• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. PROFIL WILAYAH DAN KARAKTERISTIK SOSIAL – EKONOMI MASYARAKAT PEMANFAAT SUMBERDAYA

PEMBAHASAN Potensi Sumberdaya Perikanan – Kelautan

di Kepulauan Seribu

Kepulauan Seribu yang terletak di Laut Jawa dan Teluk Jakarta merupakan wilayah dengan karakteristik dan potensi alam yang berbeda dengan wilayah DKI Jakarta lainnya. Wilayah ini pada dasarnya tersusun oleh ekosistem pulau–pulau sangat kecil dan perairan laut dangkal yang terdiri dari gugus kepulauan dengan komposisi 110 pulau sangat kecil, 86 gosong pulau dan hamparan laut dangkal yang terdiri dari laguna, selat, teluk, terumbu karang tipe fringing reef dan reef flat, mangrove dan lamun dengan kedalaman laut dangkal sekitar 20–40 meter di sekitar pulaunya. Dari jumlah pulau yang berada di kawasan perairan tersebut di antaranya 20 pulau sebagai pulau wisata yang dikelola perorangan atau badan usaha dan 11 pulau sebagai hunian penduduk (Setyawan dkk., 2009).

Kepulauan Seribu mempunyai sumberdaya alam yang khas yaitu keindahan alam laut dengan ekosistem karang yang unik seperti terumbu karang, ikan hias dan ikan konsumsi, echinodermata, crustacea, molusca, penyu, tumbuhan laut dan darat, mangrove, padang lamun dan lain–lain. Terumbu karang di kawasan perairan ini membentuk ekosistem khas daerah tropik, pulau-pulaunya dikelilingi terumbu karang tepian (fringing reef) dengan kedalaman 1–20 meter. (Terangi, 2009).

Jenis-jenis karang yang dapat ditemukan di Kepulauan Seribu adalah jenis karang keras (hard coral) seperti karang batu (massive coral) misalnya Monstastrea dan Labophyllia, karang meja (table coral), karang kipas (gorgonia), karang daun (leaf coral), karang jamur (mushroom coral) dan jenis karang lunak

(soft coral). Jenis ikan hias yang banyak ditemukan diantaranya adalah jenis-jenis yang termasuk dalam famili Chaetodontidae, Apogonidae dan Pomancanthidae, sedangkan jenis ikan konsumsi yang bernilai ekonomis tinggi antara lain adalah baronang (Family Siganidae), ekor kuning (Family Caesiodiae), kerapu (Family Serranidae) dan tongkol (Eutynus Sp.) (Setyawan dkk., 2009) .

Echinodermata yang banyak dijumpai diantaranya adalah bintang laut, lili laut, teripang dan bulu babi yang keberadaannya juga merupakan indikator kerusakan terumbu karang. Crustacea yang banyak dikonsumsi antara lain kepiting, rajungan (Portumus Sp.) dan udang karang (Spiny lobster). Moluska (binatang lunak) yang dijumpai terdiri dari Gastropoda dan Pelecypoda, termasuk jenis yang dilindungi di antaranya adalah kima raksasa (Tridacna gigas) dan kima sisik (Tridacna squamosa).

Kawasan perairan Kepulauan Seribu merupakan habitat bagi penyu sisik (Eretmochelys imbricata) yang dilindungi dan saat ini keberadaannya cenderung semakin langka. Dalam upaya pelestarian satwa ini, selain dilakukan perlindungan terhadap tempat–tempat penelurannya seperti beberapa pulau dan juga telah dilakukan pengembangan pusat penetasan, pembesaran dan pelepasliaran penyu sisik di Pulau Pramuka dan Pulau Sepa.

Kegiatan di Pulau Pramuka dan Pulau Sepa tersebut dilakukan dengan cara mengambil telur dari pulau–pulau tempat bertelur untuk ditetaskan secara semi alami. Anak penyu (tukik) hasil penetasan tersebut kemudian sebagian dilepaskan kembali ke alam dan sisanya dipelihara untuk dilepaskan secara bertahap. Untuk jenis tumbuhan laut, kawasan Kepulauan Seribu ditumbuhi jenis lamun (seagrass) seperti thalasia dan enhalus serta ganggang laut/algae/rumput laut (seaweed) seperti Halimeda, Sargassum dan Caulerpa .

Jenis-jenis tumbuhan darat yang banyak ditemukan antara lain adalah kelapa (Cocos nucifera), mengkudu (Morinda citrifolia), ketapang (Terminalia catappa), butun (Baringtonia asiatica), sukun (Artocarpus atilis), pandan laut (Pandanus tectorius), sentigi (Pemphis acidula) dan cemara laut (Casuarina equisetifolia). Di beberapa pulau juga ditemukan ekosistem mangrove yang di dominasi oleh jenis-jenis bakau (Rhizophora Sp.), api-api (Avicenia Sp.), tancang (BruguieraSp.) dan prepat (Sonneratia Sp.).

Sejarah Pengelolaan Laut Kepulauan Seribu

Sudah sejak lama wilayah laut dikenal sebagai wilayah yang tidak mempunyai status hukum kepemilikan (property right), sehingga sumberdaya perairan laut tersebut menjadi suatu obyek yang bersifat terbuka (openly accessed) bagi semua pihak. Khusus di wilayah Kepulauan Seribu, usaha pengelolaan wilayahnya sudah cukup lama dilakukan, baik melalui peraturan daerah maupun melalui peraturan pusat. Pengaturan daerah pemanfaatan laut di wilayah Kepulauan Seribu antara lain sebagai berikut :

(1) Perda Kotapraja Jakarta Raya Nomor 7 tahun 1962 tanggal 30 Maret 1962 tentang pengambilan batu barang, pasir, batu dan kerikil dari pulau-pulau dan beting-beting karang dalam wilayah lautan Kotapraja Jakarta Raya. (2) Keputusan Gubernur/Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor

Ib.3/3/26/1969 tanggal 3 Desember 1969 tentang pengamanan penggunaan tanah di Kepulauan Seribu.

35

(3) Keputusan Gubernur/Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor Ca.19/1/44/1970 tanggal 6 Nopember 1970 tentang penutupan perairan di sekeliling taman-taman karang di gugusan Kepulauan Seribu untuk penangkapan ikan oleh nelayan–nelayan sebagai mata pencaharian (profesional).

(4) Keputusan Gubernur/Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor Ea.6/1/36/1970 tanggal 31 Desember 1970 tentang larangan penangkapan ikan dengan mempergunakan alat bagan di lautan/perairan dalam wilayah Daerah Ibukota Jakarta.

(5) Keputusan Gubernur/Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor Da.11/24/44/1972 tanggal 27 September 1972 tentang ketentuan dan persyaratan pemberian izin penunjukkan penggunaan tanah untuk mengusahakan/menempati pulau-pulau di Kepulauan Seribu, Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Di sisi lain, dengan memperhatikan adanya indikasi potensi kawasan dan pemanfaatan sumberdaya alam laut di wilayah Kepulauan Seribu yang tinggi, Pemerintah Pusat juga melakukan pengaturan antara lain :

(1) Keputusan Menteri Pertanian Nomor 527/Kpts/Um/7/1982 tanggal 21 Juli 1982, yang menetapkan wilayah seluas 108.000 hektar Kepulauan Seribu sebagai cagar alam dengan nama Cagar Alam Laut Pulau Seribu.

(2) Pernyataan Menteri Pertanian pada Konggres Taman Nasional Se-Dunia ke III tahun 1982 di Bali, Nomor 736/Mentan/X/1982 tanggal 10 Oktober 1982, yang menyatakan Cagar Alam Laut Pulau Seribu seluas 108.000 hektar sebagai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKpS).

(3) Keputusan Direktur Taman Nasional dan Hutan Wisata Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Departemen Kehutanan Nomor 02/VI/TN-2/SK/1986 tanggal 19 April 1986 tentang pembagian zona di kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu.

(4) Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 162/Kpts-II/1995 tanggal 21 Maret 1995 tentang Perubahan fungsi Cagar Alam Laut Kepulauan Seribu yang terletak di Kotamadya Daerah Tingkat II Jakarta Utara Daerah Khusus Ibukota Jakarta seluas +/- 108.000 (seratus delapan ribu) hektar menjadi Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.

(5) Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 220/Kpts-II/2000 tanggal 2 Agustus 2000 tentang penunjukan kawasan hutan dan perairan di wilayah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta seluas 108.475,45 (seratus delapan ribu empat ratus tujuh puluh lima koma empat puluh lima) hektar.

(6) Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6186/Kpts-II/2002 tanggal 10 Juni 2002 tentang pembentukan Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu sebagai unit pelaksana teknis pengelola Taman Nasional Kepulauan Seribu.

(7) Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6310/Kpts-II/2002 tanggal 13 Juni 2002 tentang penetapan kawasan pelestarian alam perairan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu seluas 107.489 (Seratus tujuh empat ratus delapan puluh sembilan) hektar di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

(8) Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan Nomor SK.05/IV-KK/2004 tanggal 27 Januari 2004 tentang zonasi pengelolaan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Keputusan pemerintah tersebut membagi zonasi pengelolaan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu menjadi sebagai berikut:

(1) Zona Inti Taman Nasional (4.449 Hektar) : adalah bagian kawasan taman nasional yang mutlak dilindungi dan tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktivitas manusia.

a. Zona Inti I (1.389 hektar) meliputi perairan sekitar Pulau Gosong Rengat dan Karang Rengat pada posisi geografis 5°27'00" 5°29'00" Lintang Selatan dan 106°26'00"106°28'00" Bujur Timur yang merupakan perlindungan penyu sisik (Eretmochelys imbricata) dan ekosistem terumbu karang.

b. Zona Inti II (2.490 hektar) meliputi perairan sekitar Pulau Penjaliran Barat dan Penjaliran Timur dan perairan sekitar Pulau Peteloran Timur, Peteloran Barat, Buton dan Gosong Penjaliran, pada posisi 5°26'36"5°29'00" Lintang Selatan dan 106°32'00"106°36'00" Bujur Timur yang merupakan perlindungan penyu sisik (Eretmochelys imbricata), ekosistem terumbu karang dan ekosistem hutan mangrove. c. Zona Inti III (570 hektar) meliputi perairan sekitar Pulau Kayu Angin

Bira, Belanda dan bagian utara Pulau Bira Besar, pada posisi 5°36'00"5°37'00" Lintang Selatan dan 106°33'36"106°36'42" Bujur Timur yang merupakan perlindungan perlindungan penyu sisik (Eretmochelys imbricata) dan ekosistem terumbu karang.

Pengelolaan dalam zona inti ini dapat dilakukan kegiatan sebagai berikut: a. Pendidikan, penelitian dan penunjang budidaya.

b. Monitoring SDA hayati dan ekosistemnya.

c. Membangun sarana prasarana untuk monitoring, yang tidak merubah bentang alam.

(2) Zona Perlindungan Taman Nasional (26.284, 50 Hektar) : adalah bagian kawasan taman nasional yang berfungsi sebagai penyangga zona inti taman nasional. Zona perlindungan meliputi perairan sekitar Pulau Dua Barat, Dua Timur, Jagung, Gosong Sebaru Besar, Rengit, dan Karang Mayang, pada posisi geografis 5°24'00"–5°30'00" Lintang Selatan dan 106°25'00"–106°40'00" Bujur Timur dan daratan Pulau Penjaliran Barat dan Penjaliran Timur seluas 39,5 hektar.

Pengelolaan dalam zona perlindungan dapat dilakukan kegiatan sebagai berikut: a. Pendidikan, penelitian, wisata terbatas dan penunjang budidaya

b. Membangun sarana prasarana untuk kepentingan penelitian, pendidikan dan wisata terbatas yang tidak merubah bentang alam. c. Pembinaan habitat, pembinaan populasi dan pemanfaatan jasa

lingkungan.

d. Pemanfaatan tradisional.

(3) Zona Pemanfaatan Wisata Taman Nasional (59.634,50 Hektar) : adalah bagian kawasan taman nasional yang dijadikan sebagai pusat rekreasi dan kunjungan wisata. Zona Pemanfaatan Wisata meliputi perairan sekitar Pulau Nyamplung, Sebaru Besar, Lipan, Kapas, Sebaru Kecil, Bunder, Karang Baka, Hantu Timur, Hantu Barat, Gosong Laga, Yu Barat/Besar,

37

Yu Timur, Satu/Saktu, Kelor Timur, Kelor Barat, Jukung, Semut Kecil, Cina, Semut Besar, Sepa Timur/Kecil, Sepa Barat/Besar, Gosong Sepa, Melinjo, Melintang Besar, Melintang Kecil, Perak, Kayu Angin Melintang, Kayu Angin Genteng, Panjang, Kayu Angin Putri, Tongkeng, Petondan Timur, Petondan Barat/Pelangi, Putri Kecil/Timur, Putri Barat/Besar, Putri Gundul, Macan Kecil, Macan Besar/Matahari, Genteng Besar, Genteng Kecil, Bira Besar, Bira Kecil, Kuburan Cina, Bulat, Karang Pilang, Karang Ketamba, Gosong Munggu, Kotok Besar dan Kotok Kecil, pada posisi geografis 5°30'00" – 5°38'00" Lintang Selatan dan 106°25'00"–106°40'00" Bujur Timur serta 5°38'00"–5°45'00" Lintang Selatan dan 106°25'00"–106°33'00" Bujur Timur.

Pengelolaan dalam zona pemanfaatan wisata dapat dilakukan kegiatan sebagai berikut:

a. Pemanfaatan kawasan dan potensi dalam bentuk kegiatan penelitian, pendidikan dan wisata alam/bahari.

b. Pengusahaan wisata alam/bahari oleh dunia usaha.

c. Penangkaran jenis untuk menunjang kegiatan penelitian, pendidikan, ilmu pengetahuan dan restocking.

d. Membangun sarpras pengelolaan, penelitian, pendidikan dan wisata alam/bahari yang tidak merubah bentang alam.

e. Pembinaan habitat, pembinaan populasi dan pemanfaatan jasa lingkungan.

f. Pemanfaatan tradisional.

(4) Zona Pemukiman Taman Nasional (17.121 Hektar) : adalah bagian kawasan taman nasional yang dijadikan sebagai pusat pemerintahan dan perumahan penduduk. Zona Pemukiman meliputi perairan sekitar Pulau Pemagaran, Panjang Kecil, Panjang, Rakit Tiang, Kelapa, Harapan, Kaliage Besar, Kaliage Kecil, Semut, Opak Kecil, Opak Besar, Karang Bongkok, Karang Congkak, Karang Pandan, Semak Daun, Layar, Sempit, Karya, Panggang dan Pramuka pada posisi geografis 5°38'00"–5°45'00" Lintang Selatan dan 106°33'00"–106°40'00" Bujur Timur.

Pengelolaan dalam zona pemukiman dapat dilakukan kegiatan sebagai berikut: a. Pemanfaatan kawasan dan potensi dalam bentuk kegiatan penelitian,

pendidikan dan wisata alam/bahari.

b. Pengusahaan wisata alam/bahari oleh dunia usaha.

c. Penangkaran jenis untuk menunjang kegiatan penelitian, pendidikan, ilmu pengetahuan dan restocking.

d. Membangun sarpras pengelolaan, penelitian, pendidikan dan wisata alam/bahari yang tidak merubah bentang alam.

e. Pembinaan habitat dan pembinaan populasi serta pemanfaatan jasa lingkungan.

f. Pemanfaatan tradisional.

Peta zonasi Taman Nasional Kepulauan Seribu disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 . Peta Zonasi Taman Nasional Kepulauan Seribu (Sumber : Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu)

39

Saat ini kondisi terumbu karang wilayah Kepulauan Seribu sangat memprihatinkan, terutama di pulau–pulau yang berdekatan dengan daratan pulau Jawa. Penyebab terbesar kerusakan terumbu karang adalah akibat kegiatan manusia di antaranya adalah penangkapan ikan yang merusak dan berlebih, pencemaran air, penimbunan sampah, penambangan pasir dan karang serta penebangan hutan mangrove (Terangi, 2009).

Mempertimbangkan laju kerusakan sumberdaya perikanan dan kelautan yang terus terjadi tersebut, pada tahun 2004 masyarakat secara partisipatif melalui program yang diinisiasi oleh Dinas Kelautan dan Perikanan DKI Jakarta, sepakat untuk menetapkan program Areal Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat (APL– BM yang lokasinya berada dalam zona pemukiman kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu. Pada areal inti perlindungan dilakukan upaya khusus konservasi dengan melakukan kegiatan tranplantasi karang dan restocking ikan. Areal inti juga dikelilingi pelampung sebagai penanda batas dengan areal penyangga dan pemanfaatan yang berada di luarnya.

Program APL–BM ini telah ditetapkan berdasarkan SK. Bupati No. 357 tahun 2004 tentang Penetapan Areal Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat di Kepulauan Seribu di Kelurahan Pulau Panggang. Konsep dasar dari APL–BM adalah membebaskan kawasan dari aktivitas ekstraktif yang dapat mempengaruhi kemampuan ekosistem perairan laut tersebut untuk memulihkan diri secara alamiah. Dalam keputusan tersebut disebutkan bahwa pengelolaan kawasan APL– BM tersebut dilakukan secara kolaboratif bersama antara pemerintah, masyarakat dan stake holder lainnya.

Zonasi program APL–BM di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu berdasarkan SK. Bupati No. 357 tahun 2004 tersebut adalah :

(1) Areal inti : merupakan areal di mana pada lokasi tersebut tidak boleh dilakukan kegiatan pemanfaatan apapun, kecuali aktivitas untuk kepentingan konservasi. Luas areal inti sebesar 11 Ha dan merupakan areal pemeliharaan fungsi ekologis perairan laut.

(2) Areal penyangga : merupakan areal yang ditetapkan untuk melindungi areal inti dengan luas 54 Ha. Areal ini dapat dimanfaatkan untuk aktivitas lain yang jenis dan waktu pemanfatannya disesuaikan dengan norma– norma yang ditetapkan masyarakat setempat.

(3) Areal pemanfaatan : merupakan areal yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan penangkapan dengan alat tangkap yang tidak merusak lingkungan dan menggunakan bahan yang dilarang. Luas areal ini adalah 110 Ha. Setelah ditetapkannya kawasan APL–BM di Kelurahan Pulau Panggang, Pemda Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu bersama masyarakat di empat kelurahan lainnya juga membentuk konsep pengelolaan yang sama. Terbentuknya lima program APL–BM tersebut berarti menjadi tugas Pemda Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dan Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu untuk melakukan pembinaan terhadap masyarakat dalam mengembangkan program tersebut. Keragaan program APL–BM di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Sebaran Organisasi Masyarakat Pengelola APL–BM

No Nama Kelompok Lokasi

(Kelurahan) Tahun Terbentuk Jumlah pengurus (Orang) Luasan Areal Inti (Ha) Dasar Hukum 1 APL Panggang Lestari P. Panggang 2004 11 11 SK. Bupati No. 357/2004 2 APL Anemon P. Kelapa 2006 23 7 -

3 APL Bahari

Indah P. Harapan 2005 19 12 -

4 APL Pari Indah P. Pari 2005 18 12 - 5 APL Lestari

Indah P. Tidung 2005 20 10 -

Sumber : data primer, diolah

Pada saat dilakukan penelitian, kualitas ekosistem terumbu karang di areal inti perlindungan menunjukkan kondisi yang beragam. Kualitas ekosistem terumbu karang terbaik terdapat di lokasi APL–BM Kelurahan Pulau Tidung, diindikasikan dengan persentase penutupan karang keras paling tinggi dan indeks kematian karang paling rendah. Kondisi kualitas ekosistem terumbu karang di Kelurahan Pulau Tidung tersebut tergolong dalam kategori baik (Tabel 11). Tabel 11. Sebaran Kualitas Ekosistem Terumbu Karang di Areal Inti APL–BM

Kriteria Kualitas Ekosistem

Lokasi APL–BM

Panggang Harapan Kelapa Tidung Pari Tutupan karang

keras (%) 40,67 24,33 39,50 61,56 42,58 Indeks kematian

karang (0–1) 0,44 0,63 0,64 0,19 0,34

Sumber : Laporan Monitoring–Evaluasi Ekosistem Laut Kepulauan Seribu, 2011 Selain menerapkan program APL–BM dengan areal perlindungan khususnya, Pemda melalui Suku Dinas Kelautan–Pertanian sejak tahun 2005 juga melakukan program rehabilitasi sumberdaya laut khususnya ekosistem terumbu karang di areal pemanfaatan melalui aktivitas penenggelaman terumbu buatan (fish shelter). Fish shelter adalah struktur benda padat buatan manusia yang ditenggelamkan di perairan dengan tujuan dijadikan tempat perlindungan dan berkumpulnya ikan di dalam atau di sekitar struktur tersebut.

Fish shelter ditenggelamkan di sejumlah lokasi yang terumbu karangnya mengalami kerusakan atau yang perairannya ditengarai mengalami kelangkaan ikan. Hasil dari kegiatan ini diharapkan dapat memberikan dampak positif yang dapat menanggulangi dan memperbaiki sumberdaya perikanan dan kelautan secara lestari di wilayah Kepulauan Seribu. Sejauh ini, indikator pemulihan produktivitas sumberdaya pada fish shelter di Kelurahan Pulau Tidung menunjukkan indikasi kualitas paling baik berdasarkan sebaran jenis ikan dan jumlah ikan yang teramati dibandingkan dengan empat fish shelter lainnya. Keragaan pemulihan produktivitas sumberdaya perikanan pada fish shelter di Kepulauan Seribu disajikan pada Tabel 12. Sebaran lokasi APL–BM di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu disajikan pada Gambar 3.

41

Tabel 12. Sebaran Komunitas Ikan Terumbu Karang pada Fish Shelter

Kriteria Lokasi Fish Shelter

Panggang Harapan Kelapa Tidung Pari

Distribusi jenis ikan 13 famili, 16 spesies 10 famili, 33 spesies 5 famili, 12 spesies 12 famili, 35 spesies 14 famili, 26 spesies Jumlah total pengamatan 240 585 237 702 530

Sumber : Laporan Monitoring–Evaluasi Ekosistem Laut Kepulauan Seribu, 2011

Sejarah Pemerintahan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu

Wilayah Kepulauan Seribu secara administrasi pada awalnya berstatus sebagai Kecamatan Pulau Seribu yang merupakan bagian dari wilayah Kota Administrasi Jakarta Utara. Untuk meningkatkan perkembangan di wilayah Kepulauan Seribu dalam segala aspek terutama kelestarian lingkungan, konservasi sumberdaya alam serta pemberdayaan ekonomi, sosial budaya dan kesejahteraan rakyat, maka kemudian Kecamatan Kepulauan Seribu ditingkatkan statusnya menjadi Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.

Ketentuan ini diatur dalam Undang–Undang Nomor 34 tahun 1999 tanggal 31 Agustus 1999 tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2001 tanggal 3 Juli 2001 tentang Pembentukan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Peningkatan status menjadi Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu diikuti dengan pemekaran kecamatan dari 1 menjadi 2 kecamatan dan dari 4 kelurahan menjadi 6 kelurahan. Pulau Pramuka ditetapkan sebagai ibukota kabupaten. Berkaitan dengan aspek penataan ruang kemudian disusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu yang mengacu pada RTRW Provinsi DKI Jakarta.

Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI No. 1986/2000 tanggal 27 Juli 2000, secara administrasi Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu memiliki luas wilayah 8,76 Km2 (875,55 Ha) daratan dan dan luas lautan 6.997,5 Km2. Wilayah ini terdiri atas dua kecamatan dan enam kelurahan di mana semua kelurahannya merupakan kelurahan pesisir pantai dengan jumlah Rukun Tetangga sebanyak 122 unit. Posisi geografisnya terletak di antara 05°10'00''05°57'00'' Lintang Selatan dan 106°19'30" 106°44'50'' Bujur Timur, dengan batas geografis :

 Sebelah Timur dengan Laut Jawa

 sebelah Barat dengan Laut Jawa/Selat Sunda  Sebelah Utara dengan Laut Jawa/Selat Sunda

 Sebelah Selatan dengan Kota Administrasi Jakarta Utara, Kota Administrasi Jakarta Barat dan Kabupaten Tangerang.

Gambar 3. Sebaran lokasi APL–BM di Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu

43

Tipe iklim di wilayah Kepulauan Seribu adalah tropika panas dengan suhu maksimum 32°C dan suhu minimum 21°C. Kelembapan udaranya tergolong sistem musim equator yang cenderung dipengaruhi oleh variasi tekanan udara. Pada bulan November hingga April berlangsung musim hujan dengan hari hujan berkisar antara 10–20 hari/bulan. Sementara musim kemarau terjadi pada bulan Mei hingga Oktober dengan 4–10 hari hujan/bulan. Curah hujan bulanan tercatat rata–rata 142,5 dengan curah hujan terendah pada bulan Juni (0 mm) dan tertinggi pada September (307 mm). Gambaran umum keadaan iklim di Kepulauan Seribu adalah sebagai berikut (Tabel 13).

Tabel 13 . Keadaan Iklim Tahunan

Uraian 2011

Rata-rata Suhu Udara (°C) 28,40

Rata-rata Kelembaban Udara (%) 78,25

Rata-rata Tekanan Udara (mbs) 1.009,7

Rata-rata Kecepatan Angin (knots) 4,5

Hujan (hari) 175

Sumber: Kabupaten Kepulauan Seribu dalam Angka, 2011

Keadaan pasang surut di Kepulauan Seribu dapat digolongkan sebagai pola harian tunggal. Kedudukan air tertinggi adalah 0,6 meter dan terendah adalah 0,5 meter di bawah duduk tengah. Rata–rata ketinggian air pada pasang perbani adalah 0,9 meter dan rata–rata ketinggian air pada pasang mati adalah 0,2 m di mana ketinggian air tahunan terbesar mencapai 1,10 meter. Kecepatan arus di Kepulauan Seribu berkisar antara 0,6 cm/detik-77,3cm/detik. Kecepatan arus dipengaruhi kuat oleh angin dan sedikit pasang surut. Arus permukaan pada musim barat berkecepatan maksimum 0,5 m/detik dengan arah ke timur sampai tenggara. Pada musim timur kecepatan maksimumnya 0,5 m/detik. Gelombang laut yang terdapat pada musim barat mempunyai ketinggian pada 0,5–1,175 meter dan musim timur 0,5–1,0 meter (Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dalam Angka, 2011).

Berdasarkan hasil pendataan penduduk tahun 2011, jumlah penduduk Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu adalah 21.071 orang yang terdiri atas 10.695 laki-laki dan 10.376 perempuan yang tergabung dalam 4871 Kepala Keluarga. Berdasarkan hasil sensus tersebut tampak penyebaran penduduk masih terkonsentrasi di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dibandingkan Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, yaitu memiliki jumlah penduduk sebesar 12.742 orang di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan 8.329 orang di kecamatan Kepulauan Seribu Selatan.

Sex rasio atau perbandingan laki-laki dengan perempuan di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu sebesar 103,07 persen. Untuk sex rasio menurut kecamatan masing-masing 101,87 persen di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan 103,87 persen untuk Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu sebesar 2,02 persen per tahun.

Laju pertumbuhan penduduk yang terjadi di Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan adalah sebesar 2,76 persen per tahun dan di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara sebesar 1,57 persen per tahun. Dari rata–rata satu orang wanita usia subur 15–49 tahun dapat melahirkan 1–2 orang anak selama masa reproduksinya dan

dalam 1000 kelahiran hidup terdapat 13–14 orang bayi di bawah usia satu tahun yang meninggal. Usia harapan hidup penduduk mencapai hingga 75 tahun.

Pembagian wilayah kecamatan, kelurahan dan luasan pulau pemukiman di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Pembagian Wilayah Administrasi dan Luasan Pulau Berpenghuni

Nama Kecamatan Nama Kelurahan Nama Pulau Berpenghuni Luas Wilayah Pulau Berpenghuni (Ha) 1. Kepulauan

Seribu Utara (jumlah pulau : 79)

a. Kel. Pulau Panggang (jumlah pulau : 13) b. Kel. Pulau Kelapa (jumlah pulau : 30) c. Kel. Pulau Harapan (jumlah pulau : 36)

1. Pulau Pramuka 2. Pulau Panggang 1. Pulau Kelapa 2. Pulau Kelapa Dua 1. Pulau Harapan 2. Pulau Sebira 9,00 16,00 6,70 8,82 1,9 13,09 2. Kepulauan Seribu Selatan (jumlah pulau : 31)

a. Kel. Pulau Tidung (jumlah pulau : 15) b. Kel. Pulau Pari (jumlah pulau : 6) c. Kel. Pulau Untung Jawa

(jumlah pulau : 10)

1. Pulau Tidung Besar 2. Pulau Payung Besar 1. Pulau Pari

2. Pulau Lancang Besar 1. Pulau Untung Jawa

50,13 20,86 41,32 15,13 40,10

Total : 2 Kecamatan 6 Kelurahan, 110 pulau 11 pulau berpenghuni 223,05 Ha luasan pulau berpenghuni

Sumber : Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dalam Angka, 2011

Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu yang sebagian besar merupakan lautan memiliki luas wilayah sebesar 8,76 kilo meter persegi yang dihuni 21.071 orang, maka rata–rata tingkat kepadatan penduduk adalah 2.422