya cekaman kekeringan atau banjir. Sehingga diperlukan varietas kedelai yang memiliki sifat toleran terhadap kondisi lingkungan yang bercekaman tersebut.

(22)

2

karakter-karakter baru yang tidak diinginkan, sehingga diperlukan cara lain yang lebih cepat dalam menghasilkan varietas baru dengan penambahan karakter khusus tanpa mengubah karakter unggul yang sudah ada sebelumnya. Dalam perakitan varietas baru yang memiliki karakter tertentu diperlukan keragaman genetik yang cukup agar dapat dilakukan seleksi untuk mendapatkan genotipe yang diharapkan.

Peningkatan keragaman genetik dapat dicapai melalui perlakuan induksi mutasi. Menurut International Atomic Energy Agency (IAEA) (1977) mutasi merupakan sumber pokok dari semua variasi genetik yang menyediakan bahan kasar bagi evolusi. Tanpa mutasi, evolusi mahluk hidup tidak akan terjadi. Mutasi dapat menambah atau mengurangi satu atau beberapa sifat baru yang khusus tanpa merubah keseluruhan sifat unggul yang dimiliki varietas tersebut sebelumnya (Predieri 2001). Banyak varietas yang telah dilepas melalui penggunaan teknik mutasi, data dalam IAEA menyebutkan lebih dari 3000 varietas hasil mutasi yang telah dirilis di seluruh dunia (Jain 2010).

Keragaman genetik yang dihasilkan dari induksi mutasi dapat diarahkan untuk menjadi varietas baru yang dibutuhkan saat ini atau di masa depan melalui teknik seleksi. Teknik seleksi untuk mengembangkan tanaman toleran terhadap cekaman abiotik, seperti toleran terhadap cekaman kekeringan, dapat dilakukan pada lahan atau media target sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kandidat mutan kedelai yang memiliki sifat toleran terhadap cekaman kekeringan dan berdaya hasil tinggi.

Tujuan Khusus

1. Mendapatkan informasi karakter kedelai toleran kekeringan berdasarkan morfologi dan fisiologi.

2. Mendapatkan metode penapisan cepat genotipe kedelai pada fase perkecambahan

3. Mengetahui dosis iradiasi sinar gamma yang tepat untuk membentuk keragaman genetik.

4. Mempelajari pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap peningkatan toleransi kekeringan pada kedelai.

5. Studi genetika kedelai dalam pemuliaan mutasi induksi sinar gamma. 6. Mendapatkan kandidat genotipe kedelai yang memiliki sifat toleransi

terhadap cekaman kekeringan.

Manfaat Penelitian

(23)

Ruang Lingkup Penelitian

(24)

4

Pengembangan kedelai toleran kekeringan

Iradiasi sinar gamma Pencarian karakter

seleksi kekeringan Penapisan cepat

Benih Anjasmoro diiradiasi dosis 0-800 Gy (selang 100)

Ditanam dalam tray

Pengamatan daya tumbuh

Iradiasi ulang benih Anjasmoro dan Burangrang dosis 200-400 Gy (selang

50) dan kontrol

Ditanam di Leuwikopo

Tanaman dipanen bulk setiap dosis

Penanaman M2 di Cirebon Setiap tanaman

dipanen terpisah 8 varietas kedelai

ditanam dalam polybag

Tanaman dipindahkan ke rumah kaca ketika

berbunga

Perlakuan diberikan tanpa

penyiraman selama 7 hari dalam 14 hari Pengamatan dan

pengambilan contoh setiap 7

hari Benih ditanam dalam kertas buram Benih ditanam dalam media gabus berair Pengamatan dilakukan pada umur 5HST Pengamatan dilakukan pada umur 6HST Pengamatan terhadap daya kecambah, panjang akar, panjang tajuk, bobot kering kecambah normal Pengamatan terhadap pewarnaan akar Karakter untuk seleksi kedelai toleran kekeringan Karakter untuk seleksi cepat kedelai toleran

kekeringan

Kandidat mutan toleran kekeringan

Gambar 1 Diagram alur keseluruhan penelitian

(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi Tanaman Kedelai

Kedelai merupakan tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan di Asia Timur, seperti kecap, tahu, dan tempe. Kedelai memiliki kandungan protein sebesar sekitar 35% lebih tinggi dibandingkan padi yang hanya sebesar 7%. Selain itu, kedelai juga mengandung asam amino seperti metionin, tripsin, dan lisin yang cukup tinggi sehingga dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan gizi dan bahan pangan yang baik bagi manusia (Suprapto 1997).

Klasifikasi tanaman kedelai termasuk ke dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Rosales, famili Leguminosae, genus Glycine dan Spesies Glycine max (L.) Merr. Batang kedelai memiliki tinggi 30-100 cm. Batang dapat membentuk 3-6 cabang, tetapi bila jarak antar tanaman rapat jumlah cabang akan berkurang, atau tidak bercabang sama sekali. Tipe pertumbuhan batang dapat dibedakan menjadi terbatas (determinate), tidak terbatas (indeterminate), dan setengah terbatas (semi-indeterminate). Tipe terbatas memiliki cirri khas berbunga serentak dan mengakhiri pertumbuhan meninggi. Tanaman pendek sampai sedang, ujung batang hamper sama besar dengan batang bagian tengah, daun teratas sama besar dengan daun batang tengah. Tipe tidak terbatas memiliki ciri berbunga secara bertahap dari bawah ke atas dan tumbuhan terus tumbuh. Tanaman berpostur sedang sampai tinggi, ujung batang lebih kecil dari bagian tengah. Tipe setengah terbatas memiliki karakteristik antara kedua tipe lainnya. Bunga kedelai termasuk bunga sempurna yaitu setiap bunga mempunyai alat jantan dan alat betina. Penyerbukan terjadi pada saat mahkota bunga masih menutup sehingga kemungkinan kawin silang alami amat kecil. Bunga terletak pada ruas-ruas batang, berwarna ungu atau putih. Tidak semua bunga dapat menjadi polong walaupun telah terjadi penyerbukan secara sempurna. Sekitar 60% bunga rontok sebelum membentuk polong.

Pada buku (nodus) pertama tanaman yang tumbuh dari biji terbentuk sepasang daun tunggal. Selanjutnya, pada semua buku di atasnya terbentuk daun majemuk selalu dengan tiga helai. Helai daun tunggal memiliki tangkai pendek dan daun bertiga mempunyai tangkai agak panjang. Masing-masing daun berbentuk oval, tipis, dan berwarna hijau. Permukaan daun berbulu halus (trichome) pada kedua sisi. Tunas atau bunga akan muncul pada ketiak tangkai daun majemuk. Setelah tua, daun menguning dan gugur, mulai dari daun yang menempel di bagian bawah batang.

Buah kedelai berbentuk polong. Setiap tanaman mampu menghasilkan 100

(26)

6

berfungsi sebagai tempat bertumpunya tanaman dan alat pengangkut, akar tanaman kedelai juga merupakan tempat terbentuknya bintil-bintil akar yang dapat memfiksasi nitrogen dari udara.

Kedelai dapat tumbuh di setiap jenis tanah, akan tetapi untuk mencapai tingat pertumbuhan dan produksi yang optimal kedelai sebaiknya ditanam pada jenis tanah bertekstur lempung berpasir atau liat berpasir. Jenis tanah seperti ini dapat mendukung pertumbuhan kedelai karena berhubungan dengan ketersediaan air. Kedelai cukup toleran terhadap cekaman kekeringan karena masih mampu bertahan dan berproduksi pada kondisi cekaman kekeringan maksimal 50% dari kapasitas lapang atau kondisi tanah yang optimal. Akan tetapi, dalam pertumbuhannya kedelai memiliki fase kritis yaitu pada saat perkecambahan, masa berbunga, dan pengisian polong (Adisarwanto 2005).

Lahan Kering

Menurut Notohadiprawiro (2006), istilah lahan kering di Indonesia belum benar-benar ada kesepakatan. Ada yang menggunakan untuk padanan istilah berbahasa Inggris: upland, dryland, atau unirrigated land. Kedua istilah berbahasa Inggris tersebut terakhir menyiratkan penggunaan lahan untuk pertanian tadah hujan. Pertanian tadah hujan yang dijalankan di daerah iklim kering (arid) sampai setengah kering (semi arid) dalam bahasa Inggris disebut dryland farming atau

dry farming. Dryland farming khusus menunjuk penanaman secara kering, akan tetapi dikhususkan pada untuk penanaman di daerah bercurah hujan terbatas.

Tanaman kedelai merupakan tanaman yang peka terhadap keadaan lingkungan tumbuhnya dan cekaman kekeringan sering menjadi faktor pembatas (Hapsoh et al. 2004). Cekaman kekeringan pada kedelai telah diketahui dapat menurunkan laju fotosintesis dan indeks luas daun tanaman (Sloane et al. 1990). Cekaman kekeringan juga dapat menyebabkan tanaman mengalami pemendekan, penekanan perkembangan akar dan tajuk kedelai (Jusuf et al. 1993; Hamim et al.

1996; Sopandie et al. 1997). Selain itu, cekaman kekeringan juga dilaporkan dapat mempercepat pembungaan dan umur panen (Jusuf et al. 1993), menurunkan jumlah bunga dan meningkatkan jumlah bunga yang gugur (Sionit dan Kramer 1997), mengurangi jumlah polong bernas (Sopandie et al. 1997), menurunkan jumlah biji/tanaman dan bobot per satuan biji (De Souza et al. 1997), serta menurunkan hasil biji kedelai (Jusuf et al. 1993; Sopandie et al. 1997). Pengaruh kekurangan air terhadap hasil kedelai sangat bervariasi tergantung pada varietasnya.

Induksi Mutasi

(27)

menimbulkan variasi genetik untuk dijadikan dasar seleksi tanaman, baik melalui seleksi secara alami (evolusi) maupun seleksi secara buatan.

Induksi mutasi dapat dilakukan pada tanaman dengan perlakuan mutagen tertentu terhadap organ reproduksi tanaman. Mutagen yang sering digunakan dalam pemuliaan mutasi tanaman digolongkan menjadi dua kelompok yaitu mutagen kimia (chemical mutagents) dan mutagen fisika (physical mutagents). Mutagen kimia umumnya berasal dari senyawa alkil (alkylating agents) misalnya Ethyl Methane Sulphonate (EMS), diethyl Sulphate (dES), Methyl Methane Sulphonate (MMS), Hydroxylamine, nitrous acids, dan acridines. Mutagen fisika dapat menggunakan iradiasi tanpa ionisasi (sinar UV) atau iradiasi dengan radiasi pengion (ionizing radiation) termasuk diantaranya adalah sinar-x, radiasi Gamma, beta, neutrons, dan partikel aselerator. Tingkat mutasi yang terjadi tergantung pada jaringan yang diiradiasi dan lama waktu pemberian iradiasi (Parry et al.

2009).

Gambar 2 Gamma Chamber di PATIR- BATAN, Pasar Jumat, Jakarta

Mutagen fisika paling banyak digunakan, terutama sinar gamma. Alat iradiasi sinar gamma yang sering digunakan dalam adalah gamma chamber (Gambar 2). Sinar gamma merupakan iradiasi terionisasi yang bersifat elektromagnetik. Daya tembusnya yang tinggi mampu menembus sel-sel dan jaringan dengan mudah (Poespodarsono 1988). Sinar gamma memiliki panjang gelombang pendek, energi yang tinggi, tidak bersifat elektrik dan tidak mempunyai massa dibandingkan partikel iradiasi lainnya (EPA 2012). Agar sinar gamma efektif untuk menginduksi mutasi sehingga menghasilkan keragaman maka perlu diketahui dosis yang sesuai. Dosis yang sesuai untuk induksi keragaman dapat diketahui dengan mempelajari radiosensitivitas dan mengukur nilai LD50 (Amano et al. 2001).

(28)

8

Polietilena Glikol (PEG)

Polietilena glikol (PEG) merupakan suatu polimer yang banyak digunakan dalam industri pangan, kosmetik, dan farmasi. Secara kimiawi, PEG merupakan sekelompok polimer sintetik yang larut air dan memiliki kesamaan struktur kimia berupa adanya gugus hidroksil primer pada ujung rantai polieter yang mengandung oksietilen (Wikipedia.org).

PEG lebih umum digunakan karena PEG merupakan senyawa yang stabil, non ionik, mempunyai polimer yang panjang dan larut dalam air, dapat digunakan dalam berat molekul dengan sebaran yang lebih luas dan dapat mengikat air sehingga dapat menurunkan potensial air dalam kultur in vitro (Dami dan Huges 1997). PEG dengan BM ≥ 4000 merupakan senyawa osmotik yang tidak menyebabkan plasmolisis, tidak dapat melewati dinding sel dan tidak bersifat racun pada tanaman (Kong et al. 1998). Dengan demikian sel-sel kalus atau eksplan yang mati dalam kultur in vitro yang mengandung PEG bukan disebabkan oleh PEG yang diabsorbsi ke dalam sel atau jaringan tanaman, melainkan disebabkan oleh pengaruh penurunan potensial air dalam media kultur sehingga menyebabkan tanaman mengalami stres. Beberapa penelitian sebelumnya melaporkan bahwa semakin tinggi konsentrasi PEG dalam kultur in vitro, semakin menekan pertumbuhan kalus. Dengan demikian kalus yang mampu bertahan hidup pada konsentrasi PEG tertentu, dimana kalus yang lain tidak lagi mampu bertahan (mati), mengindikasikan bahwa kalus tersebut mempunyai sifat toleransi terhadap media selektif PEG. Widoretno et al. (2003), melaporkan bahwa konsentrasi PEG 20% dapat menyebabkan kematian kalus hingga 95%. Kalus yang berhasil diregenerasikan menjadi tanaman lengkap berpeluang lebih besar mempunyai sifat toleran terhadap cekaman kekeringan dan sifat tersebut dapat diwariskan pada generasi berikutnya.

Penapisan Cepat pada Fase Kecambah

Cekaman kekeringan merupakan salah satu kendala pada budidaya kedelai. Penurunan hasil biji akibat cekaman kekeringan bergantung pada tingkat cekaman, fase pertumbuhan, dan genotipe tanaman. Potensial air untuk kapasitas lapang di lahan produksi sebesar -0.3 bar (Heatherly dan Russel 1979). Beberapa genotipe kedelai toleran kekeringan seperti MLG1805, B3731, dan Dieng sudah tidak mampu berkecambah pada kondisi cekaman osmotik -6.7 bar (Widoretno et al.

2002).

(29)

larutan PEG-6000 sebagai media seleksi. Metode ini digunakan untuk menguji toleransi kekeringan pada fase perkecambahan dan cukup efektif dalam menapis genotipe toleran kekeringan pada kedelai dan kacang tanah (Adisyahputra et al.

2005; Widoretno et al. 2002; Hamayun et al 2010).

Simulasi cekaman kekeringan menggunakan PEG-6000 yang mampu menghasilkan potensial osmotik yang relatif sama dengan cekaman kekeringan di lapang sangat dibutuhkan untuk mendapatkan informasi yang akurat dalam penelitian. Besarnya potensial osmotik bergantung pada konsentrasi PEG-6000 (w/v) dan kondisi suhu larutan PEG-6000 (Michel dan Kaufmann 1973). Mexal et al. (1975) menambahkan bahwa kemampuan larutan PEG-6000 untuk menahan air juga bergantung pada bobot molekul. PEG-4000 menghasilkan potensial osmotik yang lebih besar dibandingkan PEG-6000. Hamayun et al. (2010) menyatakan bahwa penggunaan PEG-6000 dengan konsentrasi 8% dan 16% dapat mempengaruhi fisiologi dan hormon pertumbuhan kedelai Hwangkeumkong. Penggunaan PEG-6000 ini didasarkan pada sifat PEG yang tidak mudah diserap tanaman dan mudah larut dalam air sehingga tidak toksik bagi tanaman.

Penelitian Widoretno et al. (2002) menunjukkan bahwa konsentrasi PEG-6000 yang digunakan untuk menapis kedelai toleran kekeringan berkisar antara 5%-20% pada fase perkecambahan. Konsentrasi 15% PEG-6000 dapat menapis galur kedelai toleran kekeringan berdarkan peubah daya berkecambah dan konsentrasi 10% untuk peubah panjang hipokotil. Hasil penelitian Kosmiatin et al.

(2005) juga menunjukkan bahwa konsentrasi PEG-6000 10% dapat membedakan galur-galur kedelai dalam tingkat peka, moderat, dan toleran kekeringan. Menurut Mexal et al. (1975), PEG-6000 dengan berat molekul 6000 pada konsentrasi 5%, 10%, 15%, dan 20% yang dilarutkan aquades berturut-turut memberikan potensial osmotik sebesar -0.3 bar, -1.9 bar, -4.1 bar, dan -6.7 bar.

Kemampuan benih dapat tumbuh pada kondisi suboptimum juga disebut sebagai vigor benih. Kondisi suboptimum yang disimulasikan sebagai cekaman kekeringan dinamakan vigor kekuatan tumbuh spesifik untuk kekeringan. Pendekatan yang digunakan adalah dengan menanam benih pada media bertekanan tinggi, misalnya menguji perkecambahan benih pada media yang dilembabkan dengan larutan PEG-6000. Benih yang mampu berkecambah pada kondisi cekaman diindikasikan memiliki vigor kekuatan tumbuh spesifik terhadap kekeringan yang tinggi (Sadjad et al.1999).

Heritabilitas

Pewarisan suatu sifat atau karakter kepada keturunannya dapat merupakan sifat kualitatif ataupun kuantitatif. Keragaman sifat kualittatif bersifat discontinue, dikendalikan oleh satu atau dua gen, sedangkan sifat kualitatif bersifat continue

dan dikendalikan oleh banyak gen (Mangoendidjojo 2003). Suatu sifat akan diwariskan apabila sifat tersebut lebih banyak ditentukan oleh faktor genetik daripada faktor non-genetik karena itu informasi tentang mudah-tidaknya suatu sifat diwariskan dari tetua kepada keturunannya sangat penting bagi pemulia.

(30)

10

peranan faktor non-genetik sehingga karakter tersebut lebih mudah diwariskan. Sebaliknya, nilai duga heritabilitas yang rendah mengindikasikan bahwa peranan faktor non-genetik terhadap ekspresi suatu karakter lebih besar dibandingkan dengan peranan faktor genetik, karakter yang demikian sulit untuk diwariskan.

Nilai duga heritabilitas dinyatakan dalam persen (%) dan tergolong tinggi apabila h2 > 50, sedang apablila 20 < h2 > 50, dan rendah apabila h2 < 20 (Stanfield 1983). Berdasarkan komponen penyusun ragam genetik, dikenal heritabilitas dalam arti luas (broad sense heritability = h2bs) yang merupakan proporsi ragam genetik (σ2g) terhadap ragam total atau ragam fenotipe (σ2p) (h2bs = σ2g/σ2p) dan heritabilitas arti sempit (narrow sense heritability = h2ns) yang merupakan proporsi ragam aditif (σ2a) terhadap ragam fenotipe (σ2p) (h2ns = σ2

a/σ2p).

Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Kedelai

Cekaman kekeringan pada tanaman kedelai memberikan pengaruh yang beragam bergantung pada varietas, besar dan lamanya cekaman, dan fase pertumbuhan tanaman. Tanaman kedelai lebih sensitif terhadap cekaman kekeringan pada periode awal pembungaan dan pada pertengahan masa pengisian biji. Masing-masing varietas kedelai memiliki kepekaan yang berbeda terhadap perbedaan kandungan air tanah (Mederski et al. 1973). Kekeringan pada fase kritis pengisian polong tanaman kedelai (R4-R6) mengakibatkan penurunan hasil lebih besar dibandingkan kekeringan pada fase lain.

Mederski et al. (1973) menjabarkan akibat yang terjadi pada setiap periode tumbuh kedelai sebagai berikut :

a. Pada periode pertumbuhan aktif, kekeringan menghambat pertumbuhan daun dan meluruhkan daun-daun pada cabang bawah.

b. Pada periode pembungaan, kekeringan mempertinggi derajat kerontokan bunga

c. Pada periode pembentukan polong, kekeringan menghambat pembentukan polong dan lemuruhkan polong-polong yang baru terbentuk.

d. Pada periode pengisian polong, kekeringan mengurangi jumlah biji dan kepadatan ukuran biji.

(31)

Mekanisme Toleransi Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan

Setiap tanaman harus dapat menyeimbangkan antara proses kehilangan dan proses penyerapan air, bila proses kehilangan air tidak diimbangi dengan penyerapan melalui akar maka akan terjadi kekurangan air di dalam sel tanaman yang dapat menyebabkan berbagai kerusakan pada banyak proses dalam sel tanaman. Ketika kekeringan semakin meningkat, maka tanaman menyesuaikan diri melalui proses fisiologi yang kemudian diikuti perubahan struktur morfologi tanaman seperti layu, meningkatkan pertumbuhan akar dan menghambat pertumbuhan tajuk. Penurunan pertumbuhan vegetatif menyebabkan penurunan fotosintesis dan pertumbuhan sehingga tanaman juga mengalami penurunan produksi seperti berkurangnya hasil panen secara kualitas maupun kuantitas (Taiz dan Zeiger 2002).

Tanaman merespon kondisi kekeringan dengan mengembangkan beberapa mekanisme escape, avoidance, dan tolerance. Ketiga mekanisme ini dapat berjalan sendiri maupun berupa kombinasi.

a. Tanaman melepaskan diri dari cekaman kekeringan (drought escape) yaitu tanaman mampu menyelesaikan siklus hidupnya sebelum menglami kekurangan air yang parah. Mekanisme ini ditunjukkan dengan perkembangan sistem pembungaan dan plastisitas jaringan.

b. Tanaman menunjukkan toleransi dengan menciptakan potensial air yang tinggi yaitu kemampuan tanaman tetap menjaga potensial jaringan dengan meningkatkan penyerapan air atau menekan kehilangan air (avoidance). Pada mekanisme ini tanaman mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sistem perakaran, mengatur stomata, mengurangi absorbsi radiasi surya dengan pembentukan lapisan lilin atau bulu rambut yang tebal dan menurunkan permukaan evaporatransiprasi melalui penyembitan daun serta pengurangan luas daun.

(32)

12

TOLERANSI KEDELAI TERHADAP CEKAMAN

KEKERINGAN DENGAN PENDEKATAN MORFOLOGI

DAN FISIOLOGI

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh cekaman kekeringan terhadap morfologi, fisiologi, dan komponen hasil pada varietas kedelai terkait karakter untuk kriteria seleksi. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari – Juli 2013 di Rumah Kaca Cikabayan. Delapan varietas kedelai nasional digunakan sebagai bahan tanam dan dua periode cekaman kekeringan, 7 hari dan 14 hari tanpa penyiraman. Cekaman kekeringan diberikan pada fase R1 kedelai. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa cekaman kekeringan mempengaruhi perubahan karakter morfologi, fisiologi, dan komponen hasil tanaman kedelai. Tinggi tanaman, jumlah tunas, kandungan antosianin dan karoten tidak mengalami penurunan yang signifikan akibat perlakuan cekaman sehingga karakter ini tidak dapat digunakan sebagai kriteria seleksi untuk mendapatkan genotipe kedelai toleran kekeringan. Karakter kedelai toleran yaitu 1) kandungan klorofil a, klorofil b, dan klorofil total secara relatif mengalami peningkatan, sedangkan rasio klorofil a/b mengalami penurunan; 2) kerapatan trikoma mengalami peningkatan, sedangkan kerapatan stomata terjadi penurunan; 3) bobot kering tajuk mengalami penurunan dan bobot kering akar mengalami peningkatan. Karakter yang dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi berdasarkan sidik lintas adalah jumlah polong bernas, bobot kering tajuk, rasio panjang akar/tajuk, kerapatan trikoma permukaan daun atas, kandungan klorofil a, rasio kandungan klorofil a/b, dan kandungan klorofil total dapat dijadikan kriteria seleksi kedelai toleran kekeringan.

Kata kunci : fase R1, kandungan klorofil, kerapatan stomata, sidik lintas

Abstract

The experiment was carried out to study the effect of drought stress on morphological, physiological and yield component of soybean varieties related to selection criteria characters. Experiments was held on February – July 2013 at Cikabayan greenhouse. There were 8 national soybean varieties used as plant material and two drought stress periode, 7 days and 14 days without watering. Drought stress was given at R1 phase of soybean. The result of this experiment showed that drought stress affected character change of morphology, physiology, and soybean yield component. Plant height, number of branch, antocyanin and

carotein content didn’t decreased significantly by drought stress treatment so that

those characters couldn’t use to be selection criteria to gain drought tolerant

soybean genotypes. Tolerant soybean characters were 1) chlorophyll a, b, and total content increased relatively whereas ratio of chlorophyll a/d decreased; 2) trichome density increased whereas stomatal density decreased; 3) shoot dry weight decreased and root dry weight increased. The characters which could use to be as selection criteria base on path analysis were number of filled pod, shoot dry weight, ratio of lenght root/shoot, adaxial trichome density, chlorophyll a content, ratio chlorophyll a/b, and total chlorophyll content.

(33)

PENDAHULUAN

Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan salah satu komoditas pangan penting di Indonesia. Upaya menuju swasembada pangan kedelai terus dilakukan mengingat kebutuhan kedelai dalam negeri cukup besar. Pemenuhan kebutuhan kedelai dalam negeri selama ini dilakukan melalui jalur impor sebanyak 60-70% dari total kebutuhan nasional (Purna et al. 2009).

Ekstensifikasi merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produksi kedelai di Indonesia. Dalam usaha ekstensifikasi, penggunaan lahan-lahan pertanian akan bergeser dari lahan yang subur ke marginal. Namun pada lahan-lahan seperti ini, upaya pengembangan kedelai akan menghadapi berbagai kendala antara lain ketersediaan air yang rendah pada musim kemarau dan fluktuasi kadar air tanah yang tinggi antara musim kemarau dan musim hujan (Sopandie et al.

1997). Terjadinya cekaman kekeringan selama fase pertumbuhan reproduktif terutama pada awal hingga pertengahan fase pengisisan biji selalu merupakan penyebab utama penurunan produksi kedelai (Doss et al. 1974) sehingga diperlukan varietas kedelai yang memiliki sifat toleran terhadap kondisi lingkungan tersebut (Sloane et al. 1990).

Seleksi terhadap varietas dan galur-galur kedelai yang telah ada merupakan salah satu langkah yang perlu dilakukan untuk mengetahui jenis-jenis kedelai yang memiliki sifat toleransi terhadap cekaman kekeringan. Akan tetapi, jenis kedelai yang memiliki sifat toleran terhadap cekaman kekeringan belum tentu memiliki sifat-sifat unggul lain yang diharapkan sehingga diperlukan langkah-langkah untuk perbaikan genetik lebih lanjut sesuai kebutuhan.

Pengetahuan mengenai karakter morfologi dan fisiologi yang berkaitan dengan toleransi terhadap cekaman kekeringan dapat membantu kegiatan seleksi galur-galur harapan kedelai hasil iradiasi sinar gamma. Pengetahuan ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas kegiatan seleksi genotipe kedelai yang memiliki sifat toleran kekeringan dan berdaya hasil tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi karakter kedelai yang toleran terhadap cekaman kekeringan berdasarkan morfologi dan fisiologi.

BAHAN DAN METODE

Bahan Tanam

Bahan tanaman yang digunakan adalah 8 varietas kedelai nasional yaitu Anjasmoro, Argomulyo, Burangrang, Detam-1, Grobogan, Kaba, Tanggamus, dan Wilis yang diperoleh dari Balitkabi, Malang.

Metode Penelitian

(34)

14

dan setiap varietas diberikan tanaman kontrol yang disiram setiap hari. Media tanam yang digunakan merupakan campuran top soil dan pasir dengan perbandingan 2:1 yang dimasukkan dalam wadah polybag. Percobaan ini dilakukan di rumah kaca Kebun Percobaan Cikabayan Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari hingga Juli 2013.

Model statistik yang digunakan untuk percobaan ini adalah: Yijk = µ + αi+ βj + (α β)ij + ε ijk

Dimana: i = 1,2,...,r j = 1,2,...,r k = 1,2,...,r

Yijk = Respon yang diamati pada varietas taraf ke-i periode cekaman taraf ke-j dan ulangan ke-k

µ = Nilai tengah umum

αi = Pengaruh taraf ke-i dari varietas kedelai βj = Pengaruh taraf ke-j dari periode cekaman

(α β)ij = Pengaruh interaksi taraf ke-i dari varietas dan taraf ke-j dari periode cekaman

ε ijk = Galat percobaan taraf ke-i dari varietas dan taraf ke-j dari faktor periode cekaman ulangan ke-k

Pelaksanaan Percobaan

Penanaman dan Pemeliharaan

Delapan varietas kedelai ditanam dalam polybag. Setiap polybag berisi 2 butir benih kedelai. Polybag ditempatkan di luar rumah kaca yang mendapat sinar matahari penuh sampai tanaman memasuki fase berbunga (R1). Pemupukan dilakukan pada saat tanaman memasuki umur 1 MST dengan pemberian 0.5 g Urea, 1.0 g TSP dan 1.0 g KCl per polybag. Pemilihan satu tanaman terbaik untuk tetap dipelihara dilakukan pada umur 2 MST. Penyemprotan pestisida dilakukan sesuai tingkat dan jenis serangan hama dan penyakit. Penyiangan dilakukan secara berkala.

Perlakuan Cekaman Kekeringan

Skema perlakuan cekaman kekeringan sebagai berikut :

Gambar 3. Skema perlakuan cekaman kekeringan

14 hari

Fase generatif Fase vegetatif

Pemilihan tanaman

Tanaman disiram setiap hari

7 hari 7 hari Pengairan kembali

Rewatering

Cekaman kekeringan

Luar rumah kaca Rumah kaca

Panen Kontrol

(35)

Perlakuan dimulai pada saat tanaman memasuki fase R1. Polybag dipindahkan ke dalam rumah kaca di Kebun Percobaan Cikabayan untuk diberi perlakuan cekaman kekeringan. Cekaman kekeringan diberikan dengan cara tidak melakukan penyiraman setiap 7 hari sekali selama 14 hari, sedangkan tanaman kontrol tetap disiram setiap hari.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan setiap 7 hari. Karakter yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah tunas, kerapatan trikoma dan stomata, kandungan pigmen klorofil (klorofil a, klorofil b, nisbah klorofil a/b, klorofil total, antosianin, dan karotenoid), panjang akar, rasio akar/tajuk, bobot kering akar, bobot kering tajuk, rasio bobot kering akar/tajuk, jumlah polong bernas, jumlah polong hampa, dan jumlah polong total. Pengamatan tinggi tajuk dilakukan dengan mengukur tinggi tajuk dari pangkal batang hingga ujung batang tertinggi. Pengamatan panjang akar tanaman dilakukan dengan mengukur panjang akar dari pangkal hingga ujung terpanjang pada tanaman yang dicabut dengan hati-hati dari media tanam. Pengamatan berat kering dilakukan dengan memasukkan brangkasan tanaman contoh yang destruktif ke dalam oven bersuhu 600 C selama 3 hari, kemudian ditimbang. Pengamatan kerapatan trikoma dan stomata dilakukan dengan membuat preparat yang diambil dari permukaan daun atas dan bawah pada daun ketiga dari ujung pada bagian tengah trifoliat dengan cara melapisi bagian daun tersebut dengan cutex bening lalu direkatkan selotip ke permukaan kaca preparat. Pengamatan kerapatan trikoma dan stomata dilakukan di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x pada satu bidang pandang.

Pengamatan kandungan klorofil dilakukan pada daun ketiga dari pucuk pada bagian tengah trifoliat daun. Penetapan kandungan klorofil menggunakan metode Sims dan Gamon (2002). Langkah-langkah yang dilakukan adalah: ekstraksi sampel, pengukuran, dan perhitungan. Sampel daun yang diambil ditimbang 0.1 – 0.2 g digerus dengan mortar yang berisi aseton 80%. Sampel selanjutnya disentrifuse, supernatan diambil 1 mL dan dimasukkan dalam tabung reaksi baru, kemudian ditambahkan aseton 4 mL. Sampel kemudian diukur kandungan klorofil dengan menggunakan alat spektrofotometer. Data yang diperoleh dari spektrofotometer kemudian dihitung kembali untuk mendapatkan kandungan klorofil. Kandungan klorofil dianalisis di Laboratorium Marka Molekuler dan Spektrofotometri UV-VIS AGH-IPB.

Analisis data

Data hasil percobaan diolah dengan menggunakan SAS portable versi 9.1 untuk melihat sidik ragam. Apabila dalam sidik ragam terdapat perbedaan yang signifikan pada taraf nyata 5%, maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan

(36)

16

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tinggi Tanaman dan Jumlah Tunas

Cekaman kekeringan merupakan masalah yang sering terjadi pada pertanian di lahan marginal. Masalah kekeringan ini bukan hanya sulit untuk diatasi pada masa kini, tetapi juga akan terus berkembang pada masa-masa mendatang. Kekeringan pada tanaman kedelai yang terjadi pada fase generatif awal mampu menurunkan produksi kedelai hingga 80% bahkan dapat mengakibatkan gagal panen.

Cekaman kekeringan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman kedelai, meskipun tinggi tanaman mengalami penurunan pada semua varietas kedelai nasional yang digunakan dalam percobaan (Gambar 4). Tinggi tanaman tidak banyak mengalami perubahan kemungkinan disebabkan oleh masa/periode cekaman yang singkat sehingga pengaruh cekaman kekeringan mungkin belum terlihat meskipun beberapa tanaman mengalami kematian.

[image:36.595.87.489.455.793.2]

Grobogan merupakan varietas yang paling besar mengalami penurunan tinggi tanaman (25.5%), disusul kemudian varietas Burangrang (20.2%). Sementara varietas Tanggamus yang dikenal sebagai varietas kedelai toleran kekeringan hanya mengalami penurunan tinggi tanaman sebanyak 2.6% dan merupakan varietas yang paling sedikit mengalami penurunan tinggi tanaman. Penurunan tinggi tanaman sebagai akibat cekaman kekeringan memang kerap terjadi. Berdasarkan pengamatan di lapangan, penurunan tinggi terjadi karena bagian pucuk tanaman mengalami kematian (mengering) akibat cekaman kekeringan. Menurut Kaya et al. (2006), cekaman kekeringan mengganggu mitosis yang mengakibatkan penurunan pertumbuhan dan hasil tanaman pada bunga matahari.

Gambar 4. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap tinggi tanaman pada 8 varietas kedelai nasional 7 hari dan 14 hari setelah cekaman kekeringan

Varietas yang paling sedikit mengalami penurunan tinggi tanaman akibat cekaman kekeringan menunjukkan adaptasi yang baik terhadap kondisi ini

0 20 40 60 80 100 120

Ti

n

g

g

i

tan

am

an

(c

m

)

Varietas kedelai

(37)

sehingga kemungkinan besar memiliki sifat toleran terhadap kekeringan. Begitu juga sebaliknya. Namun, berdasarkan uji F tenyata tinggi tanaman tidak berbeda nyata sehingga karakter tinggi tanaman kurang tepat jika digunakan untuk seleksi genotipe toleran kekeringan.

Cekaman kekeringan juga tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas, meskipun semua varietas mengalami penurunan jumlah tunas (Gambar 5). Berdasarkan pengamatan di lapangan, ketika tanaman kedelai mengalami cekaman kekeringan pada saat awal berbunga (R1), maka bagian pucuk batang utama mengering atau mati sehingga menginisiasi tanaman untuk membentuk tunas baru atau percabangan. Akan tetapi, pembentukan cabang baru menjadi terhambat karena kurangnya suplai air sehingga cabang atau tunas baru tidak terbentuk bahkan mati.

Gambar 5. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap jumlah tunas pada 8 varietas kedelai nasional 7 hari dan 14 hari setelah cekaman kekeringan

Penurunan jumlah tunas paling banyak dialami oleh kedelai varietas Burangrang dan Detam-1 (41.7%), sedangkan penurunan paling sedikit terjadi pada varietas Argomulyo (7.6%). Tanaman yang mampu mempertahankan jumlah tunas bahkan mampu membentuk cabang atau tunas baru saat tercekam kekeringan merupakan indikasi bahwa tanaman tersebut kemungkinan memiliki sifat toleran terhadap cekaman kekeringan. Namun, hasil sidik ragam yang tidak berbeda nyata membuat karakter ini kurang tepat jika digunakan untuk seleksi genotipe toleran terhadap cekaman kekeringan.

Kandungan Klorofil Daun

Cekaman kekeringan merupakan kondisi yang merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Tanaman yang mengalami cekaman kekeringan akan menyesuaikan potensial osmotik sel agar tetap mampu menyerap air dan mineral lain dari daerah perakaran. Kerusakan utama akibat cekaman kekeringan yang terjadi pada bagian perakaran yaitu terjadi pada bagian daun sehingga fotosintesis merupakan proses biokimia yang paling awal mengalami

2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00

Ju

m

lah

t

u

n

as

Varietas kedelai

[image:37.595.117.508.179.466.2]
(38)

18

gangguan. Fotosintesis membutuhkan klorofil. Klorofil disintesis pada daun yang berfungsi sebagai penangkap cahaya matahari yang jumlahnya berbeda pada setiap spesies tanaman tergantung dari faktor lingkungan dan genetiknya. Faktor-faktor yang mempengaruhi sintesis klorofil diantaranya adalah cahaya, gula atau karbohidrat, air, temperatur, faktor genetik dan unsur-unsur nitrogen, Mg, Fe, Mn, Cu, Zn, sulfur, dan oksigen (Curtis dan Clark 1950).

Nitrogen merupakan unsur hara makro sehingga tanaman membutuhkan N dalam jumlah yang banyak. Unsur N diperlukan oleh tanaman salah satunya sebagai faktor utama pembentukan klorofil. Tanaman yang kekurangan nitrogen akan menunjukkan gejala antara lain klorosis pada daun. Tanaman tidak dapat secara langsung menggunakan N2 dari udara, melainkan dalam bentuk NH3. Tanaman kacang-kacangan, seperti kedelai, merupakan tanaman yang mampu bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium sp membentuk bintil akar. Bakteri tersebut mampu memfiksasi N2 bebas dari udara menjadi NH3 dalam tanah sehingga nitrogen tersedia bagi tanaman. Amonia hasil fiksasi bakteri kemudian diangkut melalui xilem menuju daun untuk membentuk klorofil. Amonia sangat mudah larut dalam air. Semakin banyak air (sampai batas tertentu) yang ada di dalam tanah, maka akan semakin banyak pula amonia yang diangkut menuju daun. Semakin banyak amonia di dalam daun, klorofil yang terbentuk semakin banyak (Hendriyani dan Setari 2009).

Pengukuran kandungan klorofil daun dapat menjadi pendekatan untuk mengetahui adaptasi tanaman kedelai terhadap cekaman kekeringan. Pengukuran kandungan klorofil merupakan pendekatan fisiologis untuk mempelajari pengaruh cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman karena berkaitan erat dengan laju fotosintesis (Li et al. 2006). Terkait pengaruh cekaman kekeringan terhadap aspek fisiologis, maka pada percobaan ini dilakukan pengamatan terhadap kandungan klorofil a, klorofil b, nisbah klorofil a/b, klorofil total, antosianin, dan karotenoid.

Tabel 1. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap kandungan klorofil a pada 8 varietas kedelai nasional

Varietas K7 C7 %relatif K14 C14 %relatif ---(mg g-1)--- ---(mg g-1)---

Anjasmoro 1.9bc 2.2abc 115.79 2.16ab 2.02ab 93.52 Argomulyo 2.0abc 1.8bcd 90.00 2.27ab 1.79bc 78.85 Burangrang 2.0abc 2.3ab 115.00 2.38a 2.00ab 84.03 Detam-1 2.0abc 2.1abc 105.00 1.71bc 1.39c 81.29 Grobogan 2.1abc 2.6a 123.81 2.01ab 2.25ab 111.94

Kaba 2.0abc - . 1.89abc 1.80bc 95.24

Tanggamus 1.9bc 1.3de 68.42 2.26ab 2.25ab 99.56 Wilis 1.6cd 0.8e 50.00 1.88abc 1.71bc 90.96 Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak

berbeda nyata pada taraf nyata 5% berdasarkan DMRT. K7 = Tanaman kontrol selama 7 hari; C7 = Tanaman perlakuan cekaman selama 7 hari; K14 = Tanaman kontrol selama 14 hari; C14 = Tanaman perlakuan cekaman selama 14 hari; %relatif = persentase relatif perlakuan cekaman terhadap kontrol.

(39)

dikelilingi gugus fitol. Cekaman kekeringan sangat mempengaruhi kandungan klorofil a. Kandungan klorofil a daun kedelai pada percobaan ini dipengaruhi secara nyata oleh varietas. Tabel 1 menunjukkan keberagaman respon varietas kedelai dalam menghadapi cekaman kekeringan terhadap kandungan klorofil a. Ketika terjadi cekaman kekeringan selama 7 hari, 50% varietas kedelai yang digunakan dalam penelitian mengalami peningkatan kandungan klorofil a, sementara 37.5% varietas mengalami penurunan dan hanya varietas Kaba yang mengalami kematian.

Ketika cekaman kekeringan berlanjut hingga 14 hari, hampir semua varietas (87.5%) mengalami penurunan kandungan klorofil a. Hanya varietas Grobogan yang masih mengalami peningkatan kandungan klorofil a. Penurunan kandungan klorofil a yang paling besar terjadi pada varietas Wilis, yaitu sebesar 50% pada saat terjadi cekaman kekeringan selama 7 hari, sedangkan pada cekaman 14 hari, penurunan kandungan klorofil terbesar terjadi pada varietas Argomulyo (21.14%). Sementara itu, jika dilihat perubahan kandungan klorofil a ketika terjadi cekaman kekeringan dari 7 hari menjadi 14 hari, maka hanya varietas Tanggamus dan Wilis yang mampu secara relatif mengalami peningkatan kandungan klorofil a selama terjadi cekaman kekeringan.

Klorofil a merupakan pusat reaksi fotosintesis. Berkurangnya kandungan klorofil a berakibat pada fotosintesis yang tidak dapat berjalan secara optimal sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Berdasarkan peningkatan dan penurunan kandungan klorofil a dapat diduga adaptasi tanaman kedelai terhadap cekaman kekeringan yaitu varietas yang mengalami peningkatan diduga merupakan varietas yang toleran sedangkan yang mengalami penurunan merupakan varietas yang peka terhadap cekaman kekeringan. Oleh karena itu, Tanggamus dan Wilis diduga merupakan varietas kedelai yang toleran terhadap cekaman kekeringan.

Tabel 2. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap kandungan klorofil b pada 8 varietas kedelai nasional

Varietas K7 C7 %relatif K14 C14 %relatif ---(mg g-1)--- ---(mg g-1)---

Anjasmoro 0.79bc 0.91ab 115.19 0.87ab 0.82abc 94.25 Argomulyo 0.83abc 0.75bc 90.36 0.87ab 0.70a-d 80.46 Burangrang 0.88abc 0.92ab 104.54 0.94a 0.78a-d 82.98 Detam-1 0.78bc 0.87abc 111.54 0.68bcd 0.55d 80.88 Grobogan 0.84abc 1.07a 127.38 0.78a-d 0.88ab 112.82

Kaba 0.83abc - - 0.74a-d 0.69bcd 93.24

Tanggamus 0.72bcd 0.49de 68.06 0.88ab 0.92ab 104.54 Wilis 0.61cd 0.28e 45.90 0.70a-d 0.63cd 90.00 Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak

berbeda nyata pada taraf nyata 5% berdasarkan DMRT. K7 = Tanaman kontrol selama 7 hari; C7 = Tanaman perlakuan cekaman selama 7 hari; K14 = Tanaman kontrol selama 14 hari; C14 = Tanaman perlakuan cekaman selama 14 hari; %relatif = persentase relatif perlakuan cekaman terhadap kontrol.

(40)

20

penelitian mengalami penurunan kandungan klorofil b, tetapi 50% varietas masih mengalami peningkatan, sementara varietas Kaba mengalami kematian (Tabel 2). Apabila cekaman kekeringan terus berlanjut hingga 14 hari, maka 75% varietas mengalami penurunan kandungan klorofil b, sementara hanya Grobogan dan Tanggamus yang secara relatif mengalami peningkatan.

Penurunan kandungan klorofil b paling besar ketika terjadi cekaman kekeringan selama 7 hari dialami oleh Wilis, yaitu sebesar 54.1% dibandingkan kontrol. Kemudian disusul Tanggamus (31.9%). Sementara itu, varietas Grobogan mengalami peningkatan kandungan klorofil b terbesar yaitu 27.4% dibandingkan kontrol. Penurunan kandungan klorofil b yang terbesar ketika cekaman berlanjut hingga 14 hari dialami Argomulyo, yaitu sebesar 19.5%, sementara Grobogan merupakan varietas yang mengalami peningkatan kandungan klorofil b terbanyak, yaitu sebesar 12.8%. Apabila dilihat perubahan kandungan klorofil b ketika terjadi cekaman kekeringan dari 7 hari menjadi 14 hari, maka hanya varietas Tanggamus dan Wilis yang mampu secara relatif mengalami

Gambar

Gambar 4. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap tinggi tanaman pada 8 varietas
Gambar 5. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap jumlah tunas pada 8 varietas
Tabel 8. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap kerapatan trikoma pada 8
Tabel 9. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap kerapatan stomata pada 8
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian Hapsoh (2003) mengatakan bahwa mengenai respon morfologi dan fisiologi di berbagai tingkat cekaman kekeringan dimana pada cekaman kekeringan ringan sampai

Seleksi terfredap galur kedelai yang telah ada merupakan salah satu langLah yang baik mtuk e u i kede1ai yang tahan terhadap cekaman kekeringan. Akan q i ,

Hasil penelitian menunjukkan (1) terjadi interaksi antara varietas dan cekaman kekeringan terhadap jumlah cabang produktif tanaman kedelai, (2) varietas Leuser

Hasil penelitian menunjukkan (1) terjadi interaksi antara varietas dan cekaman kekeringan terhadap jumlah cabang produktif tanaman kedelai, (2) varietas Leuser

Ge- notipe mutan IR rad som 18, IR som 73 dan IR som 63 merespon cekaman lebih baik dengan penurunan karakter vege- tatif (tinggi tanaman jumlah anakan, panjang daun) dan karakter

Karakter agronomi dan fisiologi tanaman kedelai yang relatif toleran salinitas ditunjukkan dengan nilai IKC &lt; 0.95, indeks klorofil daun lebih tinggi, skore keracunan

KEDELAI KIPAS MERAH BIREUN YANG DIRADIASI SINAR GAMMA UNTUK TOLERANSI TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN.. Polyethylene Glycole Effectivity as Selection Agent to Soybean: Kipas Merah

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Genotipe, Cekaman Kekeringan dan Cekaman Aluminium terhadap Pertumbuhan, Perakaran dan Komponen Hasil Tanaman Kedelai Hasil pengamatan pada