• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Peternakan Kabupaten Kutai Timur

Sejarah dan Posisi Geografi

Kabupaten Kutai Timur merupakan salah satu wilayah hasil pemekaran dari Kabupaten Kutai, yang dibentuk berdasarkan UU No. 47 1999, dari 5 kecamatan menjadi 18 wilayah kecamatan masing-masing kecamatan Sangatta (ibukota Kabupaten), kecamatan Sangkulirang, Muara Bengkal, Muara Ancalong, Muara Wahau, Telen, Sandaran, Busang, Kaliorang, Kongbeng, dan Bengalon.

*

Gambar 1 Peta Kabupaten Kutai Timur Sebelum Pemekaran Kecamatan.

Wilayah Kutai Timur terdiri dari daratan dan perairan yang terbentuk dari gugusan gunung/pegunungan yang jumlahnya 8 (delapan) dan yang tertinggi yaitu gunung menyapa dengan ketinggian mencapai 2000 meter. Wilayah perairan berupa laut/pantai, danau, dan sungai. Sungai terpanjang Sungai Kedang Kepala terletak di Kecamatan Muara Wahau 319 Km.

Kutai Timur secara geografis terletak di katulistiwa pada posisi 115o56’26 BT–118o58’19 dan 1o17’1’’LS dengan luas wilayah 47.653 km persegi atau 17% dari luas propinsi Kalimantan Timur. Beberapa wilayah yang berbatasan dengan kabupaten ini adalah :

■ Bagian Selatan berbatasan dengan Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Kartanegara

■ Bagian Barat berbatasan dengan Kabupaten Kutai Kartanegara ■ Bagian Timur berbatasan dengan Selat Makassar.

Posisi Kutai Timur sangat strategis dalam pengembangan ekonomi regional karena berada pada :

a. Berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia, Brunai Darussalam, Philipina, dan interaksi sosial ekonomi Malindo.

b. Poros pertumbuhan Kapet Sasamba (Kawasan pengembangan ekonomi terpadu Samarinda-Samboja-Balikpapan)

c. Poros lintas Kalimantan (Tanjung Selor-Tanjung Redeb-ke Samarinda-Balikpapan-Pasir-Kalsel-Kalteng-Kalbar).

d. Menghadap ke selat Makassar yang merupakan jalur pelayaran regional-nasional dan interregional-nasional sehingga hal ini potensi yang besar dimasa yang akan datang.

Tofografi dan Iklim

Tofografi bervariasi, lereng bergelombang hingga bergunung, kemiringan dibawah 8 derajat sekitar 0.41% (14.514 hektar) dari luas daerah Kutai Timur, yang terdapat di kecamatan Sangkulirang, Bengalon, Sandaran, Kaliorang dan Sangatta, selebihnya (99.59%) di kecamatan tersebut berlereng dengan kemiringan 8-15 derajat. Kecamatan Kongbeng, Muara Wahau, Telen, Muara Ancalong, dan Busang lebih banyak didominasi oleh lereng kemiringan 15-30 derajat maupun yang lebih dan sedikit dibawah 8 derajat kemiringan (Ishak 2002).

Hampir sepanjang tahun turun hujan yang mengakibatkan keadaan iklim di wilayah ini menjadi basah, sesuai agroklimat daerah Kutai Timur memiliki iklim basah dengan curah hujan yang umumnya terjadi pada bulan oktober hingga bulan april dengan jumlah curah hujan 2000 – 3000 mm pertahun. Kisaran suhu dinihari bisa mencapai 19 oC dan siang hari mencapai 35 oC, keadaan ini cukup ekstrim perbedaanya, untuk masing-masing kecamatan dapat dilihat Lampiran 1.

Sesuai karakter wilayah sebagian besar tanah yang terdapat dikawasan tersebut adalah tanah podsolik merah kuning, komplek podsolik merah kuning, latosol dan alluvial, keadaan tersebut pada Tabel 11.

Tabel 11 Keadaan hubungan jenis tanah dan fisiografinya.

Fisiografi Lereng

(derajat) Jenis Tanah

Dataran Berombak Bergelombang Berbukit Bergunung < 3 3 – 8 8 - 15 15 – 30 > 30 Alluvial

Posdolik merah kuning Podsolik merah kuning

Komplek podsolik merah. kuning. latosol. loithosol. Komplek podsolik merah kuning. latosol. lithosol

Sumber : Ishak, 2002.

Sosial Budaya dan Kependudukan

Jumlah penduduk Kutai Timur pada tahun 2006 sebanyak 184.771 jiwa dengan kepadatan sebesar rata-rata 4 jiwa/km2 dan pertumbuhan penduduk selama 4 tahun terakhir rata-rata 4.08% setiap tahun dengan etnis yang ada Kutai, Jawa, Bugis, Dayak, Banjar, Timor dan lain sebagainya. Tingkat pendidikan bervariasi mulai putus sekolah, tamat SD hingga pendidikan sarjana.

Keadaan Kependudukan Kutai Timur 2006

KONGBENG; 10.176; 6% TELEN; 6.137; 3% BUSANG; 7.752; 4% SANGATTA; 65.356; 36% SANDARAN; 5.170; 3% KALIORANG; 14.870; 8% SANGKULIRANG ; 15.698; 8% MUARA WAHAU; 12.540; 7% MUARA BENGKAL; 19.153; 10% MUARA ANCALONG; 16.086; 9% BENGALON; 11.833; 6%

Gambar 2 Keadaan jumlah penduduk di Kutai Timur tahun 2006.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Bappemas Kutai Timur, jumlah penduduk tertinggi terdapat di kecamatan Sangatta (ibu kota kabupaten) 36% (65.356 jiwa), disusul Muara Bengkal 10% (19.153 jiwa), Muara Ancalong 9% (16.086 jiwa), Sangkulirang 8% (15.698 jiwa), Kaliorang 8% (14.870 jiwa), Muara Wahau 7% (12.540 jiwa), Bengalon 6% (11.833 jiwa), Kongbeng 6% (10.176 jiwa), Busang 4% (7.752 jiwa), Telen 3% (6.137 jiwa) dan Sandaran 3% (5.170 jiwa).

Konsep Pembangunan Peternakan di Kutai Timur

Berdasarkan rumusan beberapa strategi pembangunan peternakan di Kalimantan Timur, yaitu sebagai berikut :

1. Pengembangan wilayah dan kawasan sentra produksi berdasarkan komoditas unggulan.

2. Identifikasi dan pemetaan lahan peternakan yang berpotensi untuk dikembangkan.

3. Memaduserasikan rencana pengembangan peternakan ke daerah baru dengan berbagai sektor terkait seperti transmigrasi, industri dan perdagangan.

4. Pengembangan kelembagaan dan sumber daya manusia peternak.

5. Peningkatan usaha dan industri peternakan yang efesien dan berdaya saing tinggi

6. Optimalisasi pemanfaatan, pengamanan dan perlindungan sumber daya alam lokal.

7. Pengembangan kemitraan yang lebih luas dan saling menguntungkan. 8. Pengembangan teknologi tepat guna yang ramah lingkungan.

9. Pengembangan peluang investasi dan kepastian berusaha bagi investor. Berdasarkan strategi pembangunan peternakan tersebut, maka di Kutai Timur telah dijabarkan melalui beberapa program diantaranya adalah :

1. Pengembangan kawasan komoditas ternak berdasarkan potensi dan daya dukungnya misalnya kecamatan Muara Wahau sebagai sentra pengembangan ternak babi dan sapi, sedangkan Sangsaka sebagai daerah pengembangan khusus ternak sapi.

2. Pengembangan ternak sapi melalui proyek pengadaan sapi pembibit.

3. Penyuluhan, pendampingan, dan pelayanan kepada masyarakat peternak yang tersebar di wilayah Kutai Timur.

Berdasarkan konsepsi pembangunan perkebunan dan peternakan di Kutai Timur, secara konseptual tidak terjadi kontradiksi, sehingga pengembangan sapi potong melalui sistim integrasi sawit-ternak, potensial untuk dikembangkan melalui struktural pemerintahan dan kultural, sehingga diharapkan lebih nyata dampaknya terhadap petani peternak.

Pemotongan Ternak di Kutai Timur.

Pemotongan ternak ruminansia yang dilakukan di Kutai Timur umumnya dilaksanakan di rumah pemotongan hewan milik pedagang yang masih bersifat pribadi. Pemotongan ternak ada juga yang dilaksanakan oleh rumah tangga atau komunitas karena hajatan (pesta, ritual keagamaan dan kegiatan adat). Di Kutai Timur hingga saat ini belum ada rumah potong hewan (RPH) milik pemerintah, sehingga kontrol terhadap kualitas pemotongan ternak dan keamanan konsumen belum terlaksana dengan baik, hal ini memungkinkan terjadinya pemotongan ternak khususnya sapi, kerbau dan kambing yang masih berumur produktif, tidak layak potong karena kesehatan ternak/penyakit, dan perlakuan tatalaksana pemotongan ternak yang tidak sesuai standar teknis. Jumlah pemotongan ternak yang dilakukan pada tahun 2004 disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 Jumlah pemotongan ternak di Kutai Timur tahun 2004. No. Jenis Ternak Pemotongan Ternak

(ekor) Pemotongan Ternak (ST) 1 Sapi 1.928 1.928 2 Kerbau 0 0 3 Kambing 1.590 254.4 4 Domba 0 0 5 Babi 847 0 6 Ayam Buras 60.006 7 Ayam Ras Pedaging 83.600 8 Ayam Ras Petelur 1.127.500 9 Itik 9.781 Sumber : Data olahan.

Pemotongan ternak sapi dan kambing di Kutai Timur sebanyak 3518 ekor sedangkan kerbau dan domba tidak ada pemotongan, khusus untuk sapi rincian pemotongan jantan 91% (1.746 ekor) dan betina 9% (182 ekor), dengan rataan pemotongan perbulannya adalah 161 ekor (jantan berkisar 145-146 ekor dan betina 15-16 ekor).

Data pada Tabel 13 menunjukkan jumlah pemotongan ternak tahun 2006, data tahun 2005 tidak tersedia.

Tabel 13 Pemotongan ternak di Kutai Timur tahun 2006.

Sumber : Data olahan

No. Jenis Ternak Pemotongan Ternak (ekor) Pemotongan Ternak (ST) 1 Sapi 2.951 2.951 2 Kerbau 35 40.25 3 Kambing 3.295 527.2 4 Domba 0 0 5 Babi 1.014 0 6 Ayam Buras 552.200 7 Ayam Ras Petelur 14.400 8 Ayam Ras Pedaging 139.600

9 Itik 4.000

Tahun 2006 jumlah pemotongan sapi 2951 ekor, jantan 88.61% (2.615 ekor) sedangkan betina 11.39% (336 ekor), rata-rata pemotongan 246 ekor/bulan jantan 218 ekor dan betina 28 ekor setiap bulan.

Jumlah pemotongan ternak tertinggi di kecamatan Sangatta (ibu kota kabupaten) sebanyak 1962 ekor, dengan rincian jantan 90% (1765 ekor) dan betina 10% (197 ekor). Setiap bulan sapi yang dipotong di Sangatta sekitar 164 ekor, dengan komposisi jantan 148 ekor dan betina 16 ekor. Pada umumnya pemotongan tersebut adalah komsumsi keseharian warga Sangatta yang dijual di pasar tradisional, selain itu juga ada pemotongan untuk hajatan, pesta, dan ritual keagamaan misalnya idul adha. Berdasarkan data pemotongan ternak ruminansia selama 2 tahun di Kutai Timur, ternak sapi terbanyak dipotong yakni sebesar 85.6%, ini menggambarkan bahwa dari segi permintaan dan kesukaan daging sapi masih dominan, sehingga usaha peternakan sapi harus digalakkan.

Populasi Ternak Ruminansia di Kutai Timur

Ternak ruminansia yang ada di Kutai Timur saat ini umumnya milik perorangan petani peternak, yang paling banyak adalah ternak sapi 75% (20744 ekor), diikuti ternak kambing 23% (6500 ekor), kerbau 2% (697 ekor) dan domba 0.02% (60 ekor) terlihat pada Gambar 3.

Populasi ternak ruminansia (ekor) di Kutai Timur, 2007 Sapi, 20744, (75%) Kerbau, 697 (2%) Kambing, 6500 (23%) Domba, 60 (0.02%) Total Populasi 28.056 ekor

Gambar 3 Persentase populasi ternak ruminansia (ekor) di Kutai Timur, 2007. Populasi ternak ruminansia di Kutai Timur tahun 2007 berdasarkan data dari dinas pertanian Kutai Timur 2007 sebanyak 28.056 ekor.

Populasi ternak ruminansia (ST) di Kutai Timur, 2007 Domba, 7.99, (0.04%) Kerbau, 654.14 (4%) Kambing 880.82 (5%) Sapi, 16178.27, (91%) Total Populasi (ST) 17.721,2 ST

Gambar 4 Persentase populasi ternak ruminansia (ST) di Kutai Timur, 2007. Hasil analisis data populasi berdasarkan ekor dan jenis ternak ruminansia di Kutai Timur, menunjukkan populasi ternak ruminansia sebanyak 17.721.2 ST dengan rincian sapi potong 91% (16.178.27 ST), diikuti kambing 5% (880.82 ST), kemudian kerbau 4% (654.14 ST) dan domba 0.04% (7.99 ST). Rincian populasi ternak sapi di masing-masing kecamatan disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14 Populasi berdasarkan jenis ternak ruminansia(ST) di Kutai Timur, 2007.

Jumlah populasi sapi (%) Jumlah populasi sapi (ST) Kecamatan Sapi

Anak Muda Dewasa Anak Muda Dewasa Sangatta Utara 1228 208,64 327,63 691,73 307 196,58 691,73 Sangatta 1070 18,79 285,48 602,73 52,16 171,29 602,73 Teluk Pandan 957 162,59 255,33 539,10 45,45 153,20 539,10 Rantau Pulung 464 78,83 123,79 261,37 40,65 74,28 261,37 Bengalon 974 165,48 259,86 548,65 19,71 155,92 548,65 Kaliorang 730 124,03 194,76 411,20 41,37 116,86 411,21 Kaubun 588 99,90 156,89 331,22 31,00 94,13 331,22 Sangkulirang 2715 461,28 724,36 1529,36 24,97 434,62 1529,36 Karangan 411 69,83 109,65 231,52 115,32 65,79 231,52 Sandaran 963 163,61 256,93 542,46 17,46 154,16 542,46 Muara Wahau 3026 514,12 807,34 1704,55 40,90 484,40 1704,55 Kongbeng 4862 826,05 1297,18 2738,76 128,53 778,31 2738,76 Telen 717 121,82 191,30 403,89 206,51 114,78 403,90 Muara Bengkal 385 65,41 102,71 216,87 30,45 61,63 216,87 Muara Ancalong 855 145,26 228,11 481,62 16,35 136,87 481,62 Batu Ampar 190 32,28 50,69 107,03 36,32 30,41 107,02 Long Masangat 241 40,95 64,30 135,75 8,07 38,60 135,75 Busang 368 62,52 98,18 207,29 10,24 58,91 207,29 Jumlah 20744 3524,41 5534,50 11685,10 1172,47 3320,70 11685,10 Total populasi sapi berdasarkan satuan ternak = 16.178,27 ST (20.744 ekor).

Sumber : Data olahan

Menurut Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur (2003), di Kutai Timur memiliki kemampuan menampung ternak ruminansia sebanyak 37.601,78 ST. Berdasarkan populasi ternak ruminansia di Kutai Timur tahun 2007 sebanyak 17.721,2 ST sehingga kemampuan penambahan populasi sebanyak 19.880,58 ST., hal ini berdasarkan kapasitas daya dukung padang pengembalaan dengan pola pemeliharaan sederhana.

Saat ini usaha peternakan masih didominasi oleh ternak rakyat yang dipelihara secara sederhana, belum ada perusahaan maupun investor yang melaksanakan usaha ternak ruminansia kategori industri. Pemerintah daerah akhir tahun 2006 telah melakukan sosialisasi program integrasi sawit-ternak dengan pengadaan sapi bibit 86 ekor khusus untuk tujuan pemodelan, yang diberikan kepada petani peternak sebagai penerima bantuan di kecamatan Muara Wahau.

Kapasitas Tampung Ternak Ruminansia di Kutai Timur

Kabupaten Kutai Timur memiliki luas wilayah 47.653 km persegi atau 17% dari luas provinsi Kalimantan Timur, berdasarkan pemanfaatannya dalam

kegiatan usaha pertanian seluas 622.292.34 hektar, dengan rincian pada Gambar 5 berikut.

Persentase Pemanfaatan Lahan di Kutai Timur (hektar)

Rawa 6% (34.521 ha) Rawa Pasang Surut 0.4%(2.999 ha) Tegalan 22% (133.912.8 ha) Tanaman Pangan 2% (10.791.31 ha) Perkebunan umum 20% (125.557.23 ha) Perkebunan sawit, 50% (314.511 ha)

Gambar 5 Persentase pemanfaatan lahan di Kutai Timur.

Berdasarkan luas daerah Kutai Timur berupa lahan garapan tanaman pangan (2%) setara 10.791.31 hektar, luas padang rumput/tegalan (22%) setara 133.912.8 hektar, rawa air tawar (6%) setara 34.521 hektar dan rawa pasang surut (0.4%) setara 2999 hektar sedangkan lahan perkebunan umum (20%) setara 125.557 hektar, dan perkebunan khusus sawit (50%) hasil setara dengan 314.511 hektar dengan pemanfaatan hijauan rumput yang tumbuh di areal kebun sawit (tanpa pemanfaatan pelepah dan daun sawit) di peroleh hasil analisis menunjukkan kapasitas daya tampung ternak ruminansia sebanyak 1.453.944,77 ST diluar dari daya tampung perkebunan umum.

Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR)

Perhitungan potensi wilayah pengembangan ternak ruminansia di Kutai Timur, didasarkan pada :

a. Pemanfaatan lahan di Kutai Timur.

Berdasarkan data pemanfaatan lahan di Kutai Timur, hasil analisis menunjukkan kapasitas daya tampung daerah sebesar 799.997.35 ST, rincianya sebagai berikut :

2. Kapasitas luas tegalan rumput alam sebesar 1% (10.044.6 ST). 3. Kapasitas luas rawa air tawar sebesar 9% (69.042 ST).

4. Kapasitas luas rawa pasang surut sebesar 0.4% (3.598.8 ST). 5. Kapasitas luas perkebunan sawit sebesar 89% (706.520.64 ST). Berdasarkan pemanfaatan lahan tersebut, 89% adalah daya tampung perkebunan sawit, disusul 9% rawa air tawar, 1% lahan garapan, 1% tegalan rumput alam, 0.4% rawa pasang surut, ini menunjukkan bahwa Kutai Timur sangat berpotensi untuk mengembangkan populasi ternak sapi melalui sistem integrasi perkebunan sawit-sapi potong. Hanya saja saat ini di Kutai Timur bila integrasi sawit-ternak sapi digalakkan maka diperlukan sosialisasi dan komitmen para pihak (stake holders), penyuluhan teknis sistem integrasi sawit-sapi, dan kebijakan khusus mengingat Kutai Timur didominasi oleh perkebunan sawit berbadan hukum yakni dari 315.411 hektar perkebunan sawit (2007) hanya 13.605.70 hektar yang dimitrakan dengan rakyat setempat.

Kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia berdasarkan daya dukung lahan sebesar 782.276.15 ST, (799.997.35 ST - 17.721,2 ST = 782.276.15 ST), kemampuan penambahan tersebut adalah KPPTR berbasis pemanfaatan lahan yang ada di Kutai Timur.

Pada pemanfaatan lahan rawa yang ada di Kutai Timur, ternak kerbau ideal untuk dipelihara, dengan kemampuan wilayah sebesar 72.640.8 ST atau setara dengan 63.165.91 ekor kerbau dewasa, sehingga dari total KPPTR untuk sapi dan kambing sebesar 709.635.35 ST atau setara dengan 4.435.221 ekor kambing dewasa.

Berdasarkan kepala keluarga di Kutai Timur (2005) sebanyak 44.115 KK sehingga KKPTR sebesar =114.623.8 ST (132.345 ST-17.721.2 ST). b. Kepadatan Wilayah

Hasil analisis kepadatan wilayah di Kutai Timur, merupakan tolok ukur tingkat kepadatan populasi ternak dengan jumlah penduduk kategori sedang = 95.90 ST/1000 jiwa. Kepadatan berdasarkan lahan garapan (sawah dan kebun) menunjukkan populasi ternak 0,03 ST/hektar, hal ini berarti populasi ternak sangat jarang.

Berdasarkan hasil analisis nilai KPPTR, dan estimasi tingkat kepadatan wilayah, maka di Kutai Timur masih sangat tinggi nilai penambahan populasi, daerah tersebut dapat menjadi salah satu daerah sentra produksi sapi potong dimasa yang akan datang, mengingat daya dukungnya yakni luas lahan, iklim yang sesuai, lingkungan usahatani, luas perkebunan sawit dan sosial ekonomi. Berdasarkan populasi sapi integrasi sawit-ternak saat ini, maka pencapaian terget kapasitas tampung di daerah tersebut perlu pengembangan populasi melalui : (1) pengadaan sapi bibit, (2) upaya perbaikan koefisien teknis secara bertahap meliputi kelahiran anak dari 61% ditingkatkan menjadi 80%, kematian anak 28.4% diturunkan menjadi 10%, kematian sapi muda dari 12.9% diturunkan menjadi 4%, kematian dewsasa dari 6% diturunkan menjadi 3%, dan rasio pejantan 1 ekor : 15 ekor betina atau pejantan 1 ekor : 25 ekor betina.

Kondisi Umum Kecamatan Muara Wahau Kependudukan

Di Kecamatan Muara Wahau terdiri 3.161 kepala keluarga, jumlah penduduk 12.540 jiwa, 1.182 jiwa buta huruf, pengagguran 414 jiwa, berpendidikan SD 1904 jiwa, SMP 2079 jiwa, SMA 2.593 jiwa dan perguruan tinggi 632 jiwa. Suku yang mendiami wilayah ini adalah etnik Dayak Bahau dan Kutai sebagai penduduk asli, sementara etnis Jawa, Madura, Sasak, Timur, Sunda adalah transmigrasi, etnis Banjar dan Bugis adalah pendatang perantau yang pindah ke kecamatan Muara Wahau untuk berdagang, karyawan perusahaan kayu/logging, dan berladang. Jumlah penduduk yang menganut agama Islam 80% (2.444 KK), Kristen Protestan 2% (25 KK), Katolik 18% (568 KK). Berdasarkan mata pencaharian petani peternak 1.525 jiwa, nelayan 523 jiwa dan profesi lainnya 3.094 jiwa (Bappemas, 2005).

Geografis dan Sistim Usahatani

Berdasakan data potensi sumberdaya alam (PH tanah, suhu, ketinggian diatas permukaan laut, kemiringan dan curah hujan) di kecamatan Muara Wahau dan sekitarnya, sesuai untuk budidaya tanaman perkebunan sawit dan budidaya sapi sebagai salah satu basis perekonomian masyarakat setempat.

Kecamatan Muara Wahau merupakan daerah yang bertetangga langsung dengan kecamatan Kongbeng dan Telen, memiliki ketinggian 60 meter diatas permukaan laut, dengan suhu rata-rata 26 oC dengan selisih pada siang dan malam hari/dinihari ± 15 oC yakni suhu pada malam/dinihari bisa mencapai 19 oC dan siang hari dapat mencapai 36 oC, lahan kemiringan 40%, dengan kisaran PH 4-5 (asam) dan curah hujan selama 5 tahun terakhir 2017-3021 mm/tahun dengan hari hujan 76-155 hari/tahun, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Keadaan hujan di daerah penelitian.

Tahun Curah Hujan Jumlah Hari Hujan Rata-rata hari hujan/bulan

2002 2.196 76 6.9

2003 3.021 99 8.25

2004 2.017 101 9.18

2005 2.607 133 11.0

2006 2.068 155 12.91

Sumber : Data olahan.

Keadaan pertanian secara kelembagaan Unit Pelaksana Tekhnis Dinas (UPTD) Pertanian Kutai Timur dipimpin oleh seorang kepala (Bapak Ardiansyah, SP.) yang membawahi kecamatan Muara Wahau, Kongbeng, Telen. Sedangkan untuk Balai Penyuluhan Pertanian masing-masing kecamatan dipimpin oleh seorang kepala.

Data keadaan pertanian di lokasi penelitian kecamatan Muara Wahau memiliki luas perkebunan sawit rakyat 2352 hektar, berumur 4-6.5 tahun sedangkan milik perusahaan/badan hukum tidak tersedia, tegalan 10.666 hektar, rawa 10.283 hektar, sawah 287 hektar. Pertanian rakyat di wilayah kecamatan tersebut adalah merupakan kategori pertanian yang dikelola secara sederhana tanpa penggunaan teknologi tepat guna, dan orientasi keuntungan ekonomi yang maksimal, petani umumnya memiliki beberapa komoditas tanaman dan ternak sebagai usaha sambilan keluarga.

Di kecamatan Muara Wahau merupakan wilayah pertama tempat pencanangan penaman sawit milik rakyat seluas 2352 hektar, yang telah dilakukan sejak ± 7 tahun yang lalu (2001) telah berproduksi saat ini, dan ada beberapa petani peternak yang telah melakukan pemeliharaan ternak secara integrasi dengan : (1) melepas ternak sapi di areal kebun sawit separuh dan

sepanjang hari (pagi-sore), (2) pengembalaan serta mengandangkannya di areal kebun sawit, (3) melakukan pemotongan HMT di areal kebun sawit kemudian diberikan kepada ternak sapi.

Perkebunan sawit banyak dilakukan oleh badan hukum di Kutai Timur, tetapi secara rinci data tidak tersedia (aktif sekarang di Kutai Timur seluas 314.511 hektar), sedangkan perusahaan sebagai inti yang bermitra dengan masyarakat Kutai Timur seluas 13.605.70 hektar, sawit milik rakyat tersebar dibeberapa kecamatan lainnya yang akan diusahakan kemitraannya sebagai perkebunan rakyat atau dalam bentuk plasma dengan pihak-pihak investor lokal maupun dari luar.

Ternak sapi yang ada umumnya bangsa sapi Bali dengan populasi tertinggi, kemudian kambing sebagai ternak yang erat kaitannya dengan ritual keagamaan yakni aqiqah dan kurban buat umat islam, dan ternak kerbau yang sering digunakan sebagai tenaga kerja untuk menarik kayu dari hutan. Ternak perah dan kuda tidak didapatkan di daerah ini, yang erat hubungannya dengan kondisi lokasi dan budaya masyarakat setempat.

Koefesien Teknis Pemeliharan Ternak Sapi Potong

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di lokasi penelitian, pada umumnya usaha ternak sebagai usaha sampingan dengan pola pemeliharaan yang sederhana. Berdasarkan data populasi riil di lokasi penelitian terdiri dari 47.85% sapi jantan (1448 ekor) dan betina 52.14% (1578 ekor) atau 0.9 ekor pejantan : 1.08 ekor betina, sehingga keadaan ini sangat dominan sapi pejantan, dimana hasil responden rincian sebagai berikut :

1. Petani 44% memiliki 2-3 ekor sapi dan 35% memiliki 4-5 ekor sapi, 5% memiliki 7 – 9%, dan 15% memiliki > 10 ekor.

2. Petani 53% memiliki sebanyak 2-3 ekor sapi betina, 17% memiliki 4-5 ekor, 6% memiliki 6-7 ekor, dan 24% memiliki > 8 ekor.

3. Petani 38% petani memiliki >4 ekor pejantan, 37% memiliki 1 ekor, 16% memiliki 2 ekor, dan 7% memiliki 3 ekor sapi jantan, hal ini disebabkan karena sapi jantan memiliki nilai jual lebih tinggi dari pada betina.

Berdasarkan hasil qusioner, koefisien teknis pemeliharaan ternak sapi diperoleh hasil pada Tabel 16.

Tabel 16 Koefisien teknis pemeliharaan sapi di wilayah penelitian.

Uraian Banyaknya kasus

(jumlah ekor dan persentase) Kelahiran anak sapi 1

(61%) 2 (14%) 3 (5%) > 4 (20%) Kasus kematian sapi 4

Sumber : Data olahan

(30%) 3 (13%) 2 (9%) 1 (8%) Umur kasus kematian

sapi (bulan)

6 bulan 7-12 bulan 13-24 bulan (6%) (9%) (9%)

> 25 bulan (31%)

Kelahiran anak sapi 61% menyatakan bahwa tingkat kelahiran anak sapi 1 ekor/tahun artinya jika diestimasi dari kepemilikan sapi betina (2-3 ekor) tingkat kelahiran anak cukup rendah dari betina dewasa sebanyak 1438 ekor. Populasi anak 129 ST atau setara dengan 514.1 ekor menunjukkan tingkat kelahiran anak sapi sangat rendah sebesar 36% dari total populasi sapi, hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah : (1) manajemen pemeliharaan yang rendah, (2) pemberian hijauan pakan yang seadanya, (3) terbatasnya sarana produksi dan pelayanan kesehatan ternak, (4) umur sapi betina yang sudah tidak produktif lagi karena > 8 tahun masih dipertahankan sebagai indukan, (5) tingkat pengetahuan dan informasi kepetani masih rendah.

Tingkat kematian sapi berdasarkan umur 0-6 bulan sebanyak 28.4%, sapi anak umur 7-12 bulan sebanyak 12.9%, sapi umur 13-24 bulan sebanyak 12%, kematian sapi dewasa 6%, kasus ini berhubungan dengan sistem pemeliharaan ternak yang masih ekstensif, kondisi padang pengembalaan umum yang dominan ditumbuhi alang-alang dan hijauan makanan ternak yang bernilai gizi rendah, serta penyakit dan tingkat pengetahuan peternak. Berdasarkan kasus kematian ternak dikalangan petani sangat merugikan secara ekonomi untuk itu perlu diantisipasi, upaya yang dapat dilakukan dengan melalui : (1) perbaikan koefisien teknis (tingkat kelahiran anak, kematian sapi anak-muda-dewasa, rasio pejantan/betina, afkir pejantan/indukan untuk perbaikan mutu sapi pejantan/indukan, (2) melakukan IB, , (3) perbaikan sarana produksi ternak, (4) perbaikan manajemen pemeliharaan (formulasi hijauan pakan yang berkualitas

dan cukup kuantitas), (5) perbaikan pelayanan kesehatan ternak (tenaga teknis dan sarana pelayanan), (6) penyuluhan.

Sistim Pemeliharaan Ternak Sapi

Peternak di wilayah kecamatan Muara Wahau memiliki karakteristik umumnya beternak sebagai cabang usaha. Asal perolehan ternak sapi bersumber dari swadaya sekitar 19.83% dan 57.86% mendapatkan bantuan sapi sebanyak 1-2 ekor dari pemerintah dengan kisaran umur ± 1 tahun dengan aturan dikembalikan sebanyak yang diberi dan akan digulir kepetani lain, dan 21% memperoleh sapi dari warisan orang tua dan bantuan pemerintah. Tahun 2006 pemerintah kabupaten telah mengadakan sapi umur 1 – 2 tahun, bantuan kepada petani peternak sebanyak 88 ekor khusus tujuan pemodelan sistim integrasi sawit-ternak sapi di Kutai Timur, tetapi hingga bulan Mei 2007, ternak tersebut mati sebanyak 37% (33 ekor) mungkin disebabkan beberapa faktor diantaranya :

a. Gagalnya sapi tersebut beraklimatisasi setelah tiba di habitat yang baru (di lokasi).

b. Sapi-sapi tersebut mengalami kelelahan setelah diangkut dari luar kabupaten dan provinsi Kalimantan Timur, saat tiba di lokasi tidak dilakukan rekondisi, kemudian diserahkan kepada petani, lalu dipelihara secara sederhana dengan cekaman panas/lingkungan ekstrim, kemudian kualitas dan kuantitas makanan yang diberikan tidak terjamin secara kontinyu sehingga dapat menyebabkan rentan terhadap penyakit/gangguan kesehatan kemudian mengalami kematian.

c. Rendahnya pengetahuan penanganan sapi rekondisi, pemeliharaan secara sederhana dan sebagai kegiatan sampingan.

d. Rendah daya adaptasi sapi dari daerah asal (Sulselbar, Jawa Timur, Sulteng, Gorontalo, NTB), terhadap kondisi lokal yang berbeda dengan daerah asal ternak tersebut.

Peternakan sapi di wilayah penelitian umumnya adalah usaha sampingan/cabang usaha keluarga, yang dilakukan dengan pola pemeliharaan sederhana. Pola pemeliharaan yang dilakukan secara bervariasi yakni :

• Melepas di padang gembalaan dan ladang pertanian/perkebunan sawit sejak pagi sampai menjelang sore hari, kemudian pada sore sampai pagi hari sapi dikandangkan disekitar rumah penduduk untuk menjaga keamanan ternaknya.

• Memberikan rumput pada ternaknya secara cut and carry dengan mengambil dari ladang, tetapi sapi dilepas di padang pengembalaan pada

Dokumen terkait