• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.1Pengetahuan Remaja putri Mengenai Anemia Defisiensi Besi Terhadap Kesehatan Reproduksi.

Menurut Notoadmojo (2007) pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, penginderaan terjadi melalui panca indra diantaranya melalui penglihatan dan pendengaran. Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan remaja putri mengenai anemia defisiensi besi terhadap kesehatan reproduksi paling banyak adalah kategori pengetahuan cukup yaitu sebanyak 32 responden (64%), kategori baik sebanyak 10 responden (20%), dan kategori kurang sebanyak 8 responden (16%).

Pengetahuan remaja putri mengenai anemia defisiensi besi terhadap kesehatan reproduksi dapat diperoleh dari berbagai sumber. Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca indera. Engle et al. (1994) mendefinisikan pengetahuan sebagai informasi yang disimpan dalam bentuk ingatan yang menjadi penentu utama perilaku konsumen. Pengetahuan diperoleh melalui pendidikan formal, nonformal, media massa dan orang lain.

Senada dengan hal tersebut, hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan responden mengenai anemia defisiensi besi terhadap kesehatan reproduksi paling banyak diperoleh dari kombinasi antara keluarga, media elektronik, dan internet (60%) serta melalui internet dan media cetak (69,2%). Hal ini dapat dimaklumi karena sumber informasi berupa media massa adalah media informasi yang cukup berkembang dan mudah diakses sehingga dapat kita lihat bahwa hampir sebagian besar masyarakat menggunakan media cetak dan elektronik sebagai sumber informasi. Selain itu, keluarga adalah orang terdekat sebagai sumber informasi senada dengan Notoatmodjo yang mengatakan bahwa pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman diri sendiri dan orang lain, dalam kaitannya dengan hal ini adalah orang tua, dan petugas kesehatan.

Dari hasil penelitian juga masih dijumpai responden dengan kategori pengetahuan kurang (16%). Hal ini bisa disebabkan beberapa faktor antara lain faktor umur dan sumber informasi kesehatan. Dimana dapat kita ketahui bahwa responden yang paling banyak memiliki pengetahuan kategori kurang adalah responden yang memperoleh informasi mengenai anemia defisiensi besi dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi melalui teman, keluarga, media elektronik dan internet (56,7%). Tentu saja hal ini dapat terjadi karena teman dan keluarga belum tentu memiliki pengetahuan atau informasi yang baik mengenai suatu hal terutama masalah kesehatan. Selain itu, responden yang paling banyak memiliki pengetahuan kategori kurang adalah responden dari kelompok umur 15 tahun (50%). Berbeda dengan kelompok umur yang lebih tinggi yaitu 17 dan 18 tahun tidak ada yang memiliki pengetahuan dengan kategori kurang. Hal ini senada dengan Hendra (2008) yang mengutip pendapat Abu Ahmadi yang mengatakan daya ingat seseorang itu salah satunya dipengaruhi umur

maka perkembangan mentalnya bertambah baik sehingga dapat disimpulkan bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya.

5.2. Sikap Remaja Putri Mengenai Anemia Defisiensi Besi Terhadap Kesehatan Reproduksi

Sikap responden mengenai anemia defisiensi besi terhadap kesehatan reproduksi sebagian besar adalah berkategori cukup (68%), baik (18%), dan kurang (14%). Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari 56% remaja yang setuju tentang anemia defisiensi besi merupakan masalah kesehatan yang penting untuk diperhatikan, 10% responden tidak setuju pencegahan anemia defisiensi besi harus dilakukan sejak dini dan bahwa anemia defisiensi besi dapat menyerang siapa saja terutama bayi, remaja putri, dan ibu hamil. Menjawab tidak setuju 46% anemia dapat dicegah jika asupan defisiensi seimbang sejak awal (masa anak-anak hingga remaja). Anemia defisiensi besi pada usia remaja dapat berlanjut hingga dewasa dan memengaruhi kehamilan nantinya dijawab ragu-ragu 56%. 30% responden yang menjawab ragu-ragu bahwa anemia defisiensi besi yang berkelanjutan sampai masa kehamilan dapat mengakibatkan gangguan kehamilan/ keguguran dan kecacatan/ meningggal pada janin yang dikandung oleh ibu yang menderiata anemia defisiensi besi. Juga, 30% responden yang tidak setuju pada masa persalinan anemia defisiensi besi dapat memperberat perdarahan bahkan mengakibatkan kematian pada ibu.

Menurut Sunaryo (2004) faktor penentu sikap seseorang salah satunya adalah faktor komunikasi sosial. Informasi yang diterima individu tersebut dapat menyebabkan

perubahan sikap pada diri individu tersebut. Positif atau negatif informasi dari proses komunikasi tersebut tergantung seberapa besar hubungan sosial dengan sekitarnya mampu mengarahkan individu tersebut bersikap dan bertindak sesuai dengan informasi yang diterimanya. Hal ini dapat dilihat dari jawaban responden yang memperoleh informasi dari petugas kesehatan dan media cetak tidak ada yang bersikap negatif.

Sementara menurut Allport (1954) dalam Notoatmojo (2005), sikap terdiri dari tiga komponen pokok yaitu: 1) kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek. 2) kehidupan emosional orang atau evaluasi terhadap objek, bagaimana penilaian orang tersebut terhadap objek. 3) kecenderungan untuk bertindak (trend to behave), artinya sikap adalah komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap yang terbentuk akan menunjukkan bagaimana tingkat kemampuan seseorang dalam menanggapi/merespon stimulus yang terjadi. Apabila stimulus yang ada ditanggapi/direspon dengan baik maka akan terbentuklah sikap yang baik dan benar dan sebaliknya.

Menurut Maulana (2009) Sikap dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Sehingga diketahui adanya responden yang bersikap kurang (14%) bisa disebabkan karena turut berperannya orang tua (faktor eksternal) dalam hal ini ibu sebagai individu yang cenderung lebih dekat dengan remaja putri. Dari hasil penelitian diketahui bahwa berdasarkan pendidikan ibu tidak ada resonden dengan tingkat pendidikan ibunya SMP yang bersikap baik, sedangkan mayoritas responden yang bersikap baik adalah yang tingkat pendidikan ibunya SMA (13,8%) dan perguruan tinggi (universitas ) (33,3%). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin besar kesempatan mendapatkan informasi. Sementara responden yang

berpendidikan rendah cenderung memiliki sikap kurang baik. Sehingga ibu yang memiliki sikap kurang baik juga dapat memengaruhi remaja putrinya untuk bersikap kurang baik juga.

5.3. Distribusi Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Berdasarkan Sikap Tentang Anemia Defisiensi Besi Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Reproduksi

Berdasarkan tabel 4.17. dari 50 remaja putri mayoritas berpengetahuan cukup baik dan bersikap cukup baik pula yaitu sebanyak 18 responden (71,9%), sebanyak 5 responden (50%) berpengetahuan baik dan bersikap baik juga, serta 2 responden (25%) responden berpengetahuan kurang dan bersikap kurang juga.

Sebelum seseorang mengadopsi perilaku (berperilaku baru), ia harus tahu terlebuh dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atau keluarga. Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek kesehatan tersebut (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan sering diperoleh dari pengalaman diri sendiri maupun pengalaman yang diperoleh dari orang lain, pengetahuan yang baik akan mendorong seseorang untuk menampilkan sikap yang sesuai dengan pengetahuannya yang telah didapatkan. Berdasarkan teori yang ada bahwa pengetahuan dapat memengaruhi sikap seseorang, dengan pengetahuan yang baik maka akan terwujud sikap yang baik pula, demikian sebaliknya. Dalam penelitian ini diketahui bahwa mayoritas remaja putri berpengetahuan cukup baik disebabkan karena masih kurangnya informasi yang diperoleh remaja putri tentang anemia defisiensi besi dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi. Ini dapat dilihat dari pertanyaan pengetahuan diantaranya 32 responden (64%) kurang mengetahui bahan makanan yang banyak mengandung zat

besi, 26 responden (52%) kurang mengetahui penyebab remaja putri dapat menderita aenmia defisiensi besi, 39 responden (78%) kurang mengetahui dampak anemia defisiensi besi terhadap remaja putri, dan 29 responden (58%) kurang mengetahui dampak anemia defisiensi besi bagi ibu dalam masa nifas.

Dokumen terkait