Tekstur Tanah
Hasil pengukuran tekstur tanah dapat dilihat pada Tabel 7 dibawah ini:
Tabel 7. Hasil analisis tekstur tanah
Tanah Pasir
Ultisol 60,00 21,56 18,44 Lempung Berpasir
Ultisol 65,64 10,92 23,44 Lempung Liat
Berpasir
Prasetyo dan Suriadikarta (2006) mengatakan bahwa tekstur tanah Ultisol bervariasi dan dipengaruhi oleh bahan induk tanahnya, tanah Ultisol dari granit yang kaya akan mineral kuarsa umumnya mempunyai tekstur yang kasar dan tanah Ultisol dari batu kapur, batuan andesit dan tufa cenderung mempunyai tekstur yang halus. Menurut Syahputra dkk. (2015) bahwa tanah Ultisol yang tersebar dipermukaan bumi memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda-beda, hal ini disebabkan faktor-faktor geografis saat pembentukan tanah seperti bahan induk, topografi, iklim, organisme, dan waktu.
Hasil analisis sifat fisik tanah awal menunjukkan bahwa tanah Ultisol memiliki tekstur lempung berpasir dan tekstur lempung liat berpasir dilihat dari perbandingan fraksi (pasir, debu, dan liat) dan ditentukan dengan menggunakan segitiga USDA (Lampiran 3.). Menurut Sarbini dan Qoriansyah (2013) bahwa tanah bertekstur lempung berpasir tergolong tanah agak kasar dan tanah lempung liat berpasir termasuk dalam kelompok tanah agak halus
Tanah bertekstur lempung pasir lebih sulit menahan air dan unsur hara
38
dkk., 2013). Hal ini akan menyebabkan pemberian air yang diberikan pada tanah serta air yang berada dalam tanah bertekstur lempung berpasir lebih mudah dimanfaatkan oleh tanaman, akan tetapi kemampuan tanah dalam menyimpan air lebih sedikit sehingga tanah lebih mudah mengalami kekeringan, dibanding tanah Ultisol bertekstur lempung liat berpasir.
Bahan Organik Tanah
Hasil pengukuran bahan organik dan C-organik tanah dapat dilihat dari Tabel 8 dibawah ini:
Tabel 8. Hasil analisis bahan organik tanah Tekstur Tanah C-organik
(%)
Bahan Organik
(%) Kategori
Lempung Berpasir 0,26 0,45 Sangat rendah
Lempung Liat
Berpasir 0,28 0,48 Sangat rendah
Pada Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai bahan organik pada tanah bertekstur lempung liat berpasir lebih tinggi dibandingkan dengan tanah bertekstur lempung berpasir. Hal ini disebabkan karena liat yang lebih tinggi pada tekstur lempung liat berpasir memiliki tingkat oksidasi yang rendah dibandingkan dengan lempung berpasir, sehingga keberadaan bahan organik didalam tanah dapat dipertahankan dengan baik dan tidak cepat habis, dimana liat dan bahan organik saling berinteraksi membentuk kompleks liat-organik di dalam tanah. Hasil analisis ini sejalan dengan pernyataan Foth (1951) bahwa tanah-tanah dengan kadar liat tinggi umumnya kadar bahan organiknya lebih tinggi dibandingkan dengan tanah-tanah yang kandungan litanya rendah. Kadar bahan organik didalam tanah mineral secara umum tidak lebih dari 5%, dimana bahan organik dalam
tanah akan berbentuk C-organik bebas, berikatan dengan seskuioksida dan berikatan dengan fraksi liat. C-organik yang terikat liat akan menyebabkan C-organik bebas sangat rendah (Sunanto, 2010)
Hasil analisis bahan organik tanah menunjukkan bahwa tanah Ultisol memiliki kandungan C-organik dan bahan organik yang tergolong sangat rendah yaitu C-organik tanah lempung berpasir hanya sebesar 0,26 % dan bahan organik sebesar 0,45%, sedangkan kadar C-organik tanah lempung liat berpasir sebesar 0,28% dan bahan organik sebesar 0,48%. Hasil analisis ini sejalan dengan hasil penelitian Karo Karo dkk. (2017) yang menyatakan bahwa tanah Ultisol memiliki kandungan bahan organik sangat rendah, kemasaman tanah, kejenuhan basa kurang dari 35%, kejenuhan Al tinggi, KTK rendah dan peka terhadap erosi.
P tersedia, N total dan pH Tanah
Hasil pengukuran P tersedia, N total dan pH tanah dapat dilihat pada Tabel 9 di bawah ini:
Tabel 9. Hasil analisis sifat kimia berbagai tekstur tanah
Parameter Satuan Nilai Kategori
Tekstur lempung berpasir dibandingkan dengan tanah bertekstur lempung berpasir, namun kandungan P
40
tersedia pada tanah lempung liat berpasir lebih rendah daripada tekstur lempung berpasir. Hal ini disebabkan karena pada tanah bertekstur lempung liat berpasir memiliki pH yang lebih tinggi. Hasil analisis ini sejalan dengan hasil penelitian Haridjaja dkk. (2013) yang menyatakan bahwa tanah Latosol berteksur lempung liat berpasir memiliki kandungan N total, C-organik, K tersedia yang lebih tinggi dari tanah tekstur lempung berpasir, akan tetapi P tersedia pada tanah lempung liat berpasir lebih rendah dari tanah lempung berpasir. Menurut Leiwakabessy dkk.
(2003) pH memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap retensi P, dimana peningkatan pH akan mengurangi retensi P tersedia tanah.
Analisis sifat kimia menunjukkan bahwa tanah Ultisol memiliki kandungan P-tersedia dan N total tergolong sangat rendah. Hasil analisis ini sejalan dengan hasil penelitian Karo Karo dkk. (2017) yang menyatakan bahwa tanah Ultisol memiliki kandungan N, P dan K yang rendah. Hal ini berhubungan dengan sifat tanah Ultisol yang terbentuk pada lahan yang telah mengalami pencucian intensif rendah sehingga menyebabkan jumlah kation yang dapat dipertukarkan berkurang dan tanah menjadi asam serta mengalami keracunan Al, Fe, dan Mn yang akan mengikat unsur hara makro tanah (Pratiwa, 2014).
Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density)
Berdasarkan Tabel 10 terlihat bahwa kerapatan massa tanah dengan tekstur lempung berpasir lebih besar daripada tanah bertekstur lempung liat berpasir. Hal ini dikarenakan kerapatan massa tanah ditentukan oleh jumlah ruang pori dan padatan tanah, tanah bertekstur lempung liat berpasir memiliki ruang pori total yang lebih banyak dibandingkan dengan tanah bertekstur lempung berpasir
sehingga kerapatan massa tanah bertekstur lempung liat berpasir lebih kecil.
Sebaliknya, tanah dengan tekstur kasar, walaupun ukuran porinya besar, namun total ruang porinya lebih kecil sehingga kerapatan massanya menjadi lebih besar (Kurnia dkk., 2006).
Tabel 10. Kerapatan massa tanah, kerapatan partikel tanah dan porositas Tekstur Tanah Kerapatan massa
tanah kerapatan massa tanah juga dipengaruhi oleh kandungan bahan organik pada tanah. Pada Tabel 8 menunjukkan bahwa kadar C-organik pada tanah bertekstur lempung berpasir lebih rendah dibandingkan dengan tanah bertekstur lempung liat berpasir. Tanah dengan kandungan bahan organik yang rendah memiliki kerapatan massa yang relatif lebih besar. Dengan adanya bahan organik pada tanah akan mengurangi kerapatan massa tanah sehingga melarutkan mineral tanah (Yulipriyanto, 2010).
Tanah Ultisol tekstur lempung berpasir memiliki kerapatan massa sebesar 1,19 g/cm3, sedangkan tekstur lempung liat berpasir memiliki kerapatan massa 1,10 g/cm3. Menurut Hardjowigeno (2007) nilai kerapatan massa tanah mineral berkisar 1-1,6 g/cm3. Kisaran antara 1,20-1,80 g/cm3 umumnya ditemukan pada tanah berteksur pasir dan lempung berpasir.
42 Kerapatan Partikel Tanah (Particle Density)
Berdasarkan Tabel 10 terlihat bahwa kerapatan partikel tanah dengan tekstur lempung liat berpasir lebih kecil daripada tanah bertekstur lempung berpasir. Hal ini dikarenakan tanah tekstur lempung liat berpasir memiliki persen fraksi pasir yang lebih besar dibanding tanah bertekstur lempung berpasir. Dimana nilai kerapatan partikel tanah menurun dengan meningkatnya kandungan pasir (Schjonning dkk., 2016).
Tekstur lempung berpasir memiliki kerapatan partikel tanah yang lebih besar dibandingkan tekstur lempung liat berpasir. Hasil ini berbanding lurus dengan kerapatan massa tanah Ultisol, dimana tanah yang mengandung kandungan organik yang lebih banyak memiliki nilai kerapatan massa yang semakin rendah begitupun dengan kerapatan partikel. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hanafiah (2005) yang menyatakan bahwa semakin banyak kandungan bahan organik yang terkandung dalam tanah, maka makin kecil nilai kerapatan partikelnya.
Tanah ultisol termasuk tanah mineral, dimana umumnya nilai kerapatan partikel pada tanah mineral ialah 2,65 g/cm3. Dari hasil pengukuran, tanah Ultisol tekstur lempung berpasir memiliki nilai kerapatan partikel sebesar 2,60 g/cm3 dan nilai kerapatan partikel tekstur lempung liat berpasir sebesar 2,36 g/cm3. Hal ini disebabkan oleh tanah yang digunakan dalam percobaan adalah tanah yang terganggu karena tanah harus digerus dan diayak terlebih dahulu sebelum dituang dalam polybag guna mendapatkan butiran yang seragam, setelah itu tanah perlu melalui proses pemantapan, sehingga kepadatannya tidak sama dengan kondisi di
lapangan (struktur tanahnya berbeda). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Siregar dkk. (2016) mengenai kajian distribusi air pada tanah Andosol menggunakan tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens) dengan jumlah pemberian air yang berbeda, yang menghasilkan nilai kerapatan partikel yaitu 1,41-1,61 g/cm3, karena adanya pengayakan dan penggerusan tanah sebelum pemantapan tanah untuk mendapatkan butiran yang seragam.
Porositas Tanah
Berdasarkan Tabel 10 diketahui hasil porositas tanah Ultisol tekstur lempung liat berpasir yaitu 53,39% lebih tinggi dari tekstur lempung berpasir yaitu 53,23%. Hal tersebut karena tekstur lempung liat berpasir memiliki perbandingan nilai kerapatan massa dan kerapatan partikel yang lebih rendah.
Selain itu, kandungan bahan organik dan liat yang lebih banyak terkandung dalam tanah tekstur lempung liat berpasir dibanding tekstur tanah lempung berpasir menyababkan porositas tanah juga lebih tinggi. Porositas tanah tinggi kalau bahan organik tinggi (Hardjowigeno, 2007). Porositas tanah Ultisol masih dikategorikan baik karena memiliki rata-rata porositas pada setiap perlakuan pada 50-60%
(Tabel 6).
Nilai porositas pada tanah Ultisol tekstur lempung berpasir dan tekstur lempung liat berpasir berbanding terbalik dengan nilai kerapatan massa tanah dan kerapatan partikel tanah, hal ini sesuai dengan pernyataan McGrath dan Henry (2016) bahwa pemadatan tanah akan menurunkan porositas tanah yang menyebabkan mengurangnya aerasi, pengeringan dan penyimpanan kelembaban yang tersedia.
44 Perkolasi
Hasil pengukuran perkolasi tanah dalam kondisi jenuh dapat dilihat dari Tabel 11 bahwa laju perkolasi pada tekstur tanah lempung berpasir (725.112 cm/hari) lebih tinggi dari pada laju perkolasi tekstur tanah lempung liat berpasir (844.920 cm/hari).
Tabel 11. Perkolasi tanah
Tekstur Perkolasi (cm/hari)
Lempung Berpasir 725.112
Lempung Liat Berpasir 844.920
Berdasarkan Tabel 11 diketahui bahwa perkolasi pada tanah lempung liat berpasir lebih besar dari pada tanah lempung berpasir, hal ini dikarenakan tanah mempunyai perbedaan dalam memegang air, kemampuan ini tergantung pada tekstur tanahnya (Sarbini dan Qoriansyah, 2013). Porositas merupakan indikator laju perkolasi, dimana porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong yang dapat ditempati oleh udara dan air, sehingga semakin tinggi porositas maka semakin besar perkolasi tanah. Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa tanah lempung liat berpasir memiliki nilai porositas lebih besar dari tanah lempung berpasir sehingga tanah lempung liat berpasir lebih mudah menyerap air dan laju perkolasi menjadi meningkat.
Kadar Air Kapasitas Lapang dengan Metode Drainase Bebas dan Pressure Plate
Hasil uji ANOVA pada Tabel 12 diketahui bahwa pengukuran KAKL metode drainase bebas 24 jam, metode drainase bebas 48 jam dan metode pF pada tekstur tanah lempung berpasir dan lempung liat berpasir berpengaruh tidak nyata terhadap nilai KAKL. Hal ini disebabkan karena komposisi kandungan fraksi
pasir, debu dan liat yang terkandung pada tanah tekstur lempung berpasir tidak berbeda jauh dengan tekstur lempung liat berpasir sehingga nilai rata-rata KAKL yang terukur oleh metode drainase bebas 24 jam, metode drainase bebas 48 jam dan metode pF tidak berbeda. Dengan demikian metode drainase bebas 24 jam, metode drainase bebas 48 jam dan metode pF dapat digunakan untuk mengukur KAKL pada tanah Ultisol tekstur lempung berpasir dan lempung liat berpasir.
Tabel 12. Uji ANOVA nilai KAKL pada berbagai tekstur tanah yang diukur dengan metode yang berbeda
SK Db JK KT Fhitung F0,05 F0,01
Perlakuan 5 187,661 37,532 2,797 tn 3,11 5,06 Galat 12 161,011 13,418
Total 17 348,672 Keterangan : tn: tidak nyata
Tabel 13. Nilai KAKL pada berbagai tekstur tanah yang diukur dengan metode
Rata-rata Tekstur 32,45 35,78
Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa nilai KAKL pada tekstur lempung berpasir lebih kecil daripada tanah lempung liat berpasir. KAKL pada lempung berpasir dan lempung liat berpasir masing-masing sebesar 32,45% dan 35,78%. Hal ini disebabkan karena kandungan liat pada tanah lempung berpasir lebih kecil sehingga kapasitas menahan air pada tanah bertekstur lempung berpasir lebih kecil daripada tanah bertekstur lempung liat berpasir.
46
Nilai KAKL tanah tekstur lempung berpasir metode drainase bebas 48 jam lebih kecil daripada metode pressure plate. Sedangkan pada tekstur lempung liat berpasir, nilai KAKL metode drainase bebas 48 jam lebih besar daripada metode pressure plate. Hal ini disebabkan tanah lempung berpasir lebih sulit menyimpan air dari tanah lempung liat berpasir, semakin kurang airnya maka cekaman semakin besar sehingga penurunan kadar air tekstur lempung berpasir sangat tajam pada hari pertama (24 jam) sampai kedua (48 jam). Menurut Haridjaja dkk. (2016) tanah bertekstur kasar mempunyai pori makro (pori drainase) yang dominan sehingga pada kondisi kadar air tinggi proses drainasenya jauh lebih cepat. Hal tersebut membuat air tanah pada tekstur lempung berpasir metode drainase bebas 48 jam lebih mudah hilang dibandingkan dengan metode drainase bebas 48 jam pada tekstur lempung liat berpasir.
Nilai KAKL pada metode drainase bebas 24 jam paling besar yaitu 36,96%, sedangkan KAKL pada metode pressure plate dan drainase bebas 48 jam nilainya berturut-turut yaitu 32,01%. % dan 33,39%. Nilai KAKL ini sejalan dengan hasil penelitian Baskoro dan Tarigan (2007) bahwa nilai KAKL yang diukur dengan metode pressure plate pF 2,54 cenderung lebih kecil dibanding dengan hasil pengukuran metode drainase bebas. Hal ini disebabkan karena pengukuran KAKL dengan metode pressure plate dilakukan dengan menggunakan contoh tanah utuh yang diberi tekanan setara pF 2,54, dimana sebenarnya pemberian tekanan itu hanya merupakan pendektan, berapa tekanan sebenarnya yang harus diberikan berbeda untuk setiap tekstur tanahnya. Baskoro dan Tarigan (2007) menyatakan bahwa KAKL untuk tanah berpasir lebih sesuai
jika disetarakan dengan KA pada pF 2. Menurut Haridjaja dkk. (2016), tanah lempung liat berpasir mencapai kapasitas lapang pada pF 2,50.
Evapotranspirasi
Hasil pengukuran Etc lempung berpasir dan Etc lempung liat berpasir dapat dilihat pada Tabel 14 menunjukkan nilai evapotranspirasi pada kondisi kapasitas lapang memiliki nilai yang hampir sama pada fase tengah pertumbuhan tanaman hingga fase akhir pertumbuhan tanaman pakcoy yang membedakan adalah suhu rata-rata hariannya. Adapun nilai evapotranspirasi untuk tanah lempung berpasir berbeda dengan tanah lempung liat berpasir, dikarenakan nilai KAKl pada tanah Ultisol tekstur lempung berpasir lebih kecil daripada tanah Ultisol lempung liat berpasir, sehingga jumlah air yang hilang melalui evapotranspirasi pada tanah lempung berpasir lebih kecil daripada tanah lempung liat berpasir. Nilai KAKL tanah tekstur lempung liat berpasir lebih besar dari KAKL tanah bertekstur lempung berpasir (Baskoro dan Tarigan, 2007).
Tabel 14. Hasil pengukuran Etc lempung berpasir dan Etc lempung liat berpasir Fase
Selain dikarenakan faktor suhu, evapotranspirasi pada fase akhir lebih kecil dibanding dengan evapotranspirasi fase tengah juga dikarenakan banyaknya bagian permukaan tanah yang tertutup tanaman sehingga kontribusi evaporasi
48
tanah terhadap total evapotranspirasi menurun. Perbandingan antara evaporasi langsung dari tanah dan transpirasi dari tanaman ditentukan oleh banyaknya bagian permukaan tanah yang tertutup tanaman. Menurut Prachmayandini (2012) evapotranspirasi adalah jumlah air total dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi yang dikebalikan lagi ke atmosfer oleh adanya pengaruh faktor-faktor iklim dan fisiologis vegetasi.
Uji Perbedaan Nilai Kadar Air Tanah Kapasitas Lapang dengan Metode Drainase Bebas dan Pressure Plate Terhadap Bobot Basah dan Bobot Kering Tanaman Pakcoy (Brassica rapa L.)
Bobot basah tanaman pakcoy (Brassica rapa L.)
Dari daftar sidik ragam pada (Lampiran 17) dapat diketahui bahwa nilai KAKL pada berbagai tekstur tanah yang diukur dengan metode yang berbeda memberi pengaruh sangat nyata terhadap bobot basah batang dan daun tanaman pakcoy. Hasil pengujian dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada Tabel 15 diketahui bahwa pada taraf 0,05 perlakuan tekstur lempung berpasir metode drainase bebas 24 jam berbeda nyata dengan perlakuan tekstur lempung berpasir metode pressure plate. Hal ini disebabkan nilai KAKL pada tekstur lempung berpasir metode pF lebih kecil dibanding metode drainase bebas 24 jam yang dapat dilihat pada Tabel 13. Semakin sedikit air maka semakin kecil kemampuan tanah dalam menahan air, dan semakin berkurang pasokan air diperakaran, mengakibatkan energi tanaman dipakai untuk menyerap air lebih besar, sehingga energi untuk pertumbuhan dan perkembangan pakcoy sedikit dan berdampak terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan sel tanaman. Selain itu tanaman
akan memiliki ukuran yang lebih kecil akibat penyusutan luas daun dan fotosintesis (Nio dan Torey, 2013).
Hasil uji DMRT pada taraf 0,05 perlakuan tekstur lempung berpasir metode drainase bebas 24 jam berbeda nyata dengan perlakuan tekstur lempung liat berpasir metode drainase bebas 24 jam, tekstur lempung liat berpasir metode drainase bebas 48 jam, tekstur lempung liat berpasir metode pressure plate. Hal ini disebabkan karena tekstur tanah yang digunakan berbeda, dimana sifat fisika tanah, sifak kimia tanah dan nilai KAKL yang diberikan ke tanahpun sangat berbeda sehingga produksi tanaman pakcoy pada tanah tekstur lempung berpasir jauh berbeda dengan tekstur lempung liat berpasir.
Tabel 15. Uji DMRT pengujian nilai KAKL pada berbagai tekstur tanah yang diukur dengan metode berbeda terhadap bobot basah batang dan daun tanaman pakcoy (g)
Jarak DMRT
Perlakuan Rataan Notasi
0,05 0,01 0,05 0,01
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5% dan tidak berbeda sangat nyata pada taraf 1%.
LLP: lempung liat berpasir LP: lempung berpasir DB : drainase bebas pF: pressure plate
Hasil uji DMRT pada taraf 0,05 untuk perlakuan lempung berpasir metode drainase bebas 48 jam berbeda tidak nyata dengan perlakuan lempung berpasir metode drainase 24 jam, lempung berpasir metode pF dan lempung liat berpasir metode pF. Sedangkan hasil uji DMRT pada taraf 0,01 perlakuan lempung
50
berpasir metode drainase bebas 48 jam berbeda tidak sangat nyata terhadap perlakuan lainnya.
Pada analisis sidik ragam (Lampiran 17) diketahui bahwa nilai KAKL pada berbagai tekstur tanah yang diukur dengan metode berbeda pada tanah Ultisol menunjukkan pengaruh nyata terhadap bobot basah akar tanaman pakcoy. Hasil pengujian dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada Tabel 16 menunjukkan pada taraf 0,05 perlakuan lempung berpasir metode drainase bebas 24 jam berbeda tidak nyata dengan tekstur lempung liat berpasir metode pF.
Tabel 16. Uji DMRT pengujian nilai KAKL pada berbagai tekstur tanah yang diukur dengan metode berbeda terhadap bobot basah akar tanaman pakcoy (g)
Jarak DMRT
Perlakuan Rataan Notasi
0,05 0,01 0,05 0,01
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5% dan tidak berbeda sangat nyata pada taraf 1%.
LLP: lempung liat berpasir LP: lempung berpasir DB : drainase bebas pF: pressure plate
Dari hasil uji DMRT pada taraf 0,05 untuk perlakuan tekstur lempung berpasir metode drainase bebas 24 jam berbeda nyata dengan tekstur lempung berpasir metode drainase bebas 48 jam, lempung berpasir metode pF, lempung liat berpasir metode drainase bebas 24 jam, dan lempung liat berpasir metode drainase bebas 48 jam. Hal ini disebabkan oleh sifat tanah tekstur lempung berpasir yang sulit menyimpan air sehingga ketika pemberian KAKL pada tanah tekstur lempung berpasir metode drainase bebas 48 jam dan pressure plate lebih kecil
dari metode drainase bebas 24 jam, tanah menjadi lebih cepat mengering.
Keadaan ini menghambat pertumbuhan akar di tanah kering karena sel-selnya tidak dapat mempertahankan turgor (Nio dan Torey, 2013). Akan tetapi, berbanding terbalik dengan tanah tekstur lempung lliat berpasir yang bersifat mudah menyimpan air sehingga pemberian air KAKL yang besar akan berdampak menurunnya pertukaran gas antara tanah dan udara yang mengakibatkan menurunnya ketersediaan O2 bagi akar sehingga pertumbuhan akar menjadi terhambat.
Bobot kering tanaman pakcoy (Brassica rapa L.)
Bobot kering tanaman dihitung untuk mengetahui produktivitas tanaman.
Dari daftar sidik ragam pada (Lampiran 18) dapat diketahui bahwa metode KAKL berbeda dan tekstur tanah berbeda memberi pengaruh sangat nyata terhadap bobot kering batang dan daun tanaman pakcoy. Hasil pengujian dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada Tabel 17 menunjukkan bahwa pada taraf 0,05
tekstur lempung berpasir metode drainase bebas 24 jam berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya. Sedangkan pada taraf 0,01 bahwa tekstur lempung berpasir metode drainase bebas 24 jam berbeda tidak sangat nyata terhadap perlakuan tekstur lempung berpasir metode drainase bebas 48 jam dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan lainnya.
Hasil uji ANOVA pada Tabel 18 menunjukkan nilai KAKL pada tekstur lempung berpasir dan lempung liat berpasir yang diukur dengan metode drainase bebas 24 jam, drainase bebas 48 jam dan pF berpengaruh tidak nyata dengan bobot kering akar tanaman pakcoy
52
Tabel 17. Uji DMRT pengujian nilai KAKL pada berbagai tekstur tanah yang diukur dengan metode berbeda terhadap bobot kering batang dan daun tanaman pakcoy (g)
Jarak DMRT
Perlakuan Rataan Notasi
0,05 0,01 0,05 0,01
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5% dan tidak berbeda sangat nyata pada taraf 1%.
LLP: lempung liat berpasir LP: lempung berpasir DB : drainase bebas pF: pressure plate
Tabel 18. Uji ANOVA pengujian nilai KAKL pada berbagai tekstur tanah yang diukur dengan metode berbeda terhadap bobot kering akar tanaman pakcoy (g)
SK Db JK KT Fhitung F0,05 F0,01
Perlakuan 5 0,011 0,002 2,576 tn 2,772 4,247
Galat 18 0,016 0,001
Total 23 0,027 Keterangan : tn: tidak nyata
Berdasarakan uji DMRT yang telah dilakukan bahwa secara umum ketiga metode KAKL menunjukkan perbedaan yang tidak nyata antara metode drainase bebas 48 jam dengan metode pF terhadap hasil bobot tanaman pakcoy sehingga kedua metode ini dapat digunakan untuk menentukan nilai KAKL tanah Ultisol bertekstur lempung berpasir dan lempung liat berpasir.
Dari Tabel 14 dapat dilihat rata-rata bobot tanaman 12,75-3,00 g. Menurut KEPMENTAN No. 253/kpt/TP.240/5/2000 pada kemasan benih jenis Tosakan bobot per tanaman dapat mencapai berat 250-300 g. Berat tanaman pakcoy yang