• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prevalensi pengguna narkoba di Panti Sosial Parmadi Putra (PSPP) Insyaf berdasarkan jenis kelamin dan usia menunjukkan bahwa pengguna narkoba yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 100% dan tidak dijumpai wanita. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) mengenai tersangka pengguna narkoba tahun 2007-2011. Diperoleh bahwa persentase tersangka lebih banyak berjenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan. Dari tahun 2007 sampai 2011 secara berurut dengan persentase sebesar 96,22%, 96,35%, 95,68%, 95,10%, dan 94,89%.42 Penyalahgunaan narkoba pada laki-laki empat kali lebih besar dibandingkan perempuan atau ada 1 dari 28 orang laki-laki yang menjadi penyalahguna narkoba, sedangkan perempuan sekitar 1 dari 120 orang. Rasio penyalahguna pada laki-laki dibandingkan perempuan paling banyak terjadi di kelompok anak jalanan.4 Hal ini disebabkan karena laki-laki lebih mungkin untuk menggunakan obat-obatan terlarang dengan frekuensi yang lebih tinggi dan jumlah yang lebih besar dari perempuan.43

Beberapa faktor lain yaitu kepribadian laki-laki yang cenderung ingin terlihat berani sehingga membuat kaum laki-laki lebih mudah terjerumus kedalam perilaku yang menyimpang, pemberontakan dalam keluarga juga banyak dilakukan oleh kaum laki-laki dan mereka lebih cenderung senang bergaul dengan teman atau kelompok sehingga mereka akan melakukan berbagai hal agar dapat diterima dikelompok tersebut yang berakibat jika terdapat salah satu anggota kelompok yang menyalahgunakan narkoba maka anggota kelompok yang lain cenderung mengikuti perilaku menyimpang tersebut, kehidupan keluarga yang tidak harmonis, orang tua yang terlalu sibuk, dan untuk lari dari masalah.44

Pengguna narkoba terbanyak berada di usia 15-30 tahun sebanyak 47 orang dengan persentase 94%. Ini sesuai dengan data BNN yang menyatakan bahwa jumlah pengguna narkoba usia 15-29 tahun lebih besar dibandingkan dengan pengguna diatas

umur 29 tahun. Dari data terakhir yang didapat pada tahun 2012 diperoleh bahwa jumlah pengguna narkoba pada rentang usia 15-29 tahun sebanyak 17.923 orang sedangkan jumlah pengguna narkoba diatas 29 tahun sebanyak 17.585 orang.45 Hal ini disebabkan karena anak muda menggunakan obat-obatan psikoaktif untuk berbagai tujuan yang berbeda. Secara keseluruhan, lima fungsi yang sering dicari yaitu untuk mendapatkan efek santai, mabuk, bugar sepanjang hari, meningkatkan aktivitas, dan merasa lebih baik.46 Pelajar dan mahasiswa masih menjadi kelompok rentan pengguna narkoba. Lemahnya pengawasan orang tua serta labilnya psikologi remaja membuat mereka mudah terjerumus menggunakan narkotika.47

Dengan semakin bertambahnya umur, maka risiko menjadi pengguna narkoba menjadi semakin kecil. Hal ini mungkin karena pada kelompok umur diatas 30 tahun mayoritas sudah berkeluarga sehingga semakin besar tanggung jawab terhadap keluarganya dan keinginan kuat ingin sembuh dari ketergantungan narkoba sangat besar.4

Riwayat jangka waktu penggunaan narkoba sejak pertama sampai berhenti menggunakan narkoba pada pasien di Panti Sosial Parmadi Putra (PSPP) Insyaf yaitu selama enam sampai dua belas bulan sebanyak sepuluh orang dengan persentase sebesar 20% dan untuk jangka waktu lebih dari sembilan belas bulan sebanyak empat puluh orang dengan persentase 80%. Hal ini dikarenakan narkoba bersifat adiktif sehingga membuat pengguna narkoba sulit untuk berhenti menggunakan narkoba dan juga dipengaruhi oleh lingkungan sekitar yang mendukung untuk terus menggunakannya. Baik selama enam sampai dua belas bulan ataupun lebih dari sembilan belas bulan jangka waktu pemakaian narkoba, pada subjek penelitian telah terjadi dampak atau manifestasi pada rongga mulutnya walaupun belum ada sumber yang menyatakan secara pasti mengenai jangka waktu pemakaian yang dapat menimbulkan gangguan pada tubuh khususnya rongga mulut. Hal ini dikarenakan belum banyaknya penelitian yang dilakukan dan dipublikasikan untuk melihat hubungan antara lamanya penggunaan narkoba dengan manifestasi yang terjadi di rongga mulut.

Terdapat berbagai jenis narkoba yang beredar luas di masyarakat dan peredarannya hampir merata ke seluruh pelosok Indonesia. Tabel 3 memperlihatkan jenis narkoba yang banyak dikonsumsi oleh subjek penelitian secara keseluruhan selama menggunakan narkoba. Tiga jenis narkoba yang banyak dikonsumsi yaitu ganja, shabu-shabu, dan ekstasi. Hal ini sesuai dengan data Dit TPN Bareskrim Polri dan BNN pada bulan Maret tahun 2013 yang menyatakan ganja dan shabu menjadi jenis narkoba yang paling banyak dikonsumsi oleh pengguna dengan jumlah masing masing 6.476 orang dan 11.247 orang.42 Hal ini dikarenakan narkoba jenis ganja, ekstasi, maupun shabu-shabu menjadi favorit di kalangan pelajar dan mahasiswa.48 Ganja diminati karena harganya yang terjangkau. Tersedianya paket ekstasi dan shabu untuk golongan ekonomi bawah juga merupakan alasan para pelajar atau anak muda dapat memperolehnya dengan mudah.49

Prevalensi penggunaan narkoba berdasarkan jumlah yang dikonsumsi persentasenya hampir sama merata. Pada tabel 4 memperlihatkan penggunaan narkoba terbanyak pada penggunaan lebih dari dua jenis narkoba. Berdasarkan data laporan survey penyalahgunaan narkoba, sekitar 83% dari responden pernah memakai lebih dari satu jenis narkoba.2 Penggunaan narkoba lebih dari satu jenis banyak terdapat di kalangan pengguna shabu. Jenis yang paling umum digunakan secara bersamaan dengan shabu yaitu ekstasi, kokain, ganja, dan alkohol.50 Pencampuran dari beberapa jenis narkoba yang digunakan dapat bergantung pada beberapa hal. Pengguna akan mencari efek tertentu sesuai dengan situasi sosial mereka dan akan memilih jenis narkoba yang mereka kenal. Tingkat keracunan narkoba juga memiliki peran seperti pengguna akan lebih mudah mabuk sehingga besar kemungkinan mereka akan memilih menggunakan narkoba lebih dari satu jenis untuk mendapatkan efek yang diinginkan.50

Frekuensi penggunaan narkoba yang terbanyak perbulannya yaitu penggunaan setiap hari, penggunaan lebih dari 4 kali, dan penggunaan 3-4 kali. Ini sesuai dengan Kandel yang menyatakan bahwa setiap pengguna memiliki tingkat ketergantungan yang berbeda-beda. Todorov et al. menetapkan penggunaan 5 kali atau kurang per

tahun sebagai mencoba, lebih dari 5 kali per tahun sebagai lebih dari mencoba, dan setiap hari selama minimal 2 minggu sebagai pengguna teratur.2

Cara penggunaan narkoba berbeda-beda pada masing-masing pengguna. Dari hasil pemeriksaan diperoleh dua hasil yang terbanyak yaitu dengan cara merokok dan dihisap. Hal ini berdasarkan jenis narkoba yang digunakan subjek penelitian. Ini sesuai dengan hasil survey BNN bahwa pengguna nonsuntik lebih besar dibandingkan dengan pengguna suntik, yaitu sebesar 1,25-1,45 juta orang. Cara penggunaan ganja dengan merokok merupakan cara termudah untuk mendapatkan efek psikoaktifnya.51

Menghisap narkoba dilakukan kebanyakan oleh pengguna kokain, heroin, ekstasi, dan shabu. Sekitar 30-60% dari bahan kimia yang dihisap akan memasuki aliran darah melalui membran lendir di hidung. Sisanya kemudian ditelan dan bergerak turun ke saluran pencernaan. Secara umum efek tertinggi akan dialami dalam waktu sekitar 15 menit dari waktu menghisap.52

Secara keseluruhan terdapat manifestasi akibat penggunaan narkoba walaupun tidak semua muncul pada pemeriksaan yang dilakukan. Dapat dilihat dari tabel 7 yang mengalami xerostomia sebanyak 35 orang dengan persentase sebesar 70%. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh McGrath dan Chan yang menyatakan bahwa 95% dari pengguna lebih dari satu jenis narkoba mengalami xerostomia.6 Aktivasi reseptor alfa adrenergik dalam pembuluh darah kelenjar ludah menyebabkan vasokontriksi dan penurunan aliran saliva. Beberapa penelitian lain menyebutkan bahwa stimulasi dari shabu dilakukan dengan cara penghambatan alpha 2 adrenoreseptor dalam kelenjar ludah dapat menurunkan laju aliran saliva.53

Pada ganja, reseptor cannabioid juga ditemukan pada kelenjar saliva submandibula, yaitu pada sistem saluran kelenjar saliva (ductal system) dan sel asini. Aktivitas langsung reseptor cannabioid pada kelenjar saliva submandibula saat mengonsumsi ganja dapat menginhibisi sekresi saliva pecandu ganja yang akan mempengaruhi fungsi saraf parasimpatis dan sekresi saliva hanya melalui saraf simpatis sehingga terjadi vasokontriksi yang mengakibatkan menurunnya aliran saliva.54,55

Selanjutnya yang mengalami gangguan pengecapan rasa sebanyak 37 orang dengan persentase 74%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Maria, dkk., yang menyatakan bahwa 42,2% pengguna merasakan rasa yang buruk pada pengecapan mereka.56 Penggunaan narkoba dapat menyebabkan gangguan pengecapan rasa. Hal tersebut terjadi karena penggunaan obat-obatan tertentu akan mengganggu komposisi kimia dan aliran saliva serta juga mempengaruhi fungsi reseptor pengecapan.21

Kelainan mukosa berupa ulserasi sebanyak 38 orang dengan persentase sebesar 76%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Maria, dkk., yang menyatakan bahwa pengguna mengaku mengalami ulserasi pada rongga mulutnya.56 Hal ini dikarenakan rokok ganja mengandung sejumlah bahan iritan dan karsinogen.57 Pada pengguna shabu ketika merokok atau dihisap, bahan kaustik dari narkoba tersebut dapat mengenai rongga mulut dan mengiritasi serta membakar jaringan rongga mulut.58

Pada pengguna alkohol, etanol juga dapat bertindak sebagai pelarut yang mengganggu membran lipid dari sel-sel mukosa dan meningkatkan penetrasi karsinogen ke dalam sel skuamosa epitel. Alkohol juga menyebabkan aliran saliva berkurang yang dapat meningkatkan terpaparnya jaringan sehingga mudah terjadi iritasi. Pada pengguna ekstasi dapat terjadi ulserasi pada mulut yang dikarenakan efek bruxism. 59

Kelainan mukosa dalam hal pigmentasi ditemukan sebanyak 40 orang dengan persentase 80%. Sekitar dua pertiga dari perokok ganja di Australia mencampur tembakau dengan ganja mereka. Kombinasi dari kedua zat ini meningkatkan eksposur bahan kimia berbahaya, yang menyebabkan resiko yang lebih besar ke paru-paru, organ pernapasan, serta sistem kardiovaskular.60 Merokok ganja dapat menyebabkan peradangan kronis dari mukosa mulut. Perubahan dalam mukosa mulut mungkin hasil dari suhu tinggi asap yang dihirup dan atau dari bahan kimia tertentu yang terkandung dalam asap.61

Namun untuk eritroplakia dan leukoplakia tidak ditemukan pada rongga mulut sehingga nilai persentasenya 0%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Karin, dkk., yang menyebutkan bahwa dalam studi yang mereka lakukan yang berbasis populasi yang besar, mereka tidak menemukan hubungan apapun antara penggunaan ganja dan resiko OSCC. Kemungkinan bahwa penggunaan ganja dapat meningkatkan risiko kanker jika penggunaannya dilakukan lebih dari 20 tahun yang lalu.62

Karies ditemukan sebanyak 7 orang dengan nilai persentasenya 14%. Ini sesuai dengan kasus yang dilaporkan oleh Bassiouny yang mengatakan bahwa pada pengguna shabu lebih dari 3 tahun mengalami dampak pada giginya berupa karies yang dipengaruhi oleh beberapa hal seperti xerostomia, diet soda, dan kebersihan rongga mulut.63 Karies yang terjadi pada subjek penelitian terjadi pada gigi anterior sesuai dengan pola karies pada pengguna shabu-shabu yaitu pada bagian bukal dan interproksimal permukaan gigi anterior.54 Pengguna shabu umumnya mengonsumsi minuman berkarbonasi berkalori yang mengandung jumlah gula yang tinggi dan sering mengonsumsi kafein sehingga dapat menyebabkan peningkatan proses karies. Shabu dapat mengakibatkan xerostomia yang parah dan mengurangi jumlah air liur yang berperan sebagai pelindung dan buffer pada gigi. Sebagai hasil dari efek tersebut, tingkat bakteri mulut secara drastis dapat meningkatkan proses karies. Sifat kaustik dari narkoba, perawatan mulut yang buruk, dan hasil diet gula yang tinggi berakibat pada peningkatan karies.58

Untuk bruxsism yang mengalami atrisi ada sebanyak 47 orang dengan nilai persentase 94% dan nyeri sendi rahang sebanyak 31 orang dengan nilai persentasenya 62%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh McGrath dan Chan yang menyatakan bahwa 87% dari pengguna ekstasi mengaku bahwa mereka selalu merasa mengunyah sesuatu setelah menggunakan narkoba tersebut. Sekitar 70% merasa nyeri pada otot rahang atau TMJ.6

Pengguna shabu memiliki aktivitas tubuh dan otot saraf yang tinggi sehingga dapat mengakibatkan aktivitas parafungsional dan bruxism.64 Shabu seperti obat stimulan dapat menghasilkan aktivitas motorik pada otot wajah dan pengunyahan dapat menyebabkan atrisi. Bruxism dan trismus dapat memperburuk gejala

periodontal serta mengakibatkan gangguan temporomandibular seperti nyeri di sendi temporomandibular dan otot masseter.53,64

Studi tentang pengaruh ekstasi melaporkan kejadian mengasah atau mengepalkan gigi sekitar 70-89% pengguna. Para peneliti menunjukkan bahwa konsumsi minuman bersoda dan asam selama penggunaan ekstasi dapat berkontribusi untuk masalah ini.65

Untuk kandisiasis pseudomembran akut tidak didapati satu orang pun yang mengalaminya sehingga persentasenya 0%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lisa, dkk., yang mengatakan bahwa dari 30 orang pengguna narkoba non-HIV tidak ditemukan satu pun tampilan kandidiasis oral secara klinis pada rongga mulut mereka.66

Dokumen terkait