• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBAHASAN

Trauma gigi sulung merupakan masalah serius pada anak-anak, karena dapat menyebabkan dampak buruk terhadap fisik, estetik dan psikologis anak.4,10 Prevalensi trauma gigi yang tinggi lebih sering ditemukan pada masa anak-anak pada periode pertumbuhan dan perkembangan mereka.19 Ketika anak-anak mulai berjalan, koordinasi otot yang kurang baik akan meningkatkan risiko terjadinya trauma gigi.37 Pada anak usia 0-6 tahun, trauma gigi merupakan 18% dari seluruh trauma yang terjadi pada tubuh.8

Berdasarkan hasil penelitian di 2 PAUD, 4 TK dan 8 Posyandu di Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan, dari 388 anak usia 1-4 tahun didapat prevalensi trauma gigi sulung anterior sebesar 22,16% (Tabel 5). Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa penelitian yang menemukan bahwa prevalensi trauma pada masa gigi sulung berkisar antara 9,4%-41,6%.17 Penelitian ini juga tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Aysun dkk pada anak usia 0-3 tahun yang menemukan bahwa prevalensi trauma gigi sulung sebesar 17,4%.2

Trauma gigi sulung lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan perempuan.10 Pada penelitian ini didapatkan bahwa trauma gigi pada anak laki-laki sebesar 58,14%, sedangkan anak perempuan 41,86% (Tabel 5). Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa anak laki-laki 1,4 kali lebih sering mengalami trauma gigi dibandingkan anak perempuan. Hasil ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Volcan dkk yang menemukan bahwa anak laki-laki 1,5 kali lebih sering mengalami trauma gigi dibandingkan anak perempuan.37 Hasil ini juga hampir sama dengan penelitian yang dilakukan di Turki pada gigi sulung anak usia lebih dari 21 bulan yang menemukan bahwa trauma gigi pada anak laki-laki sebesar 60,8 % dan perempuan 39,2 %. Perbedaan ini mungkin disebabkan anak laki-laki lebih aktif

dalam kegiatan fisik, permainan dan perkelahian serta perbedaan jenis permainan antara anak laki-laki dan perempuan.4,37

Usia merupakan salah satu faktor resiko terjadinya trauma gigi. Prevalensi trauma gigi akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia.20,26 Dari 388 anak yang diteliti didapatkan bahwa anak yang mengalami trauma gigi sulung anterior pada usia 1 tahun 11,64%, 2 tahun 18,60%, 3 tahun 26,74% dan meningkat menjadi 43,02% pada usia 4 tahun (Tabel 6). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Andreasen yang melaporkan bahwa puncak trauma gigi sulung terjadi pada usia 4 tahun ketika aktivitas fisik anak meningkat.37

Trauma gigi sulung lebih sering mengenai gigi anterior maksila, khususnya gigi insisivus sentral dan lateral rahang atas..2,10,33 Pada penelitian ini gigi yang paling sering terkena trauma yaitu gigi insisivus sentral rahang atas sebesar 68,22% (Tabel 7). Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Maria dkk pada anak usia 0-6 tahun di Brazil yang menemukan bahwa trauma yang mengenai gigi insisivus sentral rahang atas sebesar 84,7%. Kondisi ini mungkin berkaitan dengan letak gigi insisivus sentral rahang atas yang lebih menonjol dibandingkan dengan gigi insisivus sentral mandibula dan dipengaruhi juga oleh besarnya overjet gigi bagian rahang atas dan penutupan bibir yang tidak adekuat.7,18 Bagian rahang atas juga melekat ke tengkorak sehingga menyebabkan rahang atas lebih kaku, sedangkan rahang bawah lebih fleksibel.18

Trauma gigi lebih sering mengenai satu elemen gigi saja, akan tetapi pada anak yang lebih tua, trauma gigi saat berolahraga, akibat kekerasan, dan kecelakaan lalu lintas dapat mengenai beberapa gigi.20 Penelitian ini menemukan bahwa beberapa kasus trauma gigi tidak hanya melibatkan satu elemen gigi, namun dapat melibatkan 2-3 elemen gigi. Jumlah elemen gigi yang paling sering terkena trauma yaitu satu elemen gigi sebesar 77,90%, sedangkan dua elemen gigi 19,77% dan tiga elemen gigi 3,33%. Berdasarkan wawancara dengan orangtua anak diketahui bahwa trauma gigi yang mengenai 2-3 elemen gigi ini disebabkan oleh bermain seperti bersepeda, berlari dan berkejar-kejaran. Hasil ini sesuai dengan penelitian di India yang menemukan bahwa trauma yang mengenai satu elemen gigi memiliki persentase sebesar 60%,

mengenai dua elemen gigi sebesar 31% dan mengenai tiga elemen gigi sebesar 9%.21 Penelitian lain di Turki pada anak usia 0-6 tahun juga menemukan bahwa jumlah elemen gigi yang paling sering terkena trauma yaitu satu elemen gigi sebesar 60,97%.18

Keadaan lingkungan juga berpengaruh terhadap trauma gigi.3 Lokasi kejadian trauma yang paling sering terjadi pada masa gigi sulung yaitu di rumah.24 Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa trauma gigi sulung sebesar 63,95% terjadi di rumah, 17,44% di sekolah, 15,12% di tempat bermain dan 3,49% terjadi di jalan (Tabel 8). Kondisi ini sesuai dengan keadaan dimana aktivitas fisik anak usia 1-4 tahun sebagian besar dilakukan di rumah.24 Hasil penelitian ini juga hampir sama dengan penelitian di Brazil pada anak usia 3-5 tahun yang menemukan bahwa sekitar 77,5% anak lebih sering mengalami trauma ketika berada di rumah, ini mungkin disebabkan karena anak pada usia tersebut lebih cenderung menghabiskan waktu mereka di rumah dibandingkan tempat lain.12

Jenis fraktur yang paling sering terjadi berdasarkan klasifikasi WHO adalah fraktur enamel.11,36 Pada penelitian ini, fraktur enamel terjadi sebesar 40,18%, diikuti fraktur enamel-dentin 26,17% (Tabel 9). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ramon dkk pada anak usia 3-5 tahun yang menemukan bahwa jenis trauma yang terjadi pada gigi sulung adalah fraktur enamel sebesar 48,7%.36 Penelitian lain di Turki pada anak usia 0-6 tahun bahkan menunjukkan hasil yang lebih tinggi yaitu 65,9%.18 Luksasi lateral, ekstrusi dan intrusi merupakan jenis trauma yang dapat mengubah posisi gigi dan mengganggu keselarasan senyum.22 Pada penelitian ini ditemukan sebesar 1,87% luksasi lateral dan 2,80% avulsi. Avulsi dapat menyebabkan gangguan estetik terhadap anak. Itu sebabnya anak yang mengalami trauma gigi terkadang merasa malu untuk senyum dan berbicara.22 Penelitian ini juga menemukan sebanyak 9,35% kasus merupakan fraktur mahkota kompleks. Besarnya pulpa yang terpapar pada fraktur mahkota kompleks penting untuk menentukan pilihan perawatan. Prognosis fraktur mahkota kompleks dipengaruhi oleh ukuran pulpa yang terpapar, waktu terpapar, kontaminasi bakteri dan struktur gigi yang tersisa.20 Konkusi dan subluksasi pada penelitian ini ditemukan

sebanyak 8,41% dan 9,35%. Perawatan pada jenis trauma konkusi dan subluksasi juga penting karena dapat menyebabkan diskolorasi gigi.22

Etiologi trauma gigi sulung anterior pada penelitian ini dengan persentase paling tinggi disebabkan oleh terjatuh, baik karena bermain sebesar 87,21% dan belajar berjalan 8,14% (Tabel 10). Hasil penelitian ini bahkan lebih tinggi dari hasil penelitian yang dilakukan di Turki pada anak usia 0-6 tahun yang menemukan bahwa etiologi trauma gigi yang disebabkan oleh terjatuh sebesar 66,7%. Tingginya insiden terjatuh ini mungkin dipengaruhi oleh perkembangan koordinasi motorik anak yang kurang baik pada usia 1-4 tahun.18 Hasil penelitian ini juga menemukan bahwa trauma gigi yang disebabkan oleh terjatuh ketika bermain dapat melibatkan tiga elemen gigi sekaligus. Hasil ini sesuai dengan kondisi dimana permainan yang berbahaya merupakan faktor predisposisi terjadinya trauma gigi.3 Penelitian ini juga menemukan bahwa etiologi terjadinya trauma gigi yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas sebesar 2,33%. Kondisi ini dapat dicegah dengan mengunakan helm dan tali pengaman saat berkendara.23

Berdasarkan jenis kelamin, etiologi trauma gigi sulung anterior pada anak laki-laki yang dihubungkan dengan terjatuh karena belajar jalan sebesar 6% dan terjatuh karena bermain sebesar 92% lebih tinggi dibandingkan anak perempuan yang disebabkan terjatuh karena belajar berjalan 11,11% dan terjatuh karena bermain sebesar 80,55% (Tabel 11). Kondisi ini disebabkan karena anak laki-laki lebih sering terlibat dalam permainan yang melibatkan fisik serta cenderung melakukan tindakan kasar dalam bermain.21 Terjadinya trauma gigi pada anak laki-laki maupun perempuan yang disebabkan aktivitas bermain yang melibatkan fisik seperti bersepeda dapat dihindari dengan menggunakan alat pelindung seperti helm. Pengunaan helm saat bersepeda dapat mengurangi insiden trauma pada wajah sebanyak 60%.23

Etiologi trauma gigi sulung berkaitan dengan usia anak.3 Hasil penelitian ini, etiologi terjatuh karena belajar berjalan ditemukan pada anak usia 1 tahun sebesar 70%; terjatuh karena bermain pada usia 1 tahun 30%, usia 2 tahun 93,75%, usia 3 tahun 100%, usia 4 tahun 91,90% (Tabel 12). Hasil ini sesuai dengan kondisi dimana

anak usia 1,5-2 tahun sering mengalami trauma gigi sulung karena anak belum dapat berjalan stabil dan seiring meningkatnya usia, trauma terjadi karena anak terjatuh saat bermain, berolahraga, berlari dan bersepeda.3 Koordinasi otot yang kurang baik pada anak 1-2 tahun dapat meningkatkan risiko terjadinya trauma gigi.37

Penatalaksanaan trauma gigi sulung membutuhkan bantuan dari berbagai pihak seperti dokter gigi, tenaga kesehatan dan orangtua. Mereka harus lebih peduli dan mengerti tentang perawatan terbaik mengenai trauma gigi,8 namun masih banyak anak yang tidak mendapatkan perawatan ketika mengalami trauma pada giginya. Pada penelitian ini ditemukan sebanyak 73,26% anak yang mengalami trauma gigi sulung tidak mendapat perawatan apapun (Tabel 13). Ini mungkin berkaitan dengan pengetahuan orangtua yang menganggap bahwa trauma gigi bukan merupakan suatu penyakit.12 Orangtua seharusnya lebih mengerti tentang kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi seperti pembengkakan dan peningkatan derajat kegoyangan gigi, jika terjadi orangtua harus membawa anak mereka untuk mendapatkan perawatan. Anak-anak mungkin tidak mengeluhkan rasa sakit, namun infeksi dapat terjadi.8 Berdasarkan wawancara dengan orangtua, kurangnya perhatian mengenai trauma gigi yang terjadi pada anaknya berkaitan dengan sulitnya mendapatkan tempat perawatan gigi di daerah tempat tinggal mereka dan biaya pengobatan gigi yang mahal di praktek dokter gigi.12

Orangtua yang tidak melakukan tindakan apapun kepada anak laki-laki cukup besar yaitu 74%, sedangkan perempuan 72,22%. Bila ditinjau dari orangtua yang membawa anaknya ke dokter gigi, anak laki-laki sebesar 4% dan perempuan 11,11%. Berdasarkan usia kejadian trauma gigi anak, orangtua yang tidak melakukan tindakan apapun pada anak usia 4 tahun sebesar 31,40%, usia 3 tahun 22,09%, usia 2 tahun 12,79% dan usia 1 tahun 6,98%. Hasil penelitian ini sesuai dengan kondisi dimana tingkat kecemasan orangtua lebih tinggi ketika trauma gigi terjadi pada anak yang berusia muda.18

Dapat disimpulkan bahwa cukup tingginya prevalensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun dan banyaknya kasus trauma gigi yang tidak

mendapat tindakan apapun dari orang tua di Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan.

Keadaan tersebut dapat menjadi masukan bagi tenaga kesehatan kota Medan khususnya Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan agar menginformasikan kepada orang tua tentang risiko trauma gigi sulung serta masalah kesehatan mulut lainnya melalui program posyandu, penyuluhan kepada orangtua dan sekolah-sekolah untuk mengurangi risiko terjadinya trauma pada masa gigi sulung yang dapat mengganggu perkembangan benih gigi permanen.

Dokumen terkait