• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI KADAR AIR KAPASITAS LAPANG BERDASARKAN METODE DRAINASE BEBAS DAN PRESSURE PLATE PADA

TANAH ULTISOL DENGAN TEKSTUR TANAH YANG BERBEDA BERTANAMAN PAKCOY (Brassica rapa L.)

SKRIPSI

WISNA WULANDARI 140308077

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

NILAI KADAR AIR KAPASITAS LAPANG BERDASARKAN METODE DRAINASE BEBAS DAN PRESSURE PLATE PADA

TANAH ULTISOL DENGAN TEKSTUR TANAH YANG BERBEDA BERTANAMAN PAKCOY (Brassica rapa L.)

SKRIPSI

Oleh:

WISNA WULANDARI

140308077/KETEKNIKAN PERTANIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh:

Komisi Pembimbing

( Prof. Dr. Ir. Sumono, M.S ) NIP. 194809281976031003

[

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

ABSTRAK

WISNA WULANDARI: Nilai Kadar Air Kapasitas Lapang Berdasarkan Metode Drainase Bebas dan Pressure Plate pada Tanah Ultisol dengan Tekstur Tanah yang Berbeda Bertanaman Pakcoy (Brassica rapa L.), dibimbing oleh SUMONO.

Nilai Kadar air kapasitas lapang (KAKL) merupakan salah satu faktor penting bagi pertumbuhan tanaman yang dipengaruhi oleh keadaan tanahnya seperti tekstur dan bahan organik tanah. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui nilai KAKL menggunakan berbagai metode pada tanah Ultisol dengan tekstur tanah yang berbeda dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman pakcoy. Penelitian dalam skala rumah kaca menggunakan rancangan acak lengkap non faktorial terdiri dari 6 perlakuan dan 4 ulangan yaitu tekstur lempung berpasir dan lempung liat berpasir masing-masing menggunakan metode drainase bebas (DB) 24 jam, DB 48 jam dan pressure plate (pF). Parameter yang diamati meliputi tekstur tanah, bahan organik, P-tersedia, N-total, pH, porositas, KAKL, evapotranspirasi, bobot basah dan bobot kering tanaman.

Hasil penelitian pada kedua tekstur tanah menunjukkan bahan organik, N dan P diklasifikasikan sangat rendah, pH agak masam, porositas baik dan evapotranspirasi pada lempung berpasir lebih kecil dari lempung liat berpasir. Penentuan KAKL dengan metode DB 24 jam pada lempung berpasir dan metode pF pada lempung liat berpasir menunjukkan hasil bobot tanaman pakcoy tertinggi. Metode DB 24 jam berbeda nyata dengan metode pF dan DB 48 jam. Bobot basah tanaman pakcoy berkisar 3,00-12,75 g/tanaman dan bobot kering tanaman berkisar 0,26-0,83 g/tanaman.

Kata kunci: Kapasitas lapang, drainase bebas, pressure plate, tekstur, pakcoy ABSTRACT

WISNA WULANDARI: Levels of Water Field Capacity by Free Drainage and Pressure Plate Methods at Ultisol Soil for Different Soil Texture using pakcoy (Brassica rapa L.), supervised by SUMONO.

Field capacity is one of the important factors for plant’s growth that affected by texture and organic matter. The objective of this research was to study the levels of field capacity using several methods at Ultisol soil with different textures and their effect on pakcoy’s growth. Research was held on greenhouse scale using a completely non factorial randomized design, consisting of 6 treatments and 4 replications, i.e. sandy loam and sandy clay loam with free drainage method 24 hours, free drainage method 48 hours and pF method respectively. Observed parameters were soil texture, organic matter, available P, total N, pH, porosity, field capacity, evapotranspiration, wet weight and dry weight of the plant.

The results showed that both of texture had organic matter, N, P that classified as very low, pH was rather acidic, good porosity; and evapotranspiration at sandy loam was lower than sandy clay loam. Field capacity with free drainage method 24 hours at sandy loam and pF method at sandy clay loam showed the highest result of pakcoy weight. Free drainage method 24 hours significantly different with pF method and free drainage method 48 hours. Wet weight of pakcoy plants was ranging from 3,00 to 12,75 g/plant and dry weight of plants was ranged from 0,26 to 0,83 g/plant.

(4)

ii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kalimantan Tengah pada tanggal 04 Februari 1997 dari Ayah Darwis Ritonga dan Ibu Lanna Sari. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Tahun 2014 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Binjai dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Mandiri dan lulus pada pilihan pertama di Program Studi Keteknikan Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA) dan BKM Al-Mukhlisin Fakultas Pertanian. Penulis pernah menjadi asisten laboratorium Termodinamika dan Pindah Panas tahun 2017, dan laboratorium hidrologi teknik pada tahun 2018.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Kantor Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Sumatera Utara, Medan pada bulan Juli sampai Agustus 2017.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Adapun judul dari skripsi ini adalah ―Nilai Kadar Air Kapasitas Lapang Berdasarkan Metode Drainase Bebas dan Pressure Plate pada Tanah Ultisol dengan Tekstur Tanah yang Berbeda Bertanaman Pakcoy (Brassica rapa L.)‖

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan dengan bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis ucapkan terima kasih kepada keluarga tercinta atas limpahan do’a, kasih sayang dan dukungan baik moril maupun materil; kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Sumono, MS selaku komisi pembimbing atas segala bimbingan, pengarahan dan saran yang telah diberikan kepada penulis;

Fanni, Elvita, kak Syarah, kak Dwi, keluarga TEP 014 atas waktu, motivasi, perhatian dan bantuannya selama ini; staf pengajar dan pegawai di Program Studi Keteknikan Pertanian, serta semua rekan mahasiswa yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Agustus 2018

Penulis

(6)

iv

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol ... 5

Tekstur Tanah ... 6

Bahan Organik Tanah ... 8

P-tersedia ... 10

N-total ... 11

Reaksi Tanah (pH) ... 11

Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density) ... 12

Kerapatan Partikel Tanah (Particle Density) ... 14

Porositas Tanah ... 16

Evapotranspirasi ... 18

Perkolasi ... 20

Kadar Air Kapasitas Lapang ... 21

Metode Penetapan Kadar Air Kapasitas Lapang ... 23

Tanaman Pakcoy (Brassica rapa L.) ... 25

METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 27

Alat dan Bahan Penelitian ... 27

Metode Penelitian ... 27

Prosedur Penelitian dan Parameter Penelitian ... 29

HASIL DAN PEMBAHASAN Tekstur Tanah ... 37

Bahan Organik Tanah ... 38

P tersedia, N total, pH Tanah ... 39

Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density) ... 40

Kerapatan Partikel Tanah (Particle Density) ... 42

Porositas Tanah ... 43

Perkolasi ... 44 Kadar Air Kapasitas Lapang dengan Metode Drainase Bebas dan

(7)

Pressure Plate ... 44 Evapotranspirasi ... 47 Uji Perbedaan Nilai Kadar Air Tanah Kapasitas Lapang dengan

Metode Drainase Bebas dan Pressure Plate Terhadap Bobot Basah dan Bobot Kering Tanaman Pakcoy (Brassica rapa L.)

Bobot basah tanaman pakcoy (Brassica rapa L.)... 48 Bobot kering tanaman pakcoy (Brassica rapa L.) ... 51 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 53 Saran ... 54 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(8)

vi

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Beberapa karakteristik dari separat tanah ... 6

2. Kriteria nilai kandungan C-organik tanah ... 10

3. Kriteria nilai kandungan P-tersedia tanah ... 10

4. Kriteria nilai kandungan N-total tanah ... 11

5. Batasan kisaran nilai pH ... 12

6. Kelas porositas tanah ... 17

7. Hasil analisis tekstur tanah ... 37

8. Bahan Organik Tanah ... 38

9. Hasil analisis sifat kimia berbagai tekstur tanah ... 39

10. Kerapatan massa tanah, kerapatan partikel tanah dan porositas ... 41

11. Perkolasi tanah ... 44

12. Uji DMRT Nilai KAKL pada berbagai tekstur tanah yang diukur dengan metode yang berbeda ... 45

13. Nilai KAKL pada berbagai tekstur tanah yang diukur dengan metode yang berbeda ... 45

14. Hasil pengukuran Etc lempung berpasir dan Etc lempung liat Berpasir ... 47

15. Uji DMRT pengujian nilai KAKL pada berbagai tekstur tanah yang diukur dengan metode berbeda terhadap bobot basah batang dan daun tanaman pakcoy (g) ... 49

16. Uji DMRT pengujian nilai KAKL pada berbagai tekstur tanah yang diukur dengan metode berbeda terhadap bobot basah akar tanaman pakcoy (g) ... 50

(9)

17. Uji DMRT pengujian nilai KAKL pada berbagai tekstur tanah yang diukur dengan metode berbeda terhadap bobot kering batang dan daun

tanaman pakcoy (g) ...52 18. Uji DMRT pengujian nilai KAKL pada berbagai tekstur tanah yang

diukur dengan metode berbeda terhadap bobot kering akar tanaman

pakcoy (g) ...52

(10)

viii

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1. Diagram segitiga tekstur tanah menurut USDA ... 7

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1. Flowchart penelitian ... 59

2. Peta tanah Provinsi Sumatera Utara ... 60

3. Tekstur tanah berdasarkan segitiga USDA ... 61

4. Hasil analisis tanah... 63

5. Perhitungan bulk density dan particle density ... 65

6. Perhitungan porositas ... 69

7. Perhitungan pemberian air awal pada tanah ultisol tekstur lempung berpasir ... 70

8. Perhitungan pemberian air awal pada tanah ultisol tekstur lempung liat berpasir ... 73

9. Perhitungan pemberian air setelah evapotranspirasi pada tanah Ultisol tekstur lempung berpasir ... 76

10. Perhitungan pemberian air setelah evapotranspirasi pada tanah Ultisol tekstur lempung liat berpasir ... 78

11. Hasil pengukuran suhu harian ruangan dan evapotranspirasi ... 80

12. Data pemberian air pada tanah lempung berpasir bertanaman pakcoy (Brassica rapa L.) ... 81

13. Data pemberian air pada tanah lempung liat berpasir bertanaman pakcoy (Brassica rapa L.) ... 82

14. Hasil perkolasi tanah Ultisol bertekstur lempung barpasir ... 83

15. Hasil perkolasi tanah Ultisol bertekstur lempung liat barpasir ... 84

16. Uji Statistika Kadar Air Kapasitas Lapang ... 85

17. Data bobot basah tanaman pakcoy (Brassica rapa L.) ... 86

(12)

x

19. Dokumentasi Penelitian ... 90

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia. Akan tetapi, besarnya jumlah penduduk tersebut tidak didukung oleh jumlah produksi pangan yang cukup untuk konsumsi nasional. Sementara lahan pertanian yang produktif, luasannya sangat terbatas dan semakin berkurang.

Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik mencatat selama 2002-2010 lahan pertanian yang beralih fungsi untuk kepentingan lain mencapai rerata 56.000-60.000 ha per tahun yang akan meningkat pada tahun-tahun berikutnya (Ditjen PSP, 2013).

Jika hanya mengandalkan produksi pertanian pada lahan yang subur maka tidak akan mampu memenuhi kebutuhan pangan nasional yang semakin meningkat. Solusinya adalah dengan memanfaatkan lahan-lahan marginal seperti pada lahan kering untuk perluasan lahan pertanian. Mengingat bahwa lahan kering merupakan sumberdaya pertanian terbesar di Indonesia ditinjau dari segi luasnya (Wahyuni dkk., 2012). Jenis tanah yang tergolong dalam lahan marginal untuk lahan kering umumnya termasuk ordo Ultisol (podsolik) (Noor, 1996).

Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Ditinjau dari luasnya, tanah Ultisol mempunyai potensi yang tinggi untuk pengembangan pertanian lahan kering.

Namun demikian, pemanfaatan tanah ini menghadapi kendala karakteristik tanah

(14)

2

Beberapa kendala yang umum pada tanah Ultisol adalah kemasaman tanah tinggi, kejenuhan Al tinggi, miskin kandungan hara makro terutama P, K, Ca, dan Mg, dan kandungan bahan organik rendah. Selain itu, tanah Ultisol merupakan tanah kritis yang ketersediaan air tanahnya terbatas. Hal ini disebabkan ketersediaan air pada tanah ini yang masih mengandalkan curah hujan sebagai sumber air utamanya (Baskoro dan Tarigan, 2007).

Ketersediaan air tanah pada tanah kering ordo Ultisol merupakan salah satu faktor penting untuk meningkatkan hasil tanaman pangan (Junedi, 2014).

Konsep kapasitas lapang sangat berguna dalam mendapatkan sejumlah

air yang tersedia dalam tanah untuk digunakan oleh tanaman (Hansen dkk., 1992). Untuk itu, penentuan kadar air kapasitas lapang perlu

diketahui, karena pada tanaman yang tumbuh pada kondisi tidak jenuh pemberian air yang optimal umumnya sampai pada kondisi kapasitas lapang. Akan tetapi, kadar kapasitas lapang berbeda-beda sesuai dengan tekstur tanahnya. Hal ini dikarenakan tekstur tanah sangat mempengaruhi kemampuan tanah dalam memegang air. Setiap jenis tekstur tanah memiliki ukuran pori yang berbeda, dimana air yang berada dalam pori-pori tanah adalah air yang diserap oleh tanaman.

Mengingat pentingnya mengetahui ketersediaan air tanah Ultisol pada kapasitas lapang untuk berbagai macam tekstur tanah, maka perlu pengkajian terus menerus. Namun karena mahalnya dan keterbatasan alat pengukuran kadar air tanah, maka perlu mengetahui alat sederhana dan metode pengukuran kadar air

(15)

kapasitas lapang. Metode yang umum digunakan diantaranaya adalah metode Drainase bebas dan Pressure plate (Baskoro dan Tarigan, 2007).

Pengembangan tanah Ultisol sebagai penyedian lahan dalam mengatasi beralih fungsinya lahan-lahan yang produktif dapat dimanfaatkan untuk tanaman pangan dan hortikultura yang pada saat ini juga banyak dibutuhkan oleh masyarakat, seperti tanaman padi, kedelai, jagung, kacang tanah, pakcoy, selada dan lain-lain. Diantara tanaman tersebut, tanaman pakcoy (Brassica rapa L.) merupakan tanaman sayuran yang mempunyai prospek baik dan nilai ekonomis yang cukup tinggi dan dapat tumbuh dilahan kering. Harga tanaman pakcoy adalah Rp. 10.000/kg sehingga layak dikembangkan untuk memenuhi permintaan konsumen yang semakin tinggi (Perwitasari dkk., 2012; Fatma, 2009). Upaya meningkatkan produksi tanaman pakcoy dapat dilakukan melalui pengairan atau

penyiraman karena hal ini merupakan faktor essensial bagi tanaman.

Untuk memenuhi kebutuhan air tanaman dan menjaga ketersediaannya dalam tanah beserta distribusinya diperlukan penyiraman yang tepat (Puspita dkk., 2016). Penyiraman yang tepat tentunya diawali dengan pengukuran

kadar air yang tepat pula.

Dengan demikian, untuk meningkatkan produktivitas tanah Ultisol dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman pakcoy, maka perlu mengetahui keakuratan dari metode drainase bebas dan pressure plate agar dapat menentukan pemberian air yang tepat dengan cara menguji beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keakuratan dari kedua metode tersebut seperti tekstur tanah dan waktu drainasenya. Diharapkan kedua cara tersebut dapat menunjukkan perbedaan

(16)

4

keakuratan yang tidak signifikan, sehingga kedua cara tersebut dapat digunakan untuk menentukan kadar air kapasitas lapang, sesuai dengan ketersediaan alatnya.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui nilai kadar air kapasitas lapang tanah Ultisol dengan tekstur tanah yang berbeda menggunakan metode pengukuran drainase bebas dan pressure plate serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman Pakcoy

(Brassica rapa L.) Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis yaitu sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakan syarat untuk dapat menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

2. Bagi mahasiswa, sebagai informasi pendukung untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai nilai kadar air kapasitas lapang berdasarkan metode drainase bebas dan pressure plate pada tanah Ultisol dengan tekstur tanah yang berbeda.

3. Bagi masyarakat, untuk membantu petani dalam pengembangan dan pengelolaan jenis tanaman pada tanah Ultisol sesuai dengan metode pengukuran yang telah ditetapkan.

Hipotesis Penelitian

Ada perbedaan respon tidak nyata pada bobot tanaman pakcoy akibat perbedaan pemberian nilai kadar air kapasitas lapang pada berbagai tekstur tanah yang diukur dengan metode drainase bebas dan pressure plate.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanah Ultisol

Tanah Ultisol merupakan tanah yang memiliki kandungan hara yang rendah dan mengalami peningkatan fraksi liat yang membentuk horizon argilik.

Selain itu juga, porositas tanah pada tanah Ultisol sangat rendah akibat adanya akumulasi liat pada bagian bawah lapisan olah tanah sehingga menyebabkan akar tanaman tidak dapat menembus horizon ini dan hanya berkembang di atas horizon argilik, sehingga akan berdampak pada pertumbuhan tanaman (Nita dkk., 2015).

Tanah Ultisol memiliki banyak permasalahan yaitu, kandungan bahan organik tanah yang sangat rendah, kemasaman tanah, kejenuhan basa kurang dari 35%, kejenuhan Al tinggi, KTK rendah, kandungan N, P, dan K rendah serta sangat peka terhadap erosi (Karo Karo dkk., 2017).

Tanah Ultisol mempunyai potensi untuk perluasan areal pertanian, namun produktivitasnya rendah. Secara keseluruhan tanah Ultisol mempunyai tingkat kesuburan rendah meliputi N total, P tersedia, K tersedia yang rendah pH tanah rendah dan kejenuhan Al sangat tinggi, kondisi tersebut umumnya ditemukan pada Ultisol yang berumur lanjut dengan bahan induk batuan masam dan terletak pada zone iklim tropis basah dengan curah hujan yang tinggi, kation-kation basa yang menyebabkan kandungan hara menjadi rendah serta rendahnya pH tanah akibat tingginya kandungan Al dan fiksasi P (Pratiwa, 2014).

Tekstur Tanah Ultisol bervariasi dan dipengaruhi oleh bahan induk tanahnya. Tanah Ultisol dari granit yang kaya akan mineral kuarsa umumnya

(18)

6

batu kapur, batuan andesit, dan tufa cenderung mempunyai tekstur yang halus seperti liat dan liat halus (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).

Tekstur Tanah

Tekstur tanah yang menunjukan kasar halusnya tanah dibagi menjadi beberapa kelompok antara lain: kasar (pasir, pasir berlempung), agak kasar (lempung berpasir, lempung berpasir halus), sedang (lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu, debu), agak halus (lempung liat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu), dan halus (liat berpasir, liat berdebu), selain itu, tanah mempunyai perbedaan dalam memegang air, kemampuan ini tergantung pada teksturnya (Sarbini dan Qoriansyah, 2013).

Klasifikasi ukuran, jumlah dan luas permukaan fraksi-fraksi tanah menurut sistem USDA dan Sistem Internasional tertera pada Tabel 1 seperti dibawah ini:

Tabel 1. Beberapa karakteristik dari separat tanah

Separat tanah Diameter (mm) Jumlah partikel (g-1)

Luas permukaan (cm2 g-1) USDA Internasional

Pasir sangat

kasar 2,00-1,00 - 90 11

Pasir kasar 1,00-0,50 - 720 23

Pasir sedang 0,50-0,25 - 5.700 45

Pasir - 2,00-0,20 4.088 29

Pasir halus 0,25-0,10 - 46.000 91

Pasir sangat

halus 0,10-0,05 - 722.000 227

Debu 0,05-0,002 - 5.776.000 454

Debu - 0,02-0,002 2.334.796 271

Liat <0,002 <0,002 90.250.853.000 8.000.000 (Foth, 1951).

Semakin halus tekstur tanah maka semakin besar kadar air kapasitas lapangnya. Tanah bertekstur pasir sulit menahan air dan unsur hara dibanding tanah bertekstur liat (Hardjowigeno, 2007; Haridjaja dkk., 2013). Hal ini

(19)

dikarenakan pada tekstur liat jumlah pori mikro yang merupakan pori pemegang air lebih banyak daripada tanah bertekstur pasir (Haridjaja dkk., 2013). Selain itu dikarenakan luas permukaan tanah bertekstur pasir yang lebih kecil dibanding tanah bertekstur liat (Hardjowigeno, 2007).

Gambar 1 Diagram segitiga tekstur tanah.

Di Laboratorium, tekstur tanah umumnya ditetapkan melalui dua metode, yaitu metode pipet dimana metode ini kurang teliti dan metode hydrometer

―Bouyoucos‖ dianggap lebih teliti. Kedua metode ini didasarkan pada perbedaan kecepatan jatuhnya pertikel-partikel tanah didalam air dengan asumsi bahwa kecepatan jatuhnya partikel yang berkerapatan (density) sama dalam suatu larutan.

Proporsi hasil penetapan masing-masing fraksi tanah ini kemudian dicocokkan dengan proporsi pada segitiga tekstur (gambar 1) (Hanafiah, 2005).

(20)

8 Bahan Organik

Bahan organik tanah adalah suatu bahan yang kompleks dan dinamis, berasal dari sisa tanaman dan hewan yang terdapat di dalam tanah dan mengalami perombakan secara terus menerus. Bahan organik dapat meningkatkan agregasi tanah, memperbaiki aerasi dan perkolasi, serta membuat struktur tanah menjadi lebih remah dan mudah diolah, bahan organik tanah berpengaruh nyata terhadap pergerakan dan pencucian hara(Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).

Sunanto (2010) menyatakan kadar bahan organik didalam tanah mineral secara umum tidak lebih dari 5%, tetapi pengaruhnya sangat penting bagi tanah.

Bahan organik dalam tanah terdapat dalam 3 bentuk yaitu bebas, berikatan dengan fraksi liat, dan berikatan dengan seskuioksida, kadar C-organik tanah yang terikat liat sangat tinggi yang menyebabkan C-organik bebas sangat rendah. Foth (1951) menyatakan bahwa tanah-tanah dengan kadar liat tinggi umumnya kadar bahan organiknya lebih tinggi dibandingkan dengan tanah-tanah yang kandungan litanya rendah.

Penetapan bahan organik di laboratorium dapat dilakukan dengan metode

Pembakaran, metode Walkley & Black, dan metode Colorimetri (Walkley & Black Modification). Prinsip Metode Walkley & Black adalah C-organik dihancurkan oleh oksidasi Kalium bikromat yang berlebih akibat penambahan asam sulfat. Kelebihan kromat yang tidak direduksi oleh C-organik tanah kemudian ditetapkan dengan jalan titrasi dengan larutan ferro. Rumus yang digunakan adalah:

C organik (%) = 5 x (1- ) x 0,003 x 1

0,77 x 100

... (1)

(21)

dimana: T = vol.titrasi Fe (NH4)2(SO4) 0,5 N dengan tanah

S = vol.titrasi Fe (NH4)2(SO4) 0,5 N blanko (tanpa) tanah

0,003 = 1 mL K2Cr2O7 1 N + H2SO4 mampu mengoksidasi 0,003 g C-organik

= metode ini hanya 77% C-organik yang dapat dioksidasi

BCT = Berat Contoh Tanah

Bahan organik dapat dihitung dengan persamaan:

ahan organik = % Organik x 1,724 ………(2) (Mukhlis, 2007).

Bahan organik tanah mempunyai pori meso-mikro lebih banyak dibandingkan bahan mineral tanah, artinya luas permukaan penjerap air lebih banyak, sehingga makin tinggi kadar bahan organik maka semakin tinggi kadar dan ketersediaan air tanah. Demikian juga semakin rendah bahan organik maka semakin rendah kamampuan tanah memegang air (Hanafiah, 2010).

Dengan menambahkan kandungan bahan organik dan meningkatkan aktivitas mikroba pada tanah akan memulihkan kembali fungsi tanah yang miskin akan unsur hara dan tanah yang terdegradasi seperti tanah bekas pertambangan (Oliva dkk., 2016).

Bahan organik bisa menjadi penyumbang nitrogen dan fosfat apabila tanah tidak diberikan pupuk. Keuntungan dari adanya bahan organik pada tanah adalah mengurangi kerapatan massa pada tanah sehingga melarutkan mineral tanah, kerapatan massa yang rendah biasanya berhubungan dengan naiknya porositas

(22)

10

dikarenakan oleh adanya fraksi-fraksi organik dan anorganik pada tanah (Yulipriyanto, 2010).

Kriteria penilaian sifat-sifat tanah dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini:

Tabel 2. Kriteria nilai kandungan C-organik tanah

Nilai P-tersedia (%) Kategori

< 1 Sangat rendah

1 – 2 Rendah

2 – 3 Sedang

3 – 5 Tinggi

> 5 Sangat tinggi

(Pusat Penelitian Tanah, 1983).

P-tersedia

Unsur hara P merupakan salah satu nutrisi utama yang sangat penting dalam pertumbuhan tanaman. Pada tanah ber-pH rendah, fosfor akan bereaksi dengan ion besi dan aluminium. Reaksi ini membentuk besi fosfat atau aluminium fosfat yang sukar larut dalam air sehingga tidak dapat digunakan oleh tanaman.

Pada tanah ber-pH tinggi, fosfor akan bereaksi dengan ion kalsium. Reaksi ini membentuk ion kalsium fosfat yang sukar larut dan tidak dapat digunakan oleh tanaman. Menurut Leiwakabessy dkk. (2003) pH memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap retensi P, dimana peningkatan pH akan mengurangi retensi P.

Kriteria nilai kandungan P-tersedia dalam tanah dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini:

Tabel 3. Kriteria nilai kandungan P-tersedia tanah

Nilai P-tersedia (%) Kategori

< 4,4 Sangat rendah

4,5 – 6,6 Rendah

7,0 – 11,0 Sedang

11,4 – 15,3 Tinggi

>15,3 Sangat tinggi

(Pusat Penelitian Tanah, 1983).

(23)

N-total

Manfaat dari nitrogen adalah untuk memacu pertumbuhan tanaman pada fase vegetative, serta berperan dalam pembentukan klorofil, asam amino, lemak, enzim, dan persenyawaan lain, kadar nitrogen tanah biasanya sebagai indikator dasar untuk menentukan dosis pemupukan urea. Fungsi N adalah memperbaiki sifat negatif tanaman, tanaman yang tumbuh pada tanah yang cukup N berwarna lebih hijau, sedangkan tanaman yang tumbuh pada tanah kekurangan N tanaman tumbuh kerdil dan daun-daun gugur (Susanto, 2005).

Kriteria nilai kandungan N-total dalam tanah dapat dilihat pada Tabel 4 dibawah ini:

Tabel 4. Kriteria nilai kandungan N-total tanah

Nilai N-total (%) Kategori

< 0,1 Sangat rendah

0,1 – 0,2 Rendah

0,21 – 0,5 Sedang

0,51 – 0,75 Tinggi

>0,75 Sangat tinggi

(Pusat Penelitian Tanah, 1983).

Reaksi Tanah (pH)

Pentingnya pH tanah menentukan mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap tanaman, umumnya unsur hara mudah diserap akar tanaman pada pH tanah sekitar netral, karena kebanyakan unsur hara mudah larut dalam air pada tanah dengan pH tersebut. Bakteri jamur yang bermanfaat bagi tanah dan tanaman akan berkembang baik pada pH > 5,5 apabila pH tanah terlalu rendah maka akan terhambat aktivitasnya (Hardjowigeno, 2007).

(24)

12 Tabel 5. Batasan kisaran nilai pH

Nilai pH Kategori

< 4,4 Sangat masam (Ekstrim)

4,5 – 5,0 Sangat masam

5,1 – 6,5 Asam

6,6 – 7,3 Netral

7,4 – 8,4 Alkalin

8,8 – 9,0 Sangat Alkalin

>9,1 Sangat Alkalin (Ekstrim)

(Pusat Penelitian Tanah, 1983).

Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density)

Kerapatan massa (bulk density) adalah suatu parameter yang paling penting yang digunakan untuk menghitung penyimpanan karbon organik tanah dan juga salah satu sumber penting dalam memperkirakan penyimpanan karbon organik pada skala besar. Sebagai dasar sifat fisik tanah, kerapatan massa tidak hanya mempengaruhi ketersediaan soil moisture dan nutrisi, tetapi juga secara tidak langsung mencerminkan kualitas tanah dan produktivitas (Xu dkk., 2016).

Tanah yang lebih padat mempunyai kerapatan massa yang lebih besar dari tanah yang sama tetapi kurang padat. Pada umumnya tanah lapisan atas (top soil) pada tanah mineral mempunyai nilai kerapatan massa yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah di bawahnya. Nilai kerapatan massa tanah mineral berkisar 1—1,6 g/cm3, sedangkan tanah organik umumnya memiliki nilai bulk density antara 0,1—0,9 g/cm3, kerapatan massa dipengaruhi oleh tekstur, struktur,

dan kandungan bahan organik, pengolahan tanah dan praktek budidaya (Hardjowigeno, 2007). Kerapatan massa banyak mempengaruhi sifat fisik tanah,

seperti porositas, kekuatan, daya dukung, kemampuan tanah menyimpan air, drainase, dll (Hardjowigeno, 2003).

(25)

Kerapatan massa disebut juga dengan kerapatan curah tanah atau bobot tanah, yang merupakan ukuran berat (massa) tanah per satuan volume luas dari suatu daerah tanah, biasanya diberikan secara oven-kering (105-110oC) dan biasanya dinyatakan dalam g/cm3. Variasi kerapatan massa disebabkan oleh proporsi relatif, berat jenis partikel organik dan anorganik padat serta porositas tanah. Sebagian besar tanah mineral memiliki kepadatan massa antara 1,0 dan 2,0 g/cm3. Pengukuran kerapatan harus diketahui untuk mengetahui sifat-sifat tanah yang luas (kuantitatif) untuk seluruh profil tanah dan lebih sesuai dengan kondisi lokal (Hossain dkk., 2015).

Hillel (1982) menyatakan bahwa kerapatan massa tanah menunjukkan perbandingan berat tanah terhadap volume total (udara, air, dan padatan) yang dapat dihitung dengan persamaan berikut:

ρb = s

t...(3) dimana: ρb= kerapatan massa tanah (g/cm3)

Ms = massa tanah (g) Vt = volume total (cm3)

Kerapatan massa tanah merupakan salah satu sifat fisik tanah yang paling sering ditentukan, karena keterkaitannya yang erat dengan kemudahan penetrasi akar di dalam tanah, drainase, dan aerasi tanah serta sifat fisik tanah lainnya. Nilai kerapatan massa bervariasi antara titik satu dengan titik yang lainnya disebabkan oleh variasi kandungan bahan organik, tekstur tanah, kedalaman perakaran, struktur tanah, jenis fauna, dan lain-lain. Tanah dengan ruang pori total tinggi, seperti tanah liat cenderung mempunyai kerapatan massa yang lebih rendah.

(26)

14

Sebaliknya, tanah dengan tekstur kasar, walaupun ukuran porinya besar, namun

total ruang porinya lebih kecil sehingga kerapatan massanya menjadi lebih besar (Kurnia dkk., 2006).

Kerapatan massa adalah sifat fisik tanah yang penting dibutuhkan untuk memperkirakan karakteristik air tanah dan digunakan sebagai parameter untuk kebutuhan air dan transportasi nutrisi. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kerapatan massa adalah kedalaman tanah, kandungan bahan organik dan pemadatan. Secara keseluruhan, perbedaan nilai kerapatan massa pada setiap tanah disebabkan oleh perbedaan kerapatan partikel (Martin dkk., 2016).

Kerapatan massa berbanding lurus dengan kerapatan partikel. Kerapatan massa dan kerapatan partikel berbanding terbalik dengan kadar air. Hal ini terjadi jika suatu tanah memiliki tingkat kadar air yang tinggi dalam menyerap air tanah, maka kepadatan tanah menjadi rendah karena pori-pori di dalam tanah besar sehingga tanah yang memiliki pori besar akan lebih mudah memasukkan air di dalam agregat tanah (Hanafiah, 2005).

Kerapatan Partikel Tanah (Particle Density)

Kerapatan partikel (Particle density) adalah berat tanah kering persatuan volume partikel-partikel padatan tanah (tidak termasuk pori tanah). Jelasnya yang dimaksud tanah disini adalah volume tanahnya saja dan tidak

termasuk volume ruang pori yang terdapat diantara ruang pori (Hardjowigeno, 2007).

(27)

Hillel (1982) menyatakan kerapatan partikel tanah menunjukkan perbandingan antara massa tanah kering terhadap volume tanah kering dengan persamaan :

ρs = s

s ...(4) dimana:

ρs= Kerapatan partikel tanah (g/cm3) Ms= Massa padatan tanah (g)

Vs= Volume padatan tanah (cm3)

Kerapatan partikel tanah (particle density) merupakan kajian yang penting untuk tanah dalam menghitung porositas tanah dan angka pori. Banyak studi yang mengasumsikan nilai konstan, biasanya 2,65 g/cm3 untuk ditanami pada tanah mineral. Sebuah data dengan 79 sampel tanah dari 16 lokasi di Denmark menunjukkan bahwa nilai kerapatan partikel tanah liat adalah sekitar 2,86 mg/m3, sedangkan partikel pasir dan lumpur bisa diperkirakan 2,65 g/cm3. Nilai kerapatan partikel sebenarnya bervariasi di seluruh jenis tanah dan wilayah geografis.

Kerapatan partikel menurun dengan meningkatnya kandungan bahan organik tanah. Nilai kerapatan partikel menurun untuk tanah dengan meningkatkan kandungan pasir (Schjonning dkk., 2016).

Siregar dkk. (2016) telah melakukan penelitian mengenai kajian distribusi air pada tanah Andosol menggunakan tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens) dengan jumlah pemberian air yang berbeda. Dari satu parameter penelitian didapat nilai kerapatan partikel yaitu 1,41-1,61 g/cm3, dimana sebelumnya kondisi tanah

(28)

16

yang digunakan juga terganggu karena telah digerus untuk mendapatkan butiran yang seragam.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kerapatan partikel yaitu kadar air, tekstur tanah, struktur tanah, bahan organik, dan topografi. Kadar air mempengaruhi volume kepadatan tanah, dimana untuk mengetahui volume kepadatan tanah dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah, sebab tanpa adanya pengaruh kadar air maka proses kerapatan partikel tidak berlangsung. Semakin banyak kandungan bahan organik yang terkandung dalam tanah, maka makin kecil nilai kerapatan partikelnya (Hanafiah 2005).

Porositas Tanah

Hillel (1982) mengemukakan bahwa porositas dari tanah adalah hasil dari kerapatan massa tanah dan kerapatan partikel tanah. Adapun persamaannya:

f= (1-ρb

ρs) x 100%………...………...(5) Dimana:

f = porositas (%)

ρb= kerapatan massa tanah (g/cm3) ρs= kerapatan partikel tanah (g/cm3)

Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang dapat ditempati oleh udara dan air, serta merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Pori-pori tanah dapat dibedakan menjadi pori-pori kasar (makro) dan pori-pori halus (mikro). Pori-pori kasar berisi udara atau air gravitasi (air yang mudah hilang karena gaya gravitasi), sedangkan pori-pori halus berisi air kapiler atau udara. Tanah-tanah pasir mempunyai pori-pori kasar lebih banyak daripada

(29)

tanah liat. Tanah yang banyak mengandung pori-pori kasar sulit menahan air sehingga tanahnya mudah kekeringan. Tanah liat mempunyai pori total (jumlah pori-pori makro + mikro), lebih tinggi daripada tanah pasir. Porositas

tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur tanah, dan tekstur tanah. Porositas tanah tinggi kalau bahan organik tinggi.

(Hardjowigeno, 2007).

Porositas tanah juga dipengaruhi oleh pemadatan tanah. Dimana pemadatan akan menurunkan porositas tanah yang akan menyebabkan mengurangnya aerasi, pengeringan dan penyimpanan kelembaban yang tersedia. Hal ini akan mempengaruhi fisiologi tanaman, dimana klorofil daun dapat digunakan sebagai indokator stress dalam situasi seperti itu (McGrath dan Henry, 2016). Adapun kelas porositas tanah dapat dilihat dari Tabel 6 dibawah ini:

Tabel 6. Kelas porositas tanah

Porositas (%) Kelas

100 Sangat porous

60-80 Porous

50-60 Baik

40-50 Kurang baik

30-40 Buruk

< 30 Sangat buruk

(Susanto, 2005).

Porositas dipengaruhi oleh ukuran partikel dan struktur. Tanah berpasir mempunyai porositas rendah (40 %) dan tanah lempung mempunyai porositas tinggi. Jika strukturnya baik dapat mempunyai porositas 60 % (Islami dan Utomo, 1995).

Struktur pori tanah sangat mempengaruhi fungsi tanah dan proses pembentukannya. Karakteristik pori tanah sangat berguna untuk mengevaluasi

(30)

18

struktur tanah dan kualitas tanah. Struktur pori tanah sangat sensitif terhadap praktek pengelolaan tanah dan perubahan lingkungan. Penggunaan lahan, pengolahan, pemupukan, dan pemadatan dapat mengubah porositas total, distribusi dan fungsi pori-pori tanah sehingga mempengaruhi kimia, proses fisik dan biologis di tanah. Pengolahan tanah dan pemadatan umumnya menurun macroporosity tanah dan distribusi ukuran pori. Kuantifikasi ukuran, bentuk dan

kontinuitas pori-pori dapat membantu untuk memahami dampak dari praktik manajemen dan lingkungan dalam perubahan kualitas tanah (Gao Lu dkk., 2014).

Hubungan antara partikel tanah dan struktur pori dalam perannya meretensi air tanah sangat penting. Struktur tanah telah dianggap sebagai salah satu dalam menentukan kualitas tanah, yang mempengaruhi sifat hidrolik media tak jenuh, seperti kurva retensi air tanah. Struktur pori-pori tanah dipengaruhi oleh tanah fase padat. Selain itu, pemisahkan tanah (yaitu tanah liat, lumpur dan pasir) mempengaruhi perbedaan pori-pori. Setiap tingkat partikel memiliki tingkat yang sesuai dari pori-pori partikel (Ding dkk., 2015).

Evapotranspirasi

Evapotranspirasi merupakan jumlah air total dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi yang dikembalikan lagi ke atmosfer oleh adanya pengaruh faktor-faktor iklim dan fisiologis vegetasi. Evapotranspirasi adalah gabungan dari evaporasi dan transpirasi. Evapotranspirasi dibedakan menjadi evapotranspirasi potensial (PET) dan evapotranspirasi aktual (AET). PET umumnya lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor meteorology sedangkan AET dipengaruhi oleh faktor fisiologi tanaman dan unsur tanah (Prachmayandini, 2012).

(31)

Proses transpirasi dan evaporasi terjadi secara bersamaan dan sulit untuk dipisahkan satu dengan yang lain. Evaporasi dipengaruhi oleh kondisi iklim dan

kandungan air tanah. Dengan terjadinya evaporasi, maka kandungan air tanah turun dengan demikian kecepatan evaporasi juga akan turun (Sinulingga dan Darmanti, 2007).

Evapotranspirasi tanaman dapat ditentukan secara tidak langsung dan secara langsung. Cara penentuan evapotranspirasi secara langsung yang paling banyak digunakan adalah menggunakan panci evaporasi untuk mengetahui besarnya evaporasi dari permukaan air bebas. Beberapa percobaan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa evaporasi yang terjadi dari panci evaporasi lebih cepat dibanding dari permukaan air yang luas. Untuk itu hasil pengukuran dari panci evaporasi harus dikalikan dengan suatu koefisien. Koefisien panci bervariasi menurut musim dan lokasi, yaitu berkisar antara 0,6 sampai 0,8.

Biasanya digunakan koefisien panci tahunan sebesar 0,7.

E = k x Ep ... (6) dimana :

E = evaporasi dari badan air (mm/hari) k = koefisien panci (0,7)

Ep = evaporasi dari panci (mm/hari) (Triatmodjo, 2009).

James (1988) menyatakan bahwa nilai evapotranspirasi di lapangan dapat ditentukan berdasarkan berkurangnya kadar air tanah dari kapasitas lapang dalam jangka waktu tertentu atau selisih antara kadar air tanah pada pengamatan pertama

(32)

20

dengan pengamatan kedua, melalui pengukuran kadar air tanah secara gravimetri diperoleh kadar air tanah basis kering, kemudian dirubah menjadi kadar air volumetric, untuk menghitung besarnya kehilangan air karena evapotranspirasi digunakan persamaan :

 = W x ρb

ρ ... (7) dan

ET = ... (8) Dimana :

ET = Evapotranspirasi (cm/hari)

 = kadar air volumetrik (%) W = kadar air basis kering (%) ρb = kerapatan massa tanah (g/cm3) ρ = berat jenis air (g/cm3)

hT = kedalaman tanah (cm) T = waktu (hari)

Perkolasi

Perkolasi merupakan proses kelanjutan perjalanan air tersebut ke tanah yang lebih dalam. Dengan kata lain, infiltrasi adalah perjalanan air ke dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air kearah lateral) dan gravitasi (gerakan air kea rah vertikal). Sedangkan perkolasi adalah proses dimana sebagian dari air tersebut mengalir ke tanah yang lebih dalam sebagai akibat gaya gravitasi bumi

(33)

setelah keadaan jenuh pada lapisan tanah bagian atas terlampaui. Besarnya laju infiltrasi atau perkolasi dinyatakan dalam mm/jam atau mm/hari (Asdak, 1995).

Laju perkolasi sangat tergantung pada sifat tanah seperti tekstur tanah, kedalaman air tanah, permeabilitas tanah dan pola pemnfaatan lahan. Pada tanah lempung berat dengan karakteristik pengolahan yang baik, laju perkolasi dapat mencapai 1-3 mm/hari, sedangkan pada tanah yang lebih ringan laju perkolasi biasa lebih tinggi. Angka perkolasi untuk berbagai jenis tanah disajikan pada tabel 7 dibawah ini:

Menurut Soemarto (1995) nilai perkolasi dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

ρ = h1-h2

t2-t1

... (9) dimana: h1 = tinggi air awal

h2 = tinggi air akhir t1 = waktu awal t2 = waktu akhir

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses perkolasi adalah sifat fisik tanah, kedalaman muka air tanah, lengas tanah, kapileritas tanah, dan kapasitas lapang tanah. Perkolasi akan terjadi apabila kapasitas lapang terlampaui.

Kadar Air Kapasitas Lapang

Air merupakan komponen yang sangat vital bagi tanaman karena dibutuhkan dalam jumlah yang besar untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kekurangan air pada tanaman akan mengakibatkan menurunnya turgor

(34)

22

sel yang berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan sel tanaman, tanaman akan memiliki ukuran yang lebih kecil akibat penyusutan luas daun dan fotosintesis. Tanah yang kering akan menghambat pertumbuhan akar dilapisan tanah, karena sel-selnya tidak dapat mempertahankan turgor yang diperlukan untuk pemanjangan (Nio dan Torey, 2013).

Kadar air kapasitas lapang adalah kapasitas dimana air oleh gaya gravitasi dengan gaya ikat air oleh tanah sama besarnya atau potensial matriks tanah sama dengan potensial gravitasi. Dengan mengamati pengurangan kelembaban tanah berdasarkan penentuan kelembaban pada waktu yang berbeda-beda sesudah pemberian air sangat berguna dalam memahami dan menginterpretasikan secara tepat karakteristik kapasitas lapang tanah (Hansen dkk., 1992).

Menurut Hillel (1997) kapasitas lapang merupakan jumlah air yang tertahan pada tanah setelah air berlebih terdrainase dan laju gerakan kebawah berkurang, biasanya terjadi 2-3 hari setelah hujan atau irigasi pada tanah sarang dengan struktur dan tekstur yang seragam. Seiring dengan perkembangan teori dan teknik eksperimen yang lebih tepat dalam mempelajari proses aliran tidak jenuh konsep kapasitas lapang seperti disebutkan di atas ini bersifat arbitary.

Definisi umum yang banyak digunakan untuk pengukuran kapasitas lapang (yaitu kadar air zona awal yang basah, misalnya dua hari setelah infiltrasi) tidak memperhitungkan faktor seperti kadar air awal pada tanah (pra-infiltasi).

Klasifikasi kadar air tanah meliputi air tersedia, air tidak tersedia, air higroskopis dan air adhesi. Air tersedia terdapat pada kisaran kapasitas lapang dan titik layu permanen (pF 2,54 - 4,17), air tidak tersedia yaitu air yang berada pada

(35)

tegangan diatas titik layu permanen (pF > 4,17), air higroskopis yaitu air yang diikat oleh partikel tanah dengan sangat kuat sehingga tidak dapat digunakan oleh tanaman, air adhesi juga air yang terikat kuat antara tanah dan air sehingga tidak dapat digunakan oleh air dan tanaman (Ichsan dkk., 2010).

Kapasitas lapang adalah kondisi dimana tebal lapisan air dalam pori-pori tanah mulai menipis, sehingga tegangan antar air-udara meningkat hingga lebih besar dari gaya gravitasi, air gravitasi (pori-pori makro) habis dan air tersedia (pada pori-pori meso atau mikro) bagi tanaman dalam keadaan optimum. Kondisi ini terjadi pada tegangan permukaan lapisan air sekitar 1/3 atm atau pF 2,54.

Koefisien layu (titik layu permanen atau titik kelembaban kritis) adalah kondisi kadar air tanah yang ketersediaannya sudah lebih rendah ketimbang kebutuhan tanaman untuk aktivitas dan mempertahankan turgornya, sehingga tanaman menjadi layu permanen atau tidak dapat pulih lagi disebabkan terbatasnya suplai air atau hujan padahal penyerapan air oleh tanaman dan evaporasi terus terjadi.

Pada kondisi ini air yang tersisa hanya air adhesi dan kohesi yang terikat kuat oleh gaya matrik tanah, yaitu pada tegangan sekitar 15 atm (Hanafiah, 2005).

Metode Penetapan Kadar Air Kapasitas Lapang

Kadar air kapasitas lapang dapat ditetapkan di laboratorium dengan tiga metode yang berbeda-beda, yaitu metode Alhricks, Drainase bebas, dan Pressure plate. Metode Alhricks menganggap terjadinya pengisian pori-pori kapiler oleh air

yang bergerak secara gravitasi. Prinsip metode drainase bebas adalah dengan member air pada tanah hingga jenuh atau hingga ada air yang terdrainase pada kasa strimin (penutup wadah). Metode pressure plate yaitu dengan memberikan

(36)

24

tekanan dalam alat yang disebut pressure plate. Tekanan dapat dinyatakan dalam cm tinggi kolom air yaitu sebesar 346 cm kolom air atau pF 2,54 (Haridjaja dkk., 2013).

Kadar air kapasitas lapang metode drainase bebas ditetapkan pada saat air berhenti atau hampir berhenti yaitu pada saat potensial matriks sama dengan potensial gravitasi atau pada saat kadar air tanah mulai konstan (ΔKA/Δt = 0).

Sosrodarsono dan Takeda (2003) menyatakan bahwa kapasitas lapang terjadi ketika tanah kering dengan permukaan tanah yang rendah mendapatkan curah hujan yang cukup selama 1 sampai 2 hari. Menurut Hillel (1997) bahwa kapasitas lapang menunjukkan jumlah air yang tertahan pada tanah setelah air berlebih terdrainase dan laju gerakan kebawah berkurang yang biasanya terjadi 2-3 hari (48 jam – 72 jam) setelah terjadi presipitasi atau hujan. Namun, dalam hal ini waktu yang dibutuhkan tanah untuk mencapai kapasitas lapang berbeda-beda karena dipengaruhi oleh bahan organik, tekstur tanah dan ukuran pori tanah dimana makin tinggi bahan organik tanah, air tersedia makin tinggi dan makin kasar tanah air tersedia makin rendah, serta makin besar ukuran pori, makin mudah air dilepaskan (Baskoro dan Tarigan, 2007).

Pengukuran kadar air kapasitas lapang menggunakan metode pressure plate adalah dengan cara pemberian tekanan 1/3 atm atau pF 2,54 setelah tanah

dijenuhkan selama ±24 jam. Kadar air pada tekstur liat lebih besar daripada tekstur lempung liat berpasir dan lempung berpasir, disebabkan karena kapasitas menahan air (water holding capacity) tanah bertekstur liat lebih besar

(37)

daripada tanah bertekstur lempung liat berpasir dan lempung berpasir (Haridjaja dkk., 2013).

Menurut Baskoro dan Tarigan (2007) pemberian tekanan 1/3 atm pada penetapan dengan metode Pressure plate sebenarnya hanya merupakan pendekatan, kadar air kapasitas lapang untuk tanah berpasir lebih sesuai jika disetarakan dengan KA pF 2 dari pada KA pF 2,54, contoh tanah utuh yang digunakan dalam penetapan kadar air kapasitas lapang dengan metode Pressure plate hanya setebal + 1 cm, air yang ada pada contoh tanah tersebut lebih mudah

hilang dibandingkan dengan air dalam tanah dengan kolom yang tebal seperti pada metode drainase bebas, pengukuran dengan metode Pressure plate mengabaikan karakteristik profil tanah secara keseluruhan yang tentunya akan menyebabkan proses pelepasan air cenderung lebih mudah.

Tanaman Pakcoy (Brassica rapaL.)

Klasifikasi tanaman pakcoy adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae Ordo : Rhoeadales

Famili : Cruciferae (Brassicaceae) Genus : Brassica

Spesies : Brassica rapa L.

(Haryanto dan Suhartini, 2002).

(38)

26

Tanaman Pakcoy (Brassica chinensi) banyak dipilih petani karena pembudidayaannya yang reltif mudah. Masa panen pakcoy cukup singkat, hanya sekitar 42 hari. Masyarakat pun kini semakin banyak yang mengenal dan menyukai sawi pakcoy ini dibandingkan dengan sawi atau sayuran lain. Karena pakcoy memiliki kandungan vitamin yang cukup dan mudah dalam pengolahannya. Teknik budidaya yang mudah dan minat pasar yang cukup tinggi ini membuat banyak petani menanam pakcoy sebagai tanaman selingan (Khanafi,2016).

Pertumbuhan pakcoy yang baik membutuhkan suhu udara yang berkisar antara 19oC-21oC. Keadaan suhu suatu daerah atau wilayah berkaitan erat dengan ketinggian tempat dari permukaan laut (dpl). Pertumbuhan tanaman dipengaruhi suhu udara, misalnya proses perkecambahan, pertunasan, pertumbuhan, dan lain-lain (Cahyono, 2003).

(39)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2018 di Rumah Kaca, di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Fisika Tanah dan Lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala. Pengambilan sampel tanah Ultisol di Desa Tanah Abang, Kecamatan Galang, Deli Serdang.

Alat dan Bahan Penelitian

Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain ring sampel untuk menghitung berat tanah, oven untuk mengeringkan tanah, timbangan digital untuk menghitung berat tanah, erlenmeyer sebagai wadah untuk mengukur volume padatan tanah, pressure plate apparatus digunakan untuk mengukur kadar air kapasitas lapang. Ayakan 10 mesh digunakan untuk menyaring tanah agar lebih halus, gelas ukur untuk mengukur volume air yang diberikan ke tanaman.

Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel tanah Ultisol digunakan sebagai objek yang diteliti, pereaksi kimia, benih tanaman pakcoy sebagai bahan yang akan ditanam pada tanah, air sebagai bahan untuk penyiraman, polybag sebagai wadah untuk tanah.

Metode Penelitian

Metode penelitian menggunakan metode eksperimen di Rumah Kaca dan analisa tanah dilakukan di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian

(40)

28

Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial dengan perlakuan metode penentuan nilai kadar air kapasitas lapang sebagai berikut:

K1 = Tanah bertekstur lempung berpasir metode Drainase Bebas (DB) 24 jam

K2 = Tanah bertekstur lempung berpasir metode Drainase Bebas (DB) 48 jam

K3 = Tanah bertekstur lempung berpasir metode Pressure plate (pF) K4 = Tanah bertekstur lempung liat berpasir metode Drainase Bebas

(DB) 24 jam

K5 = Tanah bertekstur lempung liat berpasir metode Drainase Bebas (DB) 48 jam

K6 = Tanah bertekstur lempung liat berpasir metode Pressure plate (pF)

Total perlakuan adalah 6 perlakuan metode penentuan nilai kadar air kapasitas lapang dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 4 kali, sehingga terdapat 60 satuan percobaan.

Dengan persamaan rancangan percobaan sebagai berikut :

Yij = µ+αi+ϵij...(10) Dimana:

Keterangan:

Yij = nilai pengamatan yang mendapat perlakuan metode pemberian air berdasarkan penentuan nilai kadar air kapasitas lapang ke-i dan ulangan ke-j

μ = nilai tengah pengamatan

(41)

αi = pengaruh perlakuan metoda pemberian air berdasarkan penentuan nilai kadar air kapasitas lapang.

ϵij = galat percobaan yang mana:

j = ulangan

Uji statistik one way ANOVA dilakukan untuk menguji hasil berat basah dan berat kering tanaman.

Prosedur Penelitian dan Parameter Penelitian

1. Mengambil Sampel di Lapangan dan Penelitian di Rumah Kaca

a. Menentukan titik pengambilan sampel tanah ultisol di lapangan (Lampiran 2).

b. Mengambil sampel tanah ultisol dengan tekstur liat berpasir, lempung liat, lempung liat berpasir sebanyak ± 300 kg, kemudian dikeringanginkan, dipecah/digerus dan diayak dengan ayakan 10 mesh.

c. Memasukkan tanah kedalam polybag ukuran 10 kg, kemudian di beri air selama 24 jam terus-menerus sampai kondisinya mantap. Artinya tidak terjadi lagi penurunan ketebalan tanah.

d. Menanam benih tanaman pakcoy (Brassica rapa L.) sebanyak 3 benih per polybag.

e. Mengambil contoh tanah setelah masa semai untuk ditentukan sifat fisika tanahnya di laboratorium.

f. Menyiram tanah yang telah ditanami tanaman pakcoy (Brassica rapa L.) setiap hari dengan nilai kadar air kapasitas lapang

(42)

30

berdasarkan besarnya nilai evapotranspirasi tanaman sesuai dengan metode penentuan kadar airnya.

2. Pengujian di laboratorium

a. Mengukur tekstur tanah dengan metode hydrometer dan dianalisis dengan menggunakan segitiga USDA. Adapun cara kerjanya sebagi berikut:

1. Menimbang 50 g tanah kering udara yang telah diayak dengan ayakan 10 mesh, kemudian masukkan ke Erlenmeyer 1 liter.

2. Menambahkan air biasa sampai dengan 250 ml, 10 ml Na4P2O710H2O 1 N, dikocok sampai rata, dibiarkan semalam.

3. Menggoncang selama 15 menit pada alat pengoncang

4. Memindahkan tanah ke dalam silinder 500 cc dan menambahkan aquadest sampai tanda garis.

5. Mengocok selinder sebanyak 20 kali sebelum pembacaan, bila perlu tambahkan Amyl alkohol untuk menghilangkan buih yang dapat mengganggu pembacaan

6. Memasukan Hydrometer ke dalam silinder dengan hati-hati untuk pembacaan I setelah 40 detik dari saat pengocokan.

7. Setelah 2 jam masukan lagi Hydrometer untuk pembacaan II, untuk memperoleh liat.

8. Hitung persentase pasir, liat dan debu

9. Menganalisis hasil (% pasir, debu dan liat) dengan menggunakan segitiga USDA.

(43)

b. Menganalisis bahan organik dengan metode Walkley &Black

1. Menimbang 0,5 g tanah kering udara, kemudian dimasukan tanah kedalam Erlenmeyer 500 cc.

2. Menambahkan 5 ml K2Cr2O7 N (pergunakan pipet) lalu digoncang dengan tangan.

3. Menambahkan 10 ml H2SO4 pekat, kemudian digoncang 3-4 menit, selanjutnya diamkan selama 30 menit.

4. Menambahkan 100 ml air suling dan 5 ml H3PO4 85 %, NaF 4 % 2,5 ml, kemudian menambahkan 5 tetes diphenylamine, digoncang sampai larutan berwarna biru tua.

5. Mentitrasikan dengan Fe(NH4)2(SO4)2 0,5 N dari buret hingga warna berubah menjadi hijau.

6. Melakukan kerja No. 2 s/d 5 (tanpa tanah) untuk mendapatkan vol.

titrasi Fe(NH4)2(SO4)2 0,5 N untuk blanko.

7. Menghitung persen C-organik menggunakan Persamaan (1) 8. Menghitung persen bahan organik menggunakan Persamaan (2) c. Menganalisis P tersedia

1. Masukkan dalam botol kocok 2,0 g tanah kering udara yang telah dihaluskan

2. Menambahkan 20 ml Bray II lalu dikocok dengan alat pengocok selama 2 jam

3. Menyaring larutan dengan saringan WHATMAN No. 42 dalam Erlemeyer 250 ml

(44)

32

4. Masukkan 5 ml ekstrak kedalam tabung reaksi 50 ml

5. Menambahkan 10 ml Asam Ascorbat yang telah dilarutkan dengan reagent Posfat A

6. Kocok tunggu 30 menit, ukur Absorbance panjang gelombang 660 nm dengan spektronik.

d. Menganalisis N-total

1. Masukkan 0,5 g tanah kering udara yang telah dihaluskan ke dalam tabung reaksi

2. Menambahkan 1 g campuran Selen , 2,5 ml Asam Sulpat (pekat) 3. Panaskan suhu 350°C (3-4 jam) sampai warna pekat

4. Memindahkan semua ekstrak ketabung Destilat bilas dengan H2O lalu hasil destilat ditampung dengan Erlenmeyer 250 ml.

5. Mereaksikan hasil destilat dengan 10 ml Boric Acid (H3BO3) dan3 tetes indicator Conway (warna merah) sehingga hasil destilat berwarna hijau.

6. Menitrasi hasil destilat dengan H2SO4 0,05 N (warna merah muda) e. Menganalisis pH

1. Menimbang 10 g tanah sebanyak dua kali, masing-masing dimasukkan ke dalam botol kocok

2. Menambah 50 ml air bebas ion ke botol yang satu (pH H2O) dan 50 ml KCL 1 M ke dalam botol lainnya (pH KCL).

3. Kocok dengan mesin pengocok selama 30 menit.

(45)

4. Mengukur pH tanah dengan pH meter yang telah dikalibrasi menggunakan larutan buffer pH 7 dan pH 4

f. kerapatan massa tanah (bulk density)

1. Mengambil sampel tanah dari polybag yang sudah dijenuhi menggunakan ring sampel

2. Mengeringkan sampel tanah dengan oven pada suhu 110°C selama 24 jam.

3. Mencatat volume ring sampel tanah tersebut.

4. Menimbang sampel tanah dan ring sampel

5. Menentukan Bulk Density tanah tersebut dengan menggunakan Persamaan (3).

g. Menganalisis kerapatan partikel tanah (particle density)

1. Mencampurkan tanah kering oven dengan 500 cc air dan diaduk untuk melepaskan udaranya

2. Mencatat volume air

3. Menentukan volume padatan menggunakan pengurangan 500 cc dikurang volume air

4. Menghitung kerapatan partikel dengan Persamaan (4) h. Menganalisis porositas tanah

Porositas dihitung dengan menggunakan Persamaan (5).

i. Menganalisis kadar air kapasitas lapang 1. Metode Drainase Bebas

(46)

34

a. Mengambil sampel menggunakan ring sampel pada 6 polybag setiap perlakuan.

b. Menimbang setiap sampel

c. Mengeringkan sampel dengan oven selama 24 jam pada suhu 105°C.

d. Menimbang setiap sampel berat tanah kering oven e. Menimbang ring sampel

f. Menghitung kadar air kapasitas lapang 2. Metode Pressure Plate.

a. Memasukkan bongkahan tanah ke dalam toples dan diusahakan tanah dalam keadaan tidak terganggu

b. Menganalisis kadar air kapasitas lapang dengan Uji pF 2,54 (kapasitas lapang) di Laboratorium Fisika Tanah dan Lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala.

j. Mengukur evapotranspirasi

1. Sampel tanah dan tanaman yang sudah diberi air dan telah mencapai kapasitas lapang diukur kadar air tanahnya (W1)

2. Sampel tanah dan tanaman lain yang identik dibiarkan untuk mengalami evapotranspirasi selama waktu tertentu (W2)

3. Masing-masing kadar air dalam persentase basis kering diubah menjadi persentase volumetrik berdasarkan Persamaan (7)

4. Selisih antara Ɵ21 menunjukkan air terevapotranspirasi

5. Besarnya evapotranspirasi ditentukan berdasarkan Persamaan (8)

(47)

6. Pada saat awal mengukur evapotranspirasi dicatat data suhu lingkungan atau ruangan

7. Untuk menentukan nilai evapotranspirasi pada hari-hari berikutnya didasarkan kepada nilai awal pengukuran evapotranspirasi pada butir (f), kemudian diselaraskan dengan perubahan suhu harian.

k. Mengukur perkolasi tanah

1. Menyiram tanah dalam polybag hingga jenuh, hingga tidak terjadi lagi penurunan ketebalan tanah.

2. Member air dalam polybag hingga ketinggian tertentu (t1 = 5 cm) 3. Menghidupkan stopwatch ketika penetesan air pertama kali 4. Mematikan stopwatch ketika air tidak menetes lagi (t2 = 0 cm).

5. Menghitung nilai perkolasi dengan Persamaan (9) l. Mengukur bobot basah dan bobot kering tanaman.

1. Menimbang bobot basah batang, daun dan akar tanaman pakcoy 2. Mengeringkan tanaman pakcoy menggunakan oven dengan suhu

85°C.

3. Menimbang bobot kering batang, daun dan akar pakcoy

Dilakuan hasil pengujian hasil pengukuran bobot basah dan bobot kering tanaman dengan ANOVA pada tingkat signifikasi α = 5%, dengan hipotesis :

Ho : Tidak ada perbedaan bobot basah dan bobot kering tanaman yang signifikasi diantara 6 perlakuan yang diuji

(48)

36

Hi : Ada perbedaan bobot basah dan bobot kering tanaman yang signifikasi diantara 6 perlakuan yang diuji.

Dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT), apabila terdapat perbedaan yang signifikasi diantara perlakuan.

(49)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tekstur Tanah

Hasil pengukuran tekstur tanah dapat dilihat pada Tabel 7 dibawah ini:

Tabel 7. Hasil analisis tekstur tanah

Tanah Pasir

(%)

Debu (%)

Liat

(%) Tekstur

Ultisol 60,00 21,56 18,44 Lempung Berpasir

Ultisol 65,64 10,92 23,44 Lempung Liat

Berpasir

Prasetyo dan Suriadikarta (2006) mengatakan bahwa tekstur tanah Ultisol bervariasi dan dipengaruhi oleh bahan induk tanahnya, tanah Ultisol dari granit yang kaya akan mineral kuarsa umumnya mempunyai tekstur yang kasar dan tanah Ultisol dari batu kapur, batuan andesit dan tufa cenderung mempunyai tekstur yang halus. Menurut Syahputra dkk. (2015) bahwa tanah Ultisol yang tersebar dipermukaan bumi memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda-beda, hal ini disebabkan faktor-faktor geografis saat pembentukan tanah seperti bahan induk, topografi, iklim, organisme, dan waktu.

Hasil analisis sifat fisik tanah awal menunjukkan bahwa tanah Ultisol memiliki tekstur lempung berpasir dan tekstur lempung liat berpasir dilihat dari perbandingan fraksi (pasir, debu, dan liat) dan ditentukan dengan menggunakan segitiga USDA (Lampiran 3.). Menurut Sarbini dan Qoriansyah (2013) bahwa tanah bertekstur lempung berpasir tergolong tanah agak kasar dan tanah lempung liat berpasir termasuk dalam kelompok tanah agak halus

Tanah bertekstur lempung pasir lebih sulit menahan air dan unsur hara

(50)

38

dkk., 2013). Hal ini akan menyebabkan pemberian air yang diberikan pada tanah serta air yang berada dalam tanah bertekstur lempung berpasir lebih mudah dimanfaatkan oleh tanaman, akan tetapi kemampuan tanah dalam menyimpan air lebih sedikit sehingga tanah lebih mudah mengalami kekeringan, dibanding tanah Ultisol bertekstur lempung liat berpasir.

Bahan Organik Tanah

Hasil pengukuran bahan organik dan C-organik tanah dapat dilihat dari Tabel 8 dibawah ini:

Tabel 8. Hasil analisis bahan organik tanah Tekstur Tanah C-organik

(%)

Bahan Organik

(%) Kategori

Lempung Berpasir 0,26 0,45 Sangat rendah

Lempung Liat

Berpasir 0,28 0,48 Sangat rendah

Pada Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai bahan organik pada tanah bertekstur lempung liat berpasir lebih tinggi dibandingkan dengan tanah bertekstur lempung berpasir. Hal ini disebabkan karena liat yang lebih tinggi pada tekstur lempung liat berpasir memiliki tingkat oksidasi yang rendah dibandingkan dengan lempung berpasir, sehingga keberadaan bahan organik didalam tanah dapat dipertahankan dengan baik dan tidak cepat habis, dimana liat dan bahan organik saling berinteraksi membentuk kompleks liat-organik di dalam tanah. Hasil analisis ini sejalan dengan pernyataan Foth (1951) bahwa tanah-tanah dengan kadar liat tinggi umumnya kadar bahan organiknya lebih tinggi dibandingkan dengan tanah-tanah yang kandungan litanya rendah. Kadar bahan organik didalam tanah mineral secara umum tidak lebih dari 5%, dimana bahan organik dalam

(51)

tanah akan berbentuk C-organik bebas, berikatan dengan seskuioksida dan berikatan dengan fraksi liat. C-organik yang terikat liat akan menyebabkan C-organik bebas sangat rendah (Sunanto, 2010)

Hasil analisis bahan organik tanah menunjukkan bahwa tanah Ultisol memiliki kandungan C-organik dan bahan organik yang tergolong sangat rendah yaitu C-organik tanah lempung berpasir hanya sebesar 0,26 % dan bahan organik sebesar 0,45%, sedangkan kadar C-organik tanah lempung liat berpasir sebesar 0,28% dan bahan organik sebesar 0,48%. Hasil analisis ini sejalan dengan hasil penelitian Karo Karo dkk. (2017) yang menyatakan bahwa tanah Ultisol memiliki kandungan bahan organik sangat rendah, kemasaman tanah, kejenuhan basa kurang dari 35%, kejenuhan Al tinggi, KTK rendah dan peka terhadap erosi.

P tersedia, N total dan pH Tanah

Hasil pengukuran P tersedia, N total dan pH tanah dapat dilihat pada Tabel 9 di bawah ini:

Tabel 9. Hasil analisis sifat kimia berbagai tekstur tanah

Parameter Satuan Nilai Kategori

Tekstur lempung berpasir

P tersedia Ppm 2,27 Sangat rendah

N total % 0,02 Sangat rendah

pH - 5,82 Agak masam

Tekstur lempung liat berpasir

P tersedia Ppm 2,10 Sangat rendah

N total % 0,02 Sangat rendah

pH - 5,85 Agak masam

Berdasarkan Tabel 9 menunjukkan bahwa tanah bertekstur lempung liat berpasir memiliki kandungan N total, C-organik yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanah bertekstur lempung berpasir, namun kandungan P

Gambar

Gambar 1 Diagram segitiga tekstur tanah.
Gambar 1. Segitiga USDA Tekstur Lempung Berpasir
Gambar 1. Segitiga USDA Tekstur Lempung Liat Berpasir

Referensi

Dokumen terkait

Respon yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap dan minat siswa terhadap pembelajaran fisika setelah diterapkan Video Based Laboratory dalam model inkuiri

Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT sang penguasa alam semesta, yang telah memberikan kehidupan yang penuh rahmat, hidayah dan karunia tak terhingga

Dalam teori maslow kebutuhan akseptansi juga yang saat ini sangat mempengaruhi produktivitas kerja karyawan yang mendapatkan hasil rata-rata 66% dari total responden, dimana

PEMBUATAN ALAT PENYEMAI BENIH PADI MEKANIS SISTEM DAPOG SKRIPSI OLEH LOURENT SIRAIT 130308051/KETEKNIKAN PERTANIAN PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Semakin tinggi kerapatan isi tanah, maka semakin padat tanah (porositas semakin rendah), sehingga sirkulasi udara dan kondisi air tanah tidak menguntungkan untuk

Begitu pula pada Hipotesis 2, setelah dilakukan pengujian hipotesis dan pembahasan yang menyatakan bahwa hasil penelitian adalah tidak terdapat perbedaan nilai

5.2 Pengaturan Governor dalam Load

Teknik &amp; Metoda Peramalan, edisi satu.. Jakarta : Fakultas Ekonomi