• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.3.1. Analisis dengan Uji Bivariat

Uji bivariat dilakukan dengan uji Kai-Kuadrat (chi-square test) yaitu uji beda rata-rata dua sampel, untuk mengetahui hubungan variabel dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur.

Hasil uji statistik hubungan variabel dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.12. Hasil Uji Statistik Peranserta Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan

Peran Serta Masyarakat P Kurang Baik Baik Value No Variabel Jlh % Jlh % Keterangan Jenis Kelamin Laki laki 163 63,4 90 36,6 0,463 P>0,25 1 Perempuan 41 63,08 24 36,92 Lama menetap 1s/d 5 thn 15 71,4 6 28,6 6 s/d 10 thn 29 69,0 13 30,1 0,387 P>0,25 2 > 11 thn 162 63,5 93 36,5 Pendidikan Dasar 95 59,4 65 40,6 Menengah 93 69,9 40 30,1 0,115 P<0,25 3 Tinggi 18 72 7 28 Pekerjaan Petani 119 65,4 65 34,6 Wiraswasta / pedagang 15 75,0 5 25,0 0,419 P>0,25 4 PNS/TNI/POLRI 70 60,3 46 39,7 Penghasilan Rendah 94 66,7 47 33,3 0,462 P>0,25 5 Tinggi 111 62,7 66 37,3 Budaya Tidak Mendukung 51 68,0 24 32,0 0,385 P>0,25 6 Mendukung 160 65,8 83 34,2 Hukum Tidak Mendukung 149 67,1 73 32,9 0,104 P<0,25 7 Mendukung 56 58,3 40 41,7 Sosial Ekonomi Tidak Mendukung 116 60,7 75 39,3 0,074 P<0,25 8 Mendukung 88 69,3 39 30,7 4.3.2. Jenis Kelamin

Hubungan jenis kelamin dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan adalah dalam hal pengetahuan, aktivitas, pekerjaan, peranserta

dan mengikuti pertemuan-pertemuan. pada uji chi-square jenis kelamin tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan peranserta masyarakat terhadap pengelolaan hutan berkelanjutan. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti. Asep (2002) menyebutkan bahwa perkerjaan, pengetahuan, peranserta, pertemuan-pertemuan dan aktivitas di mana umumnya peran serta laki-laki berbeda dengan kaum perempuan.

Hal ini mungkin dipengaruhi oleh faktor pekerjaan. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan peneliti, bahwa kaum wanita di Kecamatan Serba Jadi umumnya bekerja di rumah sebagai Ibu rumah tangga, walaupun ada juga yang bekerja di lahan-lahan pertanian, namun mereka hanya mendampingi dan membantu kaum lelaki dalam bekerja. Dalam hal pendidikan kaum wanita di Kecamatan Serba Jadi juga umumnya lebih rendah dari pada kaum laki-laki. Sedangkan dari kegiatan- kegiatan pertemuan kaum wanita di Kecamatan Serba Jadi hanya terbatas dengan kaum wanita saja, yaitu kegiatan wirit Yasin.

4.3.3. Lama Menetap

Hubungan lama menetap dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan bekelanjutan adalah jangka waktu tinggal menetap masyarakat setempat di sekitar wilayah hutan yang menggunakan sumberdaya hutan sebagai hak-hak dan kewajibannya untuk kebutuhan hidupnya pada kelangsungan ekosistem hutan tersebut.

berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi tahun 2008. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh sistem pengaturan antara hak, kewajiban dan tanggung jawab masyarakat setempat untuk kelangsungan hidup ekosistem belum memadai. Hal ini sesuai dalam opini (http//www.inoscent.org), menyebutkan bahwa jangka waktu tinggal menetap masyarakat setempat di sekitar wilayah hutan yang memungkinkan tentang pengaturan hak-hak dan kewajibannya untuk menentukan kelangsungan ekosistem hutan tersebut.

4.3.4. Pendidikan

Hubungan pendidikan dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan adalah semakin tinggi tingkat pendidikan responden akan memberikan tingkat peranserta yang tinggi pula.

Pada hasil uji variabel, pendidikan terdapat hubungan antara pendidikan dengan peranserta dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi tahun 2008. Hal ini sejalan dengan pendapat (Soekanto, 1985) yang menjelaskan bahwa pencapaian taraf pendidikan tertentu akan mempunyai potensi yang yang lebih baik untuk penyesuaian diri tentang sikap dan pendapat, dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan rendah.

Pendidikan responden di Kecamatan Serba Jadi 50,31% adalah pendidikan dasar dan pendidikan menengah adalah 41,83%, menunjukkan tingkat pendidikan responden sebahagian besar adalah rendah. Dalam hal ini dapat mempengaruhi pengetahuan dan sikap responden terhadap peranserta dalam pengelolaan hutan berkelanjutan. Arti pentingnya lingkungan hutan bagi kelangsungan dan kesehatan

manusia harus tertanam dalam pengetahuan seseorang sehingga akan membentuk perilakunya dan perannya sehari-hari terhadap lingkungan hutan di sekitarnya.

Dalam hal peranserta dalam pengelolaan huatan berkelanjutan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan mempengaruhi sikap peranserta seseorang terhadap pembangunan yang berada di lingkungan hutan (Sastropoetro, 1988). Hal ini sesuai dengan Tjokroamidjodjo (1996) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang perlu mendapatkan perhatian dalam partisipasi masyarakat adalah adalah faktor pendidikan, dengan tingkat pendidikan yang memadai, individu/masyarakat akan dapat memberikan partisipasi yang diharapkan.

4.3.5. Pekerjaan

Pada variabel pekerjaan menunjukkan peranserta kurang baik pada tiap jenis pekerjaan yaitu: petani 57,23%, Wiraswasta/pedagang 6,30% dan PNS/TNI/POLRI 36,47%. Namun pada hasil uji variabel pekerjaan diketahui bahwa tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan peranserta dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi tahun 2008.

Hubungan pekerjaan dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan adalah mata pencaharian masyarakat setempat yang berada di sekitar hutan secara musiman atau dominan sehingga motivasi dan aktivitas peranserta masyarakat tersebut bisa terlaksana (Damar, 2008). Hal ini dimungkinkan dipengaruhi oleh faktor mata pencaharian masyarakat setempat yang tidak menetap dan berbentuk musiman dan bagi masyarakat yang bertani masih menggunakan lahan

4.3.6. Pendapatan

Hubungan pendapatan dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan adalah meningkatnya pendapatan masyarakat maka peranserta masyarakat semakin baik dikarenakan pendapatan yang cukup maka pendidikan, pengetahuan tentang peranserta pengelolaan hutan di lingkungannya sendiri semakin meningkat pula.

Pada variabel pendapatan, terlihat pendapatan rendah lebih banyak memiliki peranserta kurang baik sebanyak 177 orang (55,66%) dan pendapatan tinggi sebanyak 141 orang (44,34%). Dari hasil uji diketahui tidak terdapat hubungan atau pengaruh antara penghasilan dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi. Hal ini dimungkinkan dipengaruhi oleh faktor lain, seperti pengetahuan sehingga mengubah kesadaran terhadap lingkungannya. Dalam pengamatan peneliti terdapat adanya masyarakat setempat yang memiliki ekonomi baik, namun mereka memiliki usaha kayu olahan, yang akan dipasarkan keluar Kecamatan Serba Jadi. Dalam pengamatan lain semakin tinggi tingkat ekonomi masyarakat maka semakin mampu pula masyarakat untuk membeli peralatan memadai untuk pengolahan kayu di daerahnya.

4.3.7. Sosial Ekonomi

Pada variabel sosial ekonomi, maka responden yang memiliki sosial ekonomi mendukung lebih banyak yang memiliki peranserta baik yaitu 127 orang (40%), dan pada sosial ekonomi tidak mendukung memiliki peranserta kurang baik yaitu 191 orang (60%).

Hubungan sosial ekonomi dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan adalah penduduk yang tinggal di daerah tersebut adalah umumnya petani dan berpendidikan rendah, selain itu mereka tidak banyak memiliki pilihan mata pencaharian untuk mendukung ekonomi keluarganya, sehingga masyarakat yang berekonomi rendah maka akan rendah pula peransertanya dalam pengelolaan hutan karena masih sibuk untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.

Berdasarkan hasil uji variabel sosial ekonomi, terdapat hubungan atau pengaruh antara sosial ekonomi dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur.

Hal ini sesuai yang disebutkan (Hubeis, 1990) bahwa bentuk peranserta masyarakat akan sangat dipengaruhi oleh latar belakang mereka, mencakup karakteristik sosial dan ekonomi. Dikarenakan masyarakat berada di sekitar hutan tersebut maka mereka mempunyai kesempatan sebagai pelaku utama atau sebagai mitra utama dalam pengelolaan hutan tersebut. Penelitian Emrich, et.al (2000) yang menyebutkan hutan-hutan sekunder mempunyai arti ekonomi terpenting sebagai sumber pasokan kayu bakar dan sebagai areal cadangan dalam sistem perladangan berpindah.

Hutan yang ada di sekitar masyarakat akan dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan ekonomi masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari hari. Pada hasil penelitian diketahui sosial ekonomi responden yang tidak mendukung sebesar 60% lebih besar dari pada sosial ekonomi yang mendukung yaitu sebesar

ekonomi dari pengolahan kayu yang ada di sekitarnya dan sebagian membuka sistem perladangan pertanian berpindah yang menyebabkan kerusakan hutan di daerah tersebut. Di sisi lain kurangnya lapangan kerja dan kurangnya alternatif pekerjaan di daerah terpencil membuat masyarakat setempat memilih hutan yang ada sebagai pemenuhan ekonominya.

4.3.8. Budaya

Variabel budaya masyarakat, yang tidak mendukung lebih banyak memiliki peranserta kurang baik sebanyak 75 orang (23,59%) dan budaya masyarakat yang mendukung peranserta baik sebanyak 243 orang (76,41%). Namun dari hasil uji statistik tidak terdapat hubungan atau pengaruh antara budaya masyarakat dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur.

Hubungan budaya dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan adalah penduduk yang hidup dalam satuan-satuan komunitas berdasarkan asal-usul leluhur secara turun-temurun di atas suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakatnya (KMAN dalam Nababan, 2002).

Di banyak wilayah adat di pelosok nusantara masih ditemukan kawasan-kawasan hutan adat yang masih alami, bebas dari kegiatan penebangan kayu besar-besaran dan juga bertahan dari berbagai jenis eksploitasi sumberdaya alam lainnya, hanya dengan mengandalkan pengelolaan yang diatur dengan hukum adat (Nababan,

2002). Namun dalam penelitian ini faktor budaya tidak terdapat hubungan, hal ini dimungkinkan dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti. Berdasarkan pengamatan peneliti adanya mobilitas penduduk dari daerah lain untuk mencari penghasilan dari sumber hutan yang ada di sekitar Kecamatan Serba Jadi, hal ini memungkinkan terjadinya tingkat penggunaan hutan di luar tanggung jawab kepada sistem adat dan budaya masyarakat setempat.

4.3.9. Hukum

Pada variabel hukum, terdapat peranserta mendukung yaitu 222 orang (69,82 %), dan yang tidak mendukung hukum 96 orang (30,18%). Berdasarkan hasil uji statistik variabel hukum, didapat hasil terdapat hubungan atau pengaruh antara hukum dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur.

Hubungan Hukum dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan adalah untuk menjalankan fungsi hutan keseluruhan perlu adanya suatu aturan dan undang-undang yang mengatur tatanan fungsi hutan. Berdasarkan hasil penelitian responden yang mendukung hukum dalam peranserta masyarakat adalah sebesar 69,86% dan responden yang tidak mendukung hukum sebesar 31,14%. Dari hasil observasi diketahui kurangnya prasarana dan sarana hukum dan sanksi yang belum memadai, dibandingkan dengan daerah penelitian yang sangat luas dan sangat terpencil sehingga memungkinkan penggunaan hutan yang tidak terkendali di kecamatan tersebut. Sehingga memungkinkan rendahnya peranserta masyarakat

Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Hardjasoemantri (1990), bahwa peranserta masyarakat akan membantu perlindungan hukum, bila suatu keputusan akhir diambil dengan memperhatikan keberatan-keberatan yang diajukan, maka akan memperkecil kemungkinan pengajuan perkara ke pengadilan. Cormick (1979), membuat perbedaan peranserta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan berdasarkan sifatnya, yaitu yang bersifat konsultatif dan bersifat kemitraan, pejabat pembuat keputusan dan anggota-anggota masyarakat merupakan mitra yang relatif sejajar kedudukannya.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait